Anda di halaman 1dari 8

MENGOBSERVASI KEBUDAYAAN KAMPUNG NAGA DI TASIKMALAYA

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Human Behavior and Environment


(HBSE)

Oleh :
Muhammad Gazza Dwi Akbar
2204131
Kelas : 2D Pekerjaan Sosial

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAT PEKERJAAN SOSIAL POLITEKNIK


KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG
2023
1. Latar belakang
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya,
dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Baduy, Kampung Naga menjadi
objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa
peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga
juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat
istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain
yang lebih modern. Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri, yang tetap
mentaati aturan nenek moyang dan mempertahankan ke tradisionalannya dengan
kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban
modern. Nilai-nilai kearifan lokal yang mendasari cara berpikir dan berperilaku
terefleksikan di dalam tatanan hidup bermasyarakat, pengelolaan dan pendayagunaan
lingkungan alam yang terus dipertahankan hingga lingkungan hidup memberikan
daya dukung berkelanjutan bagi masyarakat Kampung Naga. Masyarakat Kampung
Naga memiliki pola hidup sederhana, kebersamaan, pola pemukiman dan rumah, tata
ruang, dan melestarikan kriya bambu. Dari sekian banyak provinsi yang ada di
Indonesia, Jawa Barat merupakan daerah penghasilan kriya yang memiliki banyak
sekali keunikan, bentuk serta bahan yang sangat bervariasi, seperti : kulit, logam,
bambu, kayu, batik dan lainlain. Daerah-daerah Jawa Barat yang merupakan
penghasil kriya tradisional diantaranya: Tasikmalaya dengan kriya bambunya,
Cirebon dengan kriya batik, kriya rotan, kriya topeng, dan indramayu dengan kriya
batiknya, Garut dan kriya batik dan kulitnya, Ciamis dan Sukabumi dengan kriya
tanduknya, Cianjur dengan kriya lampu hias, dan plered dengan kriya kramiknya.
Pembuatan barang-barang kriya berawal dari faktor-faktor kebutuhan hidup sehari-
hari akan alat atau perkakas baik yang bersifat fisikal maupun spiritual. Pada awalnya
produk kriya dibuat dengan alat teknik yang sederhana, hal ini telah membuktikan
bahwa manusia pada zaman dahulu memiliki tingkat kepandaian dan keterampilan
yang tinggi dalam pembuatan benda-benda kriya, seperti kriya pahatan, anyaman,
tenunan, manik-manik, keramik dan sebagainya, sebagai sumber pengenalan budaya
dasar fisik spiritual Indonesia. Untuk lebih memfokuskan perhatian pada suatu
permasalahan, penulis mengambil salah satu kriya bambu yang ada di kampung Naga
Kabupaten Tasikmalaya, yaitu “Kriya Bambu Masyarakat Kampung Naga”. Kampung
Naga adalah merupakan salah satu Kabupaten Tasikmalaya yang berada di sebelah
Timur Jawa Barat, yang banyak ditumbuhi pohon-pohon bambu sehingga daerah
Kampung Naga ini memiliki potensi dalam penghasil kriya, banyak sekali kerajinan
dari bambu seperti alat-alat yang biasa digunakan untuk peralatan dapur seperti :
Boboko (bakul nasi), hihid (kipas), Aseupan (Kukusan). Carangka (keranjang), nyiru
(niru), cecempeh (niru kecil), tampir (Niru besar), dan lain-lain.
2. Temuan hasil lapangan
Jadi, nama Kampung Naga disini memiliki arti tersendiri yaitu Kampung = Perkampungan
Naga = na Gawir (di Sungai). kata Kampung na Gawir ini di ambil dari Bahasa Sunda.
Sepertinya teman-teman sudah tidak sabar untuk segera mengetahui informasi mengenai
Kebudayaan di Kampung Naga, ya? Kalau begitu, mari kita mulai penelitian masyarakat
Kampung Naga. Di atas telah di jelaskan mengenai arti kata “Kampung Naga.” Nah,
mungkin arti Kampung Naga itu hanya sebatas singkatan saja. Untuk mengetahui secara lebih
rincinya, Kampung Naga itu adalah salah satu kampung adat yang masih mempertahankan
kebudayaan nenek moyangnya di tatar Sunda dengan tujuan untuk melaksanakan
tradisi/kebiasaan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun
hingga saat ini.

Gapura Kampung Naga berada di samping jalan menuju arah Garut tetapi untuk kampungnya
itu berada di wiliyah bawah. Untuk menuju ke perkampungannya kami harus menuruni
tangga sebanyak 450 buah anak tangga.

Wow.. betapa banyak dan melelahkan, bukan? Tetapi, karena rasa ingin tahu yang sangat
dalam terhadap kehidupan bermasyarakat di Kampung Naga ini, kami jalani semua rintangan
itu. Bersyukur, kami dibimbing oleh para guru pembimbing yang masih prima tenaganya.
Jadi, kami semakin semangat untuk tetap menuruni anak tangga yang wuiiihhh berlika-liku
bagaikan seekor naga. Masyarakat Kampung Naga hidup secara berkelompok. Berkelompok
disini memiliki tujuan tersendiri, diantaranya agar terhindar dari serangan orang lain yang
bukan penduduk dalam maupun luar Kampung Naga, serangan hewan buas maupun kejadian
yang tidak diinginkan.

Dikarenakan dalam sebuah kelompok itu harus ada seorang pemimpin/penanggung jawab,
maka masyarakat di sana membentuk 3 buah Lembaga Adat yang terdiri dari Kuncen
(Pemimpin yang bertanggung jawab kepada masyarakat), Gunduh, dan Lebe (yang mengurus
proses pemakaman orang yang meninggal).

Adapun mata pencahariaan mereka lebih mengandalkan kepada hasil alam yang dirawatnya
yaitu sebagai petani. Mereka menanan tanaman yang memiliki harga jual, salah satu
diantaranya adalah padi. Waktu untuk pemanenan padi berlangsung dalam 2 tahun sekali.
Padi-padi tersebut biasanya di jual ke wilayah luar.

Untuk peternakan mereka berternak ayam, ikan, dan kambing. Agar kehidupannya dapat
terpenuhi, masyarakat Kampung Naga pun membuat beebagai macam kerajinan tangan yang
sangat kreatif dan nantinya hasil karya tersebut dijual dengan harga yang sesuai dengan
barangnya.

Kampung Naga ini bukanlah sekedar kampung dan tempat wisata yang dapat dikunjungi
sesuka hati kita. Kampung ini adalah kampung yang unik. Keunikannya akan diuraikan di
bawah ini.
Mereka memiliki aturan bagi pengunjung agar tidak boleh memasuki hutan larangan, hutan
yang sangat dikeramatkan menurut kepercayaan mereka, memasuki ruangan Bumi Ageung,
dan larangan jika kita ingin mengambil foto jangan menggunakan sandal maupun sepatu,
Hahh??? Teman-teman pasti kaget ya? Kenapa tidak boleh? Teman-teman pasti bertanya-
tanya, kan? Menurut para sesepuh di sana, Alasannya adalah jika kita akan mengambil
jepretan foto itu harus menggunakan sebuah kamera, hehehehe.

Mereka hidup di sebuah rumah yang terbuat dari anyaman bambu yang atapnya terbuat dari
jerami padi dengan penyangga rumah dari batang kayu. Selain bangunan rumah, mereka juga
memiliki beberapa bangunan lainnya. Seperti Bumi Ageung (Penyimpanan Pusaka) dan
Masjid (Tempat Ibadah).

Hebatnya, di sini tidak ada sumber listrik. Untuk penerangan mereka mengandalkan sebuah
obor. Rumah-rumah di Kampung Naga ini terbagi menjadi 3 ruang, yaitu ruang tamu, kamar,
dan dapur. Hah? Jika 1 rumah hanya terdiri dari 3 ruangan saja, terus untuk sumber airnya,
bagaimana ya? Eit … Jangan panik begitu kawan… Nih, untuk air/toilet itu terletak di luar
rumah yang keadaan toiletnya itu sangat sederhana.

Ada sebuah keunikan lain mengenai toilet di Kampung Naga :v … Jadi, toilet di sini berada
di atas kolam ikan. Jika kita sedang ingin membuang air besar, maka kotoran kita ini akan
segera dilahap oleh ikan yang berada di kolamnya. Sangat unik bukan?

elain keunikan yang satu itu, masih banyak keunikan yang lainnya. Diantaranya dapat dilihat
dengan jumlah bangunan rumah sebanyak 112 buah saja yang dihuni oleh 290 orang warga
yang terdiri atas 145 orang perempuan dan 150 orang laki-laki, dengan jumlah keluarga
sebanyak 101 Kepala Keluarga. Semua rumahnya sama berposisi saling berhadapan.

Bagaimana dengan keadaan sosial di sini? Ternyata, kondisi sosial warga Kampung Naga
sangat erat satu sama lain. Kita ambil contoh ya… Seperti kebersamaan satu sama lain yang
mungkin di kota-kota besar sudah luntur atau malah punah.

Ketika di salah satu sebuah rumah mengeluarkan asap masak dan berbau sangat sedap, berarti
pemilik rumah tersebut memiliki rezeki yang lebih dari cukup. Sedangkan rumah yang di
dapurnya tidak mengeluarkan asap, maka diharuskanlah berbagi kepada warga yang tidak
memiliki makanan di dapur agar dapat berbagi kepada tetangganya. Karena sudah terbiasa
dengan hal tersebut, maka telah dinyatakan bahwa kejadian itu sudah termasuk pada
kebudayaan Kampung Naga.

Selain kebudayaan, Kampung Naga juga memiliki sebuah tradisi yang sampai saat ini masih
dipertahankan, diantaranya adalah Upacara Hajat Sasih, yaitu upacara yang dilaksanakan
bertujuan untuk selalu diberi keselamatan oleh para leluhurnya.

Nah, teman-teman, setelah selesai meneliti kehidupan masyarakat Kampung Naga, kami
dapat menyimpulkan bahwa Kampung Naga adalah sebuah Kampung adat Sunda yang masih
kental akan kebudayaan serta tradisinya dengan hidup penuh dengan rasa kekeluargaan akan
sebuah kesejahteraan bagi semua, serta dengan saling menjaga warisan nenek moyang dan
keadaan alam sekitar, maka kebudayaan mereka akan berkembang lebih baik bahkan menjadi
yang terbaik.

Pesan dari kami, “Hiduplah dengan penuh kesederhanaan. Jangan memandang terlalu atas.
Coba pandanglah kehidupan di bawah karena “Kita disini kita tidak Gaya untuk Hidup tapi
Hidup untuk Gaya.”

ANALISIS
 Norma Kelompok dan Perilaku Individu Norma tidak hanya menetapkan
tindakan apa yang baik untuk dilakukan, tetapi menetapkan juga sikap yang
baik untuk ditampilkan. Seseorang dihargai bila ia mendukung sikap dan
tindakan yang dianggap baik oleh masyarakat, sebaliknya masyarakat akan
kecewa bila seseorang mendukung sikap dan tindakan yang salah menurut
anggapan masyarakat, sehingga individu dituntut agar conform dengan
masyarakat karena suatu tekanan sosial (social pressure) yang cukup berarti
dalam perkembangan dan pengorganisasian sikap dan tindakan individu
selanjutnya. Sumber utama orientasi sikap dan tindakan seseorang dalam
kelompoknya sering bertumpu pada central value. Bagi masyarakat
tradisional, nilai sentral ini biasanya bertumpu pada nilai-nilai etika, magis,
dan mitos yang diwariskan oleh leluhurnya. Ada dua faktor utama yang
mendorong proses perubahan suatu masyarakat, yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal berasal dari luar seperti para pengunjung yang
datang ke Kampung Naga yang membawa adat berbeda sedikit demi sedikit
akan berpengaruh terhadap masyarakatnya, percepatan pergeseran terjadinya
pergeseran nilai-nilai lama yang akan dihilangkan atau disempurnakan,
kestatisan atau kelambatan proses pergeseran, dan penguatan eksistensi nilai-
nilai
 Ketahanan Pangan Masyarakat Adat Kampung Naga Pangan merupakan unsur
penting dalam kehidupan manusia dimanapun, tidak terkecuali apakah
masyarakat itu terkategorikan tradisional atau modern. Pangan bagian dari
kebutuhan manusia yang paling mendasar dalam upaya mempertahankan
hidup dan penghidupan, sangat rasional apabila pangan untuk kehidupan dapat
dipenuhi oleh pemerintah atau negara dan masyarakat secara bersama-sama.
Pangan bagian penting dan merupakan kebutuhan primer yang harus tetap ada
dalam upaya mempertahankan keberlangsungan kehidupan, Indonesia sebagai
negara agraris memiliki potensi yang sangat besardalam upaya penyediaan
sumber pangan, namun karena berbagai hal seperti bencana banjir, dan musim
kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan petani mengalami gagal panen
dan menjadi persoalan yang membutuhkan adanya penyelesaian. Atas dasar
hal itu, pemerintah melakukan kebijakan agar warga Indonesia tidak selalu
tergantung pada beras, tetapi menerapkan kebijakan tersebut tidak mudah
mengingat beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat
Indonesia yang dalam kondisi seperti apapun pemerintah harus tetap
menyediakan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Lahan
pertanian Masyarakat Kampung Naga terdiri dari lahan pertanian sawah, lahan
pertanian kering, dan kolam sebagai tempat pemeliharaan ikan. Keseluruhan
lahan tersebut, berada disekitaran Kampung Adat Naga. Sedangkan, sebagian
lahan pertanian dalam radius tidak lebih dari satu kilometer dari pusat
perkampungan masyarakat adat Naga. Lahan sawah atau lahan pertanian
dilihat dari tata letaknya hampir mengelilingi perkampungan adat Naga mulai
dari arah timur, barat, dan selatan. Lahan yang berada dibagian utara dibatasi
oleh hutan lindung (leuweung larangan) dan Sungai Ciwulan. Arah selatan
kampung adat Naga terbentang lahan pertanian sawah
*kampung naga

3. KESIMPULAN
Kampung Naga merupakan kampung adat sunda yang masih menjaga kelestarian adat
istiadat dan budaya warisan leluhur mereka. Kampung Naga tidak mudah terpengaruh
oleh budaya modern. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kampung naga pun
masih melestarikan budaya radisional mereka yang sedikit menutup akan kemajuan
teknologi di masa modern seperti era digital pada hari ini . Seperti,tidak adanya aliran
listrik sampai sekarang. Meskipun pemerintah memberikan subsidi listrik gratis/ tetapi
warga kampung naga menolaknya. Meskipun Kampung Naga menjadi kampung adat
tetapi untuk program pemerintah yaitu 9 tahun menuntut ilmu masih dilaksanakan.
Program KB juga dijalankan. Jadi anak-anak bersekolah yang tempatnya berada di
luar Kampung Naga. Kampung Naga bisa mempertahankan adat dan budayanya
berlandaskan falsafah dan sari tauladan dari sesepuh terutama dalam tatanan
kehidupan. Baik kehidupan agama/pemerintahan, dan dari norma adat. Kampung
Naga juga memiliki budaya yang bersifat tradisi atau upacara adat yang dilakukan
rutin setiap ada hari perayaan tertentu. Seperti budaya Hajat Sasih yaitu budaya tradisi
yang dilaksanakan untuk memperingati hari-hari besar Islam. Hajat Sasih
dilaksanakan setiap 6 kali dalam setahun, yaitu pada perayaan Tahun baru hijriyah di
bulan muharram, Maulid Nabi Muhammad SAW, dipertengahan tahun di Djumaddil
Akhir, bulan suci Ramadhan di malam Nisfu sya’ban, hari raya idul fitri dan hari raya
idul adha. Banyak tempat untuk beribadah yang sering adanya larangan untuk
dimasuki oleh sembarang orang karena dianggap sebagai tempat yang suci sehingga
tempattersebut hanya bisa dimasuki oleh beberapa orang tertentu dan diperlakukan
secara istimewa. Tempat yang disucikan ini memiliki pagar untuk melindungi
bangunan dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

SARAN
 Akademis
Bagi peneiti, ini dapat dijadikan referensi, acuan,atau perfektif baru dari sudut
pandang yang berbeda.

Bagi pembaca, dari penelitian diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan


dan wawasan baru mengenai budaya yang ada di Kampung Naga
 Praktis
Bagi pemerintah, diharapkan lebih memperhatikan tentang adanya potensi
budaya yang harus dijaga dan difasilitasi keberadaannya misalkan
menyediakan akses jalan atau infrastuktur yang lebih baik lagi.

Bagi Masyarakat Kampung Naga, diharapkan mampu menjaga kelestarian


adat istiadat dan budaya yang ada di Kampung Naga.
DAFTAR PUSTAKA

Dodih Heryadi1, Z. M. (1 febuari 2023). ANALISIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL . KEARIFAN LOKAL
KAMPUNG NAGA, 117 - 136.

*paper ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matkul HBSE yang diambil dari jurnal dan
dokumentasinya .

Anda mungkin juga menyukai