Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kampung Naga merupakan salah satu kampung Adat yang masih melestarikan
tradisi dan budaya leluhurnya,dalam hal ini adalah budaya sunda. Kampung naga
menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda di
masa peralihan dari pengaruh hindu, menjadi pengaruh Islam di Jawa Barat, Sejarah
kampung Naga sendiri tidak ada titik terang, tak ada kejelasan kapan dan siapa pendiri
serta apa yang melatar belakangi terbentuknya kampung dengan Budaya Sunda ini,
Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari Jalan raya yang menghubungkan kota Garut dan
Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah di
Sebelah barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan Keramat karena di dalam hutan
tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung naga. Di sebelah Selatan dibatasi
oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai
Ciwulan ( kali wulan ) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di Garut. Jarak
tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan
dari kota Garut jaraknya 26 kilometer.

Kawasan Kampung Naga memiliki luas sekitar satu setengah hektar sebagian besar
digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam dan selebihnya digunakann untuk
pertanian sawah yang dipanen 2 kali dalam setahun. Jumlah bangunan di kampung
naga terdapat 112 bangunan, sudah termasuk masjid, bale kampung, dan lumbung padi
umum. Bentuk Rumah di kampung naga seragam supaya merata, agar tidak
menimbulkan permasalahan dan berlomba kekayaan antar rumah. Aturan tersebut
dibuat oleh leluhurnya yang sudah turun-temurun warga kampung naga untuk
menghormatinya. Hukum adat yang ada di kampung naga adalah hukum alam,
sedangkan untuk hukum pancasila dan kenegaraan diatur secara terbatas dengan
peraturan adat dan pemerintahan.

1
B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Agar Kami Mahasiswi DIII Kebidanan dapat mengidentifikasi masalah ibu


bersalin, masa nifas, dan Bayi di Daerah Terbelakang/kultur individualis.
2. Agar mahasiswa dapat melaksanakan pendidikan terhadap ibu hamil yang
mempunyai karakteristik dan budaya yang ada di kampung naga.
3. Mengidentifikasi masalah – masalah sosial budaya yang ada di kelompok
tertentu.
4. Agar dapat mengetahui sosial budaya yang mempengaruhi prilaku sehat pada
ibu hamil.
5. Agar dapat mengetahui prilaku sehat pada ibu menyusui.
6. Agar aspek sosial budaya yang mencerminkan prilaku sehat pada bayi dan
balita.
7. Agar Memahami Nilai-nilai Filosopi yang ada di Kampung Naga.
8. Agar memahami Aspek Sosial Budaya selama persalinan kala I, II, III, IV.
9. Agar mengetahui kemampuan reproduksi Sexsualitas Masyarakat.
10. Agar mengetahui aspek Kepercayaan masyarakat kampung naga.
11. Agar Mengetahui Perekonomian di Kampung Naga.

2
C. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Sistem Kemasyarakatan di Kampung Naga ?


2. Datang Kemanakah Masyarakat kampung Naga Jika ingin melahirkan ?
3. Bagaimana Sistem Pendidikan Masyarakat kampung Naga ?
4. Bagaimana Sistem Politik masyarakat Kampung Naga ?
5. Bagaimana Sistem Hukum Masyarakat Kampung Naga ?
6. Bagaimana Sistem Bahasa di Kampung Naga ?
7. Seperti apa peralatan Masyarakat Kampung Naga ?
8. Berapa Umur rata-rata Remaja Masyarakat kampung Naga ?
9. Tradisi Apa Saja yang sering Masyarakat Kampung Naga Lakukan?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Kampung Naga

Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari,


Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka
menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak
kelestarian kampung Naga. Namun, Asal mula kampung ini sendiri tidak
memiliki titik terang.Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta
apa yang melatar belakangi terbentuknya Kampung dengan budaya yang masih
kuat ini. Warga Kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan
istilah “Pareum Obor”. Pareum Yang artinya Mati atau Gelap. Dan Obor itu
sendiri berarti Penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat
yaitu, Matinya Penerangan. Kepala Adat Kampung Naga menceritakan bahwa
hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/ sejarah mereka pada saat pembakaran
kampung naga oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII
menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia. Kampung Naga pada saat
itu lebih mendukung Soekarno dan Kurang simpatik dengan niat Organisasi

4
tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan Simpati warga
kampung naga membumi hanguskan perkampungan itu pada tahun 1956.

B. Letak Geografis

Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten


Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya
yang menghubungkan Kota Garut dengan Kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di
Lembah yang subur, dengan batas wilayah, disebelah barat kampung naga dibatasi oleh
hutan keramat karena di hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung
Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan
timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang bermata air dari Gunung Cikuray.

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Sistem Kemasyarakatan Di Kampung Naga

Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong


royong, hormat menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas
kepentingan Pribadi.

Kampung naga memiliki 2 pemimpin dengan tugasnya masing-masing yaitu


Pemerintahan Desa dan Pemimpin Adat yaitu oleh Masyarakat kampung naga disebut
Kuncen. Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan
warga kampung naga. Sang Kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adat istiadat
jika berhubungan dengan system pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT
atau RW, begitupun sebaliknya RT atau RW haruslah taat pada sang kuncen apabila
berurusan dengan adat istiadat dan kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.

 Sistem Kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga


lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga Ada dua Lembaga :
 Lembaga Pemerintahan Yaitu : Rt dan Rw
 Lembaga Adat Yaitu : Kuncen, Punduh, dan Lebe
Kuncen yaitu : Pemangku Adat dan pemimpin upacara adat dalam
berziarah.
Punduh Adat yaitu : Bertanggung jawab untuk mengurus masyarakat
dalam kegiatan Gotong royong misalkan membangun rumah,
memperbaiki mesjid, memperbaiki bale, memindahkan rumah warga.Dll
Lebe yaitu : Orang yang bertugas untuk mengurus orang yang sudah
meninggal. Dia bertanggung jawab untuk mengurus jenazah dari awal
sampai akhir yaitu penguburan dan acara tahlilan. Selain itu, lebe juga
bertugas menjadi pemimpin do’a dalam setiap acara ritual di Kampung
Naga.

6
B. Sistem Kesehatan Masyarakat Kampung Naga

Menurut Hasil Obserpasi kami dengan Warga Kampung Naga mereka jika sakit
memaksakan diri untuk pergi ke luar kampung naga untuk pergi ke dokter , Puskesmas
terdekat dan Bidan. Tetapi jika masyarakat Kampung Naga Mendekati proses persalinan
tidak menghubungi Bidan atau pelayanan kesehatan yang lain, akan tetapi menghubungi
dukun beranak (paraji), tetapi sedikit- demi sedikit dalam proses mengandung mereka
masyarakat kampung naga tetap memaksakan diri untuk memeriksaan kesehatan janin
mereka walaupun dalam proses persalinan tidak dibantu oleh Bidan. Ibu – ibu Kampung
Naga pun mereka mengetahui jenis – jenis KB dan mereka pun suka pakai Suntik KB.

C. Sistem Pendidikan Masyarakat Kampung Naga

Tingkat Pendidikan Masyarakat Kampung Naga hanya mencapai jejang Pendidikan


Sekolah Dasar, tetapi ada juga yang malanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi itupun
hanya minoritas. Kebanyakan Pola Pikirnya masih pendek sehingga mereka pikir bahwa
buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga. Tapi Alhamdulillah
generasi muda kampung Naga ada yang sedang melanjutkan pendidikan SMA dan SMK
bahkan menurut warga kampung naga ada yang sudah lulus kuliah dan sekarang sudah
menjadi guru smk.

D. Sistem Politik Masyarakat Kampung Naga

Dalam sistem politik ditekankan pada penyelesaian masalah dipimpin oleh ketua
adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasil yang diperoleh
adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.

E. Sistem Hukum Masyarakat Kampung Naga

Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan.
Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat. Sistem Hukum di
Kampung Naga hanya berlandaskan kata Pamali yakni suatu ketentuan yang telah
ditentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh dilanggar. Sangsi
untuk pelanggaran tidak jelas, mungkin hanya berupa teguran, karena masyarakat

7
kampung naga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia
sendiri yang akan menerima akibatnya.

F. Sistem Bahasa Kampung Naga

Masyarakat Kampung Naga Dalam berkomunikasi mayoritas menggunakan Bahasa


Sunda Asli, Adapula yang bisa berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan apabila
bercakap-cakap dengan wisatawan dari luar jawa barat.

G. Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga

Masyarakat Kampung Naga masih menggunakan peralatan atau perlengkapan


hidup yang sederhana, non teknologi ke semua bahannya tersedia di alam.
Seperti untuk memasak, masyarakat kampung naga menggunakan tungku
dengan bahan bakar menggunakan kayu bakar, dan untuk membajak sawah
mereka tidak menggunakan traktor akan tetapi menggunakan cangkul.

8
Gambar diatas adalah gambar Padi yang dipanen dengan cara Ani-ani. Dan selanjutnya
padi akan disimpan ke Leuit ( Tempat menyimpan padi ).

Cara menjemur padipun jika musim hujan dengan cara seperti diatas karena untuk
menjaga kualitas padi dan agar bertahan lebih lama sampai puluhan tahun.

H. Umur Rata – rata Menikah masyarakat Kampung Naga

Menurut sumber dari masyarakat kampung Naga rata-rata menikah di kampung


naga sekitar usia 19 tahun nan. Dan ada juga yang kurang dari 19 tahun tetapi tidak itu
minoritas.

9
I. Tradisi Masyarakat Kampung Naga

Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik
yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan
tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur
Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang
mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.

Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai


berikut:
 Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
 Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
 Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
 Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
 Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja
dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut
bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan
akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam.
Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara. Mereka
harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara ini
disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu juga
kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju mesjid.
Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan masuk kedalam sembari
menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dilakukan sebagai
tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid merupakantempat beribadah
dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang telah tersedia di sana dan
duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung selesai mandi kemudian
berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan
ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan
untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa
lamareun dan punduh membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di
dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka
berjalan beriringan sambil masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu

10
gerbang makam yang di tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan
kepala sebagai penghormatan kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk ke dalamnya. Adapun
Lebe dan Punduh setelah menyerahkan lamareun dan parakuyan kepada kuncen
kemudian keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara yang lain. Kuncen
membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia
melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam. Arah barat
artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk, kemudian ia
mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam keramat bersama-sama.
Setelah membersihkan makam, kuncen dan para peserta duduk bersila mengelilingi
makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan,
dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk
memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara bergiliran bersalaman dengan kuncen.
Mereka menghampiri kuncen dengan cara berjalan ngengsod. Setelah bersalaman para
peserta keluar dari makam, diikuti oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu
lidi disimpan di "para" mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh masing-
masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi
Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk dan
duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut patunggon
sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada kuncen. Wanita
lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya di tengah-tengah. Setelah wanita
tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur dengan air kendi dan membakar
dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe
membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur terlebih dahulu dengan air yang sama
dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah.
Maka berakhirlah pesta upacara Hajat Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan
makan nasi tumpeng bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di
mesjid, ada pula yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga
mereka.

11
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata keberadaan


kampung naga selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga
khususnya dan bagi masyarakat jawa barat umumnya bahwa primitifitas atau adat
istiadat asli peninggalan nenek moyang itu harusnya bisa menjadi treancenter dan suatu
kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis lokal
maupun luar negri untuk dijadikan bahan observasi.

B. SARAN

Demikian Penulisan makalah kami, apabila masih terdapat kesalahan atau


kekurangan dalam pembahasan makalah kami ini, terutama kami mohon maaf yang
sebesar – besarnya dan kami juga harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat
membangun dalam perbaikan pembuatan makalah kami ini.

12

Anda mungkin juga menyukai