Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKAN AWIG - AWIG DALAM

MEMELIHARA TRADISI DAN


ADAT DESA PANGLIPURAN
BOOKLET
B A L I

STUDI FENOMENA SOSIAL-POLITIK


Anis Laili Ramadloniyah 3312421027

Athaya Hanna Firdausyi 3312421031

Lia Istiana Safitri 3312421035

Deva Salma Khataini 3312421039

Khoiriyatun Nisa 3312421043

Anjani Khansa Alaika 3312421047

KELOMPOK II
DAFTAR
ISI

KATA PENGANTAR 01
PENDAHULUAN 02
PENGERTIAN DAN FUNGSI AWIG - AWIG 04
STRUKTUR AWIG - AWIG 06
PARTISIPASI MASYARAKAT 07
PERAN AWIG - AWIG 09
KESIMPULAN DAN SARAN 11

KELOMPOK II
KATA PENGANTAR
Dalam rangka memperluas wawasan dan pengalaman
mahasiswa, kami dari Universitas Negeri Semarang
mengadakan kunjungan KKL ke Desa Panglipuran, di Bali
pada tanggal 10 - 14 September 2023. KKL yang
diselenggarakan ini difokuskan untuk menijau secara
langsung kondisi adat dan kebudayaan yang masih terjaga
hingga saat ini terkhusus di desa panglipuran yang
dinobatkan menjadi salah satu desa terbersih di dunia.
Desa ini memiliki keunikan tersendiri dalam budaya dan
adat istiadatnya yang masih terjaga hingga saat ini. Kami
berharap melalui kunjungan ini, mahasiswa dapat
memperoleh pengalaman yang berharga dan dapat
memperkaya pengetahuan kami selaku mahasiwa Fakultas
Ilmu Sosial tentang keanekaragaman budaya yang ada di
Indonesia.

01
PENDAHULUAN

Bali adalah salah satu dari banyaknya pulau di Indonesia yang masih kental
dengan adat dan istiadatnya. Selain dikenal dengan adatnya yang cukup
kental, Pulau Bali juga memiliki sebutan unik yakni pulau dengan 1000 pantai,
hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pantai indah yang menghiasi Pulau Bali.
Keindahan alam bali serta destinasi wisatanya yang beragam sanggup
menarik atensi para wisatawan lokal maupun asing. Selain karena keindahan
alamnya, kebudayaan Bali yang terwujud dalam kehidupan serta aktivitas
masyarakat Bali juga tak kalah menarik. Masih banyak dari masyarakat Bali
yang tinggal di desa, berusaha untuk terus melestarikan kebudayaannya. Hal
ini menarik perhatian kementerian untuk meresmikan beberapa desa yang
ada di Bali sebagai Desa Wisata, di antaranya adalah Desa Penglipuran.
Desa Penglipuran adalah desa wisata di Provinsi Bali yang letaknya tepat di
Kabupaten Bangli. Desa ini berhasil disahkan sebagai desa wisata pada tahun
1995 oleh Soesilo Soedarman. Desa wisata ini juga telah lebih dahulu
diresmikan oleh pemerintah lokal setempat melalui surat Keputusan (SK)
Bupati Bangli No 115 tanggal 29 April 1993. Desa ini terkenal dengan
keindahan alamnya yang masih asri dan tradisi adatnya yang masih dijaga
dengan baik. Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh masyarakat desa
Penglipuran adalah awig-awig, yaitu aturan adat yang mengatur tata cara
hidup masyarakat desa. Awig-awig ini menjadi salah satu faktor penting
dalam memelihara tradisi dan adat desa Panglipuran Bali.
02
PENDAHULUAN

Keunikan desa ini terletak pada kearifan lokalnya yang sangat menarik untuk
dikaji. Selain dikarenakan adat dan istiadatnya yang khas, sistem regulasi di
desa ini juga tidak kalah menarik untuk dikaji sebab menggunakan pedoman
tri hita karana yang tertuang dalam regulasi desa bernama awig-awig. Awig-
awig ini berfungsi sebagai pedoman hidup bagi masyarakat Desa Penglipuran
di Bali. Awig-awig ini berisi tentang aturan kehidupan masyarakat adat Desa
Panglipuran mengenai aturan larangan masyarakat untuk pelaksanaan
pernikahan, larangan untuk berpoligami, mencuri, membunuh, kematian, dan
segala hal yang berhubungan dengan aspek kehidupan masyarakat Desa
Penglipuran.
Penerapan awig-awig di desa Panglipuran Bali telah dilakukan sejak zaman
dahulu kala. Awig-awig ini berisi aturan-aturan yang harus diikuti oleh seluruh
masyarakat desa, mulai dari tata cara berpakaian, tata cara berbicara, hingga
tata cara memelihara lingkungan. Dengan adanya awig-awig, masyarakat
desa Panglipuran Bali dapat menjaga kelestarian tradisi dan adat yang telah
diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Salah satu contoh penerapan awig-awig di desa Panglipuran Bali adalah
dalam memelihara lingkungan. Masyarakat desa Panglipuran Bali sangat
menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan sekitar. Mereka tidak
membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga kebersihan desa. Hal
ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan lingkungan
sekitar. Dalam memelihara tradisi dan adat desa Panglipuran Bali, penerapan
awig-awig juga sangat penting dalam menjaga keharmonisan antar warga
desa. Dengan adanya aturan yang jelas dan diikuti oleh seluruh masyarakat
desa, maka akan tercipta suasana yang kondusif dan harmonis di desa
Panglipuran Bali.

03
AWIG-AWIG

Definisi awig awig, Sejarah dan asal usul awig awig di Desa
Panglipuran.
Desa Penglipuran merupakan salah satu desa kuno di Kabupaten Bangli
yang hingga kini masih memegang ketat adat dan tradisi.Suasana
pedesaan yang bersih dan asri serta keaslian budayanya. Masyarakat
Desa Penglipuran merupakan penduduk asli Bali yang menjunjung tinggi
adat istiadat dan nilai moral telah lama ada sejak 700 tahun yang lalu.
Desa Adat Panglipuran masih menganut sistem Hukum Adat yang
tersebut Awig-awig. Kata ‘awig’ berarti tidak rusak atau baik, secara
harfiah, Awig-Awig diartikan sebagai sesuatu yang menjadi baik. Jadi
dapat dikatakan Awig-Awig adalah hukum adat Bali yang bertujuan
untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya.
Awig-awig merupakan aturan tersendiri yang dapat dibuat oleh
masyarakat Adat desa, dalam menjalankan pemerintahannya.
Penerapannya melalui Tri Hita Karana Awig-Awig yang dibuat oleh
krama desa adat/banjar adat digunakan sebagai pedoman dalam
menjalankan ajaran Tri Hita Karana yang harus sesuai dengan dharma
agama dan desa mawacara di desa adat setempat. Konsep Tri Hita
Karana dalam awing-awing di Desa Panglipuran berdasarkan tiga aspek
yaitu aspek Parahyangan, Pawongan dan Palemahan, yaitu hubungan
yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, antar sesama manusia,
dan manusia dengan lingkungannya. Awig-awig sendiri berisi
sekumpulan tertulis dan tidak tertulis beserta sanksi dan aturan
pelaksanaannya.
04
AWIG-AWIG

Bagaimana awig-awig digunakan dalam pengaturan


Masyarakat.
Awig-awig mengatur tentang kehidupan masyarakat adat Panglipuran,
yang berisi mengenai larangan untuk berpoligami, kematian, pernikahan,
pencurian, pembunuhan dan segala aspek negatif kehidupan,
didalamnya tertera sanksi dan tata caranya awig-awig.
Dalam melaksanakan penjatuhan sanksi adat terhadap para pelaku
pelanggaran, oleh masyarakat adat Panglipuran dinamakan sebagai
kewajiban adat atau sanksi sosial, akibat melanggar aturan adat atau
kebiasaan yang telah disepakati bersama.
Awing-awing berfungsi sebagai panduan moral dan hukum dalam
masyarakat Bali sebagai instrumen penting untuk memelihara kohesi
sosial dan menjaga keberlanjutan budaya, agama masyarakat
Contoh-contoh keputusan yang diambil berdasarkan awig
awig.
Contoh berupa aturan tidak boleh poligami, kalo ada yang melanggar
akan diasingkan, dalam hal ini diasingkannya dengan diberi tanah sendiri
dan tidak diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan desa. Dan apabila
pencurian yang terjadi di desa adat ini hampir sama dengan hukum
positif Indonesia yang dimana apabila mencuri maka akan dipidana,
tetapi kalau di desa adat ini membayar sanksi dan mendapat sanksi
sosial dari masyarakat karena mengetahui bahwa yang bersangkutan
telah melakukan pelanggaran.

05
STRUKTUR
AWIG - AWIG

1. Tahapan Awal Persiapan


Didahului mengadakan paruman desa dengan jadwal
perencanaan penulisan/ revisi awig-awig, jika disetujui
dilanjutkan dengan pembentukan panitia penulisan awig-
awig, selanjutnya diben-tuk panitia kerja dibentuk sesuai
dengan kebutuhan serta membentuk kalender kegiatan.

2. Tahapan Penulisan Awig-Awig


Melakukan evaluasi terhadap awig-awig yang ada,
membandingkan dengan desa adat yang lainnya,
merumuskan kesepakatan, mengundang ahli dalam bidang
yang dibutuhkan dan melakukan kordinasi dengan
pemerintah Kabupaten/ Kota khususnya di bagian hukum dan
dengan Majelis Desa Adat, sampai tersusunya draft awal awig-
awig.

3. Tahapan Sosialisasi Rancangan Awig-Awig


Draft awal awig-awig yang telah tersusun disosialisasikan
kepada krama desa adat untuk mendapatkan masukan,
kemudian masukan tersebut dimasukan kedalam draft oleh
panitia sehingga tersusun draft akhir rancangan awig-awig.

4. Tahapan Penyelesaian Penulisan Awig-Awig


Melakukan kegiatan pensosialisaian isi awig - awig untuk
mendapatkan persetujuan krama desa adat, setalah disetujui
selanjutnya dilakukan proses penandatanganan oleh Bendesa
adat. Selanjutnya, awig-awig ditandatangani oleh
Bupati/Walikota sebagai bentuk formal pemerintah.

06
PARTISIPASI
MASYARAKAT
Keterlibatan Masyarakat dalam Pembuatan dan Pengambilan
Keputusan Awig-Awig
Awig-awig adalah aturan adat yang berlaku di Bali. Masyarakat Bali terlibat dalam
pembuatan dan pengambilan keputusan awig-awig melalui beberapa cara, seperti:
Partisipasi dalam pertemuan: Masyarakat Bali dapat berpartisipasi dalam
pertemuan adat yang diadakan oleh kelian adat atau pemimpin adat setempat.
Dalam pertemuan ini, masyarakat dapat memberikan masukan dan pendapat
mereka terkait pembuatan dan pengambilan keputusan awig-awig.
Hak dan kewajiban: Masyarakat Bali memiliki hak dan kewajiban untuk
mematuhi aturan adat yang berlaku, termasuk awig-awig. Dalam hal ini,
masyarakat Bali dapat mempengaruhi pembuatan dan pengambilan keputusan
awig-awig melalui pematuhan mereka terhadap aturan tersebut.
Persepsi dan Perilaku: Persepsi dan perilaku masyarakat Bali terhadap aturan
adat juga dapat mempengaruhi pembuatan dan pengambilan keputusan awig-
awig. Jika masyarakat Bali memiliki persepsi yang positif terhadap aturan adat,
maka mereka cenderung lebih mendukung pembuatan dan pengambilan
keputusan awig-awig.
Kelian adat: Kelian adat atau pemimpin adat setempat memiliki peran penting
dalam pembuatan dan pengambilan keputusan awig-awig. Mereka bertanggung
jawab untuk memimpin pertemuan adat dan memastikan bahwa semua pihak
terlibat dalam pembuatan dan pengambilan keputusan awig-awig.

07
PARTISIPASI
MASYARAKAT
Contoh Peran Aktif Masyarakat dalam Menjaga Awig-Awig
Berikut adalah beberapa contoh peran aktif masyarakat dalam menjaga awig-awig
di Bali:
Mengikuti aturan awig-awig: Masyarakat Bali memiliki peran penting dalam
menjaga keberlangsungan awig-awig dengan mematuhi aturan yang telah
dibuat dan disepakati bersama. Dalam hal ini, masyarakat Bali diharapkan dapat
memahami dan menghargai nilai-nilai adat yang terkandung dalam awig-awig.
Mengikuti pertemuan adat: Masyarakat Bali dapat berpartisipasi dalam
pertemuan adat yang diadakan oleh kelian adat atau pemangku adat. Dalam
pertemuan tersebut, masyarakat dapat memberikan masukan dan pendapat
terkait pembuatan dan pengambilan keputusan awig-awig.
Mengawasi pelanggaran: Masyarakat Bali juga memiliki peran dalam mengawasi
pelanggaran terhadap aturan awig-awig. Jika ada pelanggaran, masyarakat
dapat melaporkannya kepada kelian adat atau pemangku adat untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku.
Mengembangkan kesadaran hukum: Masyarakat Bali dapat membantu
meningkatkan kesadaran hukum dengan memperkenalkan aturan awig-awig
kepada generasi muda dan masyarakat yang baru datang ke Bali. Hal ini dapat
dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan pendidikan.

08
PERAN AWIG-AWIG DALAM
PELESTARIAN BUDAYA
Awig-awig adalah aturan adat yang berfungsi sebagai pedoman dalam
kehidupan masyarakat Bali. Dalam konteks pelestarian tradisi budaya Desa
Panglipuran, awig-awig memiliki peran penting dalam menjaga keaslian
dan keberlanjutan budaya desa tersebut. Berikut adalah beberapa cara di
mana awig-awig mendukung pelestarian tradisi budaya Desa Panglipuran
Bali:
Pengaturan Tata Ruang: Awig-awig mengatur tata ruang desa dengan
mempertahankan pola lama yang telah ada sejak dahulu kala. Hal ini
membantu menjaga keaslian desa dan memastikan bahwa struktur
fisiknya tetap terjaga.
Pengaturan Tata Tertib: Awig-awig juga mengatur tata tertib
masyarakat, termasuk dalam hal upacara adat dan kegiatan budaya.
Dengan adanya aturan ini, masyarakat Desa Panglipuran diharapkan
dapat menjaga tradisi dan adat istiadat mereka dengan baik.
Pengaturan Tata Keluarga: Awig-awig juga mengatur tata keluarga,
termasuk dalam hal pernikahan dan pewarisan harta. Dengan adanya
aturan ini, masyarakat Desa Panglipuran diharapkan dapat menjaga
keberlanjutan tradisi dan adat istiadat mereka.
Pengaturan Tata Lingkungan: Awig-awig juga mengatur tata
lingkungan, termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian lingkungan. Dengan adanya aturan ini, masyarakat Desa
Panglipuran diharapkan dapat menjaga kelestarian alam dan
lingkungan mereka.

09
HUBUNGAN AWIG-AWIG DAN
NILAI BUDAYA MASYARAKAT
Awig-awig adalah hukum adat yang mengatur tata kehidupan masyarakat
di desa pakraman. Hukum adat ini memiliki peran penting dalam
mempertahankan dan menjaga nilai-nilai budaya masyarakat. Berikut
adalah hubungan antara awig-awig dan nilai-nilai budaya masyarakat:
Identitas budaya: Awig-awig merupakan bagian dari identitas budaya
suatu daerah atau suku di Indonesia. Setiap suku di Indonesia memiliki
budaya dan tradisi yang berbeda-beda sesuai dengan ciri khasnya
masing-masing. Awig-awig menjadi salah satu ciri khas masyarakat
suku Bali yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang merupakan
warisan budaya secara turun-temurun.
Pengaturan kehidupan masyarakat: Awig-awig berperan dalam
mengatur jalannya kehidupan masyarakat. Aturan-aturan yang terdapat
dalam awig-awig membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti hubungan dengan Tuhan, hubungan
antar sesama, dan hubungan dengan lingkungan. Hal ini membantu
dalammempertahankan dan melestarikan nilai-nilai budaya yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Eksistensi dan harmonisasi: Awig-awig memiliki peran dalam menjaga
eksistensi dan harmonisasi masyarakat. Awig-awig diwariskan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya dan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya
awig-awig, masyarakat dapat menjaga keharmonisan antara tradisi dan
perkembangan zaman, sehingga nilai-nilai budaya tetap terjaga dan
relevan.
Sumber hukum: Awig-awig juga berperan sebagai sumber hukum yang
ditaati oleh masyarakat. Hukum adat ini memiliki nilai sakral di
masyarakat dan ditaati oleh masyarakat. Dengan adanya sanksi yang
mengikat apabila terdapat masyarakat yang melanggar hukum adat,
awig-awig membantu dalam mempertahankan dan melestarikan nilai-
nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

10
KESIMPULAN
Awig-awig memiliki peranan sentral dalam memelihara tradisi
dan adat masyarakat Desa Penglipuran Bali yang digunakan
sebagai pedoman moral dan hukum untuk mengatur semua
aspek kehidupan termasuk tata ruang, tata tertib, tata
keluarga hingga lingkungan tempat tinggal. Hukum adat
dalam awig-awig ini sangat berperan membantu keasilan desa
dengan memainkan peran sebagai aturan keberlanjutan
sumber daya alam serta menjaga kohesi sosial, budaya dan
agama di Desa Penglipuran setra, dalam pelaksanaan awig-
awig masyarakat secara aktif berkontribusi membuat
pengambilan keputusan dan mengimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Awig-awig menjadi wujud hak dan
kewajiban masyarakat adat dalam memainkan persepsi dan
peran mereka pada proses pembentukannya. Struktur
penyusunan awig-awig disusun melibatkan serangkaian
tahapan seperti persiapan, penulisan, sosialisasi dan
penyelesaian yang disepakati bersama dengan pemimpin adat
sebagai peran kunci pemimpin kesepakatan.

11
SARAN
1. Peningkatan sosialisasi terkait Awig-Awig perlu dilakukan
agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang aturan-aturan tersebut. Sosialisasi dapat
melibatkan berbagai media, pertemuan komunitas, dan
kegiatan pendidikan.
2. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan
dan pemutakhiran Awig-Awig, Melalui forum atau
pertemuan rutin untuk mendengarkan aspirasi dan
masukan dari berbagai lapisan masyarakat yang berfungsi
sebagai wadah untuk meningkatan kesadaran budaya
melalui pendidikan kegiatan budaya tradisional dan
pendorong partisipasi generasi muda dalam kegiatan adat
untuk menjaga kelangsungan tradisi.
3. Bagi penelitian lanjutan mungkin dapat melihat
keterkaitan dampak Awig-Awig secara menyeluruh,
termasuk evaluasi terhadap implementasi dalam
penelitian ini. Namun, penelitian ini belum menyinggung
secara jelas dan rinci tentang pemahaman tentang peran
Awig-awig dalam konteks perubahan sosial dan
lingkungan yang mendalam didalamnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. K. (2018). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Awig-


Awig Di Desa Adat Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten
Buleleng. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa, 7(2), 1-10.
Setyowati, S. (2006). Etnografi Sebagai Metode Pilihan Dalam
Penelitian Kualitatif Di Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
10(1), 35-40.
Suardana, I. W. (2019). Implementasi Awig-Awig Dalam Kehidupan
Masyarakat Bali. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 7(1), 1-12.
Wolcott, S. K. (1997). Student assumptions about knowledge and
critical thinking in the accounting classroom. In Unpublished paper,
Southwest Regional Meeting of the American Accounting Association,
Lakewood Ranch, FL.

Anda mungkin juga menyukai