Anda di halaman 1dari 4

Maula Eva Fauziah (215120101111040)

Ikhwan Alif Hidayat (215120101111049)


Allyssa Pradipta (215120107111033)
Silvi Maharani (215120100111047)
Luh Gading Panitisan (215120100111048)
Raihan Firmani Nasution (215120100111053)
Berliana Kartika Dewi (215120101111039)

Penelitian Kampung Naga di Desa Neglasari


Pranata Sosial di Kampung Naga
Pranata sosial begitu banyak terjadi di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ada beberapa pranata yang akan dijabarkan
dari data sekunder yang sudah diambil peneliti. Pranata tersebut adalah pranata adat istiadat,
pranata budaya. Pranata adat istiadat yang ada pada Kampung Naga yaitu adat istiadat yaitu
pola hidup kesederhanaan. Pola hidup kesederhanaan ini harus terus dilestarikan oleh semua
masyarakat kampung ini supaya terhindar dari hal-hal yang tidak baik. Aturannya adalah
kampung ini menolak modernisasi dan intervensi dari pihak luar yang mencoba mencampuri
urusan kampungnya. Menjalani pola hidup sederhana ini sama saja dengan menghormati
leluhur yang ada di desa ini. Dari adat istiadat ini membuat masyarakat Kampung Naga ini
tidak merasakan pandemi Covid-19 karena jarang terhubung dengan dunia luar.
Pranata budaya yang masih dijunjung tinggi oleh Kampung Naga ini adalah gotong
royong pada segala bidang. Masyarakat Kampung Naga ini akan bergotong royong ketika
akan membuat fasilitas umum untuk desa tersebut seperti masjid, madrasah, WC umum, dan
bahkan rumah pribadi. Mereka akan secara otomatis berkumpul di satu titik ketika
pengumuman untuk bergotong royong diserukan lewat speaker masjid. Mereka akan
mendapatkan makanan dari hasil iuran setiap rumah yang dikelola oleh ibu-ibu di sana.
Pranata hukum yang ada di desa ini berpacu pada aturan yang dibuat oleh nenek
moyang atau leluhur. Semua hal yang ada di desa ini harus mengikuti aturan yang sudah
ditetapkan sejak awal. Aturan yang harus diikuti oleh warga Kampung Naga yang
berlandaskan hukum adat yaitu perilaku dalam kehidupan sehari-hari, pola perkampungan,
bahan-bahan untuk membuat rumah, arah rumah, bentuk rumah, letak rumah, dan tidak boleh
melakukan pengecatan pada rumah. Jika ada yang melanggar maka akan membahayakan
semua orang yang ada di Kampung Naga.
Pranata agama yang ada di Kampung ini yaitu masyarakat Kampung seluruhnya
menganut agama Islam, namun walaupun begitu praktik-praktik untuk mengikuti ajaran
leluhur tetap dihadirkan. Jadi pranata agama Islam dicampurkan dengan ajaran leluhur di
Kampung ini.
Pranata Ekonomi yang ada di Kampung ini yaitu masyarakatnya adalah kegiatan
bertani untuk menyambung kehidupannya. Hasil tani biasanya dimakan sendiri. Selain itu
masyarakat pun membuat kerajinan tangan anyaman seperti galabang, dudukuy, topi, serta
bobok yang berfungsi untuk berkebun atau bertani dan bisa juga untuk di jual keluar daerah.
Letak Geografis Kampung Naga
Kampung Naga merupakan salah satu kampung yang terletak di Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Perlu diketahui, Kampung Naga adalah salah
satu kampung adat yang terletak di Jawa Barat. Daerah kampung ini diapit oleh dua
perbukitan membujur dari Timur ke Barat yang mana terletak tidak jauh dari jalan raya yang
menghubungkan daerah Garut dengan Tasikmalaya. Lebih dari itu, kampung ini berada pada
suatu lembah yang subur, dilalui sungai Ciwulan yang bermata air di Gunung Cikuray daerah
Garut. Dari Tasikmalaya ke Kampung Naga kiranya berjarak lebih kurang 30 kilometer.
Untuk sampai di Kampung Naga dari arah jalan raya Garut – Tasikmalaya, perlu menuruni
sebanyak 335 anak tangga dengan kemiringan 45 derajat. Meskipun masih memegang teguh
adat istiadat yang dilestarikan secara turun temurun, mayoritas penduduk Kampung Naga
menganut agama Islam.
Sektor yang terkena dampak Covid 19

Masyarakat pada kampung Naga menolak untuk pihak luar turut


campur tangan dalam urusan di dalam kampung dan merusak kelestarian kampung. Hal tersebut agar
kelestarian adat istiadat di dalam kampung tetap terjaga. Sebab, bagi masyarakat setempat menjaga
kelesatarian adat istiadat berarti menghormati para leluhur yang disebut sebagai karuhun (Septian,
2021). Salah satu adat istiadat pada kampung Naga yaitu memiliki pola hidup yang menjunjung tinggi
kesederhanaan atau hidup secukupnya. Dengan begitu, masyarakat kampung Naga tidak terkena
dampak dari virus Covid -19 pada sektor perekonomian.

Pada sektor pariwisata, kampung Naga terkena dampak dari Covid-


19 walaupun tidak terlalu signifikan (Fatubun, 2020). Warga setempat memiliki tanah dengan luas 1,5
hektare yang tidak ramai pengunjung yang menjadi salah satu penyebab pendapatnya berkurang.
Namun, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi perekonomian keluarga masyarakat setempat.
Pernyataan tersebut lontarkan oleh juru pelihara kampung naga yaitu Ucu Surhelin yang mengatakan
“Untuk kebutuhan primer seperti makan mereka aman karena kesederhanaan. Kehidupan hanya
mengandalkan Bertani dan membuat kerajinan.” Setiap keluarga di kampung Naga telah memiliki
cadangan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menerapkan kesederhanaan pada setiap
keluarga. Walaupun pandemi masih berlangsung, warga setempat tetap menjalankan aktivitas seperti
bertani dan membuat kerajinan sebagai sumber pendapatan.

Mata Pencaharian
Sebagai desa yang terbagi di beberapa wilayah, Desa Neglasari memiliki potensi-
potensi alam tiap wilayah yang berpengaruh terhadap jenis mata pencaharian penduduknya.
Pada wilayah Tanjaknangsi dan Cikeusik, potensi yang dimiliki ialah hamparan daerah
pertanian. Oleh karenanya, penduduk setempat banyak bekerja sebagai petani. Lalu wilayah
Sukaratu berpotensi pada bidang perikanan. Warga wilayah Sukaratu sehari-hari bekerja
mengolah hasil dari beternak ikan. Sementara wilayah Naga, lebih tepatnya Kampung Naga
memiliki potensi utama di sektor pariwisata dan usaha kerajinan anyaman bambu. Penduduk
wilayah Kampung Naga memanfaatkan pariwisata sebagai lapangan usaha, sisanya bekerja
membuat usaha kerajinan anyaman bambu. Diantara wilayah-wilayah yang ada di Desa
Neglasari, wilayah Kampung Naga memang menyumbang kemajuan ekonomi yang cukup
besar. Selain mengolah dan mengembangkan sektor pariwisatanya, usaha kerajinan khas dari
anyaman bambu cukup menjanjikan sebagai mata pencaharian bagi warga setempat.
Kerajinan tersebut dibuat dan dijual untuk para wisatawan yang berkunjung dan bahkan juga
dijual ke luar daerah.
Jumlah Penduduk
Penduduk Kampung Naga berjumlah 325 jiwa yang terdiri dari 102 kepala keluarga
dengan luas areal lahan sebesar 1,5 ha. Luas areal tersebut meliputi 111 jumlah bangunan, di
antaranya termasuk 108 rumah, 1 balai patemon, 1 masjid, dan 1 bumi Ageung yang
merupakan tempat penyimpanan benda-benda pustaka di Kampung Naga, seperti senjata.
Karena keterbatasan lahan, warga Kampung Naga yang ingin membangun rumah baru harus
mencari tempat di luar Kampung Naga. Hal tersebut mengakibatkan terbaginya masyarakat
Kampung Naga menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok masyarakat Kampung Naga yang berada di pemukiman Kampung Naga
sendiri
b. Kelompok masyarakat Kampung Naga yang berada di luar pemukiman Kampung
Naga, yang disebut juga dengan Sanaga

Perubahan Sosial Sebelum Pandemi


Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih memegang teguh
warisan-warisan dari leluhur, mulai dari gaya hidup sederhana, menjaga kelestarian alam, dan
hidup rukun dengan lingkungan sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, warga
Kampung Naga bekerja dengan membuat kerajinan anyaman bambu, bertani dan beternak,
mereka juga memanfaatkan halaman samping rumah mereka menjadi kolam ikan untuk
dibudidayakan ikan mas dan ikan lele. Musim tanam di Kampung naga berlangsung dua kali
selama setahun dan hasil panennya akan disimpan di leuit atau lumbung di belakang rumah
mereka. Selain itu dalam menjalani kehidupan sehari-hari warga Kampung Naga menolak
adanya listrik di desa mereka karena sudah menjadi larangan adat. Rumah-rumah warga yang
terbuat dari kayu dan beratap ijuk juga dinilai terlalu beresiko kebakaran apabila diberi
sambungan listrik. Meskipun begitu masyarakat Kampung Naga tidak menolak adanya
perkembangan teknologi yang saat ini secara massif memasuki kehidupan sehari-hari
Sebagian besar masyarakat. Mereka masih memanfaatkan barang-barang elektronik untuk
memudahkan aktivitas sehari-hari seperti televisi, ponsel, dan lain-lain, hanya saja mereka
menggunakan accu dan baterai sebagai sumber tenaganya.
Perubahan sosial setelah pandemic
Seperti yang diketahui, perubahan sosial merupakan suatu hal yang tak dapat
dihindari manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kajian sosiologi, perubahan sosial dipahami
sebagai perubahan kehidupan masyarakat yang berlangsung tanpa henti. Hakikat perubahan
tersebut adalah keinginan setiap individu untuk selalu berubah agar keadaan menjadi sesuai
dengan kebutuhan. Namun dalam konteks perubahan sosial yang terjadi setelah adanya virus
covid-19 di Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat,
tidak mengalami perubahan yang begitu significant. Masyarakat Kampung Naga memiliki
pranata sosial yang berisikan ajaran leluhur dan aturan adat, seperti Masyarakat Kampung
Naga menolak untuk di intervensi dari pihak luar jika hal itu dapat merusak kampungnya.
Dengan demikian, kelestarian adat-istiadatnya tetap terjaga. Bagi masyarakat Kampung
Naga, menjaga kelestarian adat-istiadat sama dengan menghormati para leluhur atau yang
biasa mereka sebut karuhun. Selain itu, terdapat salah satu adat-istiadat yang dipegang teguh
oleh masyarakat Kampung Naga, yaitu hidup dalam kesederhanaan yang mempunyai arti
makna hidup seadanya. Pola hidup sederhana seperti inilah yang menyebabkan masyarakat
Kampung Naga tidak terkena dampak virus Covid-19 dalam sektor perekonomian. Perubahan
sosial yang terjadi akibat adanya covid-19 mengharuskan masyarakat adat tersebut mengubah
perilakunya, seperti memakai masker, ikut turut serta dalam program vaksin, serta
menerapkan protokol kesehatan lainnya

Anda mungkin juga menyukai