Anda di halaman 1dari 10

Lokasi

Kampung Naga merupakan sebuah perkampungan adat yang berlokasi di di wilayah Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. . Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota
Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah
Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat
makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah
penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke
Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer.
Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga
yang sudah di tembok (Sunda : sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan
sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak
menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga . Jika kita ingin berkunjung ke
kampung adat hal pertama yang harus kita lakukan meniti sebuah anak tangga yang
berjumlah 439anak tangga. Wow.... memang sangat melelahkan jika kita ingin beerkunjung
kekampung adat tersebut, namun hal tersebut akan terbayangkan ketika kita telah sampai di
perkampungan adat tersebut. Suasana asri indah dan menyejukkan akan langsung terasa
ketika kita pertama kali melihat keindahan alam di kampung naga. Sambutan yang hangat
dari para warga akan membuat kita betah berlama lama untuk melihat dan menelusuri
setiap jengkal keindahan dari perkampungan tersebut.

Sejarah
Dalam perkembangannya kampung naga sudah ada ketika agama islam masih belum
berkembang di nusantara. Yang artinya kampung naga sudah ada pada jaman kerajaan hindu
budha ang menguasai nusantara. Karena memiliki masyarakat yang masih memegang teguh
tradisi nenek moyang membuat mereka menolak segala interfensi dari pihak luar jika hal
tersebut mencampuri atau merusak kelestarian dari kampung tersebut. Secara detail sejarah
dari kampung naga tidak ada yang mengetahui, berdirinya kapan ? siapa pendirinya ?, tidak
ada sumber pasti mengenai hal tersebut. Beberapa masyarakat ada yang bercerita bahwa hal
ini disebabkan oleh terbakarnya arsip sejarah merek pada saat itu. Ada pun versi sejarah yang
lain menyebutkan bahwa pada masa kewalian sunan gunung jati seorag abdinya yang
bernama singapara ditugasi untuk menyebarkan agama islam kewilayah barat, kemudian

sampailah di wilayang negalasari dan tiba di kampung naga di sana Singaparana di panggil
sembah dalem Singaparana oleh masyarakat kampung naga. Dan masyarakat kampung naga
mulai menerima masuknya islam di wilayah mereka.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan
patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya. Pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang
mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan
bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya. Adapu
pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat
kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal usul kampung Naga.
Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan
cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah tempat
yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut
Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur masyarakat
Kampung Naga.

Fasad dan bentuk bangunan


Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan
kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat
dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah
selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman
bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan
rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau
gedung (gedong). Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan
tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena
menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui
pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu,
mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus. Jumlah
bangunan di kampung naga sendiri ada 113 bangunan itu sudah termasuk bale kampung,
masjid, dan lumbung padi utama. Sedangkan untuk jumlah rumah yang dihuni warga ada 110
rumah, jumlah kepala keluarga ada 110 KK, namun ada 9 rumah yang tidak dihuni / kosong,
dan kampung naga sendiri memiliki 301 penduduk. pada tahun 2012 2013 jumlah
penduduk menurun dikarenakan banyak penduduk yang pindah keluar dari kampung jika

mereka sudah menikah, karena di kampung naga tidak boleh menambah rumah maupun
bangunan lainya. Maka jika ada keluarga yang ingin membuat rumah lagi maka harus pindah
dan membuat rumah diluar kampung naga. Biasanya mereka pindah tidak jauh dari kampung
naga hal itu dikarenakan jika ada upacara upacara ada mereka dapat mengetahui dan
berkunjung untuk menghadiri upacara adat tersebut.

Kebudayaan dan adat istiadat


Dalam satu tahun ada 6 kali diadakan upacara ada di kampung naga yaitu di bulan sura,
mulud, jumadi lakir, ruwah, idhul fitri, idul adha. Mereka melaksanakan ziarah kubur ke
makam para leluhur yang di pimpin oleh kuncen. Ziarah kubur tesebut di lakukan oleh kaum
laki laki dan kaum wanita berada di rumah untuk mempersiapkan makan untuk dihidangkan
dan di makan bersama sama setelah pelaksanaan ziarah kubur. Adapun tentang kepercayaan
masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa
yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk,
pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti
membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu
tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan
Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal itu
bertepatan dengan upacara menyepi. Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tertentu tabu
menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara
perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya upacara
menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan
seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan pada harihari naas yang terdapat pada setiap bulannya. Ada juga tempat yang ditabukan yang meliputi
bumi ageng ( salah satu tempat yang dikramatkan ), belias pasolatan, hutan disebelah
kampung naga ( di tabukan karena warga dilarang memasuki hutan tersebut supaya hutan
tersebut tetap lestari ).
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan
pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak
silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang
merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk,
dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong

sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat
Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya
diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga. Menurut
kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek
moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya
bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya
dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung
Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan
malapetaka.

Fasilitas umum dan sosial


Berbagai hal tentang fasilitas social dan fasilitas umum yang tersedia di perkampungan adat
tersebut memang tidak telalu banyak namun fasiltas tersebut menjadi salah satu sarana
penghubung atar warga dan mesjiyang memang menjadi salah satu tempat yang penting di
perkampungan tersebut. Contohnya saja bale kampung dan mesjid yang menjadi salah satu
tempat utama yang digunakang oleh masyarakat kampong naga untuk berkumpul dalam
upacara adat maupuntempat untuk bermusyawarah jika terdapat sesuatu hal yang memang
perlu dimusyawarahkan bersama sama. Fasilitas umum tersebut terletak berada ditengahtengah perkampungan dan jika ingin mengumpulkan para warga maka di gunakan kentongan
sebagai alat komunikasi antar warga. Pelestarian warisan nenek moyang yang masih
dipegang teguh oleh para warga kampong naga yaitu berupa tidak dipergunakanya peralatan
modern dalm kehidupan sehari hari. Terangnya listrik untuk menerangi kegelapan pada
malam haripun tidak mereka terima karena mereka beranggapan jika listrik masuk ke
kampong mereka, mereka beranggapan para masyarakat kampong naga akan saling
bermewah mewahan dalam menggunakan peralatan eletronik dan akan menimbulkan rasa
kecemburuan antar warga masyarakat warga kampong naga. Walaupun demikian ada
beberapa masyarakat kampong naga yang memeng mereka sudah mengenyam pendidikan
mereka mulai menggunakan peralatan komunikasi seperti HP, walaupun peralatan yang
digunakan belum secanggih keluaran terbaru, setidaknya hal tersebut sedikit demi sedikit
mampu memperlihatkan bahwa masyarakat kampong naga bukanlah masyarakat yang tidak
mau menerima kemajuan jaman.

Preservasi dan hal lain sebagainya


Tentang bagaimana cara masyarakat kampong naga memelihara tata budaya adat masyarakat
memang perlu di contoh, seperti halnya bagaimana mereka sangat menghargai dan
menghormati sesepuh atau nenek moyang mereka dengan cara melaksanakan berbagai ritual
adat yang rutin mereka laksanakan setahun sekali. Tata cara upacar adat pun mereka pegang
teguh dengan baik dimana dalam aturan tersebut hanya kaum laki laki yang boleh
melaksanakan upacara adat dengan berbagai rangkaian acara seperti ziarah kemakam nenek
moyang mereka sampai sederetan acara yang panjang sementara para kaum ibu ibu hanya
ditugaskan utuk membuat makanan yang nantinya untuk disajikan di puncak upacara adat
untuk di makan bersama sama oleh seluruh warga masyarakat kampong naga. Dalam hal
pelestarian bangunan, mereka sangat patuh terhadap tata aturan adan yang berlaku dimana di
kampong naga tersebut tidak boleh menambah bangunan maupun rumah baru, oleh karena itu
jika ada masyarakat kampong naga yang sudah menikah dan ingin hidup sendiri terpisah dari
orang tua maka mereka harus membuat rumah di luar kampong naga tersebut. Namun mereka
membuat rumah tidak jauh dari kampong naga supaya mereka dapat mengikuti upacara adat
jika ada pelaksanaan upacara adat. Tata aturan tentang penggunaan fasilitas modern pun
mereka masih pegang teguh, itu ditunjukan dengan penggunaan fasilitas listrik yang mereka
masih tolak , namun tidak serta merta semua fasilitas modern mereka tidak mau menerima,
dalam hal komunikasi, mereka yang sudah mengenyam bangku pendidikan sudah mulai
mengenal dan mulai menggunakan alat komunikasi ynag berupa HP, walaupun HP yang
digunakan belum secanggih HP masakini, itu pun jika mereka ingin mengisi daya mereka
harus keluar dari kampong naga, karena tidak adanya fasilitas listri yang tersedia. Namun
masyarakat kampong naga tetap bahagia dengan kehidupan yang telah mereka jalani. Dalam
kehidupan bermasyarakat para warga masyarakat kampung naga masih merhargai dan
menghormati para tetangganya, dan masih menjunjung tinggi rasa persaudaraan diantara
warga masyarakat. Rasa saling memiliki masih sangat terasa itu ditunjukan dengan bergai
sikap dan tata bahasa tubuh mereka kepada para tetangga, saudara maupun orang yang
berkunjung ke perkampungan tersebut.

Kunjungan ke ITB ( Institut Teknologi Bandung )


Hal ataupun tujuan utama yang memang ingin kita lakukan dalam study ekskrusi pada
kesempatan kali ini memang untuk mengunjungi sebuah istitusi dalam hal ini kaitanya
dengan dapat disebut juga sebuah kampus besar yang memang namanya sudah tersohor di
seantero negeri bahkan sampai ke mancanegara sebuah kampus yang ada di kota bandung
yang memang memiliki daya tarik tersendiri yaitu ITB ( Institut Teknologi Bandung ).
Pertama kali kami sampai dan menginjakan kaki di pelataran kampus kesan yang di
timbulkan adalah sebuah rasa penasaran yang tinggi, di mana rasa penasaran itu belum
mampu terjawab hanya dengan melihat segala aktifitas lalu lalang para mahasiswa yang kami
lihat mereka sangat sibuk untuk melakukan kegiatan perkuliahan. Selanjutnya kami mulai
masuk ke area kampus hal pertama yang kami lihat sebuah bangunan kampus yang terlihat
berbeda dan terlihat mengesankan untuk sebuah kamus sekelas ITB, kami pun terus
menyusuri selasar, lorong sampai halaman halaman yang ada di ITB, karena tujuan utama
kami untuk berkunjung ke gedung jurusan program studi arsitektur ITB yang memang sudah
membuat janji dengan kami di tanggal tersebut. Setelah sampai di depan gedung dan kami
mulai masuk ke gedung tersebut hal yang kami rasakan adalah kami sangat terkesan dan
wow.. sebuah gedung yang hanya untuk satu prodi setinggi 6 lantai dengan segala fasilitas
yang ada mulai dari lift, ruang kuliah yang nyaman dan bersih, ruang pameran, toilet yang
kami lihat bersih dan sangat terjaga. Kemudian kami menunggu untuk bertemu ketua
program studi arsitektur yang telah membuat janji dengan kunjungan kami. Selanjutnya kami
di arahkan untuk menuju lantai dua dan menuju kesebuah ruangan untuk menerima
pemaparan dari kaprodi arsitektur. Dalam kesempatan tersebut beliau menjelaskan tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan bagaimana sistem perkuliahan yang digunakan,
kurikulum yang digunakan oleh prodi arsitektur ITB, serta bagaimana prodi arsitektur ITB
untuk dapat menjangkau dan setara dengan jurusan jurusan arsitektur yang ada di univesitas
luar negeri, dan beliau juga menjelaskan sampai kepada hal hal yang memang mungkin
perlu kami tiru dan kami terapkan kepada prodi arsitektur UNSIQ dimasa yang akan datang.
Karena yang kami lihat berbagai macam hal hal yang telah di paparkan oleh bapak kaprodi
memang sangat bermanfaat bagi bagi perkembangan prodi arsitektur UNSIQ kedepannya.
Selanjutnya setelah acara pemaparan tersebut rombongan kami diajak untuk melihat lihat
dan mengelilingi gedung tersebut. Kami di ajak untuk melihat satu persatu dari ruangan yang
ada di gedung tersebut,kamidi ajak meliahat aktifitas mahasiswa yang sedang menyelesaikan
tugas studio mereka, dan kami juga disajikan oleh hasil maket karya dari para mahasiswa

ITB, yang kami kagum adalah fasilitas ruangan studio yang tersedia sangat nyaman dan luas,
para mahasiswa diberi kebebasan untuk bergerak dan berkreasi sekreatif mungkin, di ruangan
tersebut kami juga berkesempatab untuk bercengkrama dengan beberapa mahasiswa yang
sedaang menyelesaikan tugasnya. Untuk ruangan studio yang lain kami melihat yang lagi
lagi nyaman digunakan untuk di gunakan mengerjakan tugas tugas kuliah. Setelah
mengitari beberapa ruangan yang digunaakan untuk aktifitas mahasiswa, kami selanjutnya di
ajak untuk ke besement gedung tersebut untuk melihat beberapa peralatan dan mesin
pencetak bahan untuk pembuatan maket para mahasiswa. Setelah dari ruangan tersebut kami
kembali ke lantai utama untuk melihat pameran yang sedang berlangsung, kebetulaan
beberapa waktu sebelumnya mahasiswa arsitektur ITB baru selesai melaksanakan studi
ekskrusi ke pulau Bali, dan untuk hasil study tersebut di pamerkan diruang pameran, dan
kami sangat beruntung dapat melihat pameran hasil study tersebut. Karena waktu semakin
siang dan jadwal kunjungan di ITB pun sudah berakhir maka kami serombongan beretikat
utuk pamit, sebelum kami pamit kami berkesempatan untuk berfoto bersama di depan gedung
arsitektur ITB bersama dengan kaprodi arsitektur ITB, bersamaan dengan hal itu juga
diserahkan sebuah kenang kenangan dari jurusan arsitektur UNSIQ ke kaprodi arsitektur
ITB.

Arsitektur UNSIQ goes to Bandung


Rencana panjang yang memang telah dilakukan dengan matang

mampu menghasilkan

sebuah hasil yang memuaskan, itu semua mungkin sama dengan apa yang telah kami
rencanakan sejak lama untuk bisa melakukan study ekskrusi ke kota yang memang memiliki
daya tarik tinggi dan tersendiri. Beberapa pilihan ditawarkan kepada kami namun sesuai
dengan persetujuan semua pihak kami memilih kota yang memiliki sejuta makna dan sejarah
kota yang mampu menarik banyak pasang mata utuk berkunjung, kota yang memiliki julukan
paris van java yaitu kota Bandung. Sesuai dengan agenda yang telah dicanangkan bahwa
perjalanan ke Bandung, karena sesuai dengan tujuan kami adalah untuk melakukan study
ekskrusi maka kami awali perjalanan ke Bandung tersebut untuk berkunjung ke salah satu
kampong adat yang ada di kabupaten Tasikmalaya, yaitu kampong naga disana kami mampu
mendapatkan sebuah pesan tata adat istiadat yang masih dijunjung tinggi oleh para warga
masyarakat kampong naga tersebut, setelah bercengkrama lama di kampong naga yang

dipandu oleh pemandu kampong adat tersebut, maka kami memutuskan utuk pamit dari
perkampungan adat tersebut untuk melanjutkan perjalanan.
Dalam perjalanan menuju Bandung kami singgah di beberapa tempat untuk melaksanakan
Ishoma, karena perjalanan kami di tuntut tepat waktu untuk sampai dilokasi tujuan utama
kami yaitu kampus ITB maka pada waktu dini hari kami sudah sampai di kota Bandung.
Persinggahan pertama kami yaitu disebuah rumah makan untuk ishoma, setelah bebagai
kegiatan ishoma dan kegiatan lainya telah selesai, maka kami mulai menjelajahi berbagai
sudut dari kota paris van java. Tujuan pertama kami adalah kampus ITB, untuk study banding
bagaimana tentang tata cara pola pendidikan dan kurikulum yang di gunakan oleh prodi
arsitektur ITB, serta kami diberi wawasan tentang bagaimana cara membangun sebuah tata
klola perkuliahan yang setara dengan perguruan tinggi diluar negeri. Di ITB kami juga
berkesempatan untuk melihat bagaimana aktifitas mahasiswa arditektur dalam melaksanakan
tugas tugas dan kami juga ditunjukan hasil maket dari mahasiswa arsitektur ITB. Setelah
lama kami berada di kampus ITB kami kemudian berniat pamit dari kampus ITB untu
melanjutkan perjalanan kami.
Tujuan selanjutnya dari perjalanan kami yaitu gedung bersejarah yang ada dikota Bandung,
gedung yang menjadi saksi bisu dari perjuangan para negara negara di kawasan asia afrika
untuk mendapatkan kemerdekaan mereka masing masing, yaitu gedung merdeka yang ada
di Jl.Asia Afrika kota Bandung. Ketika pertama kali kami sampai dan menginjakan kaki di
pelataran gedung dan mulai memasuki gedung tersebut kami serasa dibawa ke masa lalu dan
merasakan apa yang telah terjadi pada masa itu, apalagi pemandu yang membawa kami
menelusuri setiap sudut dari gedung tersebut sangat menggebu gebu menceritakan sejarah
apa dan bagaimana yang terjadi pada masa itu. Di situ kami sangat terkesan dengan bagunan
dan gaya asitektur jaman dulu yang masih terjaga dengan baik. Setelah lami kami mengitari
gedung tersebut, kami berkesempatan untuk jalan jalan mengunjungi alun alun kota
Bandung dan masjid raya Bandung untuk solat dan bersantai sebentar. Dikawasan alun alun
sangat dipenuhi oleh warga kota Bandung ya ng sedang santai dan bermain main di sekitar
kawasan alun alun yang memang terjaga dengan rapi dan indah. Setelah selesai dengan
segala kegitan kunjungan ke ITB dan gedung KAA, selanjutnya kami diarahkan untuk
mengunjungi lokasi pusat kerajinan dan belanja di cibaduyut, disitu kami berkempatan untu
membeli berbagai macam pernak pernik khas kota Bandung, setelah lama di cibaduyut kami
lau melanjutkan perjalan untuk makan malam, dan perjalan untuk kebali menuju Wonosobo.

Kunjungan ke gedung merdeka di Jl. Asia Afrika kota Bandung


Lokasi
Gedung Merdeka merupakan salah satu gedung bersejarah yang terletak di pusat kota
Bandung tepatnya di Jalan Asia Afrika No.65 Bandung. Gedung Merdeka pernah digunakan
sebagai tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18-24 April 1955.
Selain itu juga pernah digunakan sebagai tempat sidang-sidang sekaligus Sekretariat
Konstituante pada tahun 1956 sampai dengan tahun 1959. Kantor Badan Perancang Nasional,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Tahun 1960-1965, Konferensi Islam
Asia-Afrika pada Tahun 1965, dan pertemuan-pertemuan lain yang bersifat nasional maupun
internasional.
Bangunan ini dirancang pada tahun 1926 oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker.
Keduanya adalah Guru Besar pada Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandoeng yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung - ITB), dua arsitek Belanda yang
terkenal pada masa itu, Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah
ini terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap, ruanganruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, sedangkan untuk
penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang tergantung gemerlapan. Gedung ini
menempati areal seluas 7.500 m2.
Pada mulanya gedung ini merupakan bangunan sederhana yang didirikan pada tahun 1895
dan berfungsi sebagai warung kopi. Seiring dengan makin banyaknya orang Eropa terutama
orang Belanda yang bermukim di kota Bandung, ditambah dengan semakin meningkatnya
kegiatan mereka dalam bidang ekonomi seperti di bidang perkebunan, industri dan
pemerintahan, maka diperlukan tempat untuk rekreasi yang sesuai dengan budayanya.
Kebutuhan rekreasi itu antara lain terpenuhi dengan adanya gedung tersebut yang sering
diperbaharui dan semakin lama makin diperluas sesuai dengan keperluan.
Pembaharuan secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1920 dan 1928, hasilnya adalah
Gedung Merdeka sekarang yang megah bergaya Romawi dan sejumlah bahan bangunannya
(marmer, lampu hias kristal) didatangkan dari Eropa. Arsitek pembangunan Gedung Merdeka
ini adalah Van Gallen last dan C.P. Wolff Shoemaker, guru besar arsitektur di Technische
Hogeschool (THS) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Gedung yang
luasnya 7500 m2 ini dikelola oleh organisasi Sociteit Concordia yang anggota-anggotanya

terdiri kalangan elit Eropa yang bermukim di kota Bandung dan sekitarnya, terutama
pengusaha perkebunan dan perwira-perwira militer. Di gedung ini terdapat ruang besar (ruang
utama) tempat pertunjukan kesenian atau pertemuan, rumah makan, rumah bola (tempat
bermain bilyard) dan lain-lain. Kadang-kadang ruang utamanya disewakan bagi pertemuan
umum dan pertunjukan kesenian.
Persatuan Sandiwara Braga sering menyewa ruang utama ini. Pada masa pendudukan militer
Jepang (1942-1945) digunakan sebagai Pusat Kebudayaan dengan sebutan Dai Toa Kaikan.
Namun pada kenyataannya hanya dipakai untuk kesenian, pertemuan dan kegiatan rekreasi
lainnya. Pada masa revolusi (1946-1950) pernah dijadikan markas oleh para pejuang
Republik Indonesia, tempat kegiatan pemerintahan Kota Bandung setelah Kota Bandung di
bagi dua: bagian Utara dibawah kekuasaan Tentara Sekutu dan bagian Selatan dibawah
kekuasaan RI dengan batas jalan kereta api (Desember 1945 - Maret 1946) selain itu juga
berfungsi sebagai gedung tempat rekreasi yang dikelola oleh Sociteit Concordia pada masa
pendudukan tentara Belanda dan pemerintah Haminte Bandung.
Menjelang Konferensi Asia Afrika, gedung ini diambil oleh pemerintah dan dipersiapkan
untuk dijadikan tempat konferensi (1954). Presiden Soekarno mengganti nama ini dari
Sociteit Concordia menjadi Gedung Merdeka, takala meninjau kesiapan gedung ini sebagai
tempat konferensi (17 April 1955). Sejak 24 April 1980 Gedung Merdeka ini juga dijadikan
Museum Konferensi Asia Afrika sebagai acara puncak peringatan ke-25 tahun Konferensi
Asia Afrika. Saat ini dipakai pula sebagai Sekretariat Pusat Penelitian serta Pengkajian
Masalah Asia Afrika dan Negara-negara berkembang yang berada dibawah Departemen Luar
Negeri RI. Kegiatannya antara lain mengadakan ceramah, diskusi serta perpustakaan.
Pemeliharaan fisik gedung sendiri dilaksanakan oleh Pengelola Gedung Merdeka yang berada
dibawah Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai