Anda di halaman 1dari 2

Rangga Mochammad Sada Saputra

Hubungan Internasional FISIP Universitas Pasundan Bandung


Kampung Naga

Pemerintahan sekarang ini melakukan diplomasi budaya ke dunia internasional yaitu


“Wonderful Indonesia” dengan lambang Burung Garuda sebagai identitas nasional Indonesia.
Dengan demikian essai yang akan saya buat untuk kontribusi Indonesia kepada Jepang adalah
mengambil komunitas suku yang unik karena meskipun sekarang sudah memasuki zaman
Industri 4.0 namun tetap mempertahankan nilai kultural tradisional secara utuh yaitu “Kampung
Naga”.

Kampung Naga adalah kampung yang terletak di desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasinya tidak jauh dari Jalan Raya yang
menghubungkan Garut-Tasikmalaya. Kampung ini sangat unik karena meskipun masyarakatnya
yang mempertahankan nilai-nilai tradisional tetapi lokasinya strategis dengan daerah perkotaan.
Sehingga banyak wisatawan bukan hanya dari lokal saja, tetapi juga turis dari mancanegara.
Dengan demikian Kampung Naga menjadi objek penelitian antropologi yang mudah untuk diteliti
dan mudah bagi turis mancanegara terutama turis Jepang. Kampung Naga artinya bukan dulunya
didiami oleh seekor naga tetapi arti naga adalah istilah dari bahasa Sunda yaitu Nagawir/dina
gawir yang artinya berada di lembah karena geografi kampung Naga berada di lembah. Sehingga
untuk dapat mencapai tersebut harus menuruni ratusan tangga.

Sejarah kampung Naga sendiri tidak diketahui secara pasti dan bahkan masyarakat
Kampung Naga tidak tahu sejarah karena manuskrip dan arsip-arsip serta benda pusaka milik
Kampung Naga dibakar dan dimusnahkan oleh Pemberontakan DI/TII oleh Sekarmadji
kartosoewirjo tahun 1956. Bagi masyarakat Kampung Naga disebut sebagai Pareum Obor yang
dalam bahasa Indonesia ialah matinya penerangan akan tetapi ada beberapa masyarakat Kampung
Naga mengatakan bahwa Kampung Naga didirikan oleh Singaparana yang ditugasi oleh Sunan
Gunung Jati untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Selatan yang sekarang desa Neglasari.
Ia bersinggah disana dan menetap serta mendirikan kampung yang saat ini adalah kampung
Naga. Kampung Naga dibatasi oleh batas alam dan batas buatan, batas alamnya yaitu hutan dan
sungai Ciwulan dan batas buatannya yaitu parit dan pagar kayu. Namun, masyarakat sekitarnya
tidak berani menggeser batas buatan dan tetap tidak berubah. Kampung Naga mempunyai
falsafah atau prinsip yang harus dilakukan oleh masyarakat kampung Naga yaitu Saur elingkeun
Rangga Mochammad Sada Saputra
Hubungan Internasional FISIP Universitas Pasundan Bandung
jaman kaulaan Kandang Jaga yang artinya adalah meskipun jaman sudah berubah, adat istiadat
wajib dipertahankan karena masyarakat kampung Naga adalah masyarakat yang taat agama.
Sehingga mengubah alam sama saja mengubah ciptaan dari Tuhan. Masyarakat kampung Naga
mayoritas beragama Islam tetapi masih ada unsur-unsur nilai nenek moyang seperti Upacara hajat
Sasih yang dilakukan pada hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah dengan alat musik tradisionalnya
yaitu terbang gembrung, angklung digunakan untuk upacara padi dan khitanan serta untuk
menghormati Dewi Sri Pohaci. Selain itu adalah Beluk jeung réngkong yaitu seni bersyair diiringi
dengan musik dan isi syairnya diambil dari wawacan yaitu isi cerita rakyat sunda. Jumlah tempat
tinggal ada 112. Bangunan rumah mereka atapnya dibuat dari daun nipah, ijuk ataupun atau
alang-alang dan posisi rumahnya menghadap Utara-Selatan dan pintu hanya pintu depan saja
serta bentuk bangunannya tidak boleh berubah dan wajib sesuai dengan aslinya karena untuk
menjaga tradisinya. Sistem pemerintahannya yaitu kepala masyarakatnya dipimpin oleh kuncen
yang bertugas memimpin kampungnya, memimpin upacara adat, dan menjadi pemateri jika ada
turis yang berkunjung dan sistemnya satu RT serta 10% berada di dalam dan 90% berada di luar
kampung Naga yang bernama warga sanaga. Mata pencahariannya yaitu bertani, beternak, dan
berladang dengan meggunakan alat tradisional. Adapun di sebelah Kampung Naga ada hutan
yang tidak boleh dikunjungi atau bahkan ditebang karena larangan yang mereka lakukan bukan
dari hukum adat tetapi dari hukum alam yang namanya ialah Pamali. Sehingga apabila
melanggar akan mendapat ganjaran dan hukuman dari tuhan yang menciptakan alam. Sistem
teknologi mereka hanya digunakan untuk aktivitas utama saja misalnya radio, hp, bahkan televisi
dan untuk memasak dan melakukan aktivitas ekonomi masih menggunakan alat tradisional.
Pengetahuan, masyarakat kampung Naga berpendidikan sampai jenjang SMA dan bahkan sampai
jenjang perguruan tinggi hingga menjadi putra daerah tersebut.

Karena geografis masyarakat kampung Naga yang strategis dan masyarakatnya yang
terbuka dengan luar dengan falsafahnya Kudu nyucruk jeruk mapak gedang yang artinya terbuka,
tunduk, dan menerima setiap orang asal menghormati tradisi mereka dan mempertahankan
orisinalitas mereka maka tidak heran sejak 1970-an turis lokal dari mahasiswa UI, UGM, dan
UNPAS bahkan dari mancanegara, Swedia, Australia, dan Belanda mengunjungi kampung
tersebut. Dengan demikian keunikan Kampung Naga menjadi identitas budaya yang harus
didiplomasikan ke dunia internasional demi mempertahankan identitas budaya Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai