Anda di halaman 1dari 5

1

Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional (S1), FISIP - Universitas Pasundan

Nama : Rangga Mochammad Sada Saputra


NPM : 182030059
Mata Kuliah : Leadership dan Retorika Global

CRITICAL REVIEW

Constructivism, poststructuralism, and feminism

Sumber : Francis A. Beer dan Robert Hariman. 1996. ‘Rhetorics of Place Characteristic in High-
Level U.S. Foreign Policy Making’. Post-Realism:the rhetorical turn in international relations.
hlm. 309-329

Critical Review ini akan membahas tentang tulisan dari David J. Sylvan dan Stephen J. Majeski yang
berjudul Rhetorics of Place Characteristic In High-Level U.S. Foreign Policy Making tentang kritikan dari
realisme terhadap pembuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dengan teori alternatif (Constructivism,
poststructuralism, dan feminism). Dengan asumsi mereka bahwa kebijakan luar negeri AS bukan dari militer
dan power saja, melainkan dari kontruksi budaya, sejarah, dan ras yang membentuk individu (presiden) dalam
kebijakan luar negerinya, penguasaan bahasa dapat memengaruhi aktor lainnya dalam kepentingan nasional,
dan sistem politik yang cenderung maskulin. Sylvan dan Majeski hanya melihat dari unit analisis dari teorinya
untuk mengkritik realisme. Realisme yang terdiri dari negara sebagai aktor utama dalam HI, power dan militer
sebagai kekuatan untuk mencapai national interest. sedangkan Sylvan dan Majeski melihat dari individu
sebagai aktornya, latar belakang sosial budaya dan gender sebagai unit analisis dalam kebijakan luar negeri
AS.

Rangkuman

Tulisan David J. Sylvan dan Stephen J. Majeski menjelaskan tentang kritik terhadap realisme dalam
politik luar negeri Amerika Serikat. Pada latar belakang (Background : The Culture of U.S. Foreign Policy
Making), Sylvan dan Majeski mengatakan bahawa pembuatan kebijakan luar negeri AS adalah
dilatarbelakangi oleh budaya1. Pertama, dari hasil penelitian atau pengamatan pembuatan kebijakan luar negeri
oleh individu, yang dimaksudkan disini adalah secara ekslusif oleh orang kulit putih, kelas sosial atau strata
sosial. Sehingga setiap individu yaitu presiden AS dalam membuat kebijakan luar negeri AS memiliki latar
belakang budaya dan konstruksi sosial yang membentuk kebijakan luar negeri presiden AS berbeda-beda2.
1
Francis A. Beer dan Robert Hariman. 1996. ‘Rhetorics of Place Characteristic In High-Level U.S. Foreign Policy
Making’. Post-Realism:the rhetorical turn in international relations. hlm. 310.
2
Ibid. hlm. 310.
2

Selain itu pada sisi pembuatan kebijakan luar negeri AS mencakup analisis dan karakterisasi dalam
pembatasan garis masalah tertentu saja. Yang kedua ialah dalam penyelesaian masalah mengenai kebijakan
luar negeri AS meliputi tiga aktivitas antara lain: i) merumuskan rekomendasi; ii) memilih di antara
rekomendasi;, dan iii) membuka kembali perdebatan3. Seorang individu mengajukan atau menyatukan diri
dengan rekomendasi yang pada akhirnya terdapat beberapa masalah dalam kebijakan luar negeri AS.

Dalam ilmu lingustik contoh pada 19 Januari 19614, Presiden Eisenhower menginformasikan Kennedy
bahwa ada bukti-bukti jelas keterlibatan Komunis Cina dan Vietnam Utara yang ingin membuat suatu agenda
yaitu menghancurkan kedaulatan negara Laos. Sehingga Presiden Eisenhower mendesak Kennedy untuk
melakukan intervensi militer. Akan tetapi Kennedy melakukan kebijakan luar negeri yakni netralisasi.
Netralisasi adalah kebijakan luar negeri yang digunakan dalam istilah perjanjian internasional dengan
tujuannya menghilangkan perselisihan internasional dan Kebijakan ini memang sudah berkembang pada awal
abad ke-205. Secara umum, pejabat AS dalam membuat kebijakan luar ngeri tingkat tinggi terlatih penggunaan
bahasa. Dengan demikian, Francis dan Hobert menemukan dari Chaim Perelman antara lain Struktur realitas,
realistis, pragmatis, atau bijaksana6.

Pembanding dan Analisis

Sylvan dan Majeski mengkritik bahwa realisme tidak cukup relevan dalam pembuatan kebijakan luar
negeri AS pada saat masa perang dingin. Hal itu sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ketika
Eisenhower mendesak Kennedy untuk melakukan intervensi militer, akan tetapi Kennedy lebih memilih
menggunakan kebijakan luar negeri netralisasi.

Memang dalam Hubungan Internasional mengatakan bahwa tujuan suatu aktor baik state atau nonstate
adalah mencapai kepentingan nasional. Saat masa perang dingin aliran realisme sangat dominan karena dengan
adanya power dan sistem politik yang Balance of Power, maka terjadi keseimbangan dunia pada saat itu. Akan
tetapi Sylvan dan Majeski mengkritik bahwa realisme yang dominan dari kekuatan militer bukan menjadi
jaminan dalam suatu kebijakan luar negeri dan negara sebagai aktor dalam Hubungan Internasional. Inilah
yang menjadi landasan mereka menggunakan alternative theories untuk menantang teori mapan yaitu
realisme. Bahwa bukan dari negara sebagai aktor satu-satunya Hubungan Internasional. Tetapi individu,

3
Ibid. hlm. 313.
4
Ibid. hlm. 313.
5
Cyrus French Wicker. 1910. “The United States and Neutralization”, diakses dari
https://www.theatlantic.com/magazine/archive/1910/09/the-united-states-and-neutralization/529491/ tanggal 25 Oktober
2019.
6
Loc.,Cit. Francis A. Beer dan Robert Hariman (1996). hlm. 314.
3

konstruksi sosial dan budaya, dan maskulinitas sistem kebijakan luar negeri. Maka dari itu penulis mengambil
pembanding dari sisi konstruktivisme, post-strukturalisme, dan feminisme.

Dalam perspektif konstruktivisme bahwa struktur internasional adalah sebuah konstruksi sosial. Ia
terbangun oleh praktek intersubjektif antar aktor yang kemudian terjdi hubungan saling memengaruhi antara
struktur dan aktor‐aktor penciptanya7. Contohnya dalam sistem politik Amerika Serikat ada yang disebut
sebagai American Exceptionalism yang isinya cita-cita Amerika Serikat dari berbagai ras karena AS saat itu
berasal dari bangsa puritan8. Sehingga dapat dianalisis bahwa karena AS dipimpin oleh presiden dan memang
diketahui bahwa beda pemimpin beda kebijakan.

Barack Obama yang dikenal dengan kebijakan luar negerinya yang bersifat softpower karena memang
Obama sebagai Presiden dari Partai Demokrat yang cenderung liberalis serta Obama sendiri yang berasal dari
ras kulit hitam9. Berbeda dengan Donald Trump yang dilatarbelakangi oleh Partai Republik yang cenderung
realis dan bersal dari ras kulit putih10. sehingga dalam perspektif konstruktivisme kebijakan luar negeri AS
dilatabelakangi oleh konstruksi budaya, sosial, dan juga sejarah yang membentuk negara atau individu
membuat kebijakan negaranya untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Kedua dalam perspektif post-
strukturalisme, teori ini dalam mengkritik dari teori yang sudah mapan dari teori arus utama. Asumnsi
dasarnya bahwa identitas dipahami sebagai akibat dari struktur power dan terwujud melalui wacana. Power
dimaknai sebagai kemampuan berbahasa dan berwacana yang diartikan sebagai pembentuk subjek dengan
identitas sosial dan karakteristik yang berbeda, dimana pengetahuan berkaitan erat dengan power dan bahasa
dan budaya merupakan alat untuk menguasai dunia 11. Contoh kasusnya adalah Amerika Serikat sebagai
negara superpower dalam membuat kebijakan luar negeri harus ahli dalam penggunaan bahasa dengan gaya
dan retorika yang elegan sehingga akan menarik perhatian hal lain untuk menerima situasi yang dapat
dijadikan alasan dalam pembuatan kebijakan luar negerinya12.
7
Cecep Zakarias El Bilad. 2012. “Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan Damai Perdebatan
Antarparadigma”, E-Jornal of Internasional Relations Univesitas Muhammadiyah Malang. Hlm.66.
8
Allen C. Guelzo. 2019. “What’s Exceptional About American Exceptionalism?”, diakses dari https://www.city-
journal.org/american-exceptionalism tanggal 24 Oktober 2019.
9
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2009. “Obama dan Politik Luar Negeri AS”, diakses dari
http://lipi.go.id/berita/obama-dan-politik-luar-negeri-as-/4245 tanggal 24 Oktober 2019.
10
Jeff Custer. 2019. “Kebijakan Luar Negeri AS dalam Pidato Kenegaraan Trump”, diakses dari
https://www.voaindonesia.com/a/kebijakan-luar-negeri-as-dalam-pidato-kenegaraan-trump/4775924.html tanggal 24
Oktober 2019.
11
Rizka Meilinda. 2014. “Poststrukturalisme dan postkolonialisme dalam Hubungan Interasional”, diakses dari
http://rizka-meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106163-Teori%20Hubungan%20Internasional-
Poststrukturalisme%20dan%20Postkolonialisme%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html tanggal 24 Oktober
2019.
12
Francis A. Beer dan Robert Hariman. 1996. ‘Rhetorics of Place Characteristic In High-Level U.S. Foreign Policy
Making’. Post-Realism:the rhetorical turn in international relations. hlm. 314.
4

Yang terakhir adalah dari perspektif feminisme. Feminisme adalah aliran yang unik berbeda dari aliran
hubungan internasional lainnya yang muncul dari ide atau gagasan dari para ahli, feminisme muincul karena
sebuah gerakan dari kaum wanita dari termarjinalisasi dari kaum pria yang sering menindas wanita.
Feminisme sebenarnya sudah berkembang cukup lama, muncul sekitar abad ke-19 dan 20. Contoh di Amerika
Serikat yang terjadi pada tahun 1900-an13. Asumsi dasar feminisme adalah bahwa sifat negara atau individu
yang terlalu maskulin dan patriarki sehingga kaum wanita tertindas oleh kaum pria dan negara harus memiliki
kesetaraan gender14. Maka dari itu kaum wanita sebagai individu dalam aktor HI harus terlibat. Korelasi antara
feminisme dengan kebijakan luar negeri AS dapat dianalisis yaitu Pertama, sistem pemerintahan AS
cenderung maskulin contoh: dari presiden pertama AS (George Washington) sampai presiden AS sekarang
(Donald Trump) semua dipimpin oleh seorang laki-laki. Kedua, landasan partai politik AS (Demokrat dan
Republik), Demokrat bersifat liberalis dan Republik bersifat konservatif dan realis itu juga menjadi faktor
maskulinitas juga kedua parpol tersebut merepresentasikan teori arus utama HI (liberalisme dan Realisme)
apabila dianalogikan dari sisi tersebut. yamg dimaksudkan mengapa liberalism dan realisme adalah maskulin
karena pencetus teori tersebut berasal dari kaum-kaum Pria. Liberalisme antara lain : Woodrow Wilson,
Immanuel Kant dan Adam Smith dan Realisme antara lain : Morgenthau, Nicolo Machiavelli, dan E.H Carr.
Itu semua berasal dari kaum pria. Dengan demikian, Francis dan Robert mengkritik realisme dalam kebijakan
luar negeri AS dengan pendekatan teori alternatif karena kebijakan luar negeri AS bukan oleh power. Tetapi
dari konstruksi budaya, sejarah, dan ras dalam konstruktivisme; bahasa dalam poststrukturalisme; dan
maskulinitas sistem politik AS dalam kebijakan luar negeri dalam feminisme.

Kesimpulan

Sylvan dan Majeski mengkritik pandangan realisme dalam kebijakan luar negeri AS dari unit of
analisisnya yaitu negara sebagai aktor dalam HI; kebijakan luar negeri AS yang cenderung militeristik; dan
ideologi sebagai alat untuk memengaruhi. Namun, dalam kritikan mereka berdasarkan dari teori alternatif
(konstruktivisme, poststrukturalisme, dan feminisme) yaitu individu sebagai aktor dalam HI; masalah dalam
aspek sosial dan budaya menjadi faktor dalam kebijakan luar negeri AS; dan gender yang membentuk sistem
politik AS dalam kebijakan luar negerinya yang cenderung maskulin.

13
Rizka Meilinda. 2014. “Feminisme dalam Hubungan Internasional”, diakses dari http://rizka-meilinda-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-104237-Teori%20Hubungan%20Internasional-Feminisme%20dalam
%20Hubungan%20Internasional.html tanggal 24 Oktober 2019.
14
Loc.,Cit. Rizka Meilinda (2014) dari http://rizka-meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-104237-Teori
%20Hubungan%20Internasional-Feminisme%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html.
5

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Beer, A Robert dan Hariman, Robert. 1996. ‘Rhetorics of Place Characteristic In High-Level U.S. Foreign
Policy Making’. Post-Realism:the rhetorical turn in international relations. Michigan : Michigan State
University Press.

JURNAL

Cecep Zakarias El. Bilad. 2012. Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan Damai Perdebatan
Antarparadigma, Universitas Muhammadiyah Malang.

INTERNET

Allen C. Guelzo. 2019. “What’s Exceptional About American Exceptionalism?” : (online), https://www.city-
journal.org/american-exceptionalism tanggal 24 Oktober 2019.

LIPI. 2009.““Obama dan Politik Luar Negeri AS” : (online), http://lipi.go.id/berita/obama-dan-politik-luar-


negeri-as-/4245 tanggal 24 Oktober 2019.

Jeff Custer. 2019. “Kebijakan Luar Negeri AS dalam Pidato Kenegaraan Trump” : (online),
https://www.voaindonesia.com/a/kebijakan-luar-negeri-as-dalam-pidato-kenegaraan-trump/4775924.html
tanggal 24 Oktober 2019.

Rizka Meilinda. 2014. “Poststrukturalisme dan postkolonialisme dalam Hubungan Interasional” : (online),
http://rizka-meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106163-Teori%20Hubungan%20Internasional-
Poststrukturalisme%20dan%20Postkolonialisme%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html tanggal 24
Oktober 2019.

Cyrus French Wicker. 1910. “The United States and Neutralization” : (online),
https://www.theatlantic.com/magazine/archive/1910/09/the-united-states-and-neutralization/529491/ tanggal
25 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai