Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA


KELAS VII SMPN 21 MATARAM
TAHUN AJARAN 2019/2020

PROPOSAL

AYU LESTARI HANDAYANI

E1R116008

KELAS A REGULER SORE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pentingnya penguasaan matematika terlihat pada Undang-Undang RI No. 20
Th.2003 Tentang Sisdiknas Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika
merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Soejadi (2000) menyatakan bahwa wujud dari pelajaran matematika di
pendidikan dasar dan menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah
unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan kepentingan
pendidikan untuk menguasai teknologi dimasa depan. Karena itu, mata pelajaran
matematika yang diberikan di pendidikan dasar dan menengah juga dimaksudkan untuk
membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut, merupakan kompetensi
yang diperlukan oleh siswa agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti , dan kompetitif.
Jenning & Dunne (1999) menyatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika kedalam situasi kehidupan nyata. Hal lain
yang menyebabkan matematika dirasakan sulit oleh siswa adalah proses pembelajarannya
yang kurang bermakna. Guru juga dalam pembelajarannya tidak mengaitkan materi yang
diajarkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, dan siswa kurang diberikan
kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan ide-ide matematika dalam
pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soejadi,2006).
Menurut Van de Heuvel-Panhuizen (2000), bila siswa belajar matematika terpisah
dengan pengalaman mereka sehari-hari, maka siswa akan cepat lupa dan tidak dapat
mengaplikasikan matematika. Selain itu siswa perlu dilatih menerapkan kembali konsep
matematika yang telah dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari atau pada bidang
lainnya.
Selama ini juga kita menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
matematika siswa jarang sekali diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-idenya.
Sehingga siswa sulit dalam memberikan penjelasan yang benar, jelas dan logis atas
jawabannya. Untuk mengurangi kejadian seperti itu menurut Pugale (2001), dalam
pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap
jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan orang lain,
sehingga apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Rendahnya kemampuan matematis dalam pembelajaran sangat penting untuk
diperhatikan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan dan
mengkonsolidasi berfikir matematikanya baik secara lisan maupun tulisannya. Linquist
(linquist & Eliot, 1996) menyatakan jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan
suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka
mudah difahami bahwa komunikasi merupakan esensi mengajar, belajar dan penilaian
matematika. Selanjutnya Turmudi (2008:55) menyatakan bahwa komunikasi adalah
bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara
untuk sharing gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman.
Dalam meningkatkan kemampuan matematis, maka harus ada upaya yang
dilakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika, sebab banyak faktor
yang menentukan kwalitas hasil pembelajaran matematika. Salah satu faktor yang sangat
penting yang mempengaruhi tersebut adalah model penyajian materi. Darhim (2004,3)
mengemukakan bahwa penyajian materi yang menarik, menyenangkan, sederhana,
mudah dipahami, dan sesuai dengan kondisi siswa, merupakan modal utama untuk
memberi rasa senang terhadap matematika. Hal ini penting mengingat matematika
merupakan mata pelajaran yang kurang disukai siswa.
Kurang disukainya matematika oleh siswa mungkin dipengaruhi oleh faktor
materi atau proses pembelajarannya (Darhim, 2004 : 4). Oleh karena itu perlu pendekatan
pembelajaran matematika yang dapat menjembatani anak-anak tahap operasi konkrit
(usia SD) dalam mempelajari matematika sebagai ilmu yang abstrak. Pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika.
Tuntutan pembelajaran matematika seperti diatas sesuai dengan pendekatan
realistik yang dikembangkan di Belanda. Dimana menurut Gravemeijer (1994) bahwa
matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan realistik
pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam
proses pembelajaran secara bermakna pada matematika, dengan melakukan proses
pemodelan, dan menempuh selfdevelopment model yang dapat menghasilkan kebebasan
berfikir siswa, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa. Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik dan prinsip yang
memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal, adanya masalah kontekstual
yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata, dengan pembuatan
model yang dapat memudahkan siswa untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah,
adanya interaktivitas baik sesama siswa maupun dengan guru yang dapat membantu
siswa yang lemah untuk memahami konsep sedangkan bagi siswa yang pandai dapat
meningkatkan kemampuan dalam memberi penjelasan, tanggapan, dll.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap


kemampuan komunikasi matematika di kelas VII SMPN 21 Mataram?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk
menguji ada atau tidak kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang belajar dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran Realistic kelas VII di SMPN 21 Mataram .Tahun Ajaran
2019/2020.

D. Manfaat
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi setiap pihak:
a. Bagi siswa, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan keaktifan belajar, pola pikir
yang realistik terhadap matematika, sehingga ia bisa mengetahui dan memahami bahwa
matematika adalah ilmu yang berhubungan langsung dengan keadaan nyata yang ada di
sekeliling kita. Kemudian dapat juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Serta,
siswa dapat memahami makna sebenarnya dari pembelajaran matematika itu, sehingga
matematika menjadi sangat mengasyikkan dan menyenangkan.
b. Bagi guru, dapat menambah khasanah pembelajaran yang sangat mungkin dijadikan
sebagai salah satu alternatif dalam melaksanakan tugas mengajar di sekolah.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika Realistik,


Pembelajaran Ekspositori

1. Kemampuan Komunikasi Matematis


Menurut Baird (dalam Cahyati : 2009), “Komunikasi merupakan proses yang meliputi
penyampaian dan penerimaan hasil pemikiran melalui simbol kepada orang lain”. Komunikasi
dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke
penerima pesan untuk memberitahu pendapat atau prilaku baik langsung secara lisan maupun tak
langsung melalui media. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, siswa dapat
menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Indikator kemampuan siswa
dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM
(Nurazizah,2009:23),
- Kemampuan mengekspresikann ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta mengambarkannya secara visual;
- Kemampuan memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika
baik secara lisan maupun bentuk visual lainnya;
- Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur
strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-
model situasi.
Menurut Jihad (2008:168), indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan
siswa,
1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika,
2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5) Membaca dengan pemahaman atau persentasi matematika tertulis.
6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.
7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Dari indikator-indikator diatas maka kemampuan komunikasi yang akan dinilai dalam
penilaian ini meliputi indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu sebagai berikut :
1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide – ide matematika
2) Menginterpretasikan dan mengevaluasi ide – ide, symbol, istilah serta informasi
matematika
3) Menjalankan ide – ide situasi dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan
benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
4) Menyatakan peristiwa sehari – hari dalam bahasa atau symbol matematika.
5) Menggunakan tabel, gambar model, dan lain – lain sebagai penunjang penjelasannya.
6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

2. Pembelajaran Matematika Realistik


Pernyataan Freudenthal bahwa, “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia”
melandasi pengembangan Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education).
Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika
di Belanda. Kata “realistik” sering disalah artikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata.
Banyak pihak yang menganggap bahwa Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari – hari.
Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang
berarti “untuk dibayangkan” atau “to imagine” Van den Heuvel-Panhuizen (dalam Wijaya,
2012:20). Menurut Van den Heuvel Panhuizen, penggunaan kata “realistic” tersebut tidak
sekadar menujukan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu
pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan pengguna suatu
situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa.
“Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan
Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge)
yang dipelajari bermakna bagi siswa” Freudenthal (dalam Wijaya, 2012:20). Suatu pengetahuan
akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks
atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah realistik tidak harus
berupa masalah yang ada di dunia nyata dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari – hari
siswa.
Suatu masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata
dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika bisa
digunakan sebagai masalah realistik. Penggunaan permasalahan realistik (sering juga disebut
sebagai context problems) dalam pendidikan matematika realistik memiliki posisi yang jauh
berbeda dengan penggunaan permasalahan realistik dalam pendekatan mekanistik. Dalam
pembelajaran matematika realistik, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam
membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran.
Sedangkan dalam pendekatan mekanistik permasalahan realistik ditempatkan sebagai bentuk
aplikasi suatu konsep matematika sehingga sering juga disebut sebagai kesimpulan atau penutup
dari proses pembelajaran.
Perhatian pada pengetahuan informal dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa menjadi
hal yang sangat mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang realistik. Pengetahuan
informal siswa dapat dapat berkembang menjadi suatu pengetahuan formal (matematika)
melalui proses pemodelan. Secara umum, dalam pembelajaran matematika realistik dikenal dua
macam model, yaitu “model of dan model for”. Ketika bekerja dalam permasalahan realistik,
siswa akan mengembangkan alat dan pemahaman matematika. Pertama siswa akan
mengembangkan alat matematis yang masih memiliki keterkaitan dengan konteks masalah. Alat
matematis tersebut bisa berupa strategi atau prosedur penyelesaian. Kedua Pemahaman
matematis terbentuk ketika suatu strategi bersifat general dan tidak terkait pada konteks situasi
masalah realistik.
Treffers (dalam Wijaya, 2012:21) merumuskan lima karakteristik Pendidikan
Matematika Realistik, yaitu :
A. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk
permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa
dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif
untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan
untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk
mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan. Manfaat lain
penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan
siswa dalam belajar matematika menurut Kaiser dalam De Lange, 1987 (dalam Wijaya,
2012:22). Pembelajaran yang langsung diawali dengan penggunaan matematika formal
cenderung akan menimbulkan kecemasan matematika.
B. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pembelajaran Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi
secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan
matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Hal yang perlu
dipahami dari kata “model” adalah bahwa “model” tidak merujuk pada alat peraga. “Model”
merupakan suatu alat dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dalam proses matematisasi
(yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan
proses transisi level informal menuju level matematika formal.
C. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa
sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa
maka dalam Pembelajaran Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi kemampuan komunikasi siswa
sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan kontruksi siswa
selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.
D. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara
bersamaan merupakan suatu proses social. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan
bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.
E. Keterkaitan
Pembelajaran Matematika Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika
sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu
pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep
matematika secara bersamaan.
3. Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan
maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen menyebutkan
model ekspositori ini dengan istilah model pembelajaran langsung (dirrect instruction), karena
dalam model ini materi pelajaran yang disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak di tuntut
untuk menemukan materi (Wina, 2006). Model ekspositori sama seperti model ceramah kedua
model ini menjadikan guru sebagai pemberi informasi ( bahan pelajaran ).
Dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar model ceramah lebih terpusat pada guru
daripada model ekspositori. “Pada model ekspositori siswa lebih aktif daripada model ceramah.
Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama-
sama siwa yang lain, atau disuruh membuatnya di papan tulis” (Suherman, 2001). Model
ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas
denga cara berbincang di awal pelajaran, menerapkan materi dan contoh soal disertai tanya
jawab. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara idividual, menerangkan lagi kepada siswa
apabila dirasakan banyak siswa yang belum paham mengenai materi. Kegiatan siswa tidak hanya
mendengar dan mencatat, tetapi siswa juga menyelesaikan latihan soal dan bertanya jika belum
mengerti.
Beberapa karakteristik model ekspositori diantaranya (Wina : 2006) :
a) Model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal,
artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini. Oleh
karena itu sering mengidentikannya dengan ceramah.
b) Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data
atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus di hafal sehingga tidak menutut siswa
untuk bertutur ulang.
c) Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya,
setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan
benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang sudah di uraikan.
1. Kerangka Pemikiran
Upaya guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah
dengan menggunakan model dan media pembelajarang tepat, di dalam pemilihan model dan
media diperlukan pemikiran serta persiapan yang matang. Kerangka berfikir penelitian ini
dapat di ilustrasikan sebagai berikut:

Kondisi Awal

Pretest

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Pembelajaran Pembelajaran
menggunakan menggunakan
pembelajaran realistik pembelajaran ekspositori

posttest
angket t
2. Hipotesis
Menurut Ruseffendi (2005:23) “Hipotesis adalah penjelasan atau jawaban tentatif
(sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala) atau kejadian yang akan terjadi, bisa
juga mengenai kejadian yang sedang berjalan”. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesisnya
adalah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika realistik lebih tinggi daripada yang menggunakan pembelajaran biasa
(ekspositori) .
BAB III

METODE PENILITIAN

3.1 Jenis penelitian


Jenis penilitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu suatu penelitian dengan melakukan
percobaan terhadap kelompok eksperimen . Pada kelompok eksperimen diberikan
perlakukan dengan kondisi yang dapat dikontrol . Data sebagai hasil pengaruh perlakuan
terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diukur secara kuantitatif .
3.2 Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII SMPN 21 Mataram tahun ajaran
2019/2020 . Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II , peneliti menggunakan
waktu penelitian selama 1 bulan yaitu bulan Februari .
3.3 Tehnik pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan metode
dokumentasi, metode observasi dan metode tes. Metode dokumentasi digunakan untuk
mendaftar nama siswa, jumlah siswa, dan hasil nilai tes kemampuan komunikasi
matematis. Metode observasi menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh 2
observer mahasiswa dan 1 observer guru mata pelajaran matematika serta dokumentasi
pengambilan gambar pada saat pembelajaran di kelas. Serta metode tes yang digunakan
untuk memperoleh data hasil kemampuan komunikasi matematika tulis pada pokok
bahasan luas dan keliling segiempat. Tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol memiliki bentuk yang sama yaitu berupa pre test dan post test yang sudah melalui
uji validitas oleh para validator. Data hasil tes inilah yang dijadikan acuan untuk menarik
kesimpulan pada akhir penelitian.
3.3 Tehnik Analisis Data
1. Uji normalitas
2. Setelah dilakukan uji normalitas dilakukan uji homogenitas
3. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan uji t dengan
rumus
Rumus uji t – test tersebut adalah :
𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡=
1 1
𝑠√𝑛 + 𝑛
1 2

(𝑛2 −1)𝑠12 +(𝑛2 −1)𝑠22


Dengan 𝑠 2 = 𝑛1 +𝑛2 −2

Keterangan :

t : t hitung

𝑥̅1 ∶ rata – rata masing- masing sampel

𝑠𝑖2 : variansi dari masing – masing sampel

𝑛𝑖 : jumlah subyek dalam masing – masing kelas sampel (sudjana,2005:239).

Kriteria pengujian : 𝑡𝑜𝑙𝑎𝑘 𝐻0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥


𝑡(1−𝑎) 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑎𝑓 𝑠𝑖𝑔𝑛𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 5% . 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <
𝑡(1−𝑎), 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐻0 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 . 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =
𝑡(1−𝑎) 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑑𝑘 = 𝑛1+ 𝑛2 − 2
DAFTAR PUSTAKA

Cahyati (2009). Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual terhadap Peningkatan


Kemampuan Komunikasi Matematika pada Siswa SMP. FKIP UNPAS : tidak diterbitkan
Darhim (2004), Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Sikap Siswa
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. Hal: 2-4.

Gravemeijer. (1994). Developing realistic mathematics education. Culenborg: Technipress.


Jennings , Sue & R, Dunne:1999.Math stories, Real stories ,Real-life stories .
http://www.exacuk/telematics/T3/maths/actar01.htm

Mahfudin. (2012). Konsepsi dan Langkah – Langkah Pendekatan Matematika Raealistik.


Tersedia : http://mahfudin24wordpress.com/2012/10/13/konsepsilankah-langkah-pendekatan-
matematika-realistik/

Pugalee, K David. 2001. Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy.


Mathematics Teaching in The Middle School Vol 6 No 5 Januari.

Rahmawati, Fitriana. 2013. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam


Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Fakultas MIPA
Universitas Lampung.

Sanjaya, Wina (2006).Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta :


Kencana

Soejadi :2000 , kiat pendidikan matematika di indonesia. Bandung .Dirjen Dikti depdiknas

Suherman, E, dkk(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer: JICA UPI


Sunardi. 2009. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jember: Universitas Jember.

Turmudi. (2008).Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma


Eksploratif dan Investigatif).Jakarta: Leuser Cita pustaka

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37.


Warniti. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Hibrid terhadap Peningkatan
Kemampuan Matematis pada Siswa SMP Skripsi Pendidikan Matematika FKIP UNPAS.
Bandung: tidak diterbitkan.

Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan


Pembelajaran Matematika. Graha Ilmu: Yogyakakarta.

Anda mungkin juga menyukai