SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelas Sarjana
Oleh:
PEGGY IROTH
NPM: 1675201006
PINELENG
2022
ii
Peggy Iroth
Dinyatakan:
Diterima Dan Disetujui Untuk Diserahkan Kepada Panitia Ujian Skripsi Sarjana
Strata-1 (S-1)
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Mengetahui:
Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
PENGUJI :
1).
2).
3).
iv
“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
(Amsal 1:7)
Karya tulis ini kupersembahkan kepada orang tua terkasih dan kakak yang senantiasa
Kata Pengantar
Puji dan syukur, serta limpah terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas kebaikkan, perlindungan dan penyertaan-Nya, penulis
dapat menyusun serta menulis dan menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses penulisan
skripsi ini, ada begitu banyak tantangan yang dihadapi, namun Tuhan selalu meyertai
dan melindungi sehingga penulis bisa kuat untuk menghadapi tantangan-tantangan yang
Bersama dengan syukur ini, penulis juga berterima kasih kepada dosen
meluangkan waktu untuk membaca serta membantu karya tulis ini sehingga menjadi
karya tulis yang berguna bagi kehidupan penulis dan juga para pembaca. Terima kasih
pula kepada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, serta staf dosen yang telah
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Alm.Papa, kepada mama dan
kakak, kepada keluarga serta teman-teman yang telah memberikan semangat, motivasi
Akhirnya dengan ini, menyadari akan kekurangan dalam skripsi ini, penulis
bersedia membuka hati dan membuka diri bagi koreksi, kritikan ataupun masukkan
guna memperbaiki skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat berguna
DAFTAR SIGLA
S-1 : Strata 1
Abstrak
hingga saat ini dengan terang benderang memerlihatkan bahwa etika sebagai refleksi
atas moralitas amat dibutuhkan guna membantu manusia mengarahkan sikap dan
perilakunya. Salah satu teori etika yang berusaha memberikan landasan moral bagi
manusia dalam bertindak adalah etika keutamaan. Salah satu tokohnya adalah James
Rachels. James memahami keutamaan sebagai karakter yang diperlihatkan dan dihidupi
oleh seseorang secara konsisten dalam hidup. Setiap keutamaan memiliki kekhasan
pengecut dan sifat nekad. Keutamaan murah hati merupakan titik tengah antara dua
ekstrem yang berbeda, yakni boros dan kikir. Di sini tampak jelas bahwa etika
keutamaan amat menekankan peran manusia sebagai pelaku moral. Demikian, penting
dilakukan melalui pendidikan karakter dalam keluarga dan di sekolah. Dengan bantuan
metode deskripsi dan Analisa kritis, skripsi ini berupaya menjelaskan konsep etika
atas tiga bagian. Bagian pertama membahas moralitas. bagian kedua menjelaskan Etika
hidup.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
habisnya. Dalam dunia dewasa ini khususnya dalam konteks Republik Indonesia akhir-
akhir ini, moralitas seakan-akan seperti kertas putih yang penuh dengan coretan.
bangsa akhir-akhir ini. Realitas yang ada tersebut mengundang penulis untuk masuk
jenis ajaran moral yang berasal dari lembaga-lembaga yang berbeda pula. Dari ajaran
moralitas yang berbeda-beda, ilmu etika hadir dalam rupa-rupa ajaran atau refleksi kritis
tentang sistem moralitas. Berhadapan dengan hal tersebut, James Rachels menghadirkan
refleksi etika yang kompleks yang masuk dalam ajaran moral yakni “Etika
Rachels menilai bahwa para filsuf modern yang berbicara mengenai moral hanya
manusia dalam berpikir dan bertindak. Dengan demikian konsep etika keutamaan
dipandang sebagai refleksi yang sangat baik untuk mengkaji sistem moralitas serta
1
James Rachels, Filsafat Moral diterjemahkan oleh A. Sudiarja (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 306.
x
dapat disimpulkan sebagai landasan moralitas yang ideal. Dengan begitu James Rachels
membuka diskursus mengenai etika yang menekankan aspek relevansi pada tingkah
laku manusia yang disebut sebagai etika keutamaan. 2 Dari diskursus tersebut, dalam
penekanan mengenai tingkah laku serta tindakan manusia, etika keutamaan menjadi
manusia yang juga direalisasikan lewat ajaran-ajaran moral serta pendidikan karakter.
Di titik ini tampak jelas bahwa etika keutamaan memiliki peran penting terutama karena
itu membantu manusia untuk mengambil keputusan moral yang benar dan tepat
berhadapan dengan persoalan moral. Hal ini mendorong penulis mendalam topik etika
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi fokus penulisan ini adalah
etika keutamaan menurut James Rachels dan sikap kritis dalam menyikapi ajarannya.
Demikian, pertanyaan pokok yang hendak diangkat dan dibahas dalam skripsi ini adalah
apakah makna etika keutamaan menurut James Rachels dan bagaimana menyikapinya?
Jawaban atas pertanyaan ini akan diawali dengan penjelasan mengenai moralitas secara
garis besar, riwayat hidup dan karya James serta kritiknya atas paham etika lain, seperti
3. Metode Penulisan
2
James Rachels, Filsafat Moral, 307.
xi
Terdapat dua metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yakni metode
penelitian dan penulisan. Adapun metode penelitian yang dipakai adalah metode
maka penulis secara khusus membaca buku karya James Rachles berjudul Filsafat
Moral (edisi Bahasa Indonesia) dan beberapa buku etika lain. Buku Filsafat Moral dari
buku-buku lain dipakai untuk membahas diskursus terkait moralitas pada bab I dan
Sementara metode penulisan yang dipakai adalah metode deskripsi dan Analisa
hidup James Rachels dan pemikiran atau teorinya tentang etika keutamaan. Sedangkan
metode Analisa kritis digunakan untuk lebih memahami serentak menunjuk bagaimana
4. Manfaat Penulisan
perpustaan STFSP.
xii
5. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memahami etika keutamaan dari James Rachels
dengan menjadikan etika keutamaan sebagai landasan moralitas yang ideal. Lebih dari
itu, penulisan ini dimaksudkan pula untuk memberikan penjelasan terkait persoalan
moral filsafat moral yang melahirkan pemikiran James Rachels dalam mengkaji etika
keutamaan. Selain itu, penulisan ini bertujuan menunjuk bagaimana menyikapi etika
6. Sistematika Penulisan
Bab I Diskursus Moralitas membahas beberapa pokok, yakni pengertian etika dan moral
dan hubungan keduanya, makna manusia dan kehidupan dan hubungannya, masalah-
masalah moral, dan refleksi James atas masalah-masalah moralitas. Uraian atas refleksi
James diawali dengan penjelasan tentang riwayat hidupnya dan kritiknya atas teori-teori
etika lainnya.
Bab II Etika Keutamaan James Rachels. Sesuai judulnya, bab ini berusaha
penjelasan tentang pengertian keutamaan, dan sejarah ringkas etika keutamaan dari
Bab III Menyikapi Etika Keutamaan James Rachels membahas dua hal, yakni
keutamaan-keutamaan itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat
menjadi landasan moral yang baik bagi manusia dalam melakukan keputusan dan
tindakan moral.
xiv
Bab I
berkaitan dengan hukum maupun agama. Moralitas adalah dasar dalam berkehidupan
yang baik. Dengan kata lain, moralitas merupakan dasar eksistensi masyarakat. Dari
moralitas manusia dapat mengetahui dan mengerti tentang baik buruknya berperilaku.
perilaku manusia dalam kehidupan sosial demi keberlangsungan kehidupan di dunia. Itu
berarti moralitas tidak terlepas dari kehidupan manusia karena membentuk akhlak
manusia menjadi baik dan bijaksana dalam memilih dan bertindak. Dari moralitas
Fokus bab pertama ini adalah membahas moralitas. Uraian terdiri dari beberapa
bagian. Bagian pertama membahas pengertian etika dan moral dan hubungan kedua-
duanya. Bagian kedua menjelaskan hubungan manusia dan kehidupan. Bagian ketiga,
membahas masalah-masalah seputar moral. Bagian keempat berisikan refleksi dan kritik
xv
James Rachels terhadap beberapa teori moral dari beberapa filsuf. Uraian diawali
dengan penjelasan singkat tentang riwayat hidup dari James Rachels. Seluruh
Secara etimologis, kata “etika” berasal dari kata Yunani “ethos”. Dalam bentuk
tunggal kata “ethos” berarti tempat tinggal yang lazim, padang rumput, kandang habitat,
kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha),
kata “ethos” berarti adat kebiasaan. Jadi, dari segi etimologis, “etika” berarti ilmu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, “etika” diartikan sebagai
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang kewajiban moral (akhlak).
Sementara “etik” diberi dua arti: 1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan 2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.4 Di sini tampak jelas bahwa KBBI membedakan antara “etika” dan “etik”.
“Etika” dipahami sebagai ilmu, sedangkan “etik” dipahami sebagai kumpulan nilai
“etik”.5
3
K. Bertens, Etika, cetakan kesebelas (Jakarta: Gramedia, 2011), 3.
4
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi RI, “Etika dan Etik,” in Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, 2016,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/.
5
K. Bertens, Etika, 5.
xvi
Bertolak dari pengertian etimologis dan leksikal di atas, “etika” kiranya dapat
dibedakan tiga arti kata “etika”. Pertama, “etika” sebagai sistem nilai. Di sini “etika”
dipahami sebagai nilai-nilai dan norma moral yang menjadi pedoman penilaian baik-
buruknya perilaku manusia baik secara pribadi maupun bersama dalam suatu
masyarakat. Arti pertama ini, contohnya dipakai dalam “Etika Konfusius”, ‘Etika
Protestan” (Marx Weber). Kedua, “etika” sebagai “kode etik” menunjuk kepada
kumpulan nilai dan norma moral yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh profesi
tertentu. Sebagai contoh kita mengenal misalnya istilah “Etika Kedokteran” atau “Etika
Pejabat Publik”. Ketiga, “etika” sebagai ilmu yang melakukan refleksi kritis dan
sistematis atas moralitas. “Etika” dalam arti ketiga ini sama dengan filsafat moral.6
Etika merupakan cabang ilmu filsafat. Sebagai cabang filsafat, etika tidak sama
dengan moralitas. Sebagai cabang filsafat, etika lebih bertujuan untuk mempelajari dan
mengkaji nilai dan norma moral. Dengan kata lain, etika merupakan filsafat yang
berefleksi berdasarkan ajara-ajaran moral. Di sini, sikap utama yang diperlukan dalam
melakukan kajian atau refleksi atas ajaran-ajaran moral adalah sikap kritis. Sikap kritis
yang dimaksudkan menunjukkan bahwa ilmu etika tidak akan menerima nilai serta
norma moral dengan begitu saja, akan tetapi menganalisa dan mempertanyakan nilai
serta norma moral tersebut sampai pada lapisan paling mendasar. Selain sikap kritis,
etika juga menghadapi moralitas secara rasional. Setiap nilai dan norma moral yang ada
harus ditelaah dengan baik sampai dapat membuktikan dan diterima secara masuk akal.
6
J. Sudarminta, Etika Umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif
(Yogyakarta: Kanisius, 2013), 3.
xvii
Refleksi etika ini bercorak mendasar karena mempersoalkan nilai-nilai moral yang
diterima begitu saja oleh masyarakat. Sonny Keraf memberikan contoh yang sederhana
untuk melihat adanya perbedaan antara moralitas dari etika sebagai cabang ilmu filsafat.
kita: ‘Inilah cara anda harus melangkah’. Sedangkan etika justru mempersoalkan:
‘Apakah saya harus melangkah dengan cara itu?’ dan ‘Mengapa harus ada cara itu?’”7
melaksanakan fungsi yang kritis terhadap moralitas. Dengan demikian, etika dapat
dikatakan sebagai filsafat moral yang memperlihatkan adanya pemikiran yang kritis
serta rasional dan juga mendasar dalam ajaran-ajaran moral. Dalam rumusan lain, etika
dimengerti sebagai cabang filsafat yang melakukan refleksi kritis atas nilai, pandangan,
ajaran serta sistem moral yang ada dalam setiap lingkungan atau dalam masyarakat.
1.2. Moral
Kata “moral” berasal dari kata Latin “mos”. Bentuk jamaknya adalah mores,
yang berarti tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata moral
diartikan sebagai akhlak, budi pekerti atau susila. Atau ajaran tentang baik buruknya
suatu tindakan yang dilakukan atau dengan kata lain merupakan baik buruknya suatu
perbuatan dan kewajiban. Moral juga diartikan sebagai kondisi mental yang menarik
7
Johanis Ohoitimur, “Etika Dasar” (Traktat Kuliah STF Seminari Pineleng), 6.
xviii
pertimbangan pilihan yang bijaksana mengenai baik buruknya perbuatan, dan juga
Dalam percakapan sehari-hari kata “etika” dan “moral” sering dipakai secara
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, seorang pemimpin harus mengerti dan
memperhatikan etika dan moral.” Dalam kalimat tersebut terlihat bahwa kata “etika”
dan “moral” merupakan suatu hal yang berbeda. Kata “etika” diartikan sebagai nilai-
Etika dan moral memang seringkali diartikan berbeda. Namun, etika dan moral
merupakan suatu hal yang berkaitan dan memiliki arti serta tujuan yang sama. Karena
dalam setiap peraturan moral pasti merujuk juga pada nilai moral, dan nilai moral
tersebut merupakan etika. Itulah yang menjadi hubungan antara etika dan moral.
Di Barat, etika dan moral dilihat sama saja atau memiliki arti dan makna yang
sama sehingga peraturan yang ada di Barat seringkali dilihat sebagai etika atau moral.
Jadi, kata “etika” dan “moral” dipakai sebagai kata dengan arti yang sama sehingga
8
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi RI, “Moral, bermoral,” in Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, 2016,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/.
xix
Hubungan etika dan moral dapat dilihat dalam setiap tradisi atau kebiasaan
berperilaku yang memperlihatkan adanya suatu rujukan pada nilai tertentu. Contohnya
komunitas yang mempraktikkan adat istiadat tertentu atau berperilaku sesuai dengan
pola yang telah menjadi kebiasaan untuk dipertahankan. Mereka melakukan hal itu
karena menjunjung nilai di balik kebiasaan tersebut yang dijadikan oleh mereka sebagai
pedoman dalam berlaku dan bertindak. Nilai-nilai adalah nilai-nilai moral bersifat sosial
Dengan demikian, secara primer kata “etika” menunjuk pada nilai-nilai moral
yang memperlihatkan adanya kualitas manusia yang pantas disebut sebagai manusia.
Dalam adat istiadat tersebut, nilai-nilai yang ada menjadi titik tolak dari etika dan
moral.9
Menjadi bahagia merupakan tujuan hidup setiap manusia yang ada di dunia.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut manusia sudah pasti tidak kebal dan lepas dari
segala macam godaan seperti uang atau kekayaan, kehidupan mewah, dan lain
sebagainya. Hal ini terjadi karena sementara sebagian meletakkan kebahagiaan pada
kepuasan karena melayani dan berbagi dengan sesama, yang lain memahaminya sebagai
9
Johanis Ohoitimur, “Etika Dasar”, 4-5.
xx
Hal ini menjelaskan bahwa ada perbedaan dalam memahami proses untuk
manusia sendiri. Tingkat kesadaran itulah yang membedakan manusia dengan binatang.
dengan binatang. Manusia marah karena ada perbedaan besar antara dirinya dan
makhluk lain, terutama dalam hal berpikir atau berkesadaran. Hanya manusia yang bisa
berpikir dan memutuskan, sementara hewan dan makhluk lain tidak. Meski berbeda, ada
pula kesamaan antara manusia dan makhluk lain, yakni sama-sama merupakan makhluk
biologis. Baik manusia maupun makhluk lain memiliki kebutuhan akan makanan dan
minuman. Keduanya sama-sama memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang.
Kendati demikian, tetap ada perbedaan antara manusia dan makhluk lain dalam
mencapai kebutuhan pangan tersebut. Bedanya, bila binatang atau makhluk lain bisa
langsung menikmati makanan yang disediakan alam, maka tidaklah demikian bagi
manusia. Ada proses panjang yang dilewati oleh manusia untuk bisa memakan
makanan yang sudah disedikan alam. Contohnya, manusia harus mengolah padi menjadi
beras dan beras menjadi nasi untuk dijadikan makanan. Padi dan beras pun harus diolah
melalui usaha yang panjang sebelum dimasak menjadi nasi. Konkretnya, sebelum tiba
di tangan pedagang sebagai beras, padi harus disemai, ditanam dan dipelihara oleh
seorang petani sebelum kemudian dipanen dan diolah menjadi beras. Proses itu
membutuhkan waktu yang tidak singkat sebelum tiba di meja menjadi makanan yang
10
Hiro Tugiman, Etika, Rambu-Rambu Kehidupan (Yogyakarta: Kanisius 2012), 1-2.
xxi
makhluk hidup, melainkan makhluk hidup yang unik, luhur dan dan mulia. Pada
kemampuan berpikir dan berkehendak terletak keunikan dan keluhuran manusia itu.
Karena keunikan dan keluhuran itu pula manusia bisa bekerja, dan bertindak tidak saja
demi kebahagiaan dirinya, tetapi juga untuk kepentingan makhluk lain dan alam secara
keseluruhan.
berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak bisa mencapai apa yang diinginkan tanpa
bantuan atau dorongan dari orang lain. Tanpa kehadiran sesama kehidupan manusia
tidak berjalan secara baik dan utuh. Justru karena itulah, manusia memerlukan sesama
agar dapat memenuhi kebutuhan. Hal tersebut dibutuhkan oleh semua manusia di dunia
ini tanpa mengenal kedudukan ataupun kekayaan. Singkatnya, berada dan hidup
bersama dengan sesama adalah kenyataan yang tidak bisa dielak oleh manusia karena ia
adalah makhluk sosial. Kesadaran sebagai makhluk sosial itulah yang mendorong
manusia untuk taat hukum, bekerja dan membangun kebersamaan dengan sesamanya.
Kesadaran itu pula yang mengantarkan manusia untuk memiliki rasa tanggung jawab
11
Sosiologi “Pengertian dan Contoh Manusia sebagai Makhluk Sosial,” Blog Gramedia Digital,
gramedia.com. (diunduh; 09 Juni 2021)
xxii
Hidup merupakan suatu hal yang berharga bagi manusia karena hidup berarti
ada atau masih ada dan bergerak untuk berkerja. Tanpa adanya kehidupan, manusia
dianggap tidak ada. Bergerak berarti hidup harus memiliki arah atau tujuan karena
Sokrates- tidak layak untuk dihidupi atau dijalani.12 Hidup yang terarah meliputi
pemahaman akan nilai-nilai seseorang dan melihat nilai-nilai tersebut secara kritis,
dengan adanya niat terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi. Niat terhadap nilai-nilai yang
lebih tinggi maksudnya ketika manusia memutuskan untuk mengikuti suatu hal yang
kuliah tersebut merupakan perkuliahan dari seorang yang penting atau yang memiliki
nilai yang tinggi. Namun dengan kesadaran diri bahwa dengan mengikuti kuliah
tersebut sebenarnya merupakan kebutuhan diri untuk lebih berkembang dan dengan
gembira ingin mengikuti kuliah tersebut bukan hanya sekedar karena terpaksa. Jadi,
contoh tersebut sudah memperlihatkan bagaimana manusia hidup dengan terarah dan
Sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, manusia tidak terpisahkan dengan
alam atau kehidupan. Justru sebaliknya, manusia hidup dalam ikatan yang erat dengan
12
Robert C. Solomon, Etika Suatu Pengantar (Jakarta: IKAPI 1984), 23.
13
Robert C. Solomon, 23.
xxiii
alam atau kehidupan di sekitarnya. Tanpa lingkungan hidup manusia tidak bisa hidup.
Sebaliknya, tanpa manusia lingkungan hidup akan rapuh dan mati. Dalam alam atau
hidup, manusia bekerja mengolah alam agar tetap hidup karena alam telah menyediakan
segala yang diperlukan oleh manusia untuk kelangsungannya. Tidak saja makanan,
Itu berarti manusia dan alam (kehidupan) memiliki hubungan erat. Keduanya
saling tergantung dan saling terhubung secara erat. Alam menyediakan bagi manusia
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, dari manusia yang diharapkan adalah tanggung jawab
untuk menjaga dan memeliharan kehidupan itu supaya tetap terus hidup dan
berkelanjutan. Tanggung jawab itu diwujudkan antara lain dengan menjaga kebersihan
kekerasan terhadap anak dan wanita, pornografi, pelacuran, penyalahgunaan obat atau
Salah satu masalah moral yang menyangkut kekerasan yakni tindakan kekerasan
pembunuhan. Tindakan pembunuhan terjadi karena manusia yang kurang atau tidak
memiliki akal sehat untuk dapat mengerti tentang tindakan yang dilakukan.
Pembunuhan yang direncanakan atau bahkan tidak direncanakan tetap menjadi masalah
xxiv
moral yang tidak dapat dibiarkan. Tentang pembunuhan, etika menjadi suatu pedoman
agar dapat menggali dan membantu kesadaran moral manusia akan tindakkan tersebut.14
moral seperti pembunuhan, etika menjadi hal yang penting dalam membantu
memiliki kesadaran moral yang baik, manusia diharapkan dapat memakai akal sehat
atau akal budi dengan kritis serta membuat pertimbangan rasional dengan baik agar
tanggal 30 Mei 1941. Ia menikahi Carol Williams pada tahun 1962. Mereka memiliki
dua orang anak laki-laki, yakni David dan Stuart. James meninggal karena penyakit
kanker dalam usia 62 tahun pada tanggal 5 September 2003 di Birmingham, Albama,
Amerika Serikat.15
Ia mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1967. Pada waktu remaja, ia memenangkan
14
K. Bertens, Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 9.
15
“James Rachles” dalam https://en.m.wikipedia.org/wiki/J.R.com/ (diunduh 2 februari 2021).
xxv
kontes pidato nasional. Pada tahun 1977, James berperan sebagai ketua filsafat di
Universitas Alabama di Birmingham (UAB) dan menjadi dekan Seni serta Humaniora
dari tahun 1978-1983.16 Selain itu juga diangkat sebagai penjabat wakil presiden untuk
Universitas di UAB selama satu tahun. Ia diangkat menjadi professor universitas pada
tahun 1992. Dalam masa karirnya, James berhasil menulis 6 buku dan 85 esai serta
mengedit 7 buku. Selain itu, James juga memberikan 275 kuliah professional.
euthanasia, dan gagasan orang tua yang harus memberikan pertimbangan moral yang
mendasar kepada anak-anak. Dari apa yang James temukan dan analisa mengenai
moral, ia sampai pada pemikiran yang mengantar dia pada etika umum utilitarianisme.
menulis buku tentang etika dan moral serta berbagai macam buku yang menyangkut
filsafat. Dalam menjalani karirnya, ia sudah menulis 6 buku bahkan sudah lebih dan 85
esai. Salah satu karya James yang paling terkenal adalah buku yang berjudul The
Elements of Moral Philosophy. Buku tersebut memiliki 14 bab yang mengkaji tentang
moralitas. Buku yang terkenal tersebut bukan hanya karya dari James Rachels,
melainkan juga karya dari Stuart Rachels yang merupakan anak dari James Rachels.
Dalam buku tersebut, dijelaskan atau diperlihatkan hal-hal tentang moralitas atau kajian
mengenai moral. Topiknya macam-macam. Mulai dari teori moral, relativisme budaya,
16
Humaniora merupakan ilmu budaya atau ilmu yang mempelajari tentang bagaimana memanusiakan
manusia agar lebih manusiawi dan berbudaya.
xxvi
subjektivisme, teori perintah ilahi, egoism etis, kontrak sosial, utilitarianisme, etika
Kantin, hingga teori etika deontologi. Selain itu dibahas pula kajian mengenai etika-
etika. Contohnya mengenai etika keutamaan yang dikemukakan James dalam buku
pengetahuan tentang hakikat moralitas, dan apa yang dituntut dari kita – meminjam
demikian”. Namun apakah itu moralitas? Menurut James, hal itu tidak mudah dijawab.
Karena itu, demi memudahkan James mulai dengan mengangkat tiga (3) kasus moral
sebagai contoh bagi kita untuk memahami hakikat moralias. Salah satu contohnya
adalah kasus bayi Theresa Ann Campo Pearson yang menderita rumpang otak
(anencephaly) yang lahir di Florida tahun 1992. Karena menderita rumpang otak, orang
membantu anak-anak yang membutuhkan. Meski hal itu tidak terlaksana karena organ-
organ sudah rusak akibat keterlambatan mengambilnya setelah sembilan hari kematian
Theresa, kasus tersebut kemudian memantik diskusi moral di antara banyak orang. Bagi
17
James Rachels, Filsafat Moral, 306.
xxvii
kelompok yang mendukung, hal itu dibolehkan karena transplantasi tersebut dapat
Sebaliknya, bagi kelompok lain, hal ini merupakan sesuatu yang keliru. Alasan
pertama, karena kelirulah kita memperlakukan orang lain sebagai sarang untuk tujuan
orang lain. mengambil organ Theresa berarti menjadikannya sarana atau manfaat bagi
atas otonomi – kemampuan untuk bertindak dan membuat keputusan untuk diri sendiri.
Alasan kedua, karena kelirulah membunuh seseorang demi menyelamatkan orang lain.
moralitas terdapat dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, keputusan moral harus
didukung oleh rasio yang baik. Kedua, moralitas menuntut pertimbangan tidak berpihak
dari setiap kepentingan individual. Menurut Rachels, kasus-kasus seperti bayi Theresa
agak pasti melibatkan emosi tinggi. Perasaan sering adalah penanda bahwa masalah
moral itu adalah serius. Namun perasaan yang kuat seperti itu dapat saja menjadi
membuat kita merasa tahu akan kebenaran yang sesungguhnya tanpa harus
tidak bisa diandalkan karena mungkin sekali perasaan itu irasional. Juga karena
perasaan orang yang berbeda-beda sering mengungkapkan kepada mereka apa yang
membiarkan perasaan dituntun oleh akal budi. Moralitas, pertama-tama dan terutama,
xxviii
merupakan soal yang berkaitan dengan akal atau kesadaran untuk mengajukan alasan-
Moralitas juga menuntut kita untuk tidak berpihak. Ide dasarnya, bagi James,
adalah bahwa setiap orang memiliki kepentingan yang sama. Dari perspektif moral tidak
ada orang yang istimewa. Demikian, setiap orang harus menyadari bahwa kesejahteraan
orang lain sama penting dengan kesejahteraannya dan karena itu perlulah untuk
bersikap netral. Tuntutan untuk tidak berpihak ini sesungguhnya mengajak kita untuk
tidak berlaku semena-mena terhadap sesama. Hal itu melarang kita untuk
memperlakukan orang lain secara berbeda dari yang lain jika tidak alasan yang tepat
untuk melakukannya.
Bertolak dari uraian di atas, Rachels lantas merumuskan moralitas sebagai upaya
mengarahkan tindakan seseorang dengan akal budi, yakni untuk melakukan apa yang
paling baik menurut rasio, seraya memberikan bobot yang sama terhadap kepentingan
setiap orang yang akan terkena dampak tindakan itu. Hal ini memerlihatkan bahwa
adalah penting menjadi pelaku moral yang sadar. Pelaku moral yang sadar adalah orang
yang memiliki keprihatinan tanpa bersikap diskriminatif atas individu yang terdampak
tindakannya.
teori etika yang muncul dan berkembang hingga saat ini. Rachels tidak sekadar
memberikan penjelasan mengenai pengertian dan argumen mendasar dari teori-teori itu,
xxix
Rachels tersebut.
Ada salah satu kejadian yang menggambarkan tentang subjektivisme moral atau
subjektivisme etis.
Ceritanya mengenai pemilihan umum walikota New York pada tahun 2001.
Dalam pemilihan tersebut selalu diadakan parade tahunan hari kebanggaan homoseks.
Para calon pemilihanpun ikut dalam parade tersebut. Dari kegiatan tersebut, Matt
Foreman sebagai direktur eksekutif dari Empire State Pride Agenda, sebuah organisasi
hak-hak kaum homo berpendapat bahwa “tak seorang calonpun yang dapat dilukiskan
sebagai yang kurang baik menyangkut isu kita ini. Dan di wilayah-wilayah lain dari
negara, posisi yang diambil di sini akan dianggap sangat tidak populer, kalau bukan
disetujui oleh Partai Republik Nasional. Namun tetap terdapat penolakkan atau
perlawanan terhadap hak-hak kaum homo sebagai bagian dari pendirian nasional di
Demikian, meski angka kaum homoseksual terus meningkat hingga 52% setiap
tahun, tetap terdapat penolakan atasnya. Salah seorang pendeta bernama Jerry Falwell
18
James Rachels, Filsafat Moral , 70-71.
xxx
mengatakan bahwa “Homoseksual adalah imoral. Apa yang dianggap sebagai hak
orang-orang homoseks sama sekali bukan hak, karena imoralitas bukan hak”. 19
bahwa homoseksual tidak bisa diterima. Menurut Cathechism of the Catholic Church,
“Orang-orang homo dan lesbian tidak memilih kondisi homoseksual mereka dan mereka
harus diterima dengan hormat, penuh kasih dan kepedulian. Setiap tanda diskriminasi
yang tidak adil dalam pandangan mereka harus dihindari. Namun tindakan homoseksual
secara intrinsik adalah tindakan yang tidak teratur. Dan dalam situasi manapun tak
sikap apa yang harus diambil berhadapan dengan kasus tersebut. Dapat dikatakan bahwa
adanya perkara moral, dapat diperhitungkan dengan baik soal perkara yang ada. Itulah
pemikiran dasar yang muncul dibalik subjektivisme moral atau subjektivisme etis.
Subjektivisme etis ini merupakan bentuk atau bukti bahwa pendapat-pendapat yang ada
didasarkan oleh perasaan-perasaan setiap orang sehingga secara objektif tidak ada yang
dianggap sebagai yang benar atau yang salah. Atau dengan artian lain, walau terdapat
homoseksualitas, tetapi tidak ada yang dapat memerlihatkan secara nyata bahwa yang
19
James Rachels, 71.
20
James Rachels, Filsafat Moral, 70-71.
xxxi
homoseksual melainkan tentang semua masalah moral. Namun cerita dan gagasan di
atas menjadi salah satu contoh dalam masalah moral yang tergolong dalam
subjektivisme etis.21
Egoisme psikologis merupakan suatu teori yang dikritik oleh James Rachels
tindakan manusia dimotivasikan oleh kepentingan diri. Dengan kata lain, apa yang
manusia lakukan entah membantu ataupun berkorban, itu hanyalah untuk diri sendiri.
merupakan hal yang menarik karena dapat menarik orang untuk dapat berpikir bahwa
berbunyi “Apa yang kita lakukan adalah apa yang paling kita inginkan”. Namun,
menurut James, argumen ini masih keliru karena premis yang ada dalam argumen ini
tidaklah benar. Argumen kedua menegaskan “apa yang kita lakukan [adalah] apa yang
membuat kita merasa enak”. Argumen ini mengundang fakta mengenai berkutat-diri
21
James Rachels, Filsafat Moral, 72.
xxxii
yang menghasilkan suatu pemahaman akan kepuasan pribadi dari orang yang
psikologis ini. James menunjuk cerita nyata tentang dokter yang akan melakukan
perlakuan setiap staf yang ada. Maka dari itu para peneliti yang dipimpin oleh dokter
menyamar sebagai pasien biasa. Di mana beberapa tahun yang lalu sekelompok peneliti
yang dipimpin oleh seorang Dokter yang benama David Rosenham merelakan diri
untuk melibatkan dirinya sebagai seorang pasien dalam lembaga mental. Disituasi itu,
para staf rumah sakit lainnya tidak tahu akan apa yang telah direncanakan oleh Dr
David yang berencana melakukan penelitian. Para peneliti yang dipimpin oleh Dr David
yang menyamar sebagai pasien sudah pasti memiliki kesehatan yang stabil namun
dalam rumah sakit tersebut mereka menciptakan dugaan bahwa mereka sakit mental.
Seiring berjalannya rencana, salah satu pasien sungguhan berkata kepada mereka bahwa
“jangan pernah katakana kepada dokter bahwa kamu sehat. Ia tidak akan percaya itu. Itu
namanya ‘loncat ke kesehatan’. Katakan padanya kamu masih sakit, tetapi merasakan
menjadi pasien tetap bertingkah laku secara normal. Namun hal itu dicatat juga sebagai
bagian dari gangguan mental. Maka dari itu, peneliti mencatat akan hal tersebut dan
seketika sang peneliti yang merupakan pasien yang sedang mencatat hal tersebut dinilai
sebagai pasien yang mempunyai perilaku mencatat. Dengan demikian, hasil dari
penelitian tersebut mengantar para dokter peneliti dalam sebuah definisi bahwa para
22
James Rachels, Filsafat Moral, 140.
xxxiii
dokter tidak mempertimbangkan perilaku normal seorang pasien dan bagi para dokter
tidak ada pertimbangan apapun yang diperbolehkan berlawanan dengan hipotesis bahwa
pasien sedang sakit. Hal seperti itu masih dianggap keliru karena tidak mendapatkan
suatu hasil yang spesifik. Dari cerita mengenai penelitian dokter, teori egoisme
prsikologis dari sudut pandang ini adalah keliru. Karena setiap tindakan yang dilakukan
dalam penelitian merupakan dorongan dari adanya motivasi. Jadi, menurut James, kalau
memang egoisme psikologis dipakai dalam suatu bentuk yang dapat dianalisa atau diuji,
bahwa dalam dunia, kewajiban yang dilakukan kepada orang lain tidaklah datang
dengan cara yang alami. Menurut James, paham ini memiliki argumen pendukung
serentak argumen kontranya. Terdapat tiga argumen pendukung dan tiga argumen
melawan.
Argumen pendukung kedua berasal dari tokoh bernama Ayn Rand. Argumen ini
sesuatu yang sama pentingnya sehingga harus memiliki keseimbangan antara satu
23
James Rachels, Filsafat Moral, 122-142.
xxxiv
dengan yang lain. Dengan demikian, jika argumen ini menolak adanya sikap altruisme
yang ekstrem tidak berarti bahwa orang harus menerima ekstrem yang lain dari egoisme
etis.
Argumen pendukung yang ketiga yaitu egoisme etis dianggap cocok dengan
moralitas akal sehat. Menurut James Rachels, argumen ini tidak cukup memberikan
bukti sebagaimana diperlukan karena tindakan yang dilakukan seseorang tetaplah untuk
Ketiga argumen di atas merupakan argumen pendukung bagi egoisme etis yang
memerlihatkan adanya suatu hasil dari tindakkan yang bertujuan untuk kepentingan diri
sendiri.
Argumen berikut yaitu argumen melawan egoisme etis. Terdapat tiga argumen
melawan egoisme etis. Argumen yang pertama berbunyi bahwa “egoisme etis tidak
dapat memecahkan konflik kepentingan”, argumen yang kedua bahwa “egoisme etis
secara logis konsisten”, dan argumen yang ketiga bahwa “egoisme etis sewenang-
menjelaskan bahwa kepentingan orang lain juga perlu untuk dipedulikan sama halnya
dengan betapa pedulinya seseorang akan diri sendiri. Karena kenyataannya kita dan
orang lain memiliki hal yang sama dan sejajar, misalnya kebutuhan pokok akan pangan
atau sandang. Demikian, egoisme etis dianggap sebagai teori yang gagal dalam teori
moral.24
24
James Rachels, Filsafat Moral, 143-167.
xxxv
Utilitarianisme merupakan suatu teori etika yang berpendapat bahwa yang baik
itu adalah melakukan sesuatu yang berguna, menguntungkan dan bertujuan untuk
kebahagiaan. Kata-kata dari John Stuart Mill, salah seorang penggagas paham ini,
dan satu-satunya adalah hal yang bisa diinginkan, sebagai tujuan; semua yang lain bisa
itu dikenal sebagai apa yang disebut dengan Hedonisme. Hedonisme menjadi menarik
karena adanya kesederhanaan teori yang masuk akal karena memperlihatkan bahwa baik
buruknya sesuatu itu diukur dari sejauh mana perasaan. Seperti contohnya dimana
seseorang mengontrol diri untuk bisa menghindar dari perasaan tidak bahagia atau
menyakitkan.26
Maka dari itu, suatu tindakan teori utilitarianisme merupakan teori tindakan
yang dapat didukung dan bisa dilihat dari aktivitas keseharian dimana orang-orang
bertindak dengan tujuan agar memilikin perasaan yang bahagia. Dan dengan demikian,
25
Terkutip dalam James Rachels, Filsafat Moral, 189.
26
James Rachels, 168, 187-202.
xxxvi
menduduki tingkat tertinggi dalam ciptaan dan menjadi makhluk yang istimewa.
Manusia istimewa karena mempunyai nilai intrinsik yaitu martabat yang membuat
manusia bernilai mengatasi segala harga. Gagasan dari Kant tersebut juga banyak
didukung oleh pandangan lain. Secara tradisional manusia dipandang sebagai makhluk
James mengkritik teori Kant ini. Menurut James, pandangan Kant tidaklah
mudah untuk dipahami. Demikian, diperlukan cara untuk membuat teori Kant ini mudah
dipahami. Ia berpendapat bahwa harus ada cara untuk dapat membuat teori ini menjadi
lebih jelas. Cara tersebut dilihat dari teori retributivisme Kant. Dalam teori
retributivisme Kant, memperlakukan sesuatu sebagai tujuan pada diri sendiri berarti
lain saling menghargai. Dalam arti pula makhluk rasional bertanggungjawab terhadap
tindakan baik maupun jahat. Pada tindakan jahat, Kant beranggapan bahwa kejahatan
yang dilakukan seseorang pasti menghasilkan hukuman atas apa yang telah diperbuat.
Dengan demikian, menurut James, apa yang telah dikemukakan oleh Kant tersebut
kesalahan dari etika Kant atau retributivisme yang sebenarnya mendorong manusia
27
James Rachels, Filsafat Moral, 234-251.
xxxvii
tradisional pandangan tentang perempuan dan lelaki yang berpikir secara berbeda
menjadi salah satu pandangan untuk membenarkan bahwa satu sama yang lain bisa
karenanya perempuan secara alami diatur oleh lelaki. Pandangan Aristetoles tersebut
disetujui oleh Kant dengan alasan bahwa perempuan memiliki kepribadian yang
“kurang beradab” dan tidak layak bersuara dalam kehidupan umum. J. J. Rousseau
mencoba untuk memperjelas mengenai pandangan kedua Aristoteles dan Kant di atas
dengan menegaskan bahwa lelaki dan perempuan hanya berbeda dalam keutamaannya.
Meski demikian, pada akhirnya tetaplah keutamaan lelaki yang cocok dalam hal
tangga.
perbedaan dalam berpikir tersebut tidaklah berbeda jauh. Dalam arti tidak mungkin
perempuan membuat suatu keputusan yang terlahir dari pikirannya dan tidak dipahami
oleh lelaki. Begitupun sebaliknya, tidak mungkin lelaki mengutarakan pemikiran yang
28
James Rachels, FIlsafat Moral, 240.
xxxviii
tidak mungkin dipahami oleh perempuan. Dengan demikian, perempuan dan lelaki
memiliki hubungan yang cukup serius. Hubungan tersebut dapat dilihat dari berbagai
macam hubungan, seperti hubungan keluarga atau teman. Dalam hubungan tersebut,
dalam berinteraksi dan berelasi satu sama lain baik dalam keluarga maupun dalam
menambahkan bahwa Etika Kepedulian menjadi satu bagian dalam etika keutamaan.
Demikian, feminisme juga tidak perlu dianggap rendah, tetapi dapat dilihat sebagai
5. Kesimpulan
Bab ini membahas tentang moralitas. Berbicara tentang moralitas, maka tidak
dilepaskan dari bahasan mengenai etika, moral dan manusia. Lazimnya, etika memiliki
tiga (3) pengertian, yakni: etika sebagais sistem nilai, etika sebagai kode etik dan etika
sebagai refleksi kritis dan sistematis atas moralitas atau filsafat moral. Sementara moral
kata tersebut dipakai secara bersamaan karena memiliki kaitan bahkan makna yang
sama, yakni nilai dan aturan moral. Nilai-nilai moral itu dijunjung tinggi karena
29
James Rachels, Filsafat Moral, 285-303.
xxxix
Hanya manusia yang memiliki kesadaran moral karena selain sebagai makhluk
hidup yang rasional dan yang mencita-citakan kebahagiaan, manusia adalah makhluk
sosial. Kodrat sebagai makhluk sosial mewajibkan manusia untuk terbuka membangun
relasi dengan sesama bahkan kehidupan atau secara keseluruhan. Karena itu, sebagai
bentuk tanggung jawabnya, manusia diminta untuk selalu menjalin relasi yang baik
itu lantas mendorong para filsuf untuk merefleksikannya secara kritis dan sistematis.
Salah pemikir filsafat yang ikut serta merefleksikan persoalan moralitas itu adalah
James Rachels. Refleksi James diawali dengan kritiknya atas teori-teori etika yang
sudah pernah muncul, seperti egoisme psikologis, subjektivisme etis, utilitarisme dan
Etika Kant. Egoisme Etis, misalnya, dikritik James sebagai teori yang tidak memadai
karena mengabaikan atau tidak mempedulikan kepentingan orang lain. Padahal dalam
kenyataan, seperti saya, orang lain pun memiliki kepentingan atau kebutuhan yang perlu
Bertolak dari kritik tersebut, James lantas menawarkan etika keutamaan sebagai
apakah itu etika keutamaan menurut James Rachels? Jawaban atas pertanyaan tersebut
Bab II
Etika adalah cabang ilmu filsafat yang secara khusus mengkaji perilaku
kedisiplinan dari aturan-aturan dan hukum-hukum yang ditetapkan 30. Karena itu, etika
sangatlah penting dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Manusia yang tahu dan
mengerti etika, bisa menjadi manusia yang bermoral dan bebas. Bebas bukan berarti
bebas melakukan segala sesuatu. Manusia disebut bebas ketika manusia taat akan aturan
dan hukum-hukum yang ada sehingga menjadi manusia yang bebas. Bebas dari rasa
ancaman hidup dan mampu menjalankan kehidupan dengan baik tanpa rasa bersalah.
Terdapat berbagai macam aliran etika. Salah satunya adalah aliran etika
kemudian oleh James Rachel. Fokus utama bab ini adalah membahas teori keutamaan
menurut James Rachels. Uraian dibagi atas beberapa bagian. Bagain pertama
sejarah etika keutamaan. Bagian keempat menguraikan pandangan James tentang etika
30
Robert C. Solomon, Etika Suatu Pengantar, 2.
xli
1. Keutamaan
disposisi dilihat sebagai bawaan dari manusia untuk melakukan aktivitas tertentu seperti
secara moral ada pada manusia demi mencapai keutamaan-keutamaan yang ada.
Sehingga dengan jelas dimengerti bahwa keutamaan merupakan sifat atau karakter
manusia dalam sikap, perilaku dan tindakan manusia setiap hari. Sifat atau karakter
yang baik itulah yang menjadikan manusia sebagai pribadi yang bermoral. Pribadi yang
bertindak atas nilai. Pribadi yang mampu membedakan yang baik dari yang jahat.
Etika keutamaan adalah teori etika yang memfokuskan penelitian pada perilaku
manusia atau lebih memberi tekanan pada tindakan manusia atau watak manusia. 32 Etika
31
J. Sudarminta, Etika Umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif , 156.
32
J. Sudarminta,157.
xlii
Uraian pada bagian ini berfokus pada sejarah etika keutamaan. Menurut James,
titik tolak yang akan mengantar pada sejarah etika keutamaan, yakni etika keutamaan
Aristoteles dan juga etika keutamaan Thomas Aquinas. Selain itu akan diuraikan pula
Menurut Aristoteles, terlepas dari kata keutamaan, etika merupakan bagian dari
politik. Politik yang dimaksudkan adalah usaha manusia mencapai kesejahteraan atau
orang berpolitik agar bahagia. Inilah yang disebut dengan tercapainya kesejahteraan
hidup atau human well-being dan kebahagiaan atau eudaimonia. Demikian, etika dan
moral. Keutamaan intelektual adalah buah dari hasil pengajaran melalui proses dan
intelektual berkaitan dengan keunggulan akal budi teoritis, sedangkan keutamaan moral
xliii
berkaitan dengan keunggulan akal budi praktis. Keunggulan akal budi teoritis lebih
berkaitan dengan kecerdasan secara ilmiah. Keunggulan secara praktis lebih berkaitan
dengan emosi atau perasaan, yang mampu menyesuaikan dengan situasi konkret guna
Demikian, bagi Aristoteles, keutamaan moral adalah harmoni atau jalan tengah
untuk menyatukan kelebihan dan kekurangan demi tercapainya keputusan dan tindakan
Seiring berjalannya waktu, cara berpikir mengenai etika keutamaan yang sudah
seperti orang Yahudi pada saat itu, beranggapan bahwa Allahlah yang menjadi pemberi
hukum sehingga bagi mereka taat kepada Allah berarti sudah menjalankan kehidupan
yang benar atau sudah bertindak benar. Bagi orang-orang Yahudi yang percaya hanya
akan Satu Allah, Allahlah pemberi hukum dan sumber moralitas. Sementara bagi orang-
orang Yunani yang menjadi sumber kebijakan praktis atau rujukan utama mereka
dalam hidup adalah akal budi. Akal budi adalah bagian tidak terpisahkan dari hidup.
33
J. Sudarminta, Etika Umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif, 157-
158.
xliv
kebaikan moral tergantung pada penilaian atau perlakuan diri pada kehendak Allah.
Oleh karena itu, para filsuf di abad pertengahan mendiskusikan keutamaan dalam
konteks ilahi. Demikian, iman, harapan cinta, dan ketaatan sebagai keutamaan-
didasarkan oleh ajaran agama lagi, melainkan menjadikan hukum moral sebagai
pengganti dari hukum ilahi. Hukum moral yang dimaksud adalah hukum moral yang
bersumber dari akal budi manusia dibandingkan perintah atau hukum ilahi, dan diterima
sebagai nilai-nilai dari hukum-hukum yang memperlihatkan mana tindakan yang baik.
tidak lagi berbicara mengenai hukum ilahi melainkan hukum moral yang
Dalam teori moral Thomas Aquinas, ajaran tentang keutamaan merupakan hal
yang sangat penting, karena bagi Thomas, keutamaan merupakan sebuah kebiasaan
untuk berbuat baik dalam kehidupan setiap hari. Keutamaan merupakan bagian dari
disposisi batin yang ada pada manusia untuk berbuat baik melalui latihan. Keutamaan
ini juga dipandang sebagai kesempurnaan yang menambah kemampuan jiwa untuk
melakukan sesuatu sebagai sebuah prinsip tindakan. Hakikat utama dari keutamaan
manusia itu adalah kesiapsediaan manusia untuk berbuat atau bertindak secara baik.
34
James Rachels, Filsafat Moral, 307.
xlv
Selain itu, keutamaan juga merupakan sebuah kualitas jiwa yag baik dan sangat
membantu manusia untuk dapat hidup secara benar. Keutamaan membantu manusia
untuk memberi kestabilan dan kesiapsediaan untuk memilih hal baik. Hidup moral
manusia akan menjadi lebih sulit jika manusia selalu membuat pertimbangan yang tidak
efisien dalam perencanaan untuk melakukan suatu tindakan. Tetapi, dengan kebiasaan-
kebiasaan baik yang sudah sering dilakukan dapat memudahkan manusia untuk
manusia.
jenis keutamaan, yaitu keutamaan intelektual, keutamaan moral dan keutamaan teologis.
Thomas membagi atau merinci lagi keutamaan intelektual menjadi keutamaan yang
berkaitan dengan akal budi teoretis dan keutamaan yang berhubungan dengan akal budi
praktis. Thomas menjelaskan bahwa yang berkaitan dengan akal budi teoretis adalah
pertama intelegentia atau penguasaan prinsip pengetahuan yang dasariah dan dengan
sendirinya kebenaran itu akan menjadi jelas. Kedua adalah scientia atau penguasaan
oleh intelek kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan secara logis dari suatu cabang
ilmu, tetapi kebenarannya tidak akan menjadi jelas dengan sendirinya. Ketiga adalah
Thomas juga membagi dan merinci mengenai keutamaan akal budi praktis.
yang tepat. Ketiga adalah keutamaan untuk bersikap hati-hati dan bijaksana. Bagi
Thomas, dari ketiga keutamaan ini, keutamaan untuk bersikap hati-hati atau
yang berkaitan dengan emosi atau perasaan. Dari semuanya ini, Thomas menyebutkan
moral, yaitu kehati-hatian, keteguhan hati atau kekuatan kehendak dan keadilan.
Sedangkan untuk keutamaan teologis, Thomas merincinya menjadi tiga, yaitu iman,
bidang yang lain seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang keterikatannya
dengan politik dan juga seperti yang dikemukakan oleh Thomas mengenai moral
dengan keutamaan.” Di sini tampaklah jelas bahwa selain pemahaman yang baik akan
etika amatlah penting memahami pula hal yang membuat seseorang atau manusia
menjadi pribadi yang berkeutamaan. Karena itu, dapatlah dipahami Aristoteles memberi
membahas dan memberi pertanyaan tentang etika keutamaan. Masih ada Sokrates, Plato
dan tokoh pemikir kuno lainnya yang melontarkan pertanyaan tentang sifat karakter
manusia, seperti “sifat karakter macam apakah yang membuat seseorang menjadi
pribadi yang baik?” Pertanyaan inilah yang menjadi pusat dari teori mengenai
keutamaan-keutamaan.38
peran iman perlahan menyebabkan diskusi terkait akal budi sebagai rujukan utama
dalam membuat pertimbangan moral sebagaimana lazim ada dalam tradisi dan
pemikiran Yunani perlahan mulai ditinggalkan. Hal itu terutama tampak pada pemikiran
santo Agustinus. Agustinus, seperti ditulis James, kurang mempercayai akal budi.
Baginya, kebaikan moral bersumber bukan pada akal budi, tetapi pada penyerahan diri
manusia kepada kehendak Allah. Demikian, berbeda dengan para filsuf Yunani, diskusi
para filsuf Abad Pertengahan berfokus bukan pada hukum manusiawi (akal budi), tetapi
pada hukum ilahi (keutamaan-keutamaan ilahi), yakni iman, harap dan kasih.
38
James Rachels, Filsafat Moral, 70-71.
xlviii
digantikan oleh para filsuf dengan hukum moral. Di sini yang menjadi rujukan dan
pertimbangan dalam menetapkan sebuah tindakan yang baik bukan lagi hukum ilahi,
melainkan akal budi. Tugas manusia sebagai pelaku moral adalah mengikuti petunjuk
dan pertimbangan akal budi tersebut. Pertanyaan pokok yang diguluti di sini bukan
sifat atau karakter macam apa yang membuat seseorang menjadi baik?, tetapi manakah
tindakan benar yang harus dilakukan? Demikian, yang muncul kemudian bukan teori
keutamaan, melainkan teori kebenaran dan kewajiban, seperti etika egoisme, etika Kant,
Dewasa ini, ada semacam upaya di antara beberapa filsuf untuk kembali kepada
teori keutamaan Aristoteles. Upaya tersebut, menurut James Rachels, dimulai oleh filsuf
artikel itu, Anscombe menegasakan bahwa filsafat moral modern telah salah arah karena
bersumberkan pada pemahaman yang keliru tentang hukum, tanpa pemberi hukum.
Gagasan tentang kewajiban, tugas dan kebenaran menjadi fokus dari para filsuf modern
berkaitan erat dengan konsep kosong tersebut. Oleh karena itu, Anscombe
menyimpulkan bahwa kita harus meninggalkan proyek para filsuf modern dan beralih
kepada konsep keutamaan yang digagas Aristoteles. Hal itu menjadikan diskusi tentang
teori keutamaan menjadi tema yang lebih disukai dan diminati dewasa ini dibanding
diperlihatkan seseorang dalam kebiasaan hidup. Itu berarti sifat atau karakter tersebut
konsisten dalam hidupnya. Keutamaan berkaitan dengan keutamaan dari seorang pribadi
sebagai pribadi.
dimiliki manusia. Karakter-karakter itu adalah baik hati, terus terang, bernalar, ksatria,
bersahabat, percaya diri, belas kasih, murah hati, penguasaan diri, sadar, jujur, disiplin,
suka kerja sama, terampil, mandiri, berani, adil, bijaksana, santun, setia, berkepedulian,
kehidupan yang bermoral. Dengan kata lain, menurut James, karakter-karakter tersebut
harus dipunyai oleh manusia dapat bertindak dengan baik secara moral dan
problematika yang khas pula. Ciri khas dari setiap keutamaan merupakan unsur-unsur
39
James Rachels, Filsafat Moral, 310-312.
l
dari keutamaan-keutamaan yang ada. Berikut ini adalah beberapa keutamaan atau
Berani merupakan karakter yang menjadi titik tengah dari dua hal ekstrem, yakni
antara pengecut dan nekad. Pengecut berarti lari dari segala macam bahaya ataupun
masalah. Sementara nekad berarti berani maju dan menaruh risiko yang terbilang besar
Karakter berani ini sangat tepat untuk menjadi keutamaan dari seorang tentara
karena ketentaraan memiliki tugas-tugas yang berisiko dan bahaya, seperti menjalankan
tugas perang. Tanpa keberanian seorang tentara pasti tidak dapat menjalankan tugasnya
dengan baik. Namun tentara bukanlah satu-satunya yang membutuhkan karakter berani.
Menyangkut adanya bahaya, setiap orang harus memiliki keberanian untuk menghadapi
Keberanian merupakan hal yang akhirnya dibutuhkan oleh kita semua dan senantiasa
dibutuhkan dalam perjalanan hidup biasa sehari-hari: oleh para perempuan yang
mempunyai anak, oleh semua dari kita karena badan kita bisa terluka, oleh pekerja
tambang dan nelayan dan para pekerja pabrik baja dan pengemudi truk .40
karakter yang pantas untuk dikagumi terkecuali keberanian yang dilakukan untuk
kejahatan. Contohnya seorang tentara Nazi yang mengambil risiko dengan alasan yang
bersifat jahat. Menurut Geach, hal itu bukanlah keberanian yang sesungguhnya yang
termasuk dalam keutamaan, tetapi lebih kepada keberanian untuk melakukan kejahatan.
40
Terkutip dalam James Rachels, Filsafat Moral, 313.
li
Dengan kata lain, Geach lebih suka menyebut hal tersebut sebagai ketidakberanian
Rachels juga berpendapat bahwa tidaklah sulit untuk memahami apa yang
dimaksudkan oleh Geach. Dengan kata lain, perlakuan tentara yang ingin dipuji tidaklah
pantas untuk dipuji. Sikapnya hanya dapat diterima jika tentara tersebut melakukan
suatu keberanian yang lain. Namun dapat keliru pula jika dikatakan tentara tersebut
tidak berani karena ia telah menghadapi bahaya. Dari sisi ini dapat dilihat bahwa tentara
Nazi tersebut menjalankan dua sifat dari satu karakter yaitu yang pertama ia berani
dalam memutuskan untuk menghadapi bahaya, tetapi sifat lain yang tidak patut dipuji
yaitu membela yang bersalah atau yang tercela. Keberanian memang patut dikagumi,
tetapi dengan alasan yang jahat keberanian yang ia lakukan tersebut dilihat sebagai
tindakan kejahatan.41
Kemurahan hati berarti bersedia untuk menggunakan apa yang ada untuk
menolong orang lain. Murah hati tidak jauh berbeda dari keberanian. Murah hati juga
berada dalam titik tengah antara dua ekstrem, yakni kikir dan boros. Kikir berarti
Yesus sebagai guru beranggapan bahwa manusia harus memberikan semua yang
dimiliki untuk menolong sesama atau orang miskin, karena tidak dapat diterima jika
41
James Rachels, Filsafat Moral, 312-313.
lii
seorang memiliki kekayaan yang berlimpah sementara orang lain kelaparan. Namun
dalam kehidupan dewasa ini gagasan tersebut seringkali ditolak karena adanya egoisme.
Dari sisi egoisme, seorang tidak mau jatuh miskin hanya karena memberi apa yang
menjadi miliknya. Namun cara seperti itu tidak akan mengantar manusia pada
kehidupan yang normal. Karena memberi bukan soal uang saja, tapi juga waktu.
Kehidupan manusia terdiri dari proyek dan relasi yang masing-masing membutuhkan
modal yang cukup. Di sana kemurahan hati menjadi penuntun manusia dalam
melepaskan uang serta waktu seperti yang dikatakan Yesus. Dalam konteks ini pula
dapat dipahami ajakan kaum utilitaris bagi manusia untuk hidup hidup secara berbeda
dengan cara bermurah hati kepada sesama selaras dengan kekayaan yang didapat oleh
seseorang.
Sementara bagi James, kemurahan hati memang harus ada dalam diri manusia.
Kekayaan yang ada pada manusia, menurutnya, mewajibkan manusia memiliki karakter
murah hati karena kekayaan adalah pemberian dari Tuhan dan alam.42
Terdapat dua pandangan mengenai kejujuran. Pertama, jujur berarti orang tidak
pernah berbohong. Kedua, seseorang yang jujur tidak pernah berbohong kecuali dalam
kebohongan.
Dari kedua pandangan tersebut, tidak ada alasan untuk menerima yang pertama,
tetapi ada alasan untuk menerima pandangan yang kedua. Alasannya, karena
42
James Rachels, Filsafat Moral, 314-315.
liii
kehidupan bersama, maka berkata dan bersikap jujur amatlah penting dan diperlukan.
sedangkan perkataan bohong hanya akan menghasilkan keyakinan yang palsu dan dapat
pula berakibat tidak baik dan terlihat sebagai kebodohan. Hal ini memerlihatkan bahwa
berbohong adalah hal yang sangat menusuk karena dapat menyakiti sesama dan
menghilangkan kepercayaan.
Dalam perkara ini, menurut James, menjaga diri sendiri adalah hal yang penting.
Menjaga diri agar tidak termakan oleh perkataan yang tidak jujur dan menghancurkan
Berangkat dari cerita mengenai seorang anak yang menuntut ayahnya karena
pembunuhan, timbul pertanyaan apakah pantas seorang anak menuntut ayahnya sendiri?
Pembunuhan adalah pembunuhan. Memperlakukan keluarga dan juga teman pasti tidak
sama dengan memperlakukan orang asing. Manusia terikat pada orang terdekat dengan
cinta dan afeksi. Secara mendasar kewajiban dan tanggung jawab pada keluarga dan
teman memiliki porsi masing-masing. Lagi, sebagai makhluk sosial, manusia tidak
43
James Rachels, Filsafat Moral, 316-318.
liv
dapat hidup tanpa seorang teman atau keluarga walaupun kekayaan telah ada dalam
genggaman.
Namun kembali pada perkara hubungan antara anak dan ayah yang melakukan
pembunuhan tampak jelas kiranya bahwa adanya hubungan keluarga bukan berarti
keadilan tidak dapat dibenarkan. Kesetiaan akan keluarga tidak menjadi alasan untuk
menutupi kesalahan orang yang dicintai atau orang yang memiliki hubungan keluarga.
Dengan kata lain, keadilan tetap harus dijalankan walaupun memiliki hubungan
keluarga dan teman-teman. Maksudnya, adanya kesetiaan bukan berarti juga menutupi
kesalahan.44
4. Pentingnya Keutamaan
dalam diri menjadi titik tolak untuk menjadi orang baik. Mengapa keutamaan itu
penting? Karena keutamaan memiliki unsur yang dapat mengantar setiap orang untuk
mengerti akan berperilaku dengan baik dan benar. Keberanian, misalnya, perlu dan
penting karena merupakan sesuatu yang baik dalam kehidupan. Kehidupan penuh
dengan bahaya, maka manusia harus memiliki keberanian agar dapat menghadapi
bahaya. Kemurahan hati juga menjadi keutamaan yang penting karena tidak semua
orang memiliki kekayaan atau memiliki apa yang sudah orang lain punya. Jadi, dengan
adanya kemurahan hati setiap orang dapat saling menolong dan berbagi terhadap
44
James Rachles, Filsafat Moral, 319-320.
lv
sesama. Kejujuran juga penting dalam hidup karena tanpa kejujuran, relasi manusia
sebagai makhluk sosial dapat keliru. Begitu pula dengan kesetiaan. Kesetiaan menjadi
hal yang hakiki dalam berelasi, dalam berhubungan dengan keluarga dan juga teman. 45
Keutamaan menjadi karakter setiap orang untuk berbicara dan bertindak baik kepada
sesama. Semua orang agak pasti menginginkan karakter yang baik. Mengutip Friedrich
Dari ungkapan Friedrich Nietzshe, tampak ada sesuatu yang menarik. Sesuatu
yang menarik tersebut yakni keutamaan-keutamaan yang terdapat pada setiap orang
berbeda dari satu orang ke orang yang lain karena setiap orang juga memiliki karakter-
45
James Rachels, Filsafat Moral, 321-322.
46
Terkutip dalam James Raches, Filsafat Moral, 324. Ecce Homo adalah kalimat Bahasa Latin yang
berarti “Lihatlah manusia itu.”
lvi
setiap orang juga berbeda-beda. Tiap orang juga memiliki karakter atau sifat yang
berbeda, pribadi yang berbeda, memiliki agama yang berbeda dan juga hidup sosial
Karena masyarakat hidup sesuai daerah atau budaya yang memiliki aturan dan hukum
tersendiri. Keutamaan juga berbeda karena adanya jenis kehidupan yang berbeda pula
seperti kehidupan seseorang yang dilihat dari tempat tinggalnya. Contohnya tempat
tinggal seorang ilmuwan yang hidup dalam kalangan daerah yang memiliki fasilitas-
kehidupannya dengan baik sebagai seorang ilmuwan. Begitupun dengan seorang yang
berprofesi lain. Seperti seorang pemain sepak bola, pastor, ataupun dekorator interior
merekapun berbeda satu sama yang lain. Dan oleh karena itu, dilihat dari tempat mereka
tinggal pasti memiliki karakter-karakter yang berbeda-beda dan juga nilai yang berbeda-
keutamaan yang terdapat dalam cara hidup yang berbeda. Pandangan di atas berlawanan
dengan pandangan bahwa terdapat keutamaan yang diperlukan semua orang tanpa
47
James Rachels, 323-325.
lvii
dipertanggungjawabkan.
Dalam pandangan Aristoteles semua orang pasti memiliki banyak kesamaan dan
yang jauh, orang dapat menangkap perasaan pengenalan dan kelekatan yang
menghubungkan setiap orang dengan yang lain.”48 Begitupun dalam masyarakat, bahkan
dalam masyarakat pedesaan, pasti ada persoalan yang sama yang dialami individu atau
kelompok yang pasti juga harus ada solusi atau kebutuhan yang sama pula. Sehingga
keutamaan dalam hidup itu sangat penting dalam kehidupan manusia yang berkarakter.
Terdapat karakter dan beberapa hal yang harus diperhatikan demi keberlangsungan
hidup manusia, yakni setiap orang harus memiliki karakter yang tegas dan berani.
Mengapa harus tegas dan berani? Karena entah siapapun itu, manusia selalu berhadapan
dengan masalah bahkan bahaya yang mengancam diri seseorang. Selain berani,
kemurahan hati juga penting untuk dipraktikkan dalam kehidupan, apalagi dalam
agar jurang pemisah dalam masyarakat akibat perbedaan kekayaan atau hak milik dapat
teratasi dengan kerelaan berbagi dan saling menolong. Selain itu, setiap relasi dan
dialog antar individu maupun kelompok memerlukan pula sikap jujur. Karena kejujuran
mengantar setiap orang ke dalam suasana atau percakapan yang baik bagi keberlanjutan
hidup. Dari kejujuran pula, setiap orang dapat berkomunikasi secara baik dan
48
Terkutip dalam James Rachels, Filsafat Moral, 325.
lviii
keutamaan juga ditafsirkan secara berbeda. Dan hal seperti itu tidak lebih dari sekedar
sosial melainkan oleh fakta dasar mengenai kondisi manusiawi setiap orang.49
dibandingkan dengan pemikiran lain mengenai etika. Anggapan ini bersumber pada dua
hal, yakni: motivasi moral dan keraguan mengenai ketidakberpihakan yang “ideal”.
motivasi moral yang alami dan mendalam, etika keutamaan menjadi suatu hal yang
menarik. Jika dibandingkan dengan teori lainnya, teori-teori lainnya kurang menaruh
seseorang sedang sakit dan menjalankan perawatan di rumah sakit. Rasa bosan dan lelah
menyelimutinya. Namun adanya kunjungan dari teman atau kerabat, dapat membuat
rasa bosan dan lelah menjadi berkurang. Si sakit berterima kasih kepada orang yang
sudah berkunjung dengan alasan bahwa kerabat tersebut adalah orang yang baik.
Namun, di sisi lain, sang pengunjung berpikir bahwa itu merupakan kewajiban. Alasan
49
James Rachels, Filsafat Moral, 325-326
lix
karena mungkin tak seorangpun yang lebih bersedia berkunjung daripada dirinya.
Dari contoh tersebut, Stocker berkomentar bahwa pasti akan menyakitkan hati
bila mengetahui alasan dari pengunjung tersebut karena memiliki sifat yang dingin dan
persahabatan yang sempurna. Dalam arti saling menghargai pertemanan dan memiliki
sifat cinta.
Dari contoh di atas, terlihat adanya teori moral yang menekankan keutamaan
sebagai pedoman dalam berbuat baik. Seperti cinta dan persahabatan yang diharapkan
seseorang demi berlangsungnya kehidupan yang sehat dan baik. Dengan demikian,
kebaikkan hati seseorang terhadap yang lain merupakan keuntungan keutamaan yang
memperlihatkan bahwa setiap orang memiliki hubungan satu dengan yang lain.50
keutamaan menarik teori tersebut pada dua perkara. Yang pertama bahwa teori filosofis
mengenai etika harus disertakan dengan karakter moral. Kedua, bahwa para filsuf moral
Dua perkara tersebut menjadi masalah dalam etika keutamaan. Karena hal
50
James Rachels, Filsafat Moral, 326-329.
lx
contoh tentang keutamaan kejujuran. Di satu sisi, ada godaan bagi orang untuk
berbohong karena hal itu mungkin dapat menghasilkan keuntungan dalam situasi
tertentu. Di sisi lain, orang tidak boleh berbohong karena harus memiliki moral yang
baik. Terdapat alasan mendasar mengapa orang harus bersikap jujur atau tidak boleh
berbohong. Jawaban yang dapat diberikan adalah bahwa kebohongan itu membawa
keuntungan pribadi, sementara kejujuran itu membawa kebaikan bersama. Di sini terjadi
ketegangan atau konflik, yakni antara teori egoisme etis dan utilitarianisme. 51 Hal ini
tergolong sebagai masalah kerumpangan dalam etika. Jalan keluarnya adalah kembali
kepada teori-teori yang menggali etika keutamaan seperti teori moral dan keutamaan-
keutamaan.
5. Kesimpulan
Keutamaan merupakan sikap batin yang bersifat tetap karena adanya kebiasaan
untuk bersikap dan berlaku baik. Sementara etika keutamaan adalah paham etika yang
menaruh perhatian pada tindakan manusia. Arah etika keutamaan adalah mengantar
orang menyadari pentingnya keutamaan bagi manusia dalam hidup. Dalam sejarah,
adalah Aristoteles, tokoh yang pertama kali berbicara dan membahas tentang etika
pengajaran dan pengalaman. Keutamaan moral adalah keutamaan yang didapat melalui
Pemikir lain yang juga membahas etika keutamaan adalah Thomas Aquinas.
membantu mengarahkan tindakan manusia secara baik dan benar. Aquinas membedakan
keutamaan atas tiga jenis, yakni keutamaan intelektual, keutamaan moral, dan
keutamaan teologis.
teori etika lain seperti teori etika utilitarisme atau teori etika kewajiban dari Kant, maka
etika keutamaan, kemudian, bangkit lagi. Salah satu tokoh yang secara khusus menaruh
perhatian dan membahas tentang etika keutamaan adalah James Rachels. Menurut
James, keutamaan adalah karakter atau sifat yang diperlihatkan seseorang dalam
kebiasaan hidup. Jenis-jenis karakter baik yang lazim dimiliki manusia antara lain:
merupakan hal yang penting dan perlu untuk dimiliki oleh manusia. Mengapa? Karena
adanya keutamaan dapat mengantar manusia untuk hidup, bersikap dan bertindak baik
dan benar secara moral. Memiliki keutamaan kejujuran, misalnya, penting karena
membantu seseorang untuk terbiasa berkata dan bertindak jujur dalam hidup sehingga
menghindarkan dia dari sikap curang dan berbohong. Dalam arti itu, penting kiranya
bagi manusia untuk memiliki dan menjadi pribadi yang berkeutamaan dalam hidupnya.
hidup sehingga kita dapat berkembang menjadi pribadi berkeutamaan? Pertanyaan ini
menutup uraian bab dua dan mengantar kita untuk masuk dalam bab tiga skripsi ini.
lxii
Bab III
Etika keutamaan merupakan suatu teori etika yang sangat menekankan peran
manusia sebagai pelaku moral. Keutamaan-keutamaan menjadi pedoman yang baik bagi
manusia dalam bertindak dan berelasi. Dengan arti lain, baik buruknya sebuah tindakan
manusia dilihat atau ditentukan bukan dari tujuan atau kewajiban tetapi keutamaan-
lxiii
keutamaan moral yang sebenarnya ditampilkan oleh manusia itu sendiri. Dengan
demikian, manusia perlu berjuang untuk menjadi manusia yang berkeutamaan. Menjadi
pribadi yang berkeutamaan berarti menjadi pribadi yang memiliki dan menghidupi
karakter yang baik dan benar dalam hidup. Pendidikan itu pertama-tama dilihat dan
Demikian, bab ketiga ini berfokus membahas bagaimana kita menyikapi etika
keutamaan? Dalam bukunya Filsafat Moral, James Rachels tidak membahas pokok ini
secara khusus. Karena itu, penulis berupaya menguraikannya pada bab ini. Uraian
menempatkan manusia sebagai pelaku utama moral. Kedua, karena manusia adalah
pelaku moral, maka menjadi pribadi berkeutamaan adalah penting. Dasarnya, dengan
secara baik dan benar dalam hidupnya. Bagian ketiga dan keempat adalah upaya
bertindak. Karena keutamaan moral menjasdi dasar bagi manusia untuk bertindak. Itu
berarti, bagi etika keutamaan, manusia adalah pelaku moral. Manusia sendirilah yang
menentukan tindakan moral apa yang harus dilakukan sehingga dapat disebut sebagai
Etika keutamaan memiliki ciri khas utama yakni berfokus pada manusia sebagai
agen moral atau pelaku moral. Di sini, teori etika keutamaan tidak bertanya apakah
perbuatan manusia sesuai dengan norma atau tidak, atau apakah perbuatan manusia itu
sendiri sudah sesuai dengan kewajiban yang memang harus dilakukan, atau kewajiban
apa yang sebenarnya harus dilakukan. Sebaliknya, pertanyaan pokok etika keutamaan
yang memperlihatkan manusia sebagai agen moral yakni manusia seperti apa saya ini?
Apakah saya sudah menjadi manusia yang jujur dan adil? Dengan demikian, etika
keutamaan sebenarnya dengan arti lain bukanlah ethics of doing, melainkan ethich of
being. Manusia itu sendiri tidak bertanya mengenai what should I do melainkan what
should I be.52
Tegasnya, dalam etika keutamaan yang menjadi fokus bukanlah apa yang telah
manusia itu sendiri miliki, dan keterampilan apa yang sudah dikuasai, melainkan pribadi
manusia itu sendiri dengan bertanya manusia atau pribadi macam apa saya ini. Proses
dibentuk melalui pendidikan karakter. Dengan kata lain, pendidikan karakter, di mana
Karena manusia adalah pelaku moral, maka manusia perlu memiliki keutamaan-
keutamaan moral, seorang manusia dapat melakukan perbuatan moral yang baik.
Tegasnya, dengan berkeutamaan manusia mampu bertindak jujur dan berani di hadapan
keberanian. Tindakan jujur dan berani itu dilakukan bukan saja karena aturan moral
mengatakannya. Tidak juga karena ingin dipuji atau dinilai baik oleh orang lain,
melainkan karena orang itu memiliki kualitas atau keutamaan jujur dan berani.
Keutamaan-keutamaan itulah yang mendorong dia untuk bersikap jujur terhadap orang
lain atau bertindak berani dalam membela yang kecil dan lemah.
Seorang kudus atau martir, misalnya, setia berkata dan bertindak jujur atau
kejujuran dan kebaikan hati. Dengan kata lain, karena ia memiliki keutamaan kejujuran
dan kebaikan hati, maka entah disuruh atau tidak, entah dipuji atau tidak ia akan tetap
53
Johanis Ohoitimur, 180.
lxvi
melakukan kebaikan dan bertindak jujur karena kejujuran dan kebaikan hati sudah
Di titik ini terlihat jelas bahwa menjadi pribadi berkeutamaan itu penting.
Alasannya, karena selain mengarahkan kita untuk melakukan sebuah tindakan moral
secara baik dan atas cara itu menghindarkan kita dari kemungkinan melakukan
menjadi seorang pribadi yang baik. Keutamaan menjadikan seorang bertumbuh dan
berkembang menjadi seorang pribadi yang bijaksana dan bermakna bagi orang lain.
Pertanyaannya, bagaimana cara menjadi pribadi yang berkeutamaan? Sarana apa yang
perlu dipakai supaya seseorang bisa bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
melakukan hal-hal yang baik seperti bersikap dan bertindak jujur, melakukan kebaikan,
dan lain-lain secara rutin dan konsisten hingga menjadi sebuah keutamaan hidup.
Pembiasaan sikap atau perilaku lahir dari kehendak manusia yang mengerti akan
sesuatu yang baik. Mengetahui apa yang baik, mencintai atau menginginkan apa yang
baik dan melakukan apa yang baik. Mulai dari kebiasaan untuk berpikir tentang yang
baik dan positif, kebiasaan hati untuk menghendaki yang baik dan kebiasaan untuk
Lickona, psikolog dan ahli pendidikan karakter Amerika Serikat, seperti dikutip oleh J.
lxvii
yang baik, yakni mengetahui apa yang baik, mencintai serta menginginkan apa yang
baik dan yang terakhir melakukan apa yang baik. Itu berarti pembiasaan sebagai sarana
membentuk pribadi berkeutamaan harus berawal dari pengetahuan akan yang baik,
disusul mencintai yang baik itu dan akhirnya dipuncaki dengan mempraktikkan
kebaikan itu dalam keseharian hidup. Keutamaan kesetiaan, misalnya, dalam hidup
berkeluarga atau dalam hidup seorang religius harus dimulai dari pengetahuan yang
baik, benar bahkan mendalam akan makna kesetiaan. Setelah mengetahui arti kesetiaan
tahap berikut yang harus dibuat adalah mencintai kesetiaan itu. Mencintai berarti
mengetahui dan mencintai kesetiaan saja tidaklah cukup. Kesetiaan hanya bisa menjadi
sebuah kebajikan bila dihidupi. Maka langkah terakhir yang harus dilakukan adalah
mempraktikkan kesetiaan itu dalam keseharian hidup, entah dalam hidup berkeluarga
maupun dalam hidup membiara meski harus melewati jatuh-bangun. Karena sebuah
nilai, seperti dikatakan oleh Thomas Aquinas, hanya akan menjadi keutamaan bila
dibiasakan. Virtue est habitus operativus bonus: keutamaan adalah sebuah kebiasaan
54
Johanis Ohoitimur, “Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer”, 177.
55
Terkutip dalam Anton Baur, “Etika Persaudaraan Digital” dalam Gereja Online Mencari Solusi,
Refleksi Hidup Menggereja Masa Kini editor RD. Anton Baur (Jakarta: Obor,2021), 211.
lxviii
menjadi karakternya atau menjadi keutamaan yang disebut atau digambarkan sebagai
manusia yang bermoral, yang memiliki jati diri dan pribadi yang berkualitas baik.56
Jadi, berdasarkan karakter dan kehendak manusia itu sendiri yang menjadikan
tindakan atau pembiasaan yang dilakukan dalam hidup sehari-hari. Melalui pembiasaan
tersebut, pribadi yang berkeutamaan menjadikan pribadi yang bermoral dan memiliki
sarana membentuk pribadi berkeutamaan itu dapa dijalankan? Uraian berikut berupaya
lebih menjelaskan.
pribadi yang berkeutamaan dan mampu bertindak secara baik dan benar dalam hidup.
tersebut dapat dibentuk? Hal itu dibentuk dalam dan melalui pendidikan karakter di
56
Johanis Ohoitimur, “Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer”, 177.
lxix
melaluinya manusia diajarkan, dididik, dan dibentuk menjadi pribadi bermoral dan
berintegritas.
Pendidikan karakter sudah menjadi istilah yang besar dan berpengaruh penting
pendidikan dilihat dari perilaku lulusan pendidikan formal saat ini, contohnya mengenai
korupsi, perkembangan seks bebas pada usia yang masih di bawah umur, narkoba,
teoretis masih banyak yang mendefinisikan pendidikan karakter dengan keliru. Contoh
kekeliruan makna akan pendidikan karakter yaitu pendidikan karakter dilihat sebagai
mata pelajaran agama dan PKn dan sebagainya. Padahal pendidikan karakter sebagai
sarana pembentukan karkater atau keutamaan manusia jauh lebih luas dan mendalam
dari pelajaran agama atau Ppkn, meski pelajaran agama atau Ppkn bisa menjadi sarana
untuk membentuk karakter manusia. Karena itu, Dalam buku pendidikan karakter yang
disusun oleh Drs. Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana, ada salah satu
kutipan dari Ratna Megawangi dalam buku tersebut bahwa pendidikan karakter lebih
baik dipahami sebagai “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
57
Ratna Megawangi, “Memaknai Pendidikan Karakter” dalam Drs. Dharma Kesuma, M.pd, Cepi Triatna,
S.Pd., M.Pd, Dr. H.Johar Permana, MA. Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 4-5.
lxx
lingkungan keluarga sendiri, di mana anak-anak belajar tentang nilai-nilai hidup. Maka
perlu sejak kecil anak diajarkan dalam keluarga untuk menjadi pribadi yang
bersikap sopan, dan lain-lain. Tidak usah heran, dalam tradisi masyarakat Cina atau
bahkan tradisi hampir semua masyarakat, sejak dini anak sudah diajarkan dan dididik
untuk tahu menaruh orang kepada tua, setia dan berlaku baik dalam hidup, dan
mencintai keluarga dan sesama. Karena ajaran dan didikan yang baik dalam keluarga
tidak saja membentuk anak menjadi pribadi yang baik dan berkarakter, tetapi terutama
memberikan dasar yang kuat bagi anak dalam membangun kebersamaan hidup dengan
apa yang perlu diajarkan kepada anak di dalam pendidikan keluarga? Sebagian orang
berpandangan bahwa karakter yang perlu diajarkan adalah karakter jujur, kerja keras
dan ikhlas. Alasannya, karena ketiga karakter tersebut merupakan karakter yang sangat
diperlukan dalam membentuk seorang anak menjadi pribadi yang baik dan benar dalam
hidup.
Namun, bila ditempatkan dalam konteks etika keutamaan James Rachels, maka
tentulah yang perlu diajarkan dan diwariskan kepada ana-anak adalah karakter atau
keutamaan: jujur, berani, murah hati dan setia, belas kasih, bersahabat, penguasaan diri,
percaya diri, disiplin diri, adil, ugahari, peduli, toleransi. Dari semua itu, empat (4) yang
lxxi
barangkali lebih perlu adalah berani, jujur, setia dan murah hati. Karena keempatnya
adalah jalan tengah di antara dua ekstrim. Berani, misalnya, adalah jalan tengah
pengecut dan nekad. Murah hari merupakan titik tengah antara boros dan kikir. 58
makan dengan anggota keluarga atau meminta maaf bila melakukan kesalahan, anak-
tersebut melibatkan aspek rasional sebagai unsur kognitif dan kehendak dan juga hasrat
dalam keluarga, seperti di tulis oleh Mohammad Mukti, adalah “membentuk karakter
dan akhlak mulia anak secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan harapan dan
cita-cita orang tua.”60 Dengan kata lain, tujuan pendidikan karakter dalam keluarga
adalah membimbing anak untuk terarah pada pembentukan karakter yang bersifat positif
serta memiliki moralitas yang baik atau yang terpuji. Upaya itu dilakukan melalui
atau diajarkan setiap hari kepada anak. Melalui pembiasaan-pembiasaan baik tersebut,
seperti berkata jujur, berdisiplin dalam hidup, dan berkata benar, anak-anak diharapkan
semakin bertumbuh dan berkembang menjadi seorang pribadi yang baik dan bermoral.
58
James Rachels, Filsafat Moral, 312-314.
59
Johanis Ohoitimur, “Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer”, 178.
60
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga (Jakarta: IKAPI, 2014), 43.
lxxii
Uheng Koban Uer menegaskan bahwa pendidikan karakter memiliki peran penting
dalam mengembangkan tiga hal, cinta, hidup dan keselamatan. Maksudnya, melalui
kasih, nilai-nilai hidup dan nilai-nilai keselamatan sehingga membantu anak bertumbuh
menjadi pribadi yang penuh cinta kepada sama, mengasihi sesama dan Tuhan. Karena
itu, ia menulis bahwa salah satu model mengembangkan pendidikan karakter di dalam
keluarga adalah dengan membiasakan anak untuk mencintai orang tua, adik dan kakak
dan anggota keluarga lain karena itu mencerminkan cinta Allah kepada sesama.
Mengutip kata-kata Yesus dalam injil Yohanes Koban Uer menulis, “Aku memberi
perintah baru bagi kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah
Sekolah adalah sarana formal mendidik dan membentuk anak menjadi seorang
pribadi yang baik dan berkeutamaan. Maka sekolah menjadi sangat penting dalam
mengarahkan anak tidak saja untuk memiliki pengetahuan yang baik melainkan juga
pada anak di sekolah, yakni melalui pembiasaan disiplin, berlaku jujur dengan tidak
tersebut anak perlahan dapa bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi dengan
karakater yang baik dan positif, seperti jujur, berdisiplin, sopan, dan lain-lain.
61
Theodorus Uheng Koban Uer, “Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga” dalam Jurnal Pastoral dan
Kataketik 2017 (diunduh 11 Mei 2022).
lxxiii
Terdapat tiga fungsi dan tiga tujuan pendidikan karakter di sekolah. Fungsi yang
kemampuan yang harus dikembangkan oleh peserta didik melalui pendidikan di sekolah
yakni kemampuan sebagai seorang religius dan juga makhluk memimpin. Kemampuan
religius adalah kemampuan membentuk diri menjadi pribadi yang taat agama dan dapat
membangun relasi yang baik dengan sesama.62 Dari perspektif pendidikan nasional,
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab”.
63
Fungsi pertama ini telah memperlihatkan potensi manusia yang harus menjadi
kebiasaan-kebiasaan dari karakter dan tindakan manusia untuk dapat menuju pada
Fungsi kedua adalah membentuk watak. Fungsi ini pernting karena membentuk
anak berkembang menjadi pribadi yang bermoral. Menurut Dharma Kesuma, dalam
dalam diri anak. Hal ini karena dalam pendidikan karakter yang dibutuhkan tidak saja
62
Drs. Dharma Kesuma, M.pd, Cepi Triatna, S.Pd., M.Pd, Dr. H.Johar Permana, MA. Pendidikan
Karakter, 6-7.
63
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa Pendidikan Karakter dari Gagasan ke Tindakan
(Jakarta:Kelompok Gramedia, 2011), .20
lxxiv
transter pengetahuan ke dalam diri anak, tetapi juga terutama pengembangan karakter
manusia yang terdidik juga memiliki pengaruh besar bagi bangsa untuk menjadi bangsa
yang terdidik? Ini merupakan pertanyaan penting karena di mana pun peradaban suatu
bangsa akan berkembang maju bila ditunjang oleh pendidikan yang baik. Karena
pendidikan yang baik dan berkualitas akan menghasilkan manusia-manusia yang baik,
berpengetahuan dan memiliki keutamaan yang baik. Lebih lanjut manusia yang
berpengetahuan dan memiliki kualtias moral yang baik, pada gilirannya, akan
baik dan maju, pada waktunya, akan menunjang pemerintah dan masyarakat dalam
Setelah ketiga fungsi di atas, terdapat juga tiga tujuan pendidikan karakter yang
kehidupan yang penting demi tercapainya pribadi manusia yang terdidik dan
kepada anak atau peserta didik, melainkan proses mengantar anak memahami,
merefleksikan dan membatinkan nilai-nilai dalam diri dan mewujudkannya dalam sikap,
64
Drs. Dharma Kesuma, M.pd Pendidikan Karakter, 7.
65
Drs. Dharma Kesuma, M.pd, Cepi Triatna, S.Pd., M.Pd, Dr. H.Johar Permana, MA. Pendidikan
Karakter, 8.
lxxv
perilaku dan tindakannya setiap hari.. Penguatan juga berarti pemantapan nilai-nilai
kebaikan dan kehidupan yang sudah ditanamkan dan dikembangkan dalam keluarga
Tujuan kedua dari pendidikan karakter adalah mengoreksi perilaku peserta didik
yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang sudah dikembangkan dalam lingkungan
sekolah. Tekanan pada tujuan kedua ini adalah mendidik anak-anak yang berperilaku
negatif untuk berubah menjadi anak-anak dengan perilaku yang baik dan positif. Hal ini
dilakukan bukan dengan cara memaksa, tetapi dengan cara mengoreksi sikap dan
perilaku mereka yang negatif. Arah akhir dari koreksi tersebut adalah lahir dan
terbentuknya sikap dan perilaku atau karakter diri yang baik, dan berkualitas67
Tujuan ketiga adalah membangun koneksi atau komunikasi yang baik dan
pendidikan karakter yang baik. Tujuan ini memperlihatkan bahwa proses pendidikan
dengan guru, dan teman-teman peserta didik lainnya. Sementara di rumah, proses
sekolah menjadi lebih sulit dibandingkan dengan di rumah. Dikarenakan potensi anak
yang memiliki batas-batas kemampuan dalam belajar. Maka itu penguatan perilaku
sangat dibutuhkan dalam pendidikan guna memengaruhi perilaku anak agar dapat
Melalui aturan, tradisi dan pembiasaan yang baik sekolah dapat mewujudkan
fungsi dan tujuannya sebagai sarana pembentukan karakter anak yang pada gilirannya
5. Kesimpulan
Etika Keutamaan merupakan suatu ajaran yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Seseorang dapat menjadi pribadi yang baik dan benar jika ia memiliki
dikembangkan agar menjadi bagian esensial dari diri seorang manusia? Jawabannya
dari diri seorang manusia melalui pembiasaan. Menjadi seorang yang berkeutamaan
jujur, misalnya, dicapai dengan membiasakan diri setiap saat berkata dan bertindak
jujur. Hal yang sama juga berlaku untuk keutamaan keberanian. Itu hanya dapat menjadi
bagian hidup kita, bila kita membiasakan diri berlaku jujur dalam keseharian hidup,
meski itu tidak selalu mudah dilakukan karena harus melewati pelbagai kesulitan dan
tantangan.
keluarga dan sekolah. Keluarga adalah tempat pertama seorang belajar tentang nilai-
anak berkata dan bertindak jujur. Melalui kebiasaan-kebiasaan baik di dalam keluarga
anak bisa bertumbuh dan berkembang manusia dengan karakter diri dan moral yang
baik.
lxxvii
Selain keluarga, sekolah juga dapat tempat yang baik mendidik dan membentuk
anak menjadi pribadi yang berkeutamaan. Caranya melalui pendidikan karakter. Fungsi
sikap dan perilaku yang buruk, dan menjadi jembatan yang baik dalam membangun
koneksi dan komunikasi antara sekolah dan keluarga dalam membentuk karakter anak.
Diharapkan melalui pendidikan karakter di dalam keluarga dan sekolah seseorang boleh
dengan baik, benar dan bijaksana dalam hidupnya, terutama ketika diperhadapkan
PENUTUP
masyarakat muncul dan terjadi pula banyak persoalan moral, seperti pembunuhan,
korupsi, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap wanita dan anak-anak, dan lain
sebagainya. Realitas tersebut memerlihatkan bahwa etika atau moral itu amat diperlukan
dalam hidup karena menjadi rambu atau patokan bagi manusia dalam bertindak
itu, kenyataan yang sama lantas mendorong manusia, khususnya para filsuf, untuk
Demikianlah, lahirlah banyak teori etika. Salah satu teori yang lahir untuk
perilaku manusia atau lebih memberi tekanan pada tindakan manusia. Etika keutamaan
bagi manusia dalam berperilaku. Tokoh utama dalam teori etika keutamaan adalah
Aristoteles. Menurut Aristoteles, etika merupakan bagian yang mendasar dalam hidup
manusia karena mengajarkan kepada manusia bagaimana hidup baik dan sejahtera.
Aristoteles membedakan keutamaan atas dua bagian, yakni keutamaan moral dan
pengalaman, sementara keutamaan moral merupakan hasil dari pembiasaan yang baik
dan benar. Keutamaan moral adalah jalan tengah antara dua eksrim yang berlawanan.
Tokoh lain adalah Thomas Aquinas. Menurut Aquinas, keutamaan adalah disposisi
atas tiga bagian, yakni keutamaan intelektual, keutamaan moral, dan keutamaan
teologis. Keutamaan intelektual berkaitan dengan akal budi praktis dan itu berkaitan
berkaitan perilaku dan tindakan, maka yang diperlukan adalah kehati-hatian atau
kewaspadaan. Sementara keutamaan teologis terdiri atas tiga, yakni iman, harap dan
kasih.
Selain Aristoteles dan Thomas Aquinas, terdapat juga filsuf lain yang
pemikirannya dibahas dalam skripsi ini, yakni James Rachles. James memahami
keutamaan sebagai sifat atau karakter yang diperlihatkan dan dhidupi oleh seseorang
keutamaan kejujuran karena ia membiasakan diri berkata jujur secara konsisten dalam
lxxx
hidupnya. Terdapat banyak keutamaan, seperti baik hati, belas kasih, bersahabat, adil,
dan lain sebagainya. Menurut James, setiap keutamaan memiliki unsur atau
jiwa pengecut dan sifat nekad. Keutamaan murah hati merupakan titik tengah antara
dua ekstrem yang berbeda, yakni boros dan kikir. Sementara keutamaan kejujuran
adalah keutamaan yang mewajibkan seseorang untuk tidak berbohong karena kejujuran
keyakinan palsu dan dapat berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Di sini,
tampak jelas bahwa memiliki keutamaan merupakan sesuatu yang penting bagi manusia
karena membantunya mengarahkan hidupnya dengan baik dan benar. Tepatnya, orang
yang berkeutamaan akan terbantu untuk menata perilaku hidup dan menjalani hubungan
Di titik ini dapat dilihat bahwa etika keutamaan berpusat pada manusia sebagai
pelaku moral. Artinya manusia sendirilah yang menjadi agen moral. Dialah yang
menentukan entah ia menjadi pribadi yang jujur atau sebaliknya. Demikian, penting
perilaku, dan tindakannya sehingga selaras dengan apa yang diharapkan dalam
bertindak jujur dan berani di hadapan orang lain di dalam kehidupannya sehari-hari
bila ia membiasakan diri berkata dan berlaku jujur secara konsisten di dalam hidupnya.
Pembiasaan itu dimulai di dalam keluarga karena keluargalah tempat pertama seseorang
belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Demikian, bila di dalam keluarga seorang anak
terbiasa didik untuk berkata dan bersikap murah hati, maka perlahan itu akan menjadi
karakter di sekolah. Karena selain menanamkan nilai-nilai yang baik dan memperbaiki
sikap dan perilaku yang negatif, fungsi dan tujuan pendidikan karakter di sekolah adalah
membentuk karakter anak didik yang baik dan membangun peradaban masyarakat
sehingga anak bisa bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berkeutamaan di
dalam hidupnya.
apakah itu etika keutamaan serta menunjuk bagaimana sepatutnya kita menyikapi etika
keutamaan James, penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah upaya akhir dalam
memahami etika keutamaan dari perspektif James. Masih terdapat banyak kekurangan
atau keterbatasan yang harus diperbaiki dan disempurnakan baik dari segi teknis
maupun dari segi argumentasinya. Demikian, sambil menyerahkan skripsi ini untuk
dibaca, penulis membuka diri terhadap kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi
penyempurnaannya.
lxxxii
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Kesuma, Dharma. Cepi Triatna. Johar Permana. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan
Sudarminta, J. Etika Umum Kajian Tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika
Austin, 1987.
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. Pendidikan Karakter di Sekolah Dari Gagasan ke
Traktat Kuliah
Sumber Internet