Anda di halaman 1dari 13

1

Peggy Iroth

Prodi : Filsafat

RESUME

Etika Keutamaan sebagai Landasan Moralitas yang Ideal bagi

Tindakan dan Perilaku Manusia

(Suatu Studi atas Etika Keutamaan James Rachels)

Etika keutamaan keutamaan merupakan ajaran etika yang menekankan aspek

relevansi pada tingkah laku manusia. 1Yang di mana penekanan mengenai tingkah laku

dan tindakan manusia, etika keutamaan menjadi landasan dalam memperlihatkan betapa

pentingnya keutamaan-keutamaan bagi kehidupan manusia yang direalisasikan lewat

ajaran-ajaran moral serta pendidikan karakter. Dengan demikian, etika keutamaan

memiliki peran penting dalam membantu manusia untuk dapat mengambil keputusan

moral yang baik dan benar ketika diperhadapkan dengan persoalan-persoalan moral.

Dengan ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai etika keutamaan khususnya

etika keutamaan dari perspektif James Rachels. Karena lazimnya, masih banyak orang

yang tidak berperilaku dan bertindak salah dan tidak sesuai dengan keutamaan-

keutamaan yang ada, yang semestinya manusia harus tahu dan memiliki keutamaan-

keutamaan sebagai pedoman dalam menjalankan hidup dengan dengan benar.

1
James Rachels, Filsafat Moral diterjemahkan oleh A. Sudiarja (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 306.
2

1. Diskursus Seputar Moralitas

Moralitas memiliki peran yang amat penting dalam setiap hal, entah hukum

maupun agama. Moralitas menjadi dasar dalam berkehidupan yang baik. Dengan kata

lain, moralitas merupakan dasar eksistensi manusia. Dari moralitas, manusia dapat

mengetahui dan mengerti tentang baik buruknya berperilaku. Dengan begitu moralitas

tidak terlepas dari kehidupan manusia karena membentuk akhlak manusia menjadi lebih

baik dan bijaksana dalam memilih dan bertindak. 2 Dari moralitas pula, manusia

diajarkan untuk bersikap peka terhadap kehidupan di lingkungan sekitar terutama di

tengah-tengah permasalahan moral.

Dalam diskursus seputar moralitas, sudah pasti terdapat persoalan atau masalah-

masalah moral yang nanti akan memperlihatkan bagaimana seharusnya menyikapi

persoalan moral tersebut dengan adanya moralitas. James Rachels memperlihatkan

adanya persoalan moral yang mengantar manusia untuk dapat berakal budi dan

melakukan apa yang baik menurut rasio. Sebagai contoh, James merefleksikan serta

menanggapi kasus bayi Theresa Ann Campo Pearson yang menderita rumpang otak

yang lahir di Florida pada tahun 1992. Kasus tersebut merupakan persoalan moral yang

nanti akan memperlihatkan seperti apa sebenarnya moralitas itu. Dari penderitaan bayi

Theresa, orang tuanya meminta dan merelakan organ-organ Theresa untuk transplantasi

sehingga membantu anak-anak yang membutuhkan. Meski hal itu tidak terlaksana

karena organ-organ sudah rusak akibat keterlambatan mengambilnya setelah sembilan

hari kematian Theresa, kasus tersebut kemudian memantik diskusi moral di antara

2
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi RI, “Moral, bermoral,” in Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, 2016,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/.
3

banyak orang. Bagi kelompok yang mendukung, hal itu dibolehkan karena transplantasi

tersebut dapat memberikan keuntungan bagi anak-anak lain yang memerlukannya. 3

Sebaliknya, bagi kelompok lain, hal ini merupakan sesuatu yang keliru. Alasan

pertama, karena kelirulah kita jika memperlakukan orang lain sebagai sarang untuk

tujuan orang lain. Mengambil organ Theresa berarti menjadikannya sarang atau manfaat

bagi anak-anak lain. Mengapa? Karena memergunakan orang lain merupakan

pelanggaran atas otonomi – kemampuan untuk bertindak dan membuat keputusan untuk

diri sendiri. Alasan kedua, karena kelirulah membunuh seseorang demi menyelamatkan

orang lain. Mengambil organ-organ Theresa berarti membunuhnya guna

menyelamatkan yang lain. Demikian, hal itu merupakan sesuatu yang salah. 4

Dalam pandangan James, kasus di atas memerlihatkan bahwa tentang hakikat

moralitas terdapat dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, keputusan moral harus

didukung oleh rasio yang baik. Kedua, moralitas menuntut pertimbangan tidak berpihak

dari setiap kepentingan individual. Menurut James, kasus-kasus seperti bayi Theresa

pasti melibatkan emosi tinggi. Perasaan emosi yang tinggi adalah penanda bahwa

masalah moral itu adalah serius. Namun perasaan yang kuat seperti itu dapat saja

menjadi penghambat untuk mendapatkan kebenaran. Alasannya, sering emosi yang kuat

membuat kita merasa tahu akan kebenaran yang sesungguhnya tanpa harus

mempertimbangkan argumentasi dari orang lain. Betapapun kuatnya perasaan, tetap

tidak bisa diandalkan karena mungkin sekali perasaan itu irasional. Demikian, supaya

dapat menemukan kebenaran, kita harus membiarkan perasaan dituntun oleh akal budi.

3
James Rachels, Filsafat Moral, 18.
4
James Rachels, Filsafat Moral, 19.
4

Moralitas, pertama-tama dan terutama, merupakan soal yang berkaitan dengan akal atau

kesadaran untuk mengajukan alasan-alasan atas sebuah kasus moral.

Moralitas juga menuntut kita untuk tidak berpihak. Ide dasarnya, bagi James,

adalah bahwa setiap orang memiliki kepentingan yang sama. Dari perspektif moral tidak

ada orang yang istimewa. Demikian, setiap orang harus menyadari bahwa kesejahteraan

orang lain sama penting dengan kesejahteraannya dan karena itu perlulah untuk

bersikap netral. Tuntutan untuk tidak berpihak ini sesungguhnya mengajak kita untuk

tidak berlaku semena-mena terhadap sesama. Hal itu melarang kita untuk

memperlakukan orang lain secara berbeda dari yang lain jika tidak alasan yang tepat

untuk melakukannya.

Bertolak dari uraian di atas, James lantas merumuskan moralitas sebagai upaya

mengarahkan tindakan seseorang dengan akal budi, yakni untuk melakukan apa yang

paling baik menurut rasio, seraya memberikan bobot yang sama terhadap kepentingan

setiap orang yang akan terkena dampak tindakan itu. Hal ini memperlihatkan bahwa

adalah penting menjadi pelaku moral yang sadar. Pelaku moral yang sadar adalah orang

yang memiliki keprihatinan tanpa bersikap diskriminatif atas individu yang terdampak

tindakannya.5

Demikian, dari persoalan moralitas tersebut, James memulai kritiknya atas teori-

teori etika yang sudah pernah muncul, seperti egoisme psikologis, subjektivisme etis,

utilitarisme dan Etika Kant. Egoisme Etis, misalnya, dikritik James sebagai teori yang

tidak memadai karena mengabaikan atau tidak mempedulikan kepentingan orang lain.

5
James Rachels, Filsafat Moral, 20.
5

Padahal dalam kenyataan, seperti diri sendiri, orang lain pun memiliki kepentingan atau

kebutuhan yang perlu juga untuk dipenuhi.

Dan pada akhirnya James menawarkan etika keutamaan sebagai jalan keluar

dalam menanggapi persoalan-persoalan moral yang terjadi.

2. James Rachels tentang Etika Keutamaan

Etika keutamaan adalah teori etika yang memfokuskan penelitian pada perilaku

manusia atau lebih memberi tekanan pada tindakan manusia atau watak manusia.6 Etika

keutamaan memfokuskan diri pada manusia sebagai agen moral. Dan untuk lebih jelas

mengenai etika keutamaan, terdapat pengertian mengenai keutamaan. Keutamaan

merupakan disposisi batin yang bersifat tetap dikarenakan adanya latihan dan

kebiasaan-kebiasaan untuk berbuat baik. Disposisi batin memerlihatkan adanya

kecenderungan memengaruhi atau menanggung sesuatu. Dalam arti sempit disposisi

dilihat sebagai bawaan dari manusia untuk melakukan aktivitas tertentu seperti aktivitas

dalam perkembangan hidup manusia itu sendiri.7 Keutamaan menunjukkan adanya ciri-

ciri keluhuran watak atau akhlak yang secara moral ada pada manusia demi mencapai

keutamaan-keutamaan yang ada. Sehingga dengan jelas dimengerti bahwa keutamaan

merupakan sifat atau karakter manusia dalam sikap, perilaku dan tindakan manusia

setiap hari. Sifat atau karakter yang baik itulah yang menjadikan manusia sebagai

pribadi yang bermoral. Pribadi yang bertindak atas nilai. Pribadi yang mampu

membedakan yang baik dari yang jahat. Dan menurut Aristoteles, etika merupakan

dimensi yang esensial dalam memimpin masyarakat. Aristoteles membedakan antara


6
J. Sudarminta, Etika umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif
(Yogyakarta: Kanisius,2013), 157.
7
J. Sudarminta, Etika Umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif ,156.
6

keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Keutamaan intelektual adalah buah dari

hasil pengajaran melalui proses dan pengalaman. Keutamaan moral berasal dari

kebiasaan-kebiasaan manusia. Keutamaan intelektual berkaitan dengan keunggulan akal

budi teoritis, sedangkan keutamaan moral berkaitan dengan keunggulan akal budi

praktis. Keunggulan akal budi teoritis lebih berkaitan dengan kecerdasan secara ilmiah.

Keunggulan secara praktis lebih berkaitan dengan emosi atau perasaan, yang mampu

menyesuaikan dengan situasi konkret guna dapat menilai secara saksama dan

mengambil keputusan yang tepat.

Demikian, bagi Aristoteles, keutamaan moral adalah harmoni atau jalan tengah

untuk menyatukan kelebihan dan kekurangan demi tercapainya keputusan dan tindakan

yang tepat, dan sesuai dengan etika keutamaan.8

Berangkat dari pandangan Aristoteles, James beranggapan bahwa Aristoteles

bukanlah satu-satunya tokoh yang membahas dan memberi pertanyaan tentang etika

keutamaan. Masih ada Sokrates, Plato dan tokoh pemikir kuno lainnya yang

melontarkan pertanyaan tentang sifat karakter manusia, seperti “sifat karakter macam

apakah yang membuat seseorang menjadi pribadi yang baik?” Pertanyaan inilah yang

menjadi pusat dari teori mengenai keutamaan-keutamaan.9 Namun dalam etika

keutamaan Aristoteles, James mengkaji dan memperlihatkan kembali jenis-jenis

keutamaan serta pentingnya keutamaan bagi tindakan dan perilaku manusia.

8
J. Sudarminta, Etika Umum, Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif, 157-
158.

9
James Rachels, Filsafat Moral, 70-71.
7

Keutamaan-keutamaan merupakan sesuatu yang harus dimiliki setiap orang

karena keutamaan didefinisikan sebagai sifat atau karakter yang dimiliki dan

diperlihatkan seseorang dalam kebiasaan hidup. Itu berarti sifat atau karakter tersebut

sungguh-sungguh dihidupi dalam keseharian hidup. Seseorang, misalnya, dikatakan

memiliki keutamaan kejujuran karena ia membiasakan diri berkata jujur secara

konsisten dalam hidupnya. Keutamaan berkaitan dengan keutamaan dari seorang pribadi

sebagai pribadi. Keutamaan-keutamaan yang dimaksud adalah karakter-karakter yang

harus dimiliki manusia. Karakter-karakter itu adalah baik hati, terus terang, bernalar,

ksatria, bersahabat, percaya diri, belas kasih, murah hati, penguasaan diri, sadar, jujur,

disiplin, suka kerja sama, terampil, mandiri, berani, adil, bijaksana, santun, setia,

berkepedulian, tunduk, rendah hati dan toleransi. Karakter-karakter tersebut merupakan

dasar untuk menjadi manusia baik. Demikian, manusia harus memiliki karakter-karakter

tersebut agar dapat menjalankan kehidupan yang bermoral. Dengan kata lain, menurut

James, karakter-karakter tersebut harus dipunyai oleh manusia dapat bertindak dengan

baik secara moral dan memperlihatkan unsur-unsur yang baik di setiap karakter yang

dimiliki.10 Maka dari itu, setelah melihat jenis etika keutamaan, keutamaan dilihat

sebagai sesuatu yang amat penting. Keutamaanpun menjadi penting karena memiliki

unsur yang dapat mengantar setiap orang untuk mengerti akan berperilaku dengan baik

dan benar. Keberanian, misalnya, perlu dan penting karena merupakan sesuatu yang

baik dalam kehidupan. Kehidupan penuh dengan bahaya, maka manusia harus memiliki

keberanian agar dapat menghadapi bahaya. Kemurahan hati juga menjadi keutamaan

yang penting karena tidak semua orang memiliki kekayaan atau memiliki apa yang

sudah orang lain punya. Jadi, dengan adanya kemurahan hati setiap orang dapat saling
10
James Rachels, Filsafat Moral, 310-312.
8

menolong dan berbagi terhadap sesama. Kejujuran juga penting dalam hidup karena

tanpa kejujuran, relasi manusia sebagai makhluk sosial dapat keliru. Begitu pula dengan

kesetiaan. Kesetiaan menjadi hal yang hakiki dalam berelasi, dalam berhubungan

dengan keluarga dan juga teman.11 Dengan penjelasan tersebut memerlihatkan bahwa

keutamaan-keutamaan itu sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Selain pentingnya

keutamaan, dalam etika keutamaan juga terdapat masalah terdapat masalah

kerumpangan. Pentingnya keutamaan menarik teori tersebut ke dalam dua perkara.

Yang pertama bahwa teori filosofis mengenai etika harus disertakan dengan karakter

moral. Kedua, bahwa para filsuf moral modern telah gagal melakukan hal tersebut. Dua

perkara tersebut menjadi masalah dalam etika keutamaan. Karena hal tersebut

merupakan masalah kerumpangan. Mari memahaminya dengan menggunakan contoh

tentang keutamaan kejujuran. Di satu sisi, ada godaan bagi orang untuk berbohong

karena hal itu mungkin dapat menghasilkan keuntungan dalam situasi tertentu. Di sisi

lain, orang tidak boleh berbohong karena harus memiliki moral yang baik. Terdapat

alasan mendasar mengapa orang harus bersikap jujur atau tidak boleh berbohong.

Jawaban yang dapat diberikan adalah bahwa kebohongan itu membawa keuntungan

pribadi, sementara kejujuran itu membawa kebaikan bersama. Di sini terjadi ketegangan

atau konflik, yakni antara teori egoisme etis dan utilitarianisme. 12 Hal ini tergolong

sebagai masalah kerumpangan dalam etika. Jalan keluarnya adalah kembali kepada

teori-teori yang menggali etika keutamaan seperti teori moral dan keutamaan-

keutamaan, serta menuju pada pendidikan karakter yang mengantar setiap orang untuk

tidak keliru dalam berpikir dan bertindak.

11
James Rachels, Filsafat Moral, 321-322.
12
James Rachles, Filsafat Moral, 330-334.
9

3. Menyikapi Paham Etika Keutamaan James Rachels

Setelah melihat mengenai moralitas dan seperti apa itu etika keutamaan, yang

menjadi tujuan dari teori tersebut adalah manusia. Bagi etika keutamaan, manusia

merupakan pelaku moral atau agen moral. Etika keutamaan memiliki ciri khas utama

yakni berfokus pada manusia sebagai agen moral atau pelaku moral. Di sini, teori etika

keutamaan tidak bertanya apakah perbuatan manusia sesuai dengan norma atau tidak,

atau apakah perbuatan manusia itu sendiri sudah sesuai dengan kewajiban yang

memang harus dilakukan, atau kewajiban apa yang sebenarnya harus dilakukan.

Sebaliknya, pertanyaan pokok etika keutamaan yang memperlihatkan manusia sebagai

agen moral yakni manusia seperti apa saya ini? Apakah saya sudah menjadi manusia

yang jujur dan adil? Dengan demikian, etika keutamaan sebenarnya dengan arti lain

bukanlah ethics of doing, melainkan ethich of being. Manusia itu sendiri tidak bertanya

mengenai what should I do melainkan what should I be.13

Tegasnya, dalam etika keutamaan yang menjadi fokus bukanlah apa yang telah

manusia itu sendiri miliki, dan keterampilan apa yang sudah dikuasai, melainkan pribadi

manusia itu sendiri dengan bertanya manusia atau pribadi macam apa saya ini. Proses

menjadi manusia berkeutamaan tersebut lazimnya dilakukan melalui pembiasaan yang

dibentuk melalui pendidikan karakter. Dengan kata lain, pendidikan karakter, di mana

kebiasaan-kebiasaan baik dibentuk, merupakan sarana untuk membentuk seseoran

menjadi pribadi berkeutamaan.14

13
Johanis Ohoitimur, “Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer”, (Jakarta: Unika
Atma Jaya, 2016), 180.
14
Johanis Ohoitimur, Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer, 180.
10

Manusia yang merupakan pelaku moral menggambarkan bahwa manusia atau

setiap orang sudah memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik serta tahu bagaimana

semestinya bentindak sesuai dengan keutamaan-keutamaan yang ada. Menyangkut

dengan kebiasaan atau pembiasaan yang baik, untuk dapat sampai pada titik tersebut,

setiap orang harus memiliki didikan. Pendidikan karakter menjadi sarana bagi setiap

orang untuk dapat menjadi pribadi yang berkeutamaan melalui pembiasaan yang baik

pula. Pribadi yang berkeutamaan melalui pembiasaan yang baik sehari-hari didaptakan

dari adanya pendidikan karakter. Sesuai dengan pengertiannya, pendidikan karakter

merupakan salah satu kegiatan manusia yang memperlihatkan adanya suatu tindakan

yang mendidik. Pendidikan karakter juga merupakan suatu pengetahuan yang penting

untuk kehidupan manusia karena melaluinya manusia diajarkan, dididik, dan dibentuk

menjadi pribadi bermoral dan berintegritas. Pendidikan karakter sudah menjadi istilah

yang besar dan berpengaruh penting dalam peradaban masyarakat, khususnya

masyarakat Indonesia dewasa ini. Hasil pendidikan dilihat dari perilaku lulusan

pendidikan formal saat ini, contohnya mengenai korupsi, perkembangan seks bebas

pada usia yang masih di bawah umur, narkoba, tawuran, pembunuhan, perampokan

yang dilakukan oleh pelajar, pengangguran lulusan sekolah menengah dan juga atas.

Lewat pendidikan karakter, entah pendidikan karakter di sekolah maupun dalam

keluarga, sama-sama mengajar dan mendidik setiap orang untuk dapat memiliki pribadi

yang berkeutamaan. Karena selain mendapatkan pendidikan karakter di sekolah,

keluarga juga merupakan tempat pertama seorang untuk belajar tentang nilai-nilai

kehidupan. Demikian, pembentukan pribadi yang berkeutaman dapat dimulai melalui

pembentukan karakter anak di dalam keluarga. Caranya, dengan membiasakan anak


11

berkata dan bertindak jujur. Melalui kebiasaan-kebiasaan baik di dalam keluarga anak

bisa bertumbuh dan berkembang menjadi manusia dengan karakter diri dan moral yang

baik.

Akhirnya, setelah berusaha untuk menguraikan bagaimana semestinya setiap

orang menjadi agen moral, pendidikan karakter menjadi salah satu sarana yang sangat

penting dan baik untuk menghasilkan orang-orang yang sudah tahu dan mengerti

mengenai etika keutamaan menjadi pribadi yang berkeutamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Bertens, K. Keprihatinan Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2013.


12

Kesuma, Dharma. Cepi Triatna. Johar Permana. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan

Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.

Muslich, Mansur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.

Rachels, James. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Sudarminta, J. Etika Umum Kajian Tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika

Normatif. Yogyakarta: Kanisius, 2013.

Solomon, Robert C. Ethics A Brief Introduction. Mc Graw-Hill: University of Texas at

Austin, 1987.

Syarbini, Amirulloh, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo, 2014.

Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. Pendidikan Karakter di Sekolah Dari Gagasan ke

Tindakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011.

Tugiman, Hiro. Etika. Rambu-rambu Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius, 2012.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia, 2011.

Baur, Anton. Etika Persaudaraan Digital dalam Gereja Online Mencari Solusi,

Refleksi Hidup Menggereja Masa Kini. Jakarta: Obor, 2021.

Traktat Kuliah
13

Ohoitimur, Johanis. Etika Dasar Pengantar Prinsip-prinsip Dasar Filsafat Moral.

(Traktat Kuliah STF Seminari Pineleng, 2020).

Jurnal dan Artikel

Ohoitimur, Johanis. Etika Keutamaan dalam Arah Pendidikan Indonesia Kontemporer.

Jakarta: PPE Unika Atma Jaya, 2016. Hlm. 165-189.

Uer, Theodorus Uheng Koban. Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga. Jurnal Pastoral

dan Kateketik, 2017. (11 Mei 2022).

Sumber Internet

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan,

Riset dan Teknologi RI. Etika dan Etik. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring,

2016, https;/kbbi.kemdikbud.go.id/.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan,

Riset dan Teknologi RI. Moral, bermoral. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Daring,2016, https;/kbbi.kemdikbud.go.id/.

Sosiologi. Pengertian dan Contoh Manusia sebagai Makhluk Sosial. Blog Gramedia

Digital. Gramedia.com (9 Juni 2021).

James Rachels. https;//en.m.wikipedia.org/wiki/J.R.com/ (2 Februari 2021).

Anda mungkin juga menyukai