Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ETIKA PROFESI

“Teori Keutamaan”

Disusun oleh:

Maestro Abdillah (061930400586)

Kelas 6KB

PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2022
BAB III
TEORI KEUTAMAAN

Manusia umumnya mempunyai logika dan perasaan dalam menentukan


prilaku terhadap suatu stimulus yang terjadi dalam beberapa kehidupan.
Umumnya prilaku, logika dan perasaan didominasi oleh dirinya sendiri dan
lingkungan. Menurut John Locke manusia ibarat sebuah kertas putih sehingga
tergantung kepada lingkungan yang memberikan warna terhadap individu
tersebut. Perbedaan letak, wilayah dan tradisi menyebabkan prinsip hidup, nilai,
dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Sehingga cara seseorang menilai suatu
kebaikan akan berbeda-beda. Contohnya ketika seorang pencuri, mencuri suatu
perhiasan di sebuah rumah milik tetangganya, menurut mereka tindakan seperti
tidak bisa dipersalahkan bagi mereka karena mereka melakukannya untuk
bertahan hidup.
Namun berbeda pandangan bagi orang yang merasa barangnya telah
dicuri, menurut mereka tindakan seperti itu adalah tindakan yang buruk. Hal itu
bisa merugikan yang lain. Jadi pandangan seseorang terhadap baik dan buruk itu
berbeda-beda tergantung pandangan mereka sendiri. Sebuah nilai mempunyai
ukuran yang tidak terbatas terhadap apapun bagi tiap orang. Ketika kita berbicara
tentang aborsi maka akan terdapat perbedaan, baik yang pro maupun kontra. Bagi
yang merasa kontra terhadap aborsi mereka menilai bahwa aborsi adalah prilaku
yang buruk karena tindakan aborsi adalah menghilangkan nyawa seseorang yang
ada dalam kandungan. Namun bagi mereka yang masih yang pro tentu saja
mereka menganggap bahwa mereka mempunyai hak penuh untuk tubuh mereka.
Untuk yang pro menurut mereka bahwa mereka berhak untuk memilih
untuk menggugurkan atau mempertahankan. Mereka menganggap bahwa mereka
tidak perlu untuk menanggung beban untuk mengandung dan membebani diri
mereka sendiri. Bagi yang pro bahwa nyawa seseorang itu sangat berharga. Ketika
seseorang tidak ingin mengandung mereka tidak perlu berbuat sedemikian.
Karena secara tidak langsung merugikan nyawa bayi yang tidak tau apa-apa. Lalu
ketika kita mendengar kasus pembunuhan. Bagi sebagian orang yang mempunyai
kebiasaan membunuh tindakan mereka sudah bisa dimaklumi, namun bagi
sebagian orang tindakan tersebut adalah tindakan yang tidak manusiawi. Jadi nilai
baik (moral) tidak mempunyai batasan yang sama bagi setiap orang.
Dua pendekatan moral yang sudah dapat ditemukan dalam hidup sehari-
hari ini dalam tradisi pemikiran filsafat moral tampak sebagai dua tipe teori etika
yang berbeda yaitu: etika kewajiban dan etika keutamaan
Etika kewajiban mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturan moral yang
berlaku untuk perbuatan kita. Etika ini menunjukan norma-norma dan prinsip-
prinsip mana yang perlu diterapkan dalam hidup moral kita, lagi pula urutan
pentingnya yang berlaku di antaranya. Jika terjadi konflik antara dua prinsip
moral yang tidak dapat dipenuhi sekaligus, etika ini mencoba menentukan yang
mana harus diberi prioritas. Pendeknya, etika kewajiban menilai besar salahnya
kelakuan kita dengan berpegang pada norma dan prinsip moral saja.
Etika keutamaan mempunyai orientasi yang lain. Etika ini tidak begitu
menyoroti perbuatan satu demi satu, apakah sesuai atau tidak dengan norma
moral, tapi lebih memfokuskan pada manusia itu sendiri. Etika ini mempelajari
keutamaan (virtue), artinya sifat watak yang dimiliki manusia. Etika keutamaan
tidak menyelidiki apakah perbuatan kita baik atau buruk, melainkan kita sendiri
orang baik atau buruk.
Etika keutamaan mengarahkan fokus perhatiannya pada being manusia,
sedangkan etika kewajiban menekankan doing manusia. Etika keutamaan ingin
menjawab pertanyaan: what kind of person should I be?, “saya harus menjadi
orang yang bagaimana?”, sedangkan bagi etika kewajiban pertanyaan pokok
adalah: what should I do?, “saya harus melakukan apa?”
Ditinjau dari segi sejarah filsafat moral, maka etika keutamaan adalah tipe
teori etika yang tertua. Pada awal sejarah filsafat di yunani Sokrates, Plato, dan
Aristoteles telah meletakkan dasar bagi etika ini dan berabad-abad lamanya etika
keutamaan diembangkan terus. Etika kewajiban dalam bentuk murni baru tampil
di zaman modern dan agak cepat mengesampingkan etika keutamaan.
Etika kewajiban dan etika keutamaan saling membutuhkan satu sama
lainnya. Alasan mengapa etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan , jika
kita mentaati prinsip dan norma moral, kita belum tentu menjadi manusia yang
sungguh-sungguh baik secara moral. Berpegangan pada norma moral memang
merupakan syarat bagi perilaku yang baik. Akan tetapi, membatasi diri pada
norma saja belum cukup untuk dapat disebut seorang yang  baik dalam arti
sepenuhnya. Contohnya, seorang dokter yang belum pernah melakukan
malapraktek, karena selalu patuh pada aturan yang berlaku (dalam arti hukum
maupun moral), belum tentu merupakan dokter yang sungguh-sungguh baik dari
sudut moral. Supaya menjadi dokter yang baik, perlu ia memiliki juga sikap rela
melayani sesama yang sakit. Dengan kata lain, perlu ia memiliki keutamaan.
Pohon yang baik dengan sendirinya akan menghasilkan buah yang baik. Etika
keutamaan langsung bertujuan membuat manusia menjadi seperti pohon yang
baik, sehingga tidak bisa lain perbuatannnya akan baik juga.
Di sisi lain etika keutamaan membutuhkan juga etika kewajiban. Etika
keutamaan saja adalah buta, jika tidak di pimpin oleh norma dan prinsip. Benci
sebagai sifat mudah membawa orang ke perbuatan seperti membunuh atau
merugikan orang lain. Keadilan sifat yang membawa kita ke suatu keadaan
dimana kita memperlakukan orang lain secara adil dengan membayar gaji yang
pantas umpamanya kepada karyawan. Bagaimana kita tahu bahwa yang satu
adalah buruk dan yang lain adalah baik? Tentu karena kita berpegang pada norma.
Kita tidak dapat membedakan dua sifat watak tadi, Karena kita menerima norma
moral “jangan membunuh orang yang bersalah” dan “kita harus memperlakukan
orang lain dengan adil”. Jadi, prinsip moral dan keutamaan moral tidak terlepas
satu sama lain.

1. keutamaan dan watak moral


Pengertian Keutamaan
Pengertian “Keutamaan” Kata “keutamaan” berasal dari kata Yunani arete,
Latin virtus dan virtue dalam bahasa Inggris. Kata sifat dalam bahasa Inggris
adalah virtuous yang diterjemahkan menjadi “saleh”. Dalam hal ini, kata
keutamaan lebih kental dalam arti moral. Pada awalnya kata arete dalam budayaYunani kuno
berarti kekuatan atau kemampuan, misalnya untuk berperang atauuntuk menanami sawah atau
membuat kereta. Arete adalah kemampuan untuk melakukan perannya dengan baik.
Arete adalah kemampuan manusia untuk melakukan perannya sebagai manusia,
untuk mencapai telos-nya, tujuaninternalnya.Keutamaan itu selalu adalah
kekuatan, kemampuan, suatu kelebihan. Kata“utama” menunjuk pada kemampuan
manusia untuk membawa diri sebagai manusia utuh, jadi tidak dipersempit secara
moralistik pada “kesalehan” saja.“Manusia utama” adalah manusia yang luhur,
kuat, kuasa untuk melakukan dan menjalankan apa yang baik dan tepat, untuk melakukan
tanggung jawabnya.
            Untuk memperdalam pengertian “keutamaan”, MacIntyre memasukkan
tigapaham yang khas bagi manusia dan merupakan kerangka yang harus dipakai untuk
mengerti manusia, yaitu: paham “kegiatan bermakna” (practice), paham“tatanan
naratif kehidupan seseorang” (narrative of a single human life), dan“tradisi moral”
(moral tradition).Menjadi manusia yang baik dalam konotasi berpikir, berkata,
dan berbuat  tidak dimiliki manusia sejak lahir. Perbuatan baik sebagai keutamaan
moral itu terbentuk melalui suatu proses “pembiasaan “ yang cukup panjang.
Proses pembiasaan belumlah cukup jika tidak dibarengi dengan upaya “korektif”
artinya keutamaan moral diperoleh dengan melakukan koreksi terhadap sifat awal
yang tidak baik. Konstelasi keutamaan ini oleh Kees Bertens disebut sebagai
keutamaan berlangsung “melawan arus” (mengatasi kesulitan yang dialami dalam
keadaan biasa). Misalnya keutamaan  seperti  keberanian diperoleh dengan
melawan rasa takut bila menghadapi suatu bahaya. Demikian juga tentang
pengendalian diri akan terbentuk dengan melawan kecenderungan untuk mencari
kesenangan tanpa batas. Keutamaan dan karakter moral seseorang adalah proses
yang terus menerus. Mari kita lihat, bagaimana Kees Bertens mengulas tentang
keutamaan dan watak moral manusia.
Pengertian keutamaan
Keutamaan adalah disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kemurahan hati,
misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang membagi harta
bendanya dengan orang lain yang membutuhkan. Mari kita memandang lebih
rinci beberapa unsure dalam penjelasan tersebut.
a.       Keutamaan adalah suatu disposisi, artinya suatu kecenderungan tetap. Itu
tidak berarti bahwa keutamaan tidak bias hilang, tapi hal itu tidak mudah
terjadi. Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai stabilitas. Keutamaan
adalah sifat baik yang mendarah daging pada seseorang, tapi bukan sembarang
sifat baik adalah keutamaan juga. Jadi keutamaan mempunyai hubungan yang
eksklusif dengan moral dan keutamaan sama saja dengan keutamaan moral.
b.       Keutamaan berkaitan dengan kehendak. Keutamaan adalah disposisi yang
membuat kehendak tetap cenderung ke arah yang tertentu. Kerendahan hati,
misalnya menempatkan kemauan saya kearah yang tertentu yaitu tidak
menonjolkan diri dalam semua situasi yang dihadapi.
c.        Keutaman diperoleh melalui jalan membiasakan diri dan karena itu
merupakan hasil latihan. Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir. Pada
masa anak seorang manusia belum berkeutamaan. Ini sesuai dengan data- data
psikologi perkembangan yang memperlihatkan bahwa pada awal mula anak
belum mempunyai kesadaran moral (J. Piaget dan L. Kohlberg). Keutamaan
terbentuk selama sutau proses pembiasaan dan latihan yang cukup panjang,
dimana pendidikan ikut brperan penting. Proses pemerolehan keutamaan itu
disertai suatu upaya korektif, artinya keutamaan diperoleh dengan mengoreksi
suatu sifat awal yang tidak baik.
d.       Keutamaan juga dibedakan juga dari keterampilan. Memang seperti halnya
dengan keutamaan, keterampilan pun diperoleh melalui latihan, lagi pula
berciri korektif. Seperti sifat non – moral membantu memperoleh keutamaan,
demikian pula bakat alamiah mempermudah membentuk keterampilan. Tapi
disamping persamaan ini, ada perbedaan yang lebih menentukan. Kita lihat
misalnya, orang yang terampil bergaul dan juga terampil mengajar nyatanya
tidak terampil dalam hal mendidik anak dan bermasyarakat. 

2. Keutamaan dan Ethos


Keutamaan membuat manusia menjadi baik secara pribadi. Jika suatu
kelompok orang masing-masing mempunyai keutamaan, dengan itu mereka
belum bisa disebut berkeutamaan sebagai kelompok. Keutamaan selalu
merupakan suatu ciri individual.
Sebagai contoh suatu perusahaan bisa disebut jujur bukan sebagai
perusahaan tetapi karena semua karyawannya memiliki kejujuran sebagai
keutamaan. Namun demikian, sejalan dengan keutamaan yang bersifat pribadi itu
terdapat juga suatu karakteristik yang membuat kelompok menjadi baik dalam arti
moral justru sebagai kelompok yakni Ethos. Memang benar, langsung harus
ditambah bahwa keutamaan sebagai paham jauh lebih jelas dari pada ethos.
Terlihat tendensi paralelisme antar keutamaan dan ethos, dimana yang pertama
dikususkan untuk pribadi sedangkan yang kedua menunjuk terutama kepada
kelompok.
Ethos adalah salah satu kata Yunani kuno yang diambil alih dalam banyak
bahasa modern persis dalam bentuk seperti dipakai oleh bahasa aslinya dulu dan
karena itu sebaiknya ditulis juga munurut ejaan aslinya. Dalam bahasa modern,
“ethos” menunjukan ciri-ciri, pandangan, nilai yang menandai suatu kelompok.
Dalam Concise Oxford Dictioary (1974) ethos disifatkan sebagai characteristic
spirit of community, people or system, “suasana khas yang menandai suatu
kelompok, bangsa atau system”. Dalam arti ini sering kita dengar tentang ethos
kerja, ethos profesi, dan sebagainya. Disini ethos menunjukan kepada suasana
khas yang meliputi kerja dan profesi. Suasana ini dibentuk oleh banyak sikap dan
sifat yang terlalu kompleks untuk dapat dianalisis satu per satu. Dan perlu
ditekankan bahwa suasana ini dipahami dalam arti baik secara moral.
Jika bicara tentang ethos profesi , tentulah hal terpuji. Karena ethos profesi
dapat dimengerti sebagai nilai-nilai luhur dan sifat-sifat baik yang menandai suatu
profesi. Dan supaya menjadi anggota profesi yang baik, semua orang yang
mengemban profesi bersangkutan harus ditandai oleh ethos profesi tersebut.
Contoh: profesi kedokteran, disini ethos profesi berarti nilai-nilai luhur
dan dan sifat-sifat baik yang terkandung dalam profesi medis. Ethos dengan
tradisi begitu panjang dalam sumpah dokter yang begitu panjang diucapkan oleh
setiap dokter baru disaat mulai mengemban tugasnya sebagai tenaga medis ,
bilamana studinya sesudah sekian tahun akhirnya selesai: “ saya akan senantiasa
mengutamakan kesehatan penderita” dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
ethos suatu profesi sebagian besar tercermin dalam kode etik untuk suatu profesi.
Dalam hal ini kode etik Kedokteran Indonesia, seperti juga kode etik kedokteran
Negara-negara lain, mempunyai kaitan erat dengan sumpah dokter.  
3.    Orang Kudus dan Pahlawan
Filsuf inggris J.O. Umson menjelaskan bahwa kata-kata “kudus” dan
pahlawan mempunyai arti etis juga. Kudus dalam KBBI artinya mensucikan, suci
artinya mengeramatkan. Pahlawan dalam KBBI adalah orang yang menonjol
karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Contohnya
seorang ayah yang menafkahi keluarganya, seorang ibu yang mengurusi anak dan
mengerjakan tugas rumah, seorang guru yang mengajar sebagai bentuk
pengabdian kepada negara, Seorang polisi yang mengatur lalu lintas sebagai
bentuk pengabdian kepada negara.     
Teori-teori etika biasanya membedakan 3 kateogori perbuatan. Pertama
ada perbuatan yang merupakan kewajiban begitu saja dan harus dilakukan.
Maksudnya kita harus menghargai privasi orang, dan mengatakan hal yang benar.
Kedua ada perbuatan yang dilarang secara moral dan tidak boleh dilakukan.
Maksudnya Kita tidak boleh berbohong, membunuh sesama manusia,
mengingkari janji, mencuri, menfitnah dan lain sebagainya  Ketiga ada perbuatan
yang dapat diizinkan  dari sudut moral dalam arti tidak dilarang. Ketiga ada
perbuatan yang dizinkan dari sudut moral dalam arti tidak dilarang dan tidak
diwajibkan misalnya seperti bermain catur waktu senggang, nonton tv diluar jam
kerja, jalan-jalan saat libur.

Ada 3 macam situasi dimana seseorang bisa disebut kudus dan pahlawan dalam
arti eksklusif etis :
a.       Kita menyebut seorang kudus, jika melakukan kewajibannya dalam keadaan
dimana kebanyakan orang tidak akan melakukan kewajiban mereka, karena
terbawa oleh keinginan diri sendiri.
Contoh :
1.      Seseorang yang siswa yang mengerjakan ujian tanpa mencontek, atau
dengan hasil kemampuannya sendiri. Perbuatan tersebut jelas menerangkan
bahwa dia telah berlaku jujur maka secara tidak langsung dia disebut kudus.
Meski ia mendapat kesempatan untuk mencontek
2.      Seorang guru yang memaafkan kesalahan muridnya karena tidak
mengerjakan tugasnya. Guru tersebut mempunyai sifat yang mulia karena
memaafkan muridnya. Berarti secara tidak langsung guru tersebut bisa
dikatakan kudus.

b. Seorang dikatakan Pahlawan jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan


dimana kebanyakan orang tidak akan melakukan kewajiban mereka, karena
terpengaruh oleh teror, ketakutan dan kecenderungan untuk mempertahankan
hidupnya
1.   Seorang tentara yang mempertahankan bentengnya agar tidak direbut oleh
musuh meski itu akan mengrobankan nyawanya. Sesungguhnya ia
mengetahui bahwa masih ada kesempatan untuk melarikan diri. 

c.  Kita menyebut seorang kudus, jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan


dimana kebanyakan orang tidak melakukannya, bukan karena disiplin diri yang
luar biasa yang luar biasa melainkan dengan mudah dan tanpa usaha khusus. Ia
melakukan tugasnya karena keutamaan.
1.    Seseorang yang sudah terbiasa jujur, maka meski menghadapi godaan
apapun orang itu akan sulit untuk berbohong apalagi untuk hal yang tidak
baik.
2.    Seseorang yang sudah terbiasa untuk memberi makan pengemis yang
kelaparan, maka sangat tidak mungkin jika ia membiarkan pengemis itu
kelaparan. Kita menyebut seseorang pahlawan jika melakukan
kewajibannya dengan mengatasi rasa takut, dimana kebanyakan orang
melarikan diri. Ia sudah memiliki disposisi tetap dan untuk menghadapi
bahaya dengan mudah tanpa usaha khusus.
d. Kita menyebut sebagai seorang kudus dan pahlawan, jika ia melakukan lebih
dari pada yang diwajibkan. Bahkan gelar kudus atau pahlawan terutama kita pakai
sebagai gelar etis untuk menunjukkan orang yang menurut pandangan melampaui
batas-batas kewajiban.
Contoh :
1. Seorang dokter yang secara suka rela pergi ke daerah terpencil demi
mengobati penduduk yang terkena sakit tanpa mendapatkan gaji penuh
2. Seorang guru
Moral tertinggi diberikan 2 catatan
1. Tidak dimasukkan disini perbuatan-perbuatan yang dilakukan karena
dorongan ilmiah.
Contoh
a. Seorang ibu tanpa berfikir panjang masuk kerumah yang terbakar demi
menyelamatkan anaknya.
b. Seorang ayah yang mengorbankan dirinya demi menyelamatkan
anaknya agar anaknya tidak tertabrak mobil.
2. Jarang terjadi bahwa orang kudus dan pahalawan etis sesudah
perbuatannya menegaskan “saya harus melakukan perbuatan yang harus
saya lakukan” atau saya hanya melakukan kewajiban saya
a. Ketika Andi, seorang mahasiswa melihat ada orang yang kecelakaan
karena membawa sepeda motor. Padahal ia tidak mengenal korban
tersebut tapi dengan suka rela dia menolong orang tersebut.
b. Ketika kita dengan suka rela memberikan bantuan berupa makanan,
uang, dan pakaian kepada korban bencana yang sedang dilanda banjir,
gunung merapi dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai