Kata ethos berarti kebiasaan atau adat dan tentu saja yang sesuai kebiasaan dan adat
dianggap baik.
Sedangkan `ethos dan `ethikos lebih berarti kesusilaan, 71 perasaan batin, atau
kecenderungan hati yang menyertai seseorang terdorong untuk melakukan suatu perbuatan
(Verkuyl 1993, 15).
Dari buku itu, kata etika menjadi istilah teknis khusus untuk “ilmu pengetahuan yang
mempelajari/menyelidiki soal kaidahkaidah dalam rangka mengukur perilaku dan perbuatan
manusia.
” Untuk mendefinisikan apa itu etika, ada baiknya terlebih dahulu dibedakan antara
pertimbangan etis dan nonetis.
Bilamanakah suatu pertimbangan itu berkaitan atau tidak berkaitan dengan etika.
Sebagai contoh pertimbangan dan keputusan seseorang untuk memilih makan nasi goreng
atau KFC didasarkan pada pertimbangan etis?
Jadi, seseorang yang memilih makan nasi goreng dan bukan KFC tidak bisa kita adili, apakah
dia itu baik atau jahat.
Bila pertimbangan untuk makan nasi goreng dan bukan KFC didasarkan pada pertimbangan
kesehatan, karena menjaga kesehatan, tindakan itu adalah tindakan yang dianggap
bertanggungjawab.
Dengan contoh ini, jelaslah bahwa pertimbangan dan keputusan etis adalah pertimbangan
dan keputusan yang terkait dengan masalah baik, benar atau bertanggungjawab atau
sebaliknya.
Pertimbangan nonetis adalah pertimbangan yang didasarkan bukan pada pertimbangan
baik, benar, bertanggungjawab atau tidak, melainkan didasarkan pada, misalnya: selera
makan atau mode pakaian dan sebagainya.
” Keduanya adalah sikap dan tindakan yang didasarkan pada pertimbangan etis.
Masihkah kita menilai perilaku yang kelihatan itu suatu hal yang baik jika akhirnya ketahuan
bahwa motivasinya hanya ingin mencari pujian atau mempunyai kepentingan pribadi?
Apa yang dinilai baik, tidak sebatas terhadap perilaku yang kelihatan saja melainkan juga
motivasi yang mendorong perilaku itu harus dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam kaitan ini, masih perlu dibedakan lagi antara istilah baik dan benar sebab baik dan
benar tidak selalu berkonotasi etis.
Misalnya dalam ungkapan bahwa “apel ini masih baik” atau dalam ungkapan “2+2= 4 adalah
benar” keduanya tidak ada konotasi etis.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa penilaian dan pertimbangan etis itu selalu berkaitan
dengan penilaian atau pertimbangan mengenai baik, benar, bertanggungjawab atau
sebaliknya, tentang perilaku dan motivasi manusia.
Karena itu, sebagai ilmu, etika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari nilai- nilai atau
norma-norma sebagai dasar untuk menilai perilaku dan motivasi manusia itu dikatakan baik,
benar, bertanggungjawab atau sebaliknya.
Gill membedakan “suatu etika” (suatu etika atau moralitas) sebagai suatu perangkat
penuntun tentang apa yang baik dan buruk/jahat, benar dan salah, sedangkan studi yang
serius terhadap penuntun itulah disebut etika (ethics atau disebut juga moral philosophy).
Masing-masing sistem etika sudah tentu mempunyai seperangkat penuntun (guidelines)
untuk menilai tentang apa yang baik atau jahat, yang benar atau yang salah, yang
bertanggungjawab atau sebaliknya.
1. Etika teologis
Etika teologis adalah sistem etika yang sumber normanya dipercayai berasal dari Tuhan atau setidak-
tidaknya lahir dari asumsi-asumsi teologis baik tentang Tuhan dan manusia yang sumber utamanya
dari kitab suci masingmasing agama . Etika Kristen, etika Islam, etika Hindu, etika Buddha, dll.
termasuk dalam kategori etika teologis. Memang cara orang percaya menggunakan kitab suci untuk
menyimpulkan nilai moral sebagai norma etis berbeda antara satu orang/kelompok dengan
orang/kelompok lain. Walaupun demikian, tidak dapat disangkal bahwa dari berbagai etika teologis
itu banyak sekali nilai-nilai yang tumpang tindih atau sama. Dalam etika teologis, pertimbangan
moral sering kali diarahkan oleh ajaran agama, kitab suci, atau otoritas keagamaan, yang dianggap
sebagai sumber otoritatif untuk memandu tindakan manusia. Pendekatan ini dapat berbeda-beda
tergantung pada agama yang diamati, seperti Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, atau lainnya, dan dapat
melibatkan konsep seperti dosa, kebajikan, dan akhirat. bagi sistem etika Kristen, acuan utamanya
adalah pada tokoh dan teladan Kristus sendiri, melalui ajaran-ajaran-Nya terutama melalui contoh
kehidupanNya. Karakter yang ideal sesuai kehendak Allah terwujud dan tercermin dalam keseluruhan
hidup-Nya tidak ada etika Kristen dan karakter Kristen kalau tidak dikaitkan dengan Yesus Kristus baik
melalui ajaran-Nya dan teladan-Nya.keseluruhan hidup-Nya. Jadi, apa yang sudah dijelaskan di atas,
tidak ada etika Kristen dan karakter Kristen kalau tidak dikaitkan dengan Yesus Kristus baik melalui
ajaran-Nya dan teladan-Nya.
2. Etika filsafat
Etika filsafat adalah cabang dari filsafat yang mempelajari pertanyaan moral dan mencari
prinsip-prinsip moral yang universal tanpa bergantung pada ajaran agama tertentu.
Pendekatan ini berusaha untuk memahami sifat dasar dari kebaikan, keadilan, hak,
kewajiban, dan nilai-nilai moral lainnya secara rasional. Etika filsafat melibatkan analisis
argumentatif dan pemikiran kritis untuk merumuskan teori-teori moral yang dapat
diterima secara logis dan rasional oleh individu dari berbagai latar belakang agama dan
budaya. Beberapa teori etika filsafat yang terkenal meliputi etika kantianisme, etika
utilitarianisme, etika tugas, dan etika kebajikan.