KONSEP ETIKA
1. Definisi
a. Etika
Definisi etika dalam bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan atau
karakter sedangkan dalam pemaknaan dan kamus Webster berarti The
distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person,
group, or institution (karakter istimimewa, sentimen, tabiat moral, atau
keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi).
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat
keyakinan benar dan tidak sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah
bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-
norma moral dan perasaan menghargai diri bila ia meniniggalkannya. Tindakan
yang diambil olehnya harus ia pertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu
juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu
atau sebaliknya mendapatkan pujian.
Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan
istilah c al-khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebijakan dengan
menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut : khair, bir, qist, adl, haqq,
maruf dan taqwa.
Dari uraian di atas ada persinggungan makna antara etika, moral, dan
norma yang terkadang di gunakan secara tumpang-tindih.untuk itu perlu ada
pendefinisian moral dan norma sehingga jelas perbedaan antara ketiga hal
tersebut.
b. Moral
Moral berasal dan kata latin mos ( bentuk jamaknya yaitu mores) yang
berarti adat dan cara hidup. Mores dalam bahasa inggris adalah morality yang
berarti general name for moral judments, standards, and rules of conduct. Dalam
makna lain morality berarti a doctrine or system of moral conducts/particular
moral principles or rules of conduct.
Ini artinya, bahwa moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan
moral, standar moral, dan aturan-aturan berperilaku yang berangkat dari nila-
nilai etika. Hal itu tidak saja dalam format keputusan, standar, dan aturan-aturan
aktual yang ada dalam masyarakat, tetapi juga meliputi keputusan-keputusan
ideal yang dibenarkan dengan alasan yang rasional.
c. Norma
Norma secara etimologis bermakna an authoritative standard atau
principle of right actiom bidding upon the members of a group and serving to
guide, control or regulate proper and acceptable behavior artinya, bahwa norma
merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang dapat
mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilau baiknya. Ia
menjadi kaidah dan aturan bagi sebuah pertimbangan dan penilaian
Jadi, ringkasnya menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma
adalah nilai yang menjadi milik bersama, tertanam, dan disepakati semua pihak
dalam masyarakat yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang
mewujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran atau
norma artinya bermula dari penilaian, nilai, dan norma.
Macam-macam norma
1. Teknis dan permainan
2. Berlaku umum
3. Peraturan sopan santun
4. Norma hukum
5. Norma moral
a. Teleologi
1). Utilitarianism ( Aliran Konsekuensialisme)
Sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir
apa yang berbaya. Bagiku kebanyakan orang semakin bermanfaat banyak
orang,perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari pembuatan hukum ini
bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan.
c. Hybrid Theories
1). Personal Libertarianim
Keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-
pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya
bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
3). Existentialism
Tidak ada perbuatan yang benar-benar atau sebaliknya setiap orang
dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang
ia inginkan dirinya sendiri.
4). Relativism
Bahwa tidak ada kriteria universial untuk menentukan perbuatan
etis. Setiap individu menggunakan kriterianya sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
A. Rasionalisme
1. Benar/salah. Terbatas pada hukum-hukum etika yang berkaitan
dengan : pujian/cecaan, dan pahala/siksa.
2. Wahyu tidak menetapkan nilai tertentu pada perbuatan, wahyu
hanya mengabarkan adanya nilai tersebut.
3. Wahyu/ agama datang untuk pengujian dan pembuktian
4. Fungsi wahyu : menggambarkan prinsip-prinsipp yang telah
ditetapkan akal, arbitrasi terhadap konflik-konflik antara wahyu
dan lainnya
5. Tanggung jawab manusia terhadap kewajibannya :
1. memiliki kebaikan intrinsik
2. berasal dari Tuhan
3. berasal dari dalam manusia sendiri
6. tidak semua perbuatan
7. Hanya untuk manusia
B. semi Rasionalis-asyariah
1. Dasar penentuan benar/salah
a. Benar = apa yang dikehendaki dan diperintah salah
b. Salah =apa yang dilarang Allah
c. perbuatan
d. Wahyu
e. Peran Wahyu
2. Tanggungjawab Manusia
3. keadilan Tuhan
C. Etika Filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam : tidak ada
mahzab etika dalam pemikiran Islam karena umat islam memiliki
sumber yang cukup dari Al-Quran dan hadis. Baru ada
pembahasan setelah bersinggungan dengan kebudayaan yunani
yang utamanya berbicara. Tentang :
1. Konsep kebahagian
2. Kekekalanjiwa
3. Teori eksistensi dan emanasi
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
ETIKA
Etika yang baik atau akhlak mulia itu tidak didapat dan terbentuk
dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain selain faktor ibadah di
atasseperti yang dikemukakan oleh Etika Bisnis Islam dari Amerika,
Rafiq Issa Beekun mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat
dipengaruhi 3 faktor :
1. Interprestasi terhadap hukum filosofid, sistem hukum dibentuk
dengan tujuan untuk melindugi segenap jiwa dan raga manusia
dari berbagai faktor yang dapat menghilangkan eksistensi
manusia.
2. Lingkungan atau organisasi di mana manusia hidup. Tanpa
masyarakat ( lingkungan, orangtua, saudara, teman guru dan
lainnya) kepribadian seseorang individu tidak dapat
berkembang, demikian pula dengan halnya dengan aspek
normal pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak
anak namun merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar, ia
akan merekam setiap aktivitas yang terjadi di lingkungannya
yang lambat laun akan membentuk pola tingkah laku bagi
kehidupannya di masa akan datang.
3. Individu. Hal-hal yang masuk ke dalam kategori ini antara lain :
pengalaman batin seseorang yang juga merupakan faktor bagi
terbentuknya perilaku etik bagi seseorang.
BAB IV
SISTEM ETIKA BISNIS ISLAM
1. Tahapan I
Pemetaan ( maping ) nilai-nilai sistem etika barat dan
timur
Konsep moral bernuansa pemikiran filsafat sangat kental di
barat. Secara konseptual barat, prinsip-prinsip etis dalam dunis
bisnis mengacupaling tidak pada empat hal pertama :
1. Mengandung unsur utilitas (manfaat)
2. Terdapat unsur dan kewajiban
3. Mengandung keadilan dan kejujuran
4. Mengandung rasa melindungi
2. Tahapan II
Proses inserting islamic values (memasukkan nilai-nilai
islam pada standart moral etika
Memadukan pola pikir barat dan timur adalah hal yang didasari
penulis dalam mendesain metodologi sistem penerapan etika
bisnis Islam, sehingga diharapkan terjadi perkawinan antara
meterilisme dan spiritualisme secara seimbang. Pada tahap ini,
diupayakan untuk bagaimana nilai-nilai wahyuu dapat
mempengaruhi perilaku bisnis.
3. Tahapan III
Investing the tools
Adanya alat penentu kebijakan dalam etika akan sangat
memudahkan seseorang muslim dalam menentukan sikap. Pada
tahapan ini, kita tidak perlu lagi untuk reinventing the wheel, hal
ini mengingat konsep-konsep ala barat sudah cukup brilian untuk
kita adopsi, hanya saja nilai yang diukur terlebih dahulu.
4. Tahapan IV
Punisment and repentance ( hukuman dan penyesalan )
Sepakat kalau kita tidak bisa memaksakan kehendak orang lain
mau berperilaku etis, terkecuali jika ada keberpihakan dari pihak
yang mempunyai otoritas. Kemudia di sisi lain, setiap pribadi
muslimpun harus terus mengejar prestasi dalam kesalahan
sosial. Untuk itu, agar dapat menerapkan prinsip
memaksimalkan profit tapi tetap konsisten terhadap hukum dan
kebiasaan etis. Maka perlu sekiranya kita membedah konsep
had/hudud dalam islam untuk kemudian diterjemahkan menjadi
punisment and repentance code of ethics.
1. Unity (persatuan)
Pranata sosial, politik, agama, moral, dan hukum yang mengikat
masyarakat berikut perangkat institusionalnya disusun
sedemikian rupa dalam sebuah unit bersistem terpadu untuk
mengarahkan setiap individu sehingga mereka dapat secara baik
melaksanakan, mengontrol, serta mengawasi atura-atura
tersebut.
2. Equilibrum ( Keseimbangan )
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam
mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak
yang tidak disukai. Pengetian adil dalam islam diarahkan agar
hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak
Allah dan Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil
seseorang. Semua hak-hak tersebut harus ditempatkan
sebagaimana mestinya (sesuai aturan syariah).
4. Responsibility
Aksioma tanggung jawab individu begitu mendasar dalam
ajaran-ajaran Islam. Terutama jika dikaitkan dengan kebebasan
ekonomi. Penerimaan pada prinsip tanggung jawab individu ini
berarti setiap orang akan diadili secara personal di hari kiamat
kelak.
5. Benevolence
Ihsan (benevolence) artinya melaksanakan perbuatan baik yang
dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain, tanpa
adanya kewajiban tertentu yang mengharuskan perbuatan
tersebut atau dengan kata lain beribadah dan berbuat baik
seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu maka yakinlah
Allah melihat.
BAB V
MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI YANG
ISLAMI
4. Motivasi
Motivasi adalah salah satu komponen penting dalam meraih kesuksesan
suatu proses kerja karena memiliki unsur pendorong untuk melakukan
pekerjaan sendiri maupun kelompok. Suatu dorongan yang berasal dari
diri sendiri yaitu berupa kesadaran diri untuk bekerja lebih baik.
5. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang koondusif dapat mendukung terciptanya budaya
organisasi yang baik seperti tantangan, keterlibatan dan ketangguhan.
6. Perubahan
Semua komponen organisasi harus memiliki komitmen yang kuat untuk
berubah ke arah yang lebih baik.
7. Partisipasi
Partisipasi aktif dari semua lini organisasi bagi pencapaian tujuan
organisasi menjadi salah satu takk kekuatan bagi terbentuknya budaya
yang baik.
8. Displin
Merupakan napas dari organisasi dan merupakan unsur pokok dalam
upaya mencapai kualitas atau keberhasilan manajemen disamping unsur
pemahaman dan komitmen. Keith Daviz dan John W. Newstrom membagi
disiplin 3 macam sifat, yaitu :
1. Preventif
Berupa pemberian kepada segenap karyawan mengenai standar
moral dan etika serta peraturan yang harus ditegakkan dalam
organisasi dengan pengetahuan tersebutdiharapkan karyawan
mengenai standart moral dan etika yang harus ditegakkan dalam
organisasi.
2. Korektif
Berupa tindakan yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran standart
perilaku atau peraturan yang tujuannya menghindari pelanggaran
yang lebih lanjut.
3. Progresif
Tindakan disipliner yaitu tindakan berulang kali berupa tindakan yang
semakin berat dengan maksud agar pelanggar etika dapat
memperbaiki diri sebelum hukuman dijatuhkan.
Disusun Oleh :
Aqib Sutiyono (321 14 039)
Muhammad Nur Ihsan (321 14 031)
Muhammad Reza Putra Utama Suwandy (321 14 045)
Prodi : 1B D3 Teknik Listrik
Jurusan : Teknik Elektro
POLITEKNIK NEGERI UJUNG
PANDANG
TAHUN 2015