Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP ETIKA
1. Definisi
a. Etika
Definisi etika dalam bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan atau
karakter sedangkan dalam pemaknaan dan kamus Webster berarti The
distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person,
group, or institution (karakter istimimewa, sentimen, tabiat moral, atau
keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi).
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat
keyakinan benar dan tidak sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah
bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-
norma moral dan perasaan menghargai diri bila ia meniniggalkannya. Tindakan
yang diambil olehnya harus ia pertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu
juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu
atau sebaliknya mendapatkan pujian.
Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan
istilah c al-khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebijakan dengan
menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut : khair, bir, qist, adl, haqq,
maruf dan taqwa.
Dari uraian di atas ada persinggungan makna antara etika, moral, dan
norma yang terkadang di gunakan secara tumpang-tindih.untuk itu perlu ada
pendefinisian moral dan norma sehingga jelas perbedaan antara ketiga hal
tersebut.

b. Moral
Moral berasal dan kata latin mos ( bentuk jamaknya yaitu mores) yang
berarti adat dan cara hidup. Mores dalam bahasa inggris adalah morality yang
berarti general name for moral judments, standards, and rules of conduct. Dalam
makna lain morality berarti a doctrine or system of moral conducts/particular
moral principles or rules of conduct.
Ini artinya, bahwa moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan
moral, standar moral, dan aturan-aturan berperilaku yang berangkat dari nila-
nilai etika. Hal itu tidak saja dalam format keputusan, standar, dan aturan-aturan
aktual yang ada dalam masyarakat, tetapi juga meliputi keputusan-keputusan
ideal yang dibenarkan dengan alasan yang rasional.

c. Norma
Norma secara etimologis bermakna an authoritative standard atau
principle of right actiom bidding upon the members of a group and serving to
guide, control or regulate proper and acceptable behavior artinya, bahwa norma
merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang dapat
mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilau baiknya. Ia
menjadi kaidah dan aturan bagi sebuah pertimbangan dan penilaian
Jadi, ringkasnya menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma
adalah nilai yang menjadi milik bersama, tertanam, dan disepakati semua pihak
dalam masyarakat yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang
mewujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran atau
norma artinya bermula dari penilaian, nilai, dan norma.
Macam-macam norma
1. Teknis dan permainan
2. Berlaku umum
3. Peraturan sopan santun
4. Norma hukum
5. Norma moral

2. Etika cabang filsafat


Etika merupakan bagian dari filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan
mengapa seseorang harus tunduk pada norma, peraturan, dan hukum?
Ketentuan-ketentuan yang diletakkan seakan membelenggu kebebasan
seseorang. Manusia melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ia senangi.
Jawabannya yang diberikan oleh seseorang terhadap hal di atas merupakan
tugas dari etika untuk meresponsnya sehingga apa yang dilakukannya menjadi
biasa. Alasannya, karena etika mencari tahu mana yang baik dan mana yang
buruk. Etika dapat membuat seseorang menyadari bahwa apa yang tidak
diperbolehkan sesungguhnya tidak baik.

3. Pandangan agama tentang etika bisnis


Menurut sumber-sumber literatur mengatakan bahwa, etika bisnis didasari
oleh ajaran-ajaran agama. Dalam agama judaism misalnya punya literatur yang
banyak dan kode hukum tentang akumulasi dan penggunaan kekayaan. Dasar
literatur dan kode hukum tersebut adalah taurat yang dikembangkan dalam
Mishnah dan Talmud. Begitu jugs dengan ajaran agama Kristen.
Adapun agama Islam banyak sumber literatur yang tersedia dan kode
hukum yang mengatur masalah harta dan kekayaan yang merujuk pada kitab
suci Al-Quran dan terjemah dalam hadis-hadis Rasulullah. Untuk pembahasab
etika bisnis islam ini akan dibahas secara lebih mendalam pada Bab 4.
BAB II
TEORI-TEORI DAN BERBAGAI SISTEMATIKA

1. Sistem Etika Barat


Teori-teori etika dapat dipecah menjadi 2 kategori : teleological yang
artinya ( telos = tujuan) dan deontological ( deon= tugas, kewajiban)
menentukan etika dari suatu perbuatan berdasarkan aturan atau prinsip yang
mengatur proses pengambilan keputusannya.
Pada bagian sistem etika barat ini akan dibicarakan antara lain :
a. Sistem etika teleologi, diantarannya teori yang dikembangkan oleh
Jeremy Bentham (w.1832)mendasarkan padakonsep utility
(manfaat )yang kemudian disebut utilitarianism, dan teori
Keadilan Distrubusi atau keadilan yang berdasarkan pada konsep
fairness yang dikembangkan oleh John Rawis
b. Sistem etika deontologi, diantaranya teori-teori yang dikembangkan
oleh Immanuel Kant (w.1804) seorang filsuf jerman, perspektif
agama ( hukum abadi dan teori Virtue)
c. Teori-teori Hybrid antara lain teori kebebasan Individu ( personal
libertaeianism) yang dikembangkan oleh Robert Nozick, Etika
Egoisme, etika Egoisme Baru, relativisme, hak dan eksistensi.

a. Teleologi
1). Utilitarianism ( Aliran Konsekuensialisme)
Sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir
apa yang berbaya. Bagiku kebanyakan orang semakin bermanfaat banyak
orang,perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari pembuatan hukum ini
bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan.

2). Keadilan Distribusi


Perbuatan disebut etis bila menjunjung keadilan distribusi barang
dan jasa yang berdasarkan pada konsep fairness yang dikemukakan oleh
John Rawls, filsuf kontemporer dari Harvard, memiliki nilai dasar keadilan
(justice)
b. Deontologi
1). Teori Keutamaan
Apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar teori ini
adalah tidak menyoroti perbuatan manusia semata, namun seluruh
manusia sebagai perilaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang
adil, jujur, murah hati, dan lain-lain sebagai keseluruhan.

2). Hukum Abadi


Perbuatan etis harus didasarkan ajaran kitab suci dan alam, namun
permasalah nyang timbul karena kemudian agama menganjurkan
meninggalkan keduniawian dengan meditasi (kegiatan spritual saja) untuk
menjadi orang yang sempurna.

c. Hybrid Theories
1). Personal Libertarianim
Keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-
pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya
bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.

2). Ethical Egoism


Teori ini memaksimalkan kepentingan individu dilakukan sesuai
keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan bukan harus
barang/kekayaan, bisa pula ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang
baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

3). Existentialism
Tidak ada perbuatan yang benar-benar atau sebaliknya setiap orang
dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang
ia inginkan dirinya sendiri.

4). Relativism
Bahwa tidak ada kriteria universial untuk menentukan perbuatan
etis. Setiap individu menggunakan kriterianya sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.

5). Teori Hak


Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar. Dalam
praktiknya ditemui masalah karena seseorang biasanya minta haknya
didahulukan atau batasan hak yang tidak jelas.

2. Etika dan persepektif Islam


1). Dasar falsafah Etika dalam Islam
Teori etika islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori
etika yang bersumber keagamaan tidak akan kehilangan substansi
teorinya karena teori etika Imanuel Kantdibangun berdasarkan
metafisika dan banyak orientasi etika klasik dan modern bercorak
keagamaan tanpa kehilangan warna teorinya. Keimanan menentukan
perbuatan, keyakinan menentukan perilaku.

2). Etika Skiptural


Sebagai etika yang berangkat dari interprestasi yang
melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh
terhadap nash-nash Al-quran dan Sunnah Rasulullah yang
sebagaiutama etika. Menurut majid Fakhry bahwa mahzab ini cenderung
kurang menggunakan rasio atau akal dalam aktivitas dialektikannya
dengan nash-nash tersebut. Sikap ini yang akhirnya dengan nash-nash
tersebut. Sikap ini yang akhirnya memunculkanserangkaian persepsi
atau refleksi moral dan bukan teori etika dalam pengertian yang
kongkret.
Ciri-ciri :
1. kurang menggunakan akal dan rasionalitas murni
2. menghasilkan pandangan-pandangan dan refleksi moral
3. inti : substraksi dan etos Al-Quran
Aktivitas :
1. menerangkan dan menginvestasikan ayat-ayat Al-Quran tentang
aspek-sapek tentang aspek-aspek
a. benar-salah
b. Keadilan dan kekuasaan Tuhan
c. Kebebasan dan tanggungjawab manusia
Baik-Buruk :
1. sesuai teks Al-Quran dan bukti Hadis
2. dihubungkan dengan balasannya
3. kebaikan sebagai kecintaan kepada Tuhan
Keadilan :
1. Tuhan adil, melarang perbuatan yang tidak adil, dan cinta kepada
keadilan
Tanggung jawab Manusia :
1. Atas pertanyaan/pemeriksaan
2. Prankondisi : pengetahuan, kesadaran dan kebebasan
3. Konsep : ketaatan dan kewajiban

3). Teori Etika Teologis


Memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
Mutazilah vs Asyariah
1. sumber pengetahuan = akal pikiran
2. Sumber Hukum =akal
3. Baik-Buruk = akal
4. Jabariah vc Qadariah
Persoalan baik dan buruk mengetahui baik, tidak mengetahui= buruk
akal manusia dapat mengetahuinya dengan pasti
Dasar penentuan rasional =dengan melihat faktor maslahat dn
mafsadat
Baik = objek pujian dan pahala, buruk = objek celaan dan dosa-
hukuman

A. Rasionalisme
1. Benar/salah. Terbatas pada hukum-hukum etika yang berkaitan
dengan : pujian/cecaan, dan pahala/siksa.
2. Wahyu tidak menetapkan nilai tertentu pada perbuatan, wahyu
hanya mengabarkan adanya nilai tersebut.
3. Wahyu/ agama datang untuk pengujian dan pembuktian
4. Fungsi wahyu : menggambarkan prinsip-prinsipp yang telah
ditetapkan akal, arbitrasi terhadap konflik-konflik antara wahyu
dan lainnya
5. Tanggung jawab manusia terhadap kewajibannya :
1. memiliki kebaikan intrinsik
2. berasal dari Tuhan
3. berasal dari dalam manusia sendiri
6. tidak semua perbuatan
7. Hanya untuk manusia
B. semi Rasionalis-asyariah
1. Dasar penentuan benar/salah
a. Benar = apa yang dikehendaki dan diperintah salah
b. Salah =apa yang dilarang Allah
c. perbuatan
d. Wahyu
e. Peran Wahyu
2. Tanggungjawab Manusia
3. keadilan Tuhan

C. Etika Filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam : tidak ada
mahzab etika dalam pemikiran Islam karena umat islam memiliki
sumber yang cukup dari Al-Quran dan hadis. Baru ada
pembahasan setelah bersinggungan dengan kebudayaan yunani
yang utamanya berbicara. Tentang :
1. Konsep kebahagian
2. Kekekalanjiwa
3. Teori eksistensi dan emanasi

4). Teori keadilan Distribusi Islam


Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusi dalam islam
adalah persamaan dalam distribusi. Tapi apa yang dimaksud dengan
persamaan tersebut masih abstrak karena bagi sebagian mengatakan
bahwa yang dimaksud adil itu bila setiap orang dibayar sesuai dengan
konstribusi yang diberikan. Sebagian lagi mengatan bahwa, keadilan itu
tergantung pada kebutuhan seseorang.

BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
ETIKA
Etika yang baik atau akhlak mulia itu tidak didapat dan terbentuk
dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain selain faktor ibadah di
atasseperti yang dikemukakan oleh Etika Bisnis Islam dari Amerika,
Rafiq Issa Beekun mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat
dipengaruhi 3 faktor :
1. Interprestasi terhadap hukum filosofid, sistem hukum dibentuk
dengan tujuan untuk melindugi segenap jiwa dan raga manusia
dari berbagai faktor yang dapat menghilangkan eksistensi
manusia.
2. Lingkungan atau organisasi di mana manusia hidup. Tanpa
masyarakat ( lingkungan, orangtua, saudara, teman guru dan
lainnya) kepribadian seseorang individu tidak dapat
berkembang, demikian pula dengan halnya dengan aspek
normal pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak
anak namun merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar, ia
akan merekam setiap aktivitas yang terjadi di lingkungannya
yang lambat laun akan membentuk pola tingkah laku bagi
kehidupannya di masa akan datang.
3. Individu. Hal-hal yang masuk ke dalam kategori ini antara lain :
pengalaman batin seseorang yang juga merupakan faktor bagi
terbentuknya perilaku etik bagi seseorang.

Sedangkan faktor lainnya adalah kondisi atau situasi. Faktor ini


memberikan konstribusi yang cukup besar bagi terbentuknnya perilaku
etika seseorang.

BAB IV
SISTEM ETIKA BISNIS ISLAM

1. Definisi Etika Bisnis Islam


Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berati
mempelajari tentang mana yang baik/buruk, benar/salah dalam dunia
bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas. Kajian etika bisnis
terkadang merujuk kepada manajement ethiscs atau organizational ethics.
Etika bisnis dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam
ekonomi dan bisnis.

2. Rumusan Desain Etika Bisnis dalam Islam


Desain metodologis sangat diperlukan agar muslimpaling tidak
mempunyai acuan standart moral tersendiri dalam perilaku etika,
khususnya yang bisnis. Berikut tahapan yang menjadi rumusan dan kerja
penulis dalam asumsikan bagaimanakah sistem etika bisnis islam

1. Tahapan I
Pemetaan ( maping ) nilai-nilai sistem etika barat dan
timur
Konsep moral bernuansa pemikiran filsafat sangat kental di
barat. Secara konseptual barat, prinsip-prinsip etis dalam dunis
bisnis mengacupaling tidak pada empat hal pertama :
1. Mengandung unsur utilitas (manfaat)
2. Terdapat unsur dan kewajiban
3. Mengandung keadilan dan kejujuran
4. Mengandung rasa melindungi

2. Tahapan II
Proses inserting islamic values (memasukkan nilai-nilai
islam pada standart moral etika
Memadukan pola pikir barat dan timur adalah hal yang didasari
penulis dalam mendesain metodologi sistem penerapan etika
bisnis Islam, sehingga diharapkan terjadi perkawinan antara
meterilisme dan spiritualisme secara seimbang. Pada tahap ini,
diupayakan untuk bagaimana nilai-nilai wahyuu dapat
mempengaruhi perilaku bisnis.

3. Tahapan III
Investing the tools
Adanya alat penentu kebijakan dalam etika akan sangat
memudahkan seseorang muslim dalam menentukan sikap. Pada
tahapan ini, kita tidak perlu lagi untuk reinventing the wheel, hal
ini mengingat konsep-konsep ala barat sudah cukup brilian untuk
kita adopsi, hanya saja nilai yang diukur terlebih dahulu.

4. Tahapan IV
Punisment and repentance ( hukuman dan penyesalan )
Sepakat kalau kita tidak bisa memaksakan kehendak orang lain
mau berperilaku etis, terkecuali jika ada keberpihakan dari pihak
yang mempunyai otoritas. Kemudia di sisi lain, setiap pribadi
muslimpun harus terus mengejar prestasi dalam kesalahan
sosial. Untuk itu, agar dapat menerapkan prinsip
memaksimalkan profit tapi tetap konsisten terhadap hukum dan
kebiasaan etis. Maka perlu sekiranya kita membedah konsep
had/hudud dalam islam untuk kemudian diterjemahkan menjadi
punisment and repentance code of ethics.

3. Aksioma Dasar ( ketentuan umum )


Aksioma merupakan turunan dari hasill penerjemahan kontemporer
akan konsep-konsep fundamental dari nilai moral islami. Dengan begitu,
aspek etika dalam bahasan ini sudah diinsert dan diinternalisasi dalam
pengembangan sistem etika bisnis. Rumusan aksioma ini diharapkan
menjadi rujukan bagi moral awanrennes para pebisnis muslim untuk
menentukan prinsip-prinsip yang dianut dalam menjelaskan bisnisnya.
Aksioma-aksioma tersebut adalah sebagai berikut :

1. Unity (persatuan)
Pranata sosial, politik, agama, moral, dan hukum yang mengikat
masyarakat berikut perangkat institusionalnya disusun
sedemikian rupa dalam sebuah unit bersistem terpadu untuk
mengarahkan setiap individu sehingga mereka dapat secara baik
melaksanakan, mengontrol, serta mengawasi atura-atura
tersebut.

2. Equilibrum ( Keseimbangan )
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam
mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak
yang tidak disukai. Pengetian adil dalam islam diarahkan agar
hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak
Allah dan Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil
seseorang. Semua hak-hak tersebut harus ditempatkan
sebagaimana mestinya (sesuai aturan syariah).

3. Free Will (Kehendak Bebas)


Konsep islam memahami bahwa institusi ekonomi seperti pasar
dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi. Hal ini berlaku
bila prinsip persaingan bebas dapat berlau secara efektif, di
mana pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak
manapun, tekecuali negara dengan otoritas penentuan harga
atau private sektor dengan kegiatan monopoli.

4. Responsibility
Aksioma tanggung jawab individu begitu mendasar dalam
ajaran-ajaran Islam. Terutama jika dikaitkan dengan kebebasan
ekonomi. Penerimaan pada prinsip tanggung jawab individu ini
berarti setiap orang akan diadili secara personal di hari kiamat
kelak.

5. Benevolence
Ihsan (benevolence) artinya melaksanakan perbuatan baik yang
dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain, tanpa
adanya kewajiban tertentu yang mengharuskan perbuatan
tersebut atau dengan kata lain beribadah dan berbuat baik
seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu maka yakinlah
Allah melihat.

4. Prinsip-Prinsip Dasar ( Basic Tenetes )


Sejumlah pilar yang mendasar (fundamental) dalam
keterkaintannyadengan pengembangan sistem nilai dan etika bisnis islam
yang dikembangkan dari upaya reinterprestasi Al-Quran dan Sunnah.
Konsep-konsep berikut diarahkan untuk lebih mengangkat nilai-nilai moral
yang berkaitan dengan pencegahan atau tindakan eksploitasi,
pembangunan, spekulasi, penjudian, dan pemborosan yang telah
dirumuskan oleh para ahli sebagai berikut :

1. Konsep kepemilikan dan kekayaan


Manusia diberi hak kepemilikan terbatas yaitu sebagai pihak yang
diberi wewenang untuk memanfaatkan dan inti dari kewenangan untuk
memnfaatkan dan inti dari kewenangan tersebut ialah tugas untuk
menjadi seorang khalifah yang beribadah di muka bumi ini. Inilah
moral yang paling mendasari setiap bentukan etika seorang muslim
dan memberikan apresiasi terhadap kepemilikan dan kekayaannya.
2. Konsep distribusi kekayaan
Konsep dasar kapitalis dalam permasalahan distribusi adalah
kepemilikan private (sendiri). Makanya permasalahan yang timbul
adalah adanya perbedaan mencolok pada kepemilikan, pendapatan,
dan harta pusaka peninggalan leluhurnya masing-masing.

3. Konsep kerja bisnis


Paradigma yang dikembangkan dalam konsep kerja dan bisnis islam
mengarah kepada pengertian kebaikan yang meliputi materinya itu
sendiri, cara perolehannya dan cara pemanfaatannya. Abdillah bin
Masud r.a meriwayatkan :
Berusaha dalam mendapatkan rezeki yang halal adalah kewajiban
agama yang kedua setelah kewajiban setelah kewajiban.
Atau dengan kata lain bahwa bekerja untuk mendapatkan yang halal
adalah kewajiban agama yang kedua setelah kewajiban pokok dari
agama seperti shalat, zakat, puasa dan haji.

BAB V
MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI YANG
ISLAMI

1. Faktor Pembentuk Budaya Organisasi


Faktor-faktor yang mendukung dalam membentuk budaya organisasi yang
islami antara lain :
1. Organisasi
Diperlukan suatu struktur organisasi yang mampu menjamin penerapan
budaya yang islami di dalam organisasi yang terdiri dari
1. Penanggung jawabprogram
2. Tim fasilitator
3. Kelompok budaya

2. Komitmen pemimpin tertinggi


salah satu kunci keberhasilan dari program ini adalah adanya komitmen
langsung dari pimpinan puncak yang diimplementasikan baik melalui
sikap dan perilaku sehari-hari.
3. Komunikasi
Dalam melaksanakan program itu keterampilan komunikasi merupakan
faktor penting dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif agar
nilai-nilai luhur dapat teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi.

4. Motivasi
Motivasi adalah salah satu komponen penting dalam meraih kesuksesan
suatu proses kerja karena memiliki unsur pendorong untuk melakukan
pekerjaan sendiri maupun kelompok. Suatu dorongan yang berasal dari
diri sendiri yaitu berupa kesadaran diri untuk bekerja lebih baik.

5. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang koondusif dapat mendukung terciptanya budaya
organisasi yang baik seperti tantangan, keterlibatan dan ketangguhan.

6. Perubahan
Semua komponen organisasi harus memiliki komitmen yang kuat untuk
berubah ke arah yang lebih baik.

7. Partisipasi
Partisipasi aktif dari semua lini organisasi bagi pencapaian tujuan
organisasi menjadi salah satu takk kekuatan bagi terbentuknya budaya
yang baik.

8. Displin
Merupakan napas dari organisasi dan merupakan unsur pokok dalam
upaya mencapai kualitas atau keberhasilan manajemen disamping unsur
pemahaman dan komitmen. Keith Daviz dan John W. Newstrom membagi
disiplin 3 macam sifat, yaitu :

1. Preventif
Berupa pemberian kepada segenap karyawan mengenai standar
moral dan etika serta peraturan yang harus ditegakkan dalam
organisasi dengan pengetahuan tersebutdiharapkan karyawan
mengenai standart moral dan etika yang harus ditegakkan dalam
organisasi.

2. Korektif
Berupa tindakan yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran standart
perilaku atau peraturan yang tujuannya menghindari pelanggaran
yang lebih lanjut.

3. Progresif
Tindakan disipliner yaitu tindakan berulang kali berupa tindakan yang
semakin berat dengan maksud agar pelanggar etika dapat
memperbaiki diri sebelum hukuman dijatuhkan.

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Disusun Oleh :
Aqib Sutiyono (321 14 039)
Muhammad Nur Ihsan (321 14 031)
Muhammad Reza Putra Utama Suwandy (321 14 045)
Prodi : 1B D3 Teknik Listrik
Jurusan : Teknik Elektro
POLITEKNIK NEGERI UJUNG
PANDANG
TAHUN 2015

Anda mungkin juga menyukai