KRISTIANI
1. Teori Teleologis
Teori Teleologis adalah teori yang berpendapat bahwa kebaikan atau kebenaran itu
ditentukan oleh tujuan yang baik (telos = tujuan). Jadi, kalau seseorang mempunyai tujuan
yang baik yang mendorong suatu tindakan apapun tindakan itu pasti dinilai baik, melulu
karena tujuannya baik. Namun muncul pertanyaan: tujuan yang baik untuk siapa? Untuk
pelakunya kah atau untuk orang banyak? Dalam hal ini ada dua subteori lagi yakni yang
dinamakan etika egoisme (egoism ethics) dan etika universalisme (universalism ethics). Etika
egoisme berpendapat bahwa tujuan yang baik adalah bagi pelakunya (orang itu sendiri atau
setidaknya kelompoknya). Walaupun tujuan yang baik untuk diri sendiri atau kelompoknya
tidak selalu jahat atau buruk, teori ini bisa melahirkan suatu sistem etika yang disebut
“hedonisme” yakni kenikmatan hidup dengan prinsip nikmatilah hidup ini selagi masih hidup,
besok Anda akan mati dan tidak ada apa-apa lagi yang bisa dinikmati.
2. Teori Deontologis
Teori Deontologis pada prinsipnya berpendapat bahwa suatu tindakan itu baikbila
memenuhi kewajiban moral (deon=kewajiban). Untuk teori inipun terbagi dua bagian lagi
berkaitan dengan kewajiban itu siapa yang menentukan? Kalau kewajiban itu ditentukan oleh
aturan-aturan yang sudah ada (darimana pun datangnya) teori itu disebut sebagai “deontologis
aturan” (rule deontologist). Untuk itu, kebanyakan etika yang bersifat legalistik yang
didasarkan pada legalisme, termasuk dalam teori ini. Apakah etika-etika keagamaan yang
sangat legalistis bisa dimasukkan dalam kategori ini? Namun ada juga yang berpendapat
bahwa kewajiban ditentukan bukan oleh aturan yang sudah ada melainkan oleh
situasi/keadaan, teori ini disebut “deontologis tindakan” (act deontologist). Dalam hal ini kita
mendapatkan contoh sistem etika yang dikenal dengan nama etika situasi (situation ethics)
C. Menggali dan Membangun Karakter Kristiani, dan Hubungan Karakter dengan Iman dan
Etika Kristen.
Apakah karakter itu? Mengapa karakter itu penting? Inilah beberapa pertanyaan awal kita.
Gill adalah seorang yang dengan teliti mencoba menggali dari berbagai sumber apa itu karakter
dan juga menunjukkan hubungan antara karakter dan iman Kristen. Mengapa kita melakukan hal
yang kita lakukan? Ini suatu pertanyaan penting dan kompleks.
Pilihan-pilihan kita tentang baik dan buruk mempunyai sejumlah faktor penyumbang:
misalnya kondisi mental dan psikologis kita. Kalau kita sedang stres, kita berbicara dan bertindak
lain dibandingkan waktu kita tidak stres. Karakter adalah apa dan siapa kita tanpa orang lain
melihat kita atau tidak. Karakterku adalah orang macam apa saya (siapa saya). Ada macam-
macam karakter: fisik, emosional, intelektual, dll. Yang terutama adalah karakter moral (moral
character). Mungkin, suatu latihan yang baik, kalau kita membayangkan apa kata orang kelak
pada saat penguburan kita. Bukan gelar, harta yang mereka katakan tetapi karakter kita, bahwa
kita seorang yang murah hati suka menolong atau orang akan mengatakan kita sangat pelit.
Kedua, nilai-nilai (values). Konsep lain yang perlu kita bahas dalam upaya memahami apa itu
karakter dan pembentukannya, adalah konsep mengenai nilai-nilai (values). Sekali lagi perhatian
kita dalam bagian ini adalah tentang karakter moral dan etis. Suatu cara modern untuk berbicara
tentang etika kita adalah bertanya “apa saja nilai- nilai” kita. Apakah yang kita jawab tentang
nilai-nilai kita? Atau, nilai-nilai apa saja yang secara aktual menuntun kita (meskipun implisit dan
tidak dianalisis)? Istilah nilai- nilai (values) ini menunjuk kepada fakta bahwa kita menganggap
atau memandang atribut-atribut tertentu dari karakter kita sebagai “layak” (penting) bagi kita,
sebagai hal yang kita setujui.
Ketiga, kebajikan-kebajikan (virtues). Menurut Gill lebih baik menggunakan bahasa nilai-
nilai secara terbatas saja, dan berusaha menemukan kembali bahasa klasik yang penting: virtues
(kebajikan-kebajikan). Pada waktu lalu umum untuk berbicara tentang atribut atau ciri (trait) dari
karakter yang baik sebagai virtues (kebajikan- kebajikan) sedangkan karakter yang buruk disebut
dengan vices (sifat buruk). Virtues berasal dari bahasa Latin virtus yang secara harfiah berarti
sesuatu seperti “power” (kekuatan/kuasa). Jadi, virtues pada dasarnya bukan sekadar values
(nilai-nilai) yakni ciri-ciri (traits) yang kita rasakan berguna/layak, tetapi kekuatan-kekuatan yang
merupakan kemampuan yang riil untuk mencapai sesuatu yang baik.