Anda di halaman 1dari 3

Perbedaan Etika dan Moralitas, serta Empat Jenis Pernyataan Etika

oleh Dipo Anugrah Supriadi, 1406623770

Judul : Dasar-Dasar Etika


Pengarang : Fristian Hadinata dan L.G. Saraswati Putri
Data Publikasi : Buku Ajar I Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan
Etika

Etika dan moralitas merupakan dua hal yang saling berhubungan erat, kata
tersebut juga masih sering salah digunakan oleh banyak orang. Secara etimologis, istilah
etika berasal dari kata Yunani "thikos" yang bearti "adat", "kebiasaan", atau "watak"
(Pritchard, 2012, 1). Etika mengacu pada seperangkat aturan-aturan, prinsip-prinsip atau
cara berpikir yang menuntun tindakan dari suatu kelompok tertentu. Kata etika lebih
spesifik mengacu mengacu kepada studi sistematis dan filosofis tentang bagaimana kita
seharusnya bertindak (Borchert, 2006, 279). Dari pengertian tersebut dapat di jelaskan
bahwa etika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral.
Etika punya fokus tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak.
Untuk melihat perilaku yang baik atau tidak, maka perilaku etis didefinisikan. Moralitas
berasal dari kata moralis yang berarti tata cara, karakter, atau perilaku yang
tepat (Pritchard, 2012, 1). Moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang
disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu (Borchert, 2006, 280). Sistem
moralitas seringkali sangat bergantung dengan komunitasnya misalnya agama atau
budaya tertentu, karena moralitas lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk
menjalani hidup yang baik. Konsep tentang moral dapat berubah dari waktu ke waktu
dan mengambil makna baru tergantung dari lingkungannya. Moralitas sangat
berhubungan dengan etika karena etika adalah objek kajian dari moral, etika adalah
suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral. Etika membahas persoalan
moral pada situasi tertentu dengan pendekatan tertentu pula. Sedang moralitas

tergantung pada pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang
benar atau salah, baik atau buruk. Ada asumsi penting terkait masalah penjelasan moral
tentang tanggung jawab etis. Asumsi tersebut di dalam etika, yaitu pentingnya kehendak
bebas di dalam pertanggungjawaban etis (Sidgwick, 2004, 10), sedang dalam soal
moralitas hal ini biasanya tidak terlalu dipentingkan. Karena itu seseorang tidak bisa
diminta pertanggung jawaban etis ketika dia tidak punya kehendak bebas. Asumsi
seperti ini yang menjadi kajian-kajian etika.
Pengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan
kalimat seperti membunuh itu tidak baik, setiap orang merujuk pada hal yang berbeda
dengan kalimat tersebut. Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula
untuk melihat persoalan etis (Johnson dan Reath, 2011, 472). hal ini adalah cara yang
sangat berguna untuk mendapatkan gagasan yang jelas tentang apa yang terjadi ketika
orang berbicara tentang isu-isu etis, kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda
dengan perkataan membunuh itu tidak baik. Pertama adalah realisme moral, mungkin
pernyataan tersebut adalah sebuah fakta etis, seperti membunuh itu merupakan sesuatu
yang salah. Realisme moral didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan
objektif terkait masalah etis di alam semesta. Pernyataan etis dinilai memberikan
informasi faktual tentang kebenaran. Kedua adalah subjektivisme, mungkin pernyataan
tersebut adalah perasaan diri sendiri seperti saya tidak menyetujui pembunuhan.
Subjektivisme mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan
atau sikap seseorang. Di sini, pernyataan etis tidak mengandung kebenaran faktual
tentang kebaikan atau keburukan. Artinya, Jika seseorang mengatakan sesuatu itu baik
atau buruk, apa yang dia maksudkan tidak lebih dari perasaan positif atau negatif yang
dia miliki terkait sesuatu itu. Ketiga adalah emotivisme, pernyataan tersebut mungkin
adalah sebuah perasaan tidak ada kompromi dari pembunuhan. Emotivisme adalah
pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau
ketidaksetujuan. Hal ini seperti subjektivisme, tetapi dalam emotivisme pernyataan
moral tidak memberikan informasi tentang perasaan pembicara tentang topik tetapi
ungkapan perasaan itu sendiri. Terakhir yang keempat adalah preskriptivisme,
pernyataan tersebut mungkin berarti jangan melakukan pembunuhan. Preskriptivisme
berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi. Hampir selalu ada

unsur preskriptif dalam suatu pernyataan etis. Misalnya, "menghina itu tindakan yang
buruk" dapat ditulis sebagai "orang tidak boleh menghina".

Anda mungkin juga menyukai