Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Pancasila Pada Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial di Universitas
Indraprasta PGRI

Dosen Pengampu :
Yeni Handayani, S.E., M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 6 Kelas XA :


A. Jahedi NPM : 202315500008
Mohamad Abdul Halim NPM : 202315500016
Ikhlas Arfiansyah Wijaya NPM : 202315500065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN & PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul Pancasila sebagai Sistem Etika tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
dari dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Yeni Handayani, S.E., M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Pendidikan Pancasila.
Kami ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami meminta kritik dan saran diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap semoga para pembaca dapat
menambah pengetahuan dari maklah yang kami buat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 3 Nopember 2023


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Cover ......................................................................................................i

Kata Pengantar......................................................................................................ii

Daftar Isi ...............................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah..............................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika..........................................................................................3

B. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika ....................................................4

C. Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila Sebagai Sistem Etika .4

D. Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika....................................................10

E. Aliran-Aliran Etika ...................................................................................11

BAB III : PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................................13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah
Pancasila memiliki peran-peran yang sangat penting bagi masyarakat
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Peran Pancasila sebagai dasar negara,
Pancasila sebagai cita-cita bangsa, Pancasila sebagai pedoman atau landasan
hidup bagi bangsa Indonesia, dan Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai sistem etika tujuannya untuk mengembangkan dimensi
moral pada setiap individu sehingga dapat mewujudkan sikap yang baik dalam
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Menurut Aristoteles, pengertian etika menjadi dua yaitu Terminius
Technikus dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika yang
dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan Manner and Custom merupakan
suatu pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan dengan tata cara dan
adat kebiasaan yang melekat dalan kodrat manusia atau in herent in human
nature yang sangat terkait denag arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah
laku atau perbuatan manusia.
Etika Pancasila adalah cabang yang terkandung dalam sila Pancasila
digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Dalam etika Pancasila dikemukakan nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Etika?
2. Bagaimana Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
3. Apa Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem
Etika?
4. Apa Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
5. Apa saja macam-macam aliran Etika?

1
C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui pengertian Etika
2. Agar mengetahui Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
3. Agar mengetahui Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai
Sistem Etika
4. Agar mengetahui Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
5. Agar mengetahui macam-macam Aliran Estetika

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti:
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap, cara
berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta, etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal
ini, kata etika sama pengertianya dengan moral. Moral berasal dari kata latin:
Mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak).2 Kemudian Frans Magnis menambahkan
bahwa etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak
memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai,
norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut
pertanggungjawaban dan mau menyingkapkan kerancuan.3
Etika atau moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan tindakan
manusia yang hidup bermasyarakat. Etika ini juga bisa sebagai seperangkat
prinsip moral yang membedakan antara yang baik dari yang buruk. Dalam
masyarakat kita tidak hidup sendiri sehingga harus ada aturan yang dilaksanakan
setiap orang agar kehidupan bermasyarakat berjalan dengan aman, nikmat, dan
harmonis. Tanpa aturan ini, kehidupan bisa seperti neraka, atau seperti di Rimba
yang kuat akan menang dan yang lemah akan tertindas. Maka harus
meningkatkan aspek etikanya dan penegakan kode etik profesi dalam kurikulum
dan dalam menjalankan profesinya.4

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia,( Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h.75
2
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 309
3
Franz Magnis-Suseno, S.J., Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Jakarta:
PT. Kanisius), h. 18
4
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta : Salemba Empat, 2011), h. 27

3
B. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistem etika berasal dari nilai- nilai yang terkandung
dalam kelima sila di Pancasila mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Pada nilai ketuhanan menciptakan nilai spiritual dan taat
beribadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, serta toleransi kepada yang
berbeda keyakinan. Pada nilai kemanusiaan menciptakan kerjasama dan tolong
menolong kepada orang lain. Pada nilai persatuan menciptakan sikap solidaritas dan
cinta tanah air. Pada sila kerakyatan menciptakan nilai untuk menghargai setiap
perbedaan karena Indonesia yang sangat beragam. Sedangkan pada nilai keadilan
menciptakan sikap peduli terhadap sesama. Nilai- nilai yang terkandung dalam
Pancasila merupakan cita- cita bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia harus
mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Etika pancasila akan membetuk
kepribadian dengan nilai dan kebiasaan yang akan tumbuh dalam masyarakat.
Pancasila sangatlah penting sebagai sistem etika karena dapat menjadi
aturan untuk semua bangsa Indonesia sesuai dengan nilai- nilai Pancasila
sehingga terwujud cita-cita bangsa, dan memberikan kenyamanan serta
kesejahteraan bersama. Namun saat ini masih banyak sekali pelanggaran atau
kejahatan yang tidak sesuai dengan nilai- nilai Pancasila seperti pejabat yang
korupsi, pelanggaran HAM, dll.

C. Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika


1. Alasan Pancasila sebagai Sistem Etiika
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-
sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika
Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku
manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan
atau etika kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain,
deontologis dan teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika
keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat
tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.

4
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh
kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal-
rasa- kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan
mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan
nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti
tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya
membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari
penderitaan. Keadilan artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri
sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala
sesuatu yang telah menjadi haknya5
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau
bertentangan dengan aliran-aliran besar. Etika yang mendasarkan pada
kewajiban, tujuan Tindakan dan pengembangan karakter moral namun
justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah
etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Jadi mengapa Pancasila menjadi sistem Etika? Dikarenakan
nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup
dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa
Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal
dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik
untuk mengatur sistem penyelenggaraan negara. Anda dapat bayangkan
apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika
yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara,
niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai
sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di
Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama
generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup
bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter

5
Ali Mudhofir. 2009. Kamus Etika. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 302

5
yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia
sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi
moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-
nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan.
Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba,
kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua,
menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar.
Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem
etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk
pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
b. Korupsi akan semakin merajalela karena para penyelenggara negara
tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya.
Para penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang
boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad).
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria
baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science,
menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah.
Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya
godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika
seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan
tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa
saja. Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan,
minimalkan keburukan”
c. Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui
pembayaran pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang
masih rendah, padahal peranan pajak dari tahun ke tahun semakin
meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai sistem etika
akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang
tinggi maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan
dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan.

6
Berikut ini diperlihatkan gambar tentang iklan layanan masyarakat
tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.
d. Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara
di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang
terhadap hak pihak lain. Kasus- kasus pelanggaran HAM yang
dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap pembantu
rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak- pihak
yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
dan lain- lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum
berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan sosialisasi
sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke
dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
e. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib
generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain
sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat
tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini
cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau
menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang
ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling jelas adalah
pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam
peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku
pembakaran hutan, baik pribadi maupun perusahaan yang terlibat.
Selain itu, penggiat lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara juga perlu mendapat penghargaan.
Lingkungan hidup yang nyaman melahirkan generasi muda yang sehat
dan bersih sehingga kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara menjadi lebih bermakna.

7
2. Argumen tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai
berikut:
Pertama, pada zaman Orde Lama, Pancasila diterapkan sebagai ideologi
liberal yang kenyataannya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Pemilu
dalam masaini diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak
partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul
Ulama (PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan
bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila,
bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman
Orde Lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut
sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam
bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia
Indonesiaseutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak
mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam
pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani
sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian,
kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain
dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan
kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat
terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang
(Martodihardjo, 1993: 171). Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk
mono- pluralis yang terdiri atas susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat:
makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan
makhluk individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama
lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat
persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro dalam

8
Asdi, 2003: 17- 18).
Namun pada era Orde Baru ini Pancasila tidak berada dan memihak pada
kekuatan rakyat melainkan kepemimpinan berada pada kekuasaan pribadi
presiden Soekarno. Sehingga terjadi berbagai penyimpangan penafsiran terhadap
Pancasila dalam konstitusi yang berakibat pada ke-otoriteran presiden Soekarno
yang menjadi presiden seumur hidup dan membuat politik konfrontasi, dan
menggabungkan nasionalisme,agama, dan komunis yang ternyata tidak cocok
dalam kehidupan Negara Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kemerosotan
moral Sebagian masyarakat yang sudah tidak mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain serta
terjadi masalah -masalah yang memprihatinkan seperti kudeta PKI dan kondisi
ekonomi yang semakin merosot.
Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam
eforia demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa
demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada
penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan segala cara
untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam
sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional (2006: xiv)
mengatakan sebagai berikut: “Bahwa moral bangsa semakin hari semakin
merosot dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme,
eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan
blueprint yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik
yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum
berlangsung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal
sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi
belum memahami makna sesungguhnya pada masa reformasi Pancasila sebagai
reinterpretasi yaitu Pancasila harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman yang berarti dalam menginterpretasikan nya harus relevan
dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat
ini agar Pancasila sebagai sistem etika tetap berjalan sesuai dengann butir butir
yang dikandungnya.

9
D. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal
sebagai berikut:
a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku
warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada
norma agama.
b. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan
manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang
dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa.
c. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama
sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas
kepentingan individu atau kelompok.
d. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang
lain.
e. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban
semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis),
tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung
dalam nilai keadilan itu sendiri.

E. Aliran-Aliran Etika
1. Etika Deontologi
Etika deontology memandang bahwa tindakan dinilai baik atau
buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban.
Etika deontology tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik
atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah
menjadi kewajibannya.
a. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804)

10
b. Etika Deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari
oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan
pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7)
c. Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik,
kerja keras dan otonomi bebas
2. Etika Teleologi
Pandangan etika teleology berkebalikan dengan etika deontology,
yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat
dari perbuatan itu. Etika teleology bersifat situasional yaitu memilih mana
yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai
norma yang lain. Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik
itu, baik menurut siapa, apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain?
Atas pertanyaan ini, etika teleology dapat digolongkan menjadi dua :
a. Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya.
b. Utilitarianisme meniai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap banyak orang.

3. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga
mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral
universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang
yang baik. Karakter moral ini membangun dengan cara meneladani
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar.
4. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan
buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan
hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Pancasila, namun
juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.

11
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka
Pancasila dapat menjadi system etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada
tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Nilai-Nilai
Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwijudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai
tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak
umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di
manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan
munculnya nilai-nilai yang lain

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika diartikan
sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Etika ini juga bisa sebagai seperangkat prinsip
moral yang membedakan antara yang baik dari yang buruk.
2. Pancasila sebagai sistem etika berasal dari nilai- nilai yang terkandung dalam
kelima sila di Pancasila mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Pada nilai ketuhanan menciptakan nilai spiritual
dan taat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, serta toleransi
kepada yang berbeda keyakinan.
3. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami
makna sesungguhnya pada masa reformasi Pancasila sebagai reinterpretasi
yaitu Pancasila harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman yang berarti dalam menginterpretasikan nya harus
relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada
zaman saat ini agar Pancasila sebagai sistem etika tetap berjalan sesuai
dengann butir butir yang dikandungnya.
4. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika terletak pada keyakinan bangsa
Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral.
5. Etika Deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh
motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih
apapun dari tindakan yang dilakukan. Ukuran kebaikan dalam etika
deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas

13
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia,( Jakarta: Raja Grafindo, 2012)
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Franz Magnis-Suseno, S.J., Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
(Jakarta: PT. Kanisius),
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta : Salemba Empat,
2011), h. 27

14

Anda mungkin juga menyukai