Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA

“BAGAIMANA PANCASILA MENJADI SISTEM


ETIKA?”

Disusun oleh:
1) Fara Navy Erindanindya 2020310334
2) Amelia Dwi Nur Rosyida 2020310339
3) Sherina Nurlaila 2020310344
4) Yudita Dwi Nur Ainin 2020310346
5) M.Reyhan Pria Aldino 20203103

Program Studi Akuntansi


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Bagaimana Pancasila
Menjadi Sistem Etika?” ini tepat pada waktunya.

Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi materi maupun
penulisannya. Kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima berbagai
masukan maupun saran yang bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi seluruh
pembaca.

Surabaya, 6 April 2021,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dari etika............................................................................................................
2.2 Konsep Pancasila sebagai etika......................................................................................
2.3 Solusi Atas Masalah Moralitas Bangsa dengan Pendekatan Pancasila..........................
2.4 Implementasikan Butir-Butir Pancasila yang Menjadi Sistem Etika dalam Kehidupan
Nyata...............................................................................................................................
2.5 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika..........................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita tahu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini atau yang
biasa kita sebut era globalisasi telah luntur atau sedikit demi sedikit hilang mengenai rasa
saling menghormati dan saling menghargai terhadap satu sama lain. Hal ini terjadi karena
hilangnya sebuah etika atau pun etiket dalam diri tiap individu, dimana sebuah etika atau
pun etiket ini merupakan hal terpenting untuk melaksanakan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tidak hanya itu, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia juga
sedikit demi sedikit hilang dalam diri masing-masing individu warga negara indonesia.
Sebuah etika atau pun etiket sangat diperlukan sebagai tata cara dalam hal berperilaku
baik untuk mampu menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan aman dan
damai. Karena etika atau pun etiket ini dapat membentengi diri dari hal yang buruk,
menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial, menjadi pibadi yang menghormati dan
menghargai sesame, dan masih banyak lagi hal-hal posotif dari etika maupun etiket.
Begitu pula dengan Pancasila dimana negara Republik Indonesia ini menjadikan
Pancasila sebagai pandangan hidup seluruh warga Indonesia agar tidak mengarah
kedalam hal-hal yang memiliki pengaruh negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Pancasila sangatlah berpengaruh dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, mau pun bernegara. Karena dengan adanya Pancasila kita dapat memupuk
rasa toleransi antar umat beragama, bergotong royong, berkegiatan dalam organisasi mau
pun kegiatan sosial, taat dalam membayar pajak, dan masih banyak lagi.
Untuk itu, kami akan membahas tentang Pancasila sebagai etika dalam makalah ini
untuk memberikan solusi atas masalah yang terjadi pada negara Republik Indonesia ini
dan mengajak untuk mengimplementasikan butir-butir Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, mau pun bernegara. Karena hal ini sangat lah penting agar
menyelamatkan negara Indonesia ini dari perpecahan atau hal-hal negatif lainnya.

1.2 Rumusan masalah


2. Bagaimana sejarah dari etika
3. Bagaimana konsep Pancasila sebagai etika
4. Bagaimana Solusi Atas Masalah Moralitas Bangsa dengan Pendekatan Pancasila
5. Bagaimana Implementasikan Butir-Butir Pancasila yang Menjadi Sistem Etika dalam
Kehidupan Nyata
6. Apakah Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1.3 Tujuan
2. Mengetahui Sejarah dari Etika
3. Memahami Konsep Pancasila Sebagai Etika
4. Memahami Solusi Atas Masalah Moralitas Bangsa dengan Pendekatan Pancasila
5. Mengetahui Implementasikan Butir-Butir Pancasila yang Menjadi Sistem Etika dalam
Kehidupan Nyata
6. Mengetahui Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Asal Mula dari Etika


Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di
lingkungan kebudayaan Yunani 2.500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama
tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali
norma-norma dasar bagi kelakuan manusia.
Tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik dalam suatu sistem dan
dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian filsafat. Menurut
Poespoproddjo, kaum Yunani sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu menjadi
sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan, hukum, tata
kehidupan dan lainlainnya. Bangsa Yunani mulai bertanya apakah miliknya, hasil
pembudayaan negara tersebut benar-benar lebih tinggi karena tiada seorang pun dari
Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kemudian diajukanlah pertanyaan
mengapa begitu? Kemudian diselidikinya semua perbuatan dan lahirlah cabang baru dari
filsafat yaitu etika.

2.2 Konsep Pancasila sebagai Etika


Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, artinya selain Pancasila masih
ada sumbersumber hukum yang lain. Sumber hukum belum tentu merupakan hukum
dalam arti peraturan perundang-undangan. Hukum nasional yang bersumber dari
Pancasila merupakan hasil eklektisasi dari berbagai sukmber hukum itu. Oleh sebab itu,
hukum nasional Indonesia merupakan produk eklektik antar berbagai sumber hukum
materiil yang ada di dalam masyarakat seperti Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat,
dan konvensikonvensi internasional.
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan
dengan cita nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika
politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk memberikan
sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.
Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Apakah yang Anda
ketahui tentang nilai? Frondizi menerangkan bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak
real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai membutuhkan pengemban untuk
berada (2001:7). Misalnya, nilai kejujuran melekat pada sikap dan kepribadian seseorang.
Istilah nilai mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan
bahwa paling tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan secara umum,
yaitu sebagai berikut:
1. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
2. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna atau pemenuhan
karakter untuk kehidupan seseorang.
3. Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai
pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
4. Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik di antara
berbagai kemungkinan tindakan.
5. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah
laku bagi dirinya dan orang lain.
6. Suatu ”objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus
membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek
nilai mencakup karya seni, teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya,
tradisi, lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri. (Lacey, 1999: 23).

2.3 Solusi Atas Masalah Moralitas Bangsa dengan Pendekatan Pancasila


Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini seperti yang telah diuraikan di atas.
Korupsi, kerusakan lingkunan sebenarnya berhulu pada dekadensi moral. Dekadensi
moral sendiri berarti krisi moral. Tragisnya, sumber masalah justru berasal dari badan-
badan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, badan-badan
inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita
miring yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin
pembangunan ini. Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat
penting dalam mengatasi krisis. Jika krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka
melalui moralitas pula krisis dapat diatasi.
Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian
warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih
mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas
memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke
dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak.
Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan
perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka
menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul
dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi moral yang terjadi di
luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh.
Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak
perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah.
Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di
manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan,
kemerdekaan, dan sebagainya. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu
dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral
sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan
masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan
kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang
di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai
kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu
melihat orang lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang
sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-
menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social,
demikian pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di
lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi moral.
Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan
pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan
dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan
terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang
memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi
lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari
ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan
dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah
tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang
lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada
Tuhan. Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang
berjuang demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat
dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka,
meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri.
Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam
alinea-alineanya. Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,
oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita
bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas
hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu
perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan
nilai-nilai hakiki manusia. Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut
kemerdekaan dan bagaimana mengisinya.
Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan
bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit founding
fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya
keinginan luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai
humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan
diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal
karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.
Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan
moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan antara alinea I, II, III
dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini
telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah
mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.
Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?
Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis
Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian
korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya
menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal. Pendekatan eksternal yang
dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’
orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya hukum, budaya dan
watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan
maupun aparat penegak hukum, akan meminimalisir terjadinya korupsi. Demikian pula
terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang
enggan untuk melakukan korupsi. Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang
muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan
pembiasaan. Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk
menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun
non-formal di luar sekolah.
Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun
mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat. Di
perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian
termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu
mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu
tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan
korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan
untuk menahan diri melakukan kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya
dibanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.
Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai
agama dikesampingkan.
Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan
manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki
eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan terhadap
harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan terhadap
manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan dirinya
diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari
pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan,
melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar
manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam
seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.

2.4 Implementasikan Butir-Butir Pancasila yang Menjadi Sistem Etika dalam


Kehidupan Nyata
  1. Implementasi Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa)
a) UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menjadi wadah berkumpulnya mahasiswa
yang berbeda latar belakang suku, ras,budaya dan agama
b) Adanya mata kuliah agama yang dijadikan mata kuliah wajib untuk mahasiswa.
c) Menghormati teman yang beribadah menurut agamanya masingmasing.
2. Implementasi Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab)
a) Mampu mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia. Sebagai contoh: Membayar gaji kepada setiap pekerja
sesuai dengan jam pekerjaan yang telah dilakukannya.
b) Saling menolong dan mencintai sesama, kata cinta disini menghendaki adanya
keinginan yang besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk rela berkorban
untuk mempertahankannya sebagai contoh kita ssebagai sesama manusia jika
seseorang yang sedang mengalami sakit haruslah kita mampu memberikan
pertolongan yang terbaik kepadanya serta jika perlu mengizinkannya untuk
beristirahat terlebih dulu.
c) Mengembangkan sikap tenggang rasa, tenggang rasa menghendaki adanya usaha
dan kemauan dari setiap manusia indonesia untuk menghargai dan menghormati
perasaan orang lain sebagai contoh jika kita sebagai mahasiswa haruslah mampu
bersikap menghormati terhadap teman yang mau berkontribusi untuk kelasnya
baik dalam memberikan tenaga, pikiran ataupun materi.
d) Tidak semena-mena terhadap orang lain, semena – mena berarti berwenang-
wenang, berat sebelah, dan tidak berimbang, sebagai contoh jika seorang dosen
yang memiliki kewenangan menyalahgunakan haknya terhadap mahasiswanya,
yaitu ia memberikan tugas diluar yang seharusnya diterima oleh mahasiswa.
3. Implementasi Sila Ketiga (Persatuan Indonesia)
a) Menyanyikan Indonesia Raya
b) Ikut sosialisasi atau organisasi kemasyarakatan
c) Bersikap toleransi terhadap keragaman lokal dan sebagainya.
4. Implementasi Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/Perwakilan)
a) Adapun pengimplementasian nilai sila keempat ini yaitu dengan mengadakan
voting pemilihan kosma. Dalam voting ini, setiap orang akan bebas memilih yang
mana akan menjadi kosma, yang mana akan menjadi pemimpin di dalam kelas,
pemimpin yang memiliki hikmat dan kebijaksanaan.
b) Selain itu, pengimplementasian makna nilai sila keempat yaitu dengan
menghormati dan menghargai pendapat orang lain ketika ada diskusi serta
menerima argument dari orang lain atas apa yang telah kita sampaikan.
5. Implementasi Sila Kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
a) Bersikap adil di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar harus lah seimbang dan
tidak berat sebelah yang dikatakan tidak berat sebelah ialah berusaha menjalankan
hak dan kewajiban kita sebagai warga Negara Indonesia yang memiliki rasa
tanggung jawab untuk ikut berperan mencapai cita-cita negara bersama tanpa
meninggalkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara.
b) Memabagikan nilai secara rata dan terbuka kepada para mahasiswa agar mereka
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang mereka dapatkan selama proses
pembelajaran
c) Sesama mahasiswa harus saling membantu misalnya mengajari materi perkuliahan
bagi mahasiswa yang kurang paham, tidak boros dan sombong, dan lain
sebagainya.

2.5 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa
Indonesia sebagai berikut:
a) Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia, sehingga dapat
melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
b) Kedua, masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga
dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan
meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
c) Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
Yogyakarta, pada 2013 yang lalu.
d) Keempat, kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih
menandai kehidupan masyarakat Indonesia.
e) Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia,
seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell
Corby. Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan
kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau
sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-
rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam
pandangan yang bersifat mitos. Misalnya, korupsi terjadi lantaran seorang pejabat diberi
hadiah oleh seseorang yang memerlukan bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar.
Si pejabat menerima hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah.
Demikian pula halnya dengan masyarakat yang menerima sesuatu dalam konteks politik
sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk suap
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika merupakan  hal yang sangat diperlukan dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena dengan memiliki etika maka kita mampu menjalankan
kehidupan bernegara dengan baik sebagai masyarakat yang mempunyai  perilaku yang  baik,
kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral.
Nilai-nilai Pancasila, meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realita
sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya juga nilai-
nilai yang bersifat universal dapat diterima oleh siapa pun dan kapan pun. Etika Pancasila
berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Etika juga merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral
(Suseno, 1987). 
Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika
khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan
manusia (Suseno, 1987).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai
suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis
dan sistematis. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal
bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia
dalam semua aspek kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa
Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan
bernegara, seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis hanyalah seorang warga atau rakyar biasa. Saran yang Kami berikan
pun hanya berupa saran sederhana sesuai pola pikir rakyat kecil. Saran kami sebagai penulis
antara lain:
1) Hendaknya setiap warga negara lebih memahami makna yang terkandung di dalam
Pancasila
2) Pancasila harus senantiasa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia, sehingga ciri kekeluargaan dan gotong royong senantiasa dapat terwujud
dalam kehidupan di Indoenesia
DAFTAR PUSTAKA

https://lmsspada.kemdikbud.go.id
https://studylibid.com/doc/37689/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika
https://fatonikeren.blogspot.com/2019/09/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
https://belajargiat.id/etika/
https://www.kompasiana.com/mawaddah82340/5bd6a2fcab12ae0d4103a732/pancasila-
sebagai-sistem-etika#
http://eprints.walisongo.ac.id/6956/3/BAB%20II.pdf
https://online-journal.unja.ac.id/jisip/article/view/8828#:~:text=Etika%20Pancasila
%20adalah%20cabang%20filsafat,persatuan%2C%20kerakyatan%2C%20dan%20keadilan.
https://osf.io/sc8xu/download/?format=pdf
http://zakiyuddinaslamsyah.blogspot.com/2018/03/makalah-pancasila-pancasila-sebagai.html

Anda mungkin juga menyukai