Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


Dosen Pengampu: Dr. George Towar Ikbal Tawakkal, S.Ip., M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 9 - B8M PANCASILA

1. AKTIVA DWI CITRA AFIANTI (235020407111004)


2. AMIRA RAMADHAN (235020407111007)
3. AISYAKA NAJWA WIJAYA (235020407111010)
4. ANNAURAH KIREINA A T (235020407111013)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas karunia serta
berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
harapan dan tepat pada waktunya. makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pancasila. makalah ini berjudul “Pancasila Sebagai Sistem Etika”.

Kami berterima kasih kepada dosen pengampu bapak Dr. George Towar
Ikbal Tawakkal, S.IP., M.SI yang telah mengajar mata kukiah Pancasila, dan
kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa tulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan
yang kami miliki. kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
BAB I................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 5
1.3 Tujuan.....................................................................................................5
BAB 2................................................................................................................ 5
2.1 Urgensi Pancasila sebagai sistem etika................................................. 6
2.2 Pengertian Etika: Etimologi dan terminologi...........................................6
2.2.1 Definisi Etika...................................................................................7
2.2.2 Etika dan moral.............................................................................. 7
2.2.3 Relasi etika, agama, dan hukum.................................................... 9
2.2.4 Relasi Etika, Norma dan Fakta..................................................... 11
2.2.5 Tujuan pembelajaran etika........................................................... 12
BAB 4.............................................................................................................. 13
PENUTUP.................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila memegang fungsi sebagai dasar negara Indonesia yang


dirumuskan oleh Founding Fathers dalam sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Proses
pembentukan Pancasila dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai luhur
budaya Indonesia dan semangat kemerdekaan. Pancasila tidak hanya bersumber
dari nilai-nilai universal, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal dan budaya
Indonesia. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah mufakat, keadilan
sosial, dan ketuhanan yang maha esa tercermin dalam Pancasila sebagai
landasan moral dan etika bangsa. Pancasila lahir dari usaha untuk
menyelaraskan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai lokal Indonesia.
Faktor-faktor seperti pluralitas budaya, keberagaman suku, agama, dan adat
istiadat perlu dipertimbangkan. Pancasila menciptakan sebuah dasar ideologi
yang mencakup nilai-nilai universal dan sekaligus menghormati dan memahami
keberagaman budaya di Indonesia.

Pancasila sebagai sistem etika merupakan struktur pemikiran yang


disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara
Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika,
ditujukan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu
sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di dalam etika pancasila
terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan. Etika
Pancasila merupakan cabang yang terkandung dalam sila Pancasila yang
ditujukan guna mengatur kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara
di Indonesia. Dalam etika, pancasila dikemukakan nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Etika Pancasila adalah
cabang yang terkandung dalam sila Pancasila digunakan untuk mengatur
kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Di
dalam etika Pancasila dikemukakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Dapat dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah
merupakan suatu sistem nilai, artinya setiap sila memang mempunyai nilai akan
tetapi sila saling berhubungan, saling ketergantungan secara sistematik dan
diantara nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena itu
dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila
merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai religius, nilai
adat istiadat, kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar Negara
terkandung di dalamnya nilai kenegaraan. Dalam kedudukannya sebagai dasar
filsafat Negara, maka nilai-nilai pancasila harus dijabarkan dalam suatu norma
yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan,
bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma dalam
kehidupan berbangsa dan norma hukum dan norma moral atau etika. Sebagai
fondasi moral dan etika, Pancasila menjadi tolak ukur bagi perilaku individu,
institusi, dan pemerintahan, sehingga mampu menciptakan harmoni dan
keberlanjutan dalam pembangunan bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam menggagas perjalanan pembangunan moral dan etika di Indonesia,


terdapat rumusan masalah mengenai urgensi Pancasila sebagai sistem etika, di
antaranya:

1) Bagaimana urgensi Pancasila sebagai sistem etika dapat mempengaruhi


kehidupan masyarakat Indonesia?
2) Bagaimana pengertian etika berkontribusi terhadap pemahaman nilai-nilai
dalam suatu masyarakat?

1.3 Tujuan

1) Membahas mengenai peran Pancasila sebagai sistem etika dalam


membentuk moral dan karakter individu dalam masyarakat Indonesia.

2) Memahami bagaimana pengertian etika berkontribusi pada pemahaman


nilai-nilai dalam suatu budaya dan masyarakat.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Urgensi Pancasila sebagai sistem etika

Etika Pancasila diperlukan dalam mengatasi problem yang dihadapi oleh


bangsa ini. Diantaranya, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
(HAM), ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin yang semakin hari
terpolarisasi, dan ketidakjujuran orang kaya dalam membayar pajak. Agar
persoalan ini terselesaikan sampai pada akar permasalahannya maka dibutuhkan
peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika sebab Pancasila mampu
menjadi pegangan atau leading principle bagi rakyat Indonesia.

Beberapa alasan tentang pentingnya pengembangan Pancasila sebagai


sistem etika diantaranya, menempatkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika
berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber inspirasi dan moral bagi penentu
sikap. Pancasila sebagai sistem etika memberi arahan bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional,
regional, dan internasional. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar
analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara
sehingga tidak keluar dari semangat kebangsaan yang berjiwa pancasilais dan
dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang mempengaruhi
pemikiran warga negara.

2.2 Pengertian Etika: Etimologi dan terminologi

Secara etimologis, istilah "etika" berasal dari kata Yunani kuno "ethos"
(ἦθος) yang berarti adat/kebiasaan, kebiasaan cara bertindak dan karakter.
Istilah ini kemudian diadopsi ke dalam bahasa Latin sebagai "ethica," yang
berarti hal-hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia dan menjadi
"ethics" dalam bahasa Inggris.

Dalam buku "Nikomachean Ethics," karya Aristoteles menjelaskan etika


sebagai bagian dari ilmu pengetahuan praxis (tindakan atau praktik). Dalam
pandangan Aristoteles, etika membahas tentang perilaku manusia dan cara
terbaik untuk mencapai kebahagiaan atau kebaikan hidup (eudaimonia).
Aristoteles berpendapat bahwa kebaikan moral atau etika terletak pada
pencapaian keseimbangan dan harmoni dalam perilaku manusia, yang disebut
sebagai "golden mean." Ini adalah tengah-tengah antara kekurangan dan
kelebihan, di mana individu menghindari ekstrem-ekstrem yang dapat mengarah
pada perilaku buruk. Contohnya, keberanian adalah suatu kebajikan, tetapi
kelebihan dari keberanian dapat menjadi keberanian yang ceroboh, sedangkan
kekurangan dapat menjadi pengecut. Keseimbangan di antara keduanya
merupakan golden mean yang diinginkan.

Etika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan praxis menurut Aristoteles


memiliki keterkaitan dengan kajian filsafat saat ini yang mengkategorikan etika
kedalam cabang kajian aksiologi. Kajian aksiologi sendiri berfokus pada kajian
nilai dan evaluasi. Aksiologi membahas tentang sifat nilai, asal-usul, dan
hierarki nilai-nilai, serta prinsip-prinsip evaluasi yang digunakan untuk menilai
suatu hal. Sehingga dapat diartikan etika sebagai kajian aksiologi, mencakup
pertimbangan tentang nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip moralitas yang
menjadi konsep dasar dalam membentuk landasan etika dan perilaku manusia.
Contohnya, nilai moral dan prinsip moralitas belas kasih, menjadi landasan
pemerintah untuk membentuk program bantuan kemanusiaan kepada korban
bencana.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika secara terminologi merujuk


pada studi mengenai prinsip-prinsip moralitas, nilai-nilai, dan standar perilaku
yang mengatur tindakan manusia dalam konteks nilai-nilai yang diterima oleh
suatu masyarakat atau kelompok. Etika adalah cabang filsafat yang membahas
pertanyaan-pertanyaan moral dan memberikan pemahaman konseptual untuk
memahami apa yang benar dan salah, baik dan buruk dalam berperilaku.

2.2.1 Definisi Etika

Istilah etika memiliki paling kurang tiga pengertian. Pertama,


nilai-nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok sosial dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua,
kumpulan azas atau nilai moral yang menjadi pegangan dan tuntunan
dalam menjalani sesuatu dalam hidup. Di sini dimaksudkan kode etik,
yaitu daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun
oleh lembaga profesi itu untuk mengikat mereka dalam mempraktekkan
profesi mereka. Ketiga, ilmu atau filsafat tentang tindakan manusia yang
dinilai baik atau buruk (Magris Suseno, 2003).
2.2.2 Etika dan moral

Berbicara mengenai eksplorasi hakikat setiap ajaran, dapat


ditemukan bahwa setiap ajaran memiliki konsekuensi yang sama,
sebagaimana halnya dengan etika. Ajaran dan etika, pada dasarnya,
memiliki tujuan bersama yaitu membimbing manusia menuju kebaikan
dan kesempurnaan. Keduanya berfungsi sebagai panduan moral yang
membentuk perilaku individu dan masyarakat, menciptakan suatu
kerangka kerja nilai-nilai yang diharapkan dapat menghasilkan kehidupan
yang lebih baik dan bermakna.

Melihat ciri-ciri kekhususan moral, salah satu aspek yang menonjol


adalah keterkaitannya langsung dengan inti karakter manusia. Norma
moral tidak hanya menciptakan aturan-aturan luar, tetapi juga secara
mendalam mempengaruhi inti kepribadian dan kekhasan manusia. Norma
moral menjadi ciri khusus yang menegaskan kewajiban dasar manusia.
Ciri khusus lainnya adalah normal moral berlaku umum, di mana berlaku
bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja dalam situasi apapun.
Terakhir, Norma moral berelasi dengan hati nurani sebagai institusi
tertinggi manusia dalam menetapkan perilaku yang baik (K. Bertens,
2007 17-18).

Pentingnya etika sebagai ajaran kritis tentang ajaran dan pandangan


moral muncul akibat perannya sebagai alat pemahaman dan refleksi
mendalam terhadap nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia. Etika
berfungsi sebagai panduan untuk memahami dan mengevaluasi
dasar-dasar moralitas, tanpa memiliki kekuasaan untuk menetapkan apa
yang boleh atau tidak boleh. Dengan pendekatan kritisnya, etika
memberikan ruang bagi pertimbangan yang lebih mendalam terkait
dengan makna dan keabsahan ajaran moral tertentu

tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak ideologi dan aliran
sehingga sudut pandangnya terhadap suatu pun berbeda. oleh karena itu
etika dibutuhkan sebab etika memberikan landasan rasional atas
pilihannya. kedua bahwa individualistis, sekularisme dan materialisme
merupakan manusia memilih dan memilah akan menyebabkan terjebak
dalam salah satu aliran. oleh karena itu etika mutlak diperlukan agar kita
tidak kehilangan orientasi. dengan etika manusia dapat memilih mana
yang benar dan mana yang salah. ketiga etika menjadi alat atau tools
dalam mengkritik secara objektif berbagai macam aliran ideologi yang
sedang berkembang. keempat etika dibutuhkan agama sebagai
pembenaran atas ajarannya, sebaliknya juga begitu, agama membutuhkan
etika sebab etika menjadi alat sebagai landasan moral atas keyakinan
dalam agama

2.2.3 Relasi etika, agama, dan hukum

Penafsiran atau interpretasi terhadap Kalamilahiyyah atau wahyu


seringkali tidak bersifat mutlak, dan variasi tafsir yang ada dapat
menciptakan perbedaan pandangan di antara umat. Fenomena ini
menggambarkan kompleksitas dalam memahami wahyu, dan tidak jarang
ditemukan berbagai macam interpretasi terhadap teks-teks suci. Oleh
karena itu, penafsiran terhadap wahyu tidak selalu dapat dianggap benar
akibat faktor konteks budaya, historis, dan pemahaman personal. Setiap
individu atau kelompok cenderung memiliki pendekatan interpretatif
yang unik sesuai dengan latar belakang dan konteksnya sendiri.
Agamawan, sebagai pemangku kewenangan dalam menyampaikan
pemahaman keagamaan, menyadari kompleksitas ini dan membangun
etika dalam menafsirkan wahyu. Etika ini memiliki peran penting dalam
memberikan batasan rasional bagi para agamawan dalam memahami dan
menafsirkan ajaran-ajaran ilahi. Etika tersebut mencakup kaidah-kaidah
moral dan norma-norma keagamaan yang menjadi panduan dalam
menafsirkan wahyu dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan adanya
etika, diharapkan penafsiran wahyu dapat dilakukan dengan
kebijaksanaan, menghindarkan pemahaman yang keliru atau
disalahartikan. Etika ini memiliki peran penting dalam memberikan
batasan rasional bagi para agamawan dalam memahami dan menafsirkan
ajaran-ajaran ilahi. Etika tersebut mencakup kaidah-kaidah moral dan
norma-norma keagamaan yang menjadi panduan dalam menafsirkan
wahyu dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan adanya etika,
diharapkan penafsiran wahyu dapat dilakukan dengan kebijaksanaan,
menghindarkan pemahaman yang keliru atau disalahartikan.
Agama dan etika memiliki keterkaitan yang erat, terutama dalam
meletakkan dasar moral bagi individu dan masyarakat. Konsep moral
yang ditanamkan oleh agama seringkali menjadi landasan etika,
membentuk kerangka nilai yang memandu perilaku manusia. Sejalan
dengan pandangan bahwa Tuhan adalah sempurna. Guna mendapat
penalaran yang logis, dibutuhkan relasi antara agama dan etika mutlak,
yaitu agama dan etika sama-sama meletakan dasar moral, sifat dogmatis
agama dapat diantisipasi dengan sikap kritis dalam etika, etika membantu
menafsirkan ajaran agama yang cenderung statis, dan agama dapat
mengoreksi kecenderungan etika yang bebas, meskipun meletakkan hati
nurani sebagai pijakan dasar (Magnis Suseno, 2003). Maka dari itu, etika
dibutuhkan dalam menginterpretasikan nilai-nilai yang terkandung dalam
agama.

Sementara itu relasi antara hukum dan etika tidaklah sama dengan
hubungan hukum dengan politik kekuasaan. hukum merupakan anak yang
lahir dari ‘rahim’ politik. politik mengisyaratkan adanya hukum. sudah di
sahkan makan politik harus tunduk terhadap hukum yang sudah
disepakati. dalam negara demokrasi bahwa tidak ada yang kebal hukum,
semua lapisan masyarakat dimata hukum adalah sama. jadi proses
pelaksanaan hukum terhadap lapisan masyarakat harus tanpa melihat
status sosialnya.

Berbeda dengan etika, etika bukan produk yang dihasilkan oleh


politik maupun hukum itu sendiri, melainkan sebagai landasan nilai
dalam membuat ketetapan hukum. dalam penegakan rambu-rambu hukum
mesti harus memperhatikan rambu-rambu etika yaitu yang berlandasan
pada nilai-nilai kemanusiaan. dengan begitu bahwa hukum mutlak
membutuhkan etika agar bermakna, sementara etika membutuhkan
hukum agr penilaian etika tidak jatuh pada umur subjektif. dengan kata
lain hukum dan etika bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan.
2.2.4 Relasi Etika, Norma dan Fakta

Etika dan norma memiliki kaitan yang erat dengan pandangan


hidup / worldview. Pandangan hidup adalah bagaimana cara seseorang
melihat dunia atau mengartikan kenyataan. Sehingga korelasi pandangan
hidup seseorang dengan etika mencakup bagaimana cara mereka
memandang kehidupan dan realitas secara keseluruhan dipengaruhi oleh
bagaimana mereka memahami dan menilai situasi moral, serta
menentukan norma-norma dan prinsip-prinsip etika yang mereka anut.

Contoh jika seorang individu dengan worldview yang bersandar


pada nilai agama maka etikanya akan sangat religius dan norma yang
diyakini akan mengikuti religius yang dianutnya. Lain halnya dengan
individu dengan worldview yang tidak bersandar dengan nilai agama
(ateisme) maka etika masyarakatnya akan menafikan nilai ketuhanan,
mereka juga menolak ajaran nilai moralitas yang bersumber dari ajaran
agama. Bahkan dalam kondisi ekstrim individu ini akan mengkritik
agama sebagai pengekang kebebasan manusia berkreasi dan candu yang
membuat manusia terlena dengan khayalan surgawi.

Contoh lain individu dengan worldview materialisme akan


menjadikan pencapaian material sebanyak-banyaknya sebagai tujuan
utama. Sama halnya dengan individu liberalis, individu ini akan
membedakan urusan dunia dan urusan religius. Jika ingin membicarakan
tentang agama maka sampaikan saja di mimbar agama. Jadi, baik menurut
etika belum tentu baik menurut norma moral agama (Kaelan, 2009:135)

Pancasila sebagai sistem etika di Indonesia menjadikan butir-butir


nilai pancasila sebagai etika dasar warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Etika tersebut juga dipengaruhi oleh ajaran
norma yang mereka anut, baik norma agama, masyarakat, etnis, budaya
dan lain sebagainya. Sehingga pandangan hidup / worldview yang
tercermin dari warga negara adalah worldview berkebhinekaan dengan
keyakinan nilai, asumsi, dan prinsip dasar dari korelasi pancasila sebagai
etika dan norma yang kemudian membimbing pemahaman warga negara
tersebut terhadap berbagai aspek dalam realitas berkewarganegaraan.
Pandangan hidup kebhinekaan dihubungkan erat dengan Pancasila
sebagai etika dan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Pancasila,
sebagai dasar negara Indonesia, mencerminkan prinsip-prinsip yang
mengakui dan menghargai keberagaman dalam segala aspek kehidupan.
Dengan demikian, pandangan hidup kebhinekaan yang tercermin dalam
Pancasila memainkan peran penting dalam membentuk etika dan
norma-norma di Indonesia. Prinsip-prinsip ini diarahkan untuk
menciptakan masyarakat yang adil, inklusif, dan harmonis, mengakui
serta menghargai perbedaan sebagai kekuatan bersama.

2.2.5 Tujuan pembelajaran etika

Beberapa alasan diperlukannya etika, yaitu :

1. Etika mencoba memberikan rangsangan imajinasi moral.


Yaitu tentang kesadaran hidup dalam jaringan hubungan
moral, serta mengetahui akibat posisi moral. Selain itu etika
mencoba untuk mengenal konflik moral dan merangsang
emosi moral.
2. Etika berusaha untuk mengenal persoalan etis.
3. Etika berusaha untuk memberi keterampilan analitis. Yaitu
tentang keadilan, otonomi, martabat, hak, preskripsi
keputusan moral dan prinsip etis.
4. Etika berusaha menganalisis kewajiban moral dan tanggung
jawab sosial.
5. Etika berusaha untuk menanamkan toleransi atas perbedaan
dikalangan individu dan kelompok masyarakat.
6. Etika berusaha menanamkan tentang etika profesi: kode
etika, sejarah profesi, dan persoalan.
7. Etika berusaha untuk mengenalkan prinsip-prinsip etika.
BAB 4

PENUTUP

Pengembangan Pancasila sebagai sistem etika memiliki efek yang


signifikan dalam membentuk landasan moral bagi setiap warga negara
Indonesia. Melalui penekanan pada dimensi moralitas, Pancasila membimbing
individu untuk mengeksplorasi dan mengembangkan sikap spiritualitas dalam
kehidupan sehari-hari, tidak hanya sebagai individu, tetapi juga sebagai bagian
dari masyarakat, bangsa, dan negara.

Pentingnya pengembangan Pancasila sebagai sistem etika terletak pada


perannya sebagai sumber inspirasi dan moral dalam menentukan sikap. Dengan
menempatkan sila-sila Pancasila sebagai panduan etika, kita secara efektif
mengukuhkan prinsip-prinsip moralitas, nilai-nilai, dan standar perilaku yang
menjadi pijakan tindakan manusia. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya
sekedar ideologi negara, tetapi juga fondasi yang memandu individu dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Mohammad dkk. (2019). Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Malang: Pusat Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian Universitas Brawijaya.

Sipahutar, R. C. H. (2023). Antropologi Teologis: Dari Dogmatis Struktural Menuju


Konstruktif-Relasional Kontekstual. DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristiani, 7(2), 750-768.

Anda mungkin juga menyukai