BAB VIII
PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN
Menurut UU Nomor 7/1995, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persertujuan atgau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil
keutungan. Tambahan perkataan imbalan, atau pembagian hasil keuntungan menunjuk
kepada bank yang menggunakan sistem bagi hasil, yaitu bank yang beroperasi berdasarkan
syariat Islam.
A. Subyek Hukum dalam perjanjian Kredit Perbankan
Dalam hukum, perkataan orang diartikan sebagai pembawa hak atau subyek di dalam
hukum, kebalikan dari benda sebagai obyek dari hukum. Maka subyek hukum dalam
perjanjian kredit perbankan adalah pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian
tersebut, yaitu bank dan nasabahnya.
Nasabah sebagai pemohon kredit harus menyampaikan surat permohonan untuk
mendapatkan kredit yang antara lain berisi :
1. Identitas nasabah
2. Bidang usaha nasabah
3. Tujuan pemakaian kredit
4. Jumlah kredit yang diminta
5. Susunan pengurus pada perusahaan nasabah
6. Laporan keuangan
7. Perencanaan proyek yang akan dibiayai dengan kredit
8. Jaminan atas kredit
9. Dan lain-lain
UU No. 7/1992 pasal 8 dan 15 menyebutkan bahwa dalam memberikan kredit, bank
umum maupun bank perkreditan rakyat wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Bank dapat menilai kemampuan nasabah dari data-data yang diperolehnya dari nasabah.
83
84
lainnya,
dengan
kekecualian
85
mendahulukan
pembayaran-
86
87
memberikan
kedudukan
diutamakan
atau
mendahului
bagi
tanah
yang
telah
dibebaninya.
Walaupun
tanah
itu
memberikan
kepastian
hukum
kepada
pihak-pihak
yang
88
89
90
91