Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN ETIKA DENGAN ILMU

Makalah Teori

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biologi Umum


Yang dibina oleh Bapak Dr. H. Sueb, M.Kes
Disajikan Pada Hari Senin Tanggal 6 November 2017

Disusun oleh:

Offering B 2017

Moh.Imam Bahrul Ulum NIM: 170341864578

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
Oktober 2017
Hubungan Etika dengan Ilmu

Moh. Imam Bahrul U, Sueb


Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
E-mail: iemambach14@gmail.com, sueb.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Etika merupakan salah satu ilmu yang menjelaskan tentang perbuatan baik dan dan
perbuatan buruk yang dilakukan manusia. Ilmu merupakan salah satu pemikiran manusia melalui
sejumlah penelitian dan pengetahuan dalam menjawab masalah kehidupan. Tujuan penulisan
makalah ini untuk mengetahui hubungan etika dengan ilmu. Metode ini mengkaji dari berbagai buku
ajar dan berbagai artikel jurnal. Hasil kajian makalah adalah etika mampu menyelesaikan masalah
konkret dan etika juga merupakan tempat manusia mengembalikan kesuksesannya dalam
perkembangan ilmu. Simpulan makalah ini yaitu hubungan etika dengan ilmu merupakan
pembatasan agar pemikiran manusia yang selalu merasa tidak puas terhadap riset untuk
memecahkan objek masalah dan mendapatkan kebenaran mengenai ilmu dapat terjaga tidak keluar
dari norma yang seharusnya tetap dipertahankan karena itulah akal yang dibebaskan akan mengarah
kepada kesesatan.
Kata Kunci: Etika, Ilmu, Pengetahuan

Abstract: Ethics is one of science that describes good deeds and bad deeds done by human. Science
is one of human thinking through a number of research and knowledge in answering life problems.
The purpose of writing a paper is to know the relationship of ethics with science. This method
examines from textbooks and journal articles. The result of the study of papers is ethics able to solve
concrete problems and ethics is a place of success in the development of science. The conclusion of
this paper is the relationship of ethics with science is a restriction so that the human mind is always
dissatisfied with the research to solve the problem object and get the truth about science can be
maintained not out of the norm that should be maintained because that is the reason that is released
will lead to error.
Keywords: Ethics, Science, Knowledge
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah teori tentang “Hubungan Etika dengan Ilmu”. Adapun tujuan
penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah”Filsafat Sains dan
Bioetika”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian ini tidak lepas dari peran
serta beberapa pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan, dan
petunjuk serta fasilitas. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Sueb, M.Kes selaku Dosen mata kuliah Filafat Sains dan Bioetika
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta petunjuk dalam
penyelesaian tugas makalah ini.
2. Petugas perpustakaan pusat Universitas Negeri Malang yang telah
menyediakan referensi untuk penulis.
3. Teman dan semua yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa resensi yang telah penulis buat ini tidak lepas dari
kekurangan dan jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis
mengharap kritik, saran, dan masukan dari semua pihak demi perbaikan.
Semoga apa yang penulis sajikan dapat bermanfaat guna menambah ilmu,
pengetahuan dan wawasan.
Malang, 24 Oktober 2017

Penulis
PENDAHULUAN

Ilmu merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam kehidupan
manusia. Hal ini menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa bereksistensi,
oleh karena itu manusia harus selalu mengembangkan ilmu untuk digunakannya
bagi kehidupan pribadi dan lingkungan. Menurut Sya’roni (2014) ilmu merupakan
salah satu pemikiran manusia melalui sejumlah penelitian dan pengetahuan dalam
menjawab masalah kehidupan. Pemanfaatan ilmu harus disadari bahwa suatu ilmu
harus dihubungkan dengan konteks efektivitas dari suatu ilmu dan harus dikaitkan
dengan lingkungan dimana ilmu itu akan diterapkan atau dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia. Melihat fungsi ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan
manusia tersebut, maka pengembangan ilmu atau ilmuwan harus mempunyai etika
dalam memajukan setiap ilmu pengetahuan.
Etika merupakan salah satu ilmu yang menjelaskan tentang perbuatan baik
dan dan perbuatan buruk yang dilakukan manusia. Menurut Susanto (2016) etika
adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan
tentang kewajiban (kebenaran, kesalahan, kepatuhan) dan ketentuan tentang nilai
(kebaikan dan keburukan). Mempelajari etika merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk mendapatkan konsep yang benar mengenai penilaian baik dan buruk
manusia sebagai pemahaman pemikiran manusia dalam menggunakan norma
tentang baik dan buruk. Etika atau sikap ilmiah memang seharusnya harus dimiliki
oleh setiap manusia untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan sehingga
manusia tersebut dapat mengkaji, mengembangkan, menerima atau menolak, serta
mengubah atau menambah suatu ilmu pengetahuan tersebut.
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu memiliki akibat positif dan juga banyak
akibat negatif. Menurut Affifudin (2011) perkembangan ilmu yang cukup pesat
sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan
masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Kemajuan ilmu tersebut berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu, perkembangan ilmiah dan
teknologi mengubah banyak sekali kehidupan manusia dan memunculkan masalah
etis yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Hubungan etika dan ilmu bagaikan dua sisi mata uang tidak bisa dipisahkan.
Apabila di kaji secara fitrah, etika manusia dan ilmu pengetahuan pada hakikatnya
berasal dari agama dan agama berasal dari Tuhan. Sebagai tantangan era global ini
bagaimana mengintegrasikan etika dan ilmu bagi kita semua sehingga terwujud
hubungan sinergis, sistematis dan fungsional bagi keduanya. Etika tidak
menjauhkan ilmu dan demikian juga ilmu tidak meninggalkan etika, tetapi ilmuan
yang beretika, dan beretika dengan ilmu. Etika sangatlah penting sebagai landasan
untuk menciptakan ilmu dan peradaban secara lebih baik (Mafthukhin, 2015).
Berdasarkan latar belakang tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui
hubungan etika dengan ilmu.

KAJIAN PUSTAKA
Etika
Istilah etika atau ethics (bahasa inggris) memiliki banyak arti, secara
etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos atau ethikos,
yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos sehingga dari perkataan
tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Sehingga Lubis (2015) menyimpulkan bahwa etika merupakan ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Menurut istilah etika
merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai ilmu tentang kebiasaan dan
ilmu tentang tingkah laku atau perbuatan.
Ensiklopedia Pendidikan menjelaskan bahwa etika merupakan filsafat
tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai itu
sendiri. Sedangkan di dalam kamus istilah Pendidikan Umum menjelaskan bahwa
etika merupakan bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan
buruk) (Berthen dalam Siregar, 2015). Dari penjelasan ensikopedia pendidikan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan filsafat yang menjelaskan
mengenai sikap nilai pengetahuan di dalam perilaku baik dan buruk yaitu berupa
akal budi.
Menurut Siregar (2015) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
terbitan Departemen Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia, etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti yaitu: (1) ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak); (2) kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa etika merupakan
sebuah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai, tidak
mengenai tindakan manusia, tetapi tentang idenya. Dalam perkembangannya etika
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
Menurut pendapat Lubis (2012) etika adalah seperangkat aturan/norma/
pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang
harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok/segolongan manusia/masyarakat/
profesi. Aguas (2013) dalam jurnalnya juga menjelaskan bahwa etika merupakan
filsafat ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perilaku manusia yang baik dan
buruk serta menjelaskan sebab perilaku baik dan buruk tersebut. Etika merupakan
cabang filsafat yang menjelaskan mengenai hubungan perilaku manusia dan mengatur
norma dan standar perilaku untuk berhubungan dengan yang lainnya (Akaranga dkk.,
2016). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian etika
adalah suatu ilmu yang mengatur norma mengenai perilaku manusia baik merupakan
perilaku baik maupun perilaku buruk.
Prinsip Etika
Menurut Susanto (2016) dalam bukunya menjelaskan bahwa prinsip etika
dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Etika sebagai Ilmu
Etika sebagai ilmu merupakan kumpulan tentang kebijakan, tentang penilaian
dari perbuatan seseorang. Etika sebagai ilmu ini merupakan usaha manusia
untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah
bagaimana manusia harus hidup jika mereka ingin hidup dengan baik.
2) Etika dalam arti perbuatan
Etika dalam arti perbuatan merupakan bagian etika yang dimaknai dengan
perbuatan kebajikan berupa etiket, kaidah, atau akhlak. Etika dalam hal ini
dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif dan evaluatif yang
hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal
ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan, sehingga etika ini hanya bersifat informatif, direktif, dan
reflektif.
3) Etika sebagai filsafat
Etika sebagai filsafat merupakan prinsip etika yang mempelajari pandangan,
persoalan yang berhubungan dengan masaah kesusilaan. Empat kriteria pada
prinsip etika sebagai filsafat, yaitu sebagai berikut:
a. Etika merupakan prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat
dari hak (The principle of morality, including the science of good and the
nature of the right).
b. Etika sebagai pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan
memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia (The rules of conduct,
recognize in respect to a particular class of human actions).
c. Etika sebagai ilmu yang mengkaji tentang watak manusia yang ideal, prinsip
moral sebagai individual (The science of human character in its ideal state,
and moral principles as of an individual).
d. Etika juga merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).
Menurut Wibisono dkk (2013) empat kriteria pada prinsip etika sebagai
filsafat, yaitu sebagai berikut: (1) filsafat sebagai kajian yang mempelajari tentang
hakikat pemikiran; (2) etika sebagai kajian yang mempelajari tentang bagaimana
sebaiknya manusia berperilaku; (3) estetika sebagai kajian yang mempelajari
tentang keteraturan antara makhluk hidup; (4) metafisika sebagai kajian yang
melihat hubungan manusia dengan unsur di luar nalarnya.
Para ahli memberikan kategorisasi mengenai pembahasan etika ini, yakni
membagi etika menjadi dua bagian yaitu: (1) Etika deskriptif adalah etika yang
mengkaji secara kritis analisis tentang sikap dan perilaku manusia serta nilai apa
yang ingin dicapai dalam kehidupan ini. Jadi, etika deskriptif hanya membicarakan
tentang perilaku apa adanya, yaitu perilaku yang terjadi pada situasi dan realitas
kongkret yang membudaya. (2) Etika normatif adalah etika yang membahas tentang
teori-teori nilai yang di dalamnya dikaji tentang sifat kebaikan, dan tingkah laku
manusia. Etika normatif ini berusaha untuk menetapkan berbagai sikap dan perilaki
ideal yang seharusnya dimiliki dan dijalankan manusia, serta tindakan apa yang
seharusnya diambil untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan manusia.
Objek Etika
Objek etika merupakan pernyataan moral yang merupakan perwujudan dari
berbagai pandangan dan persoalan dalam bidang moral. Menurut Poedjawiyatna
dalam buku karangan Susanto (2016) mengungkapkan bahwa objek etika adalah
sebagai berikut:
1) Tindakan Manusia
Manusia dinilai oleh manusia lain melalui tindakan baik maupun tindakan
buruknya. Penilaian tindakan oleh manusia ini disebut penilain estetis (dari kata
“aesthetica” filsafat keindahan). Objek etika berupa tindakan manusia yang
dimaksud ini adalah segala sesuatu berupa tindakan manusia baik tindakan baik
maupun tindakan buruk yang dilakukan dengan sengaja maka akan dinilai pula
oleh manusia lain melalui penilaian aesthetica.
2) Kehendak Bebas
Kehendak bebas merupakan suatu penentuan yang dipilih manusia untuk
bertindak dan tidak bertindak secara baik maupun buruk.
3) Determinisme
Determinasi adalah aliran yang mengingkari adanya kehendak bebas dalam
filsafat. Dalam hal ini determinisme dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai
berikut: (1) determinisme materialisme, yaitu suatu ilmu filsafat yang
mempercayai segala perubahan yang tidak tetap tentang ilmu dunia dan alam
sekitar, sehingga dengan kata lain daya memilih dari pihak manusia itu tidak ada.
(2) determinasi religius, yaitu suatu ilmu filsafat yang mempercayai bahwa
tingkah laku manusia tertentukan oleh Tuhan seperti kejadian di dunia ini
tertentukan oleh-Nya.
4) Ada Kehendak Bebas
Ilmu filsafat yang menjelaskan bahwa kehendak bebas itu ada jika kehendak
bebas dalam arti kemampuan memilih jika manusia melakukan suatu tindakan.
Maksutnya adalah kehendak kebebasan itu ada ketika manusia bebas memilih
suatu tindakan tersebut.
5) Gejala Tindakan
Gejala tindakan disini merupakan gejala tindakan yang dilakukan manusia yang
dibedakan berdasarkan tindakan secara sengaja maupun tindakan secara tidak
sengaja.
6) Penentuan Istimewa
Kehendak bebas dalam objek penentuan istimewa ini artinya manusia dapat
menentukan tindakannya yaitu, manusia dapat memilih. Adanya kehendak bebas
ini tentu saja tidak mengurangi kemahakuasaan Tuhan. Manusia memang
terbatas, tetapi keterbatasan itu justru yang mengistimewakannya. Manusia
melebihi makhluk lain di dunia sebab ada penentuan istimewa, yaitu bahwa
manusia dapat memilih,
Aliran dalam Etika
Beberapa aliran yang mengkaji tentang etika terutama etika perbuatan
manusia untuk mencapai kebahagiaan menurut Susanto (2016) adalah sebagai
berikut: (1) aliran naturalisme, yaitu aliran yang menganggap bahwa kebahagiaan
manusia didapatkan sesuai dengan kodrat kejadian manusia itu sendiri, sehigga
menurut aliran ini, perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kodrat
manusia; (2) aliran hedonisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa sesuatu yang
dianggap baik bila mengandung kenikmatan bagi manusia; (3) aliran utilitarisme,
yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya suatu perbuatan berdasarkan besar
kecilnya manfaat bagi manusia; (4) aliran idealisme, yaitu doktrin etis yang
memandang bahwa cita-cita adalah sasaran yang harus dikejar dalam tindakan.
Ilmu
Menurut Arthur Thompson pada bukunya ”An Introduction to Science”
dalam jurnalnya Wahid (2012) menjelaskan bahwa ilmu adalah deskripsi total dan
konsisten dari fakta empiris yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam
istilah yang sederhana mungkin. Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab:
“alima, ya’lamu, ‘ilman” yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar.
Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari kata
Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani
adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang itu.
Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat
positif dan sistematis. Paul Freedman dalam The Principles of Scientific Research
mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya
umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan
cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu
kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah
lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri (Wahid, 2012).
Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab
masalah kehidupan. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu
merupakan suatu cara berpikir yang demikian rumit dan mendalam tentang suatu
objek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya (Sya’roni, 2014). Dengan demikian maka pengertian ilmu
merupakan suatu pengetahuan yang dimiliki manusia untuk menyelesaikan suatu
objek masalah dalam kehidupan manusia dengan pendekatan-pendekatan yang
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Istilah pengetahuan dipergunakan untuk menyebut ketika manusia
mengenal sesuatu. Menurut Wahana (2016) pengetahuan merupakan segala hal
yang berkenaan dengan kegiatan tahu atau mengetahui. Jadi pengetahuan
merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia
untuk memahami objek yang dihadapinya.
Ilmu diambil dari bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa latin
scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, Unsur pengetahuan
adalah yang mengetahui, diketahui, serta kesadaran tentang hal yang ingin
diketahuinya itu (Afifuddin, 2011). Menurut Susanto (2016) ilmu merupakan
sesuatu yang dipelajari manusia untuk mengetahui segala sesuatu yang ingin
diketahui. Ilmu harus didasarkan pembuktian pengetahuan yang berasal
pengalaman empiris (fakta), dan dibatasi oleh sifat fenomena (gejala/kejadian/
keadaan pada suatu saat tertentu) terhadap suatu obyek yang menyentuh indera dan
telah diolah dan diputuskan berdasarkan akal budi (rasio) subyek (Winata, 2014).
Menurut Wahana (2016) dalam bukunya mengenai filsafat ilmu
pengetahuan menjelaskan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang mencakup
segala bidang serta segala aspek kehidupan manusia, segala yang ada maupun
peristiwa yang terjadi. Ilmu disini merupakan ilmu yang mempelajari segala aspek
dan peristiwa yang dilakukan manusia. Ilmu sejauh mungkin berusaha untuk
mendiskripsikan alam semesta dan kehidupan yang dialaminya yang dapat diterima
dengan akal, yang memiliki keteraturan, memiliki hubungan yang logis dan
sistematis.
Komponen Pembangun Ilmu
Menurut Susanto (2016) komponen ilmu meliputi fakta, teori, fenomena,
dan konsep. Fakta mempunyai peranan dalam pijakan, formulasi, dan penjelasan
teori. Teori mempunyai peranan dalam pembangunan ilmu. Fenomena adalah
bagian dari fakta dan teori yang ditangkap oleh indera manusia untuk dijadikan
masalah yang ingin diketahui manusia kemudian diabstraksikan dengan konsep.
Konsep adalah istilah atau simbol yang mengandung pengertian singkat dari
fenomena.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan Susanto adalah
komponen dasar pembangun ilmu adalah komponen fakta, teori, fenomena, dan
konsep. Komponen fakta dan teori meliputi komponen fenomena dan konsep,
dimana hubungan teori dan fakta sangat erat hubungannya antara teori dengan ilmu,
karena ilmu terbangun dari sebuah fakta dan teori dari sebuah fenomena dan
konsep.
Sumber Ilmu
Sumber ilmu merupakan aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan
yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Suriasumantri
dan Amsal Bakhtiar dalam Susanto (2016) terdapat empat cara pokok dalam
mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan pada
rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme.
Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan
paham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang
disampaikan Tuhan kepada manusia.
Sumber ilmu menurut Wahana (2016) menyebutkan bahwa sumber ilmu
yang bersifat rasional, dan empiris. Sumber ilmu yang bersifat rasional yaitu,
sumber ilmu yang didapat dari tujuannya untuk mencari dan menemukan jawaban
yang sebenarnya terhadap persoalan yang dihadapinya. Sumber ilmu yang bersifat
empiris yaitu, mencocokkan hasil pengetahuan yang telah diperoleh dengan realitas
yang menjadi obyek material atau bahan kajian kegiatan ilmiah bersangkutan.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber ilmu terdiri
dari dua aspek yaitu sember ilmu yang rasionalisme dan sumber ilmu yang empiris,
artinya sumber ilmu tersebut harus berdasarkan tujuan untuk mencocokan dan
menemukan jawaban yang sebenarnya terhadap persoalan yang dihadapinya
berdasarkan objek material dan bahan kajian kegiatan ilmiah yang bersangkutan.

PEMBAHASAN
Etika dan Ilmu
Etika merupakan suatu ilmu yang mengatur mengenai perilaku manusia baik
merupakan perilaku baik maupun perilaku buruk. Etika mengatur mengenai masalah
perilaku manusia, maka ketika manusia melakukan sesuatu aktivitas dalam
kehidupannya akan menunjukkan sikap sebagai cerminan dari etika yang
diberlakukannya. Menurut Siregar (2015) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa
etika merupakan kegiatan yang menjunjung tinggi tegaknya nilai kemanusiaan,
kejujuran dan keadilan, sehingga menjadi sumber pijakan berperilaku yang benar.
Etika inilah yang akan mengatur semua aspek perilaku ilmiah manusia baik perilaku
baik dan perilaku buruk untuk menegakkan nilai kemanusiaan, kejujuran dan
keadilan bagi umat manusia dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan.
Motif dasar dari ilmu adalah memenuhi rasa ingin tahu manusia dengan
tujuan mencari kebenaran. Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang dimiliki
manusia untuk menyelesaikan suatu objek masalah dalam kehidupan manusia
dengan pendekatan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dalam
sebuah ilmu perlu adanya sebuah aturan berperilaku yang baik dan buruk yang
menjadi tolak ukur untuk menentukan perilaku ilmiah agar dapat memilih dan
menentukan apakah ilmu pengetahuan tersebut bersifat bermanfaat atau akan
merugikan manusia tersebut. Menurut Wilujeng (2014) Ilmu dalam konteks
pengujian, dalam proses dirinya sendiri memang harus bebas nilai, objektif rasional,
namun di dalam proses penemuannya dan penerapannya ilmu tidak bebas nilai.
Ilmu harus memperhatikan nilai yang ada dan berlaku di masyarakat. Ilmu harus
mengemban misi yang lebih luas yaitu demi peningkatan harkat kemanusiaan. Ilmu
harus bermanfaat bagi manusia, masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia.
Perkembangan ilmu harus tetap objektif bermanfaat bagi seluruh umat manusia dan
tidak boleh bertentangan dengan teori etika yaitu menegakkan nilai kemanusiaan,
kejujuran dan keadilan bagi umat manusia dalam menghadapi perkembangan ilmu.
Tingkat aksiologisnya, pembicaraan tentang nilai adalah hal yang mutlak.
Nilai ini menyangkut etika manusia dalam mengembangkan ilmu untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan manusia itu sendiri. Penerapannya, ilmu n juga
punya da mpak negatif dan destruktif, maka diperlukan sebuah norma yang dapat
mengendalikan potensi dan nafsu manusia ketika hendak bergelut dengan
pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang
akan menjadi berguna bagi pemanfaatan ilmu untuk meningkatkan derajat hidup
serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat dari etika adalah tempat
manusia mengembalikan kesuksesannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Hubungan Etika dan Ilmu
Etika memiliki sifat yang sangat mendasar yaitu bersifat kritis. Etika
menuntut seseorang untuk bersifat rasional terhadap suatu norma, sehingga etika
dapat membantu manusia untuk lebih berfikir kritis, yang dapat membedakan apa
yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan demikian etika mampu memberikan
kemungkinan kepada kita untuk mangambil sikap sendiri serta ikut menentukan
arah perkembangan masyarakat.
Ilmu itu bebas nilai artinya menggunakan pertimbangan yang didasarkan
atas nilai dari yang diwakili oleh ilmu yang bersangkutan. Begitu pula etika sebagai
bagian dari filsafat merupakan ilmu tentang nilai moral manusia. Ilmu disini
merupakan salah satu keingin tahu manusia yang tanpa henti untuk menyelesaiakan
suatu objek masalah dan mencari suatu kebenaran, sehingga yang perlu
diperhatikan yaitu etika untuk mengurangi efek tambahan dari ilmu setelah
diterapkan dalam masyarakat.
Manusia pada dasarnya dibekali oleh akal pikiran berupa etika, maka
manusia memiliki ilmu (logos), dengan ilmunya tersebut segala aktivitas kehidupan
manusia dilandasi dengan ilmu yang didasari oleh akal pikiran berupa etika
perbuatan. Hubungan etika dan ilmu sangatlah berkaitan, dalam sebuah ilmu perlu
adanya landasan etika sehingga ilmu tersebut dapat selaras dengan kehidupan
manusianya tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Sya’roni
(2014) pada jurnalya menjelaskan bahwa sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan
bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk
mendapatkan suatu ilmu pengetahuan yang selaras dengan etikanya yaitu bebas dari
prasangka pribadi dan dapat dipertanggung jawabkan secara sosial untuk
melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat dipertanggung
jawabkan kepada Tuhan. Artinya selaras dengan kehendak manusia dan kehendak
Tuhan.
Menurut Fahrul (2015) disini bertemu antara logos dengan ethos (etika),
berarti adanya penghentian, rumah, tempat, tanggal, endapan sikap. Maksudnya
adalah sikap hidup yang menyadari sesuatu, sikap yang mengutamakan tutup mulut
untuk berusaha mendengar, dengan mengorbankan berbicara lebih. Sehubungan
dengan ini Karl Jespers menulis bahwa ilmu adalah usaha manusia untuk
mendengarkan jawaban yang keluar dari dunia yang dihuninya. Disinilah
lengketnya etika dengan ilmu. Manusia dengan ilmu tidak akan terpuaskan baik
dalam mendengarkan maupun mencari jawabanya. Perspektif baru akan selalu
ditemukannya dalam pencapaian mencari ilmu. Dalam pencariannya itu, tidak ada
pertentangan antara masalah dan rahasia, antara pengertian dan keajaiban, antara
ilmu dan agama. Namun ada pembatasan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia
dalam pencarian nilai hakiki yang tersebut, seperti pencarian alkhalik, pencipta
manusia itu sendiri.
Menurut Suriusumantri dalam Susanto (2016) menjelaskan bahwa ilmu dan
etika memiliki hubungan yang sangat erat. Ada yang berpendapat bahwa ilmu bebas
nilai karena sesungguhnya ilmu itu memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Ada dua
paham yang berkaitan dengan nilai yaitu, (1) fase empiris, pada fase ini ilmu tidak
mengabdi pada pihak lain. Ilmu dipelajari manusia untuk manusia itu sendiri.
Kegiatan untuk mendapatkan ilmu merupakan kegiatan yang mewah dan
menyegarkan jiwa. Dengan ilmu orang banyak memperoleh pengertian tentang
dirinya dan alam sekitarnya. Pada fase ini tugas suatu generasi terbatas untuk
mencapai ilmu dan meneruskan pada generasi selanjutnya; (2) paham pragmatis,
dalam ilmu terdapat nilai yang mendorong manusia bersikap hormat pada ilmu.
Hormat ini awal mula ditunjukan hanya pada ilmu yang diterapkan pada kehidupan
saja karena nilai dari ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu mengejar kebenaran
yang merupakan inti etika ilmu tetapi kebenaran itu ditentukan oleh derajat
penerapan praktis suatu ilmu.
Menurut Zubeir dalam Sya’roni (2014) menyebutkan ada dua kelompok
yang memandang hubungan ilmu dan etika. Kelompok pertama memandang bahwa
ilmu harus bersifat netral, bebas dari nilai, dalam hal ini fungsi ilmu selanjutnya
terserah pada orang lain untuk mempergunakan tujuan baik atau buruk. Kelompok
kedua berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanya terbatas pada kaidah
keilmuannya tetapi dalam penggunaannya pemilihan objek penelitiannya, kegiatan
keilmuan harus berlandas pada asas penilaian yang baik atau buruk dalam etika.
Persoalan mengenai nilai etika yang menimbulkan dilema mana yang baik,
benar di sinilah etika memainkan peranan penting mengenai apa yang seharusnya
atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik serta apa yang salah dan apa yang
benar. Sehingga etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi
pengembangannya. Etika memang tidak dalam kawasan ilmu yang bersifat otonom,
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa peranannya dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Tanggung jawab etika, merupakan hal yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan itu
memperhatikan kodrat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung
jawab pada kepentingan umum serta kepentingan generasi mendatang. Karena pada
dasarnya ilmu adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia bukan
menghancurkan eksistensi manusia.
Kemajuan ilmu dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat.
Manusia dengan ilmu akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkan namun
pertimbangan tidak hanya sampai pada apa yang dapat diperbuat dan apa yang
seharusnya diperbuat. Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dan
ilmu harus sampai kepada rumusan yang normatif yang berupa pedoman
pengarahan konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia di bidang ilmu harus
dilakukan. Etika membuktikan kemampuan menyelesaikan masalah konkret tidak
sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum melainkan langsung melibatkan
diri dalam peristiwa aktual dan faktual manusia, sehingga terjadinya hubungan
timbal balik dengan apa yang seharusnya terjadi.
Ilmu bukanlah tujuannya tetapi sarana untuk mencapai suatu tujuan untuk
menyelesaiakan objek masalah untuk membuktikan kebenarannya dengan
berpatokan pada etika bagi sesama manusia. Sebenarnya ilmuwan dalam bekerja
tidak perlu memperhitungkan faktor ilmu dan tanggung jawab, karena kedua faktor
tersebut melekat pada penyelesaian ilmu tersebut. Dengan tanggung jawab itu
berarti ilmuwan mempunyai etika dalam keilmuannya itu. Ilmu yang melekat
dengan keberadaban manusia yang terbatas, maka dengan ilmu hasrat keingin
tahuan manusia yang terdapat di dalam dirinya merupakan petunjuk mengenai
kebenaran yang berada di luar jangkauan manusia.
Ilmu semakin lama akan terus berkembang sehingga manusia terutama
sebagai ilmuwan harus memiliki etika dalam mengembangkan ilmu tersebut.
Menurut Susanto (2016) beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan,
antara lain: 1) seorang ilmuwan harus bersikap selektif terhadap segala informasi
dan realita yang dihadapinya; 2) seorang ilmuwan sangat menghargai terhadap
segala pendapat yang dikemukakan oleh orang lain, oleh para ilmuwan lainnya,
memiliki keyakinan yang kuat terhadap kenyataan maupun terhadap setiap
pendapat atau teori terdahulu telah memberikan inspirasi bagi terlaksananya
penelitian dan pengamatan lebih lanjut; 3) selain adanya sikap positif, seorang
ilmuwan juga memiliki rasa tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan
sehingga dia mendorong untuk terus melakukan riset atau penelitian; 4) seorang
ilmuwan harus memiliki akhlak atau sikap etis yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara. Akhlak dan etis ini bisa juga meliputi tanggung
jawab ilmuwan seperti objektif, sikap skreptif, kesabaran intelektual,
kesederhanaan, tidak ada rasa pamrih, dan bersikap selektif. Wilujeng (2014) dalam
jurnalnya juga menjelaskan sikap yang harus dimiliki ilmuwan adalah sebagai
berikut: (1) Sikap ilmiah pertama yang harus dimiliki oleh setiap ilmuwan adalah
kejujuran dan kebenaran. Nilai kejujuran dan kebenaran ini merupakan nilai
interinsik yang ada di dalam ilmu, sehingga harus integral masuk dalam etos semua
aktor ilmu didalam lembaga akademis. Kejujuran ini menyangkut proses dalam
kegiatan ilmiah, klaim kebenaran yang dihsilkan dari proses ilmiah, maupun dalam
penerapan suatu ilmu pengetahuan. Tanpa kejujuran tidak akan di dapat kebenaran
sebagaimana apa adanya, sedangkan motif dasar ilmu adalah memenuhi rasa ingin
tahu untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Sikap jujur & obyektif. Sikap
ilmiah tercermin pada sikap jujur dan objektif dalam mengumpulkan faktor dan
menyajikan hasil analisis fenomena alam dan sosial melalui cara berpikir logis.
Sikap jujur dan objektif menghasilkan produk pemikiran berupa penjelasan yang
lugas dan tidak bias karena kepentingan tertentu. (2) Tanggung jawab. Sikap ini
mutlak dibutuhkan berkaitan dengan kegiatan penelitaian maupun dalam aplikasi
ilmu serta, didalam aktivitas ilmiah akademis. (3) Setia, yaitu seorang ilmuwan
harus setia pada profesi dan setia pada ilmu yang ditekuni. Ia harus menyebarkan
kebenaran yang diyakini walaupun ada resiko. (4) Sikap ingin tahu. Seorang
intelektual/cendekiawan memiliki rasa ingin tahu (coriousity) yang kuat untuk
menggali atau mencari jawaban terhadap suatu permasalahan yang ada di
sekelilingnya secara tuntas dan menyeluruh, serta mengeluarkan gagasan dalam
bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan masyarakat awam.
karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya. (5) Sikap kritis.
Bagi seorang cendekiawan, sikap kritis dan budaya bertanya dikembangkan untuk
memastikan bahwa kebenaran sejati bisa ditemukan. Oleh karena itu, semua
informasi pada dasarnya diterima sebagai input yang bersifat relative/nisbi, kecuali
setelah melewati suatu standard verifikasi tertentu. (6) Sikap independen/mandiri.
Kebenaran ilmu pada hakekatnya adalah sesuatu yang obyektif, tidak ditentukan
oleh imajinasi dan kepentingan orang tertentu. Cendekiawan berpikir dan bertindak
atas dasar suara kebenaran, dan oleh karenanya tidak bisa dipengaruhi siapapun
untuk berpendapat berbeda hanya karena ingin menyenangkan seseorang. Benar
dikatakan benar, salah dikatakan salah, walaupun itu adalah hal yang pahit. (7)
Sikap terbuka. Walaupun seorang cendekiawan bersikap mandiri, akan tetapi hati
dan pikirannya bersifat terbuka, baik terhadap pendapat yang berbeda, maupun
pikiran baru yang dikemukakan oleh orang lain. Sebagai ilmuwan, dia akan
berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan
dan penemuan baru dalam bidang keahliannya. Seorang cendekiawan akan
mengedepankan sikap bahwa ilmu, dan pengalaman bersifat tidak terbatas dan akan
senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Dia tidak akan selalu belajar sampai
“ke negeri China”bahkan sampai akhir hayat. (8) Sikap rela menghargai karya dan
pendapat orang lain Seeorang cendekiawan bersedia berdialog secara kontinyu
dengan koleganya dan masyarakat sekitar dalam keterlibatan yang intensif dan
sensitif. (9) Sikap menjangkau kedepan. Cendekiawan adalah pemikir yang
memiliki kemampuan penganalisisan terhadap masalah tertentu atau yang potensial
dibidangnya. “Change maker” adalah orang yang membuat perubahan atau agar
perubahan di dalam masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab untuk
mengubah masyarakat yang statis menjadi masyarakat yang dinamis dan berusaha
dan berkreasi dalam bentuk nyata dengan hasil dari buah pemikiran dan penelitian
untuk mengubah kondisi masyarakat dari zero to hero. Kesimpulannya adalah sikap
yang dimiliki oleh setiap ilmuwan harus sesuai etika yang sehingga ilmu dapat
bermanfaat bagi manusia itu sendiri, ilmuwan harus selalu terdorong untuk terus
melakukan riset ilmu pengetahuan dan selalu bertanggung jawab dengan kebenaran
ilmu tersebut.

SIMPULAN
Etika merupakan bagian dari ilmu atau bagian dari filsafat ilmu, yang
merupakan panduan dari nilai terhadap tata cara individu, masyarakat maupun
bernegara. Etika sebagai salah satu cabang dalam filsafat akan memberikan arahan
(guiedence) bagi gerak ilmu, sehingga membawa kemanfaatan bagi manusia. Setiap
kehidupan dan perkembangan ilmu itu perlu suatu etika agar nilai moralitas dapat
terjaga di dalam kehidupan itu sendiri. Hubungan etika dengan ilmu merupakan
pembatasan agar pemikiran manusia yang selalu merasa tidak puas terhadap riset
untuk memecahkan objek masalah dan mendapatkan kebenaran mengenai ilmu
dapat terjaga tidak keluar dari norma yang seharusnya tetap dipertahankan karena
itulah akal yang dibebaskan akan mengarah kepada kesesatan.
DAFTAR RUJUKAN
Afifuddin. 2011. Filsafat Sains. Bandung: Pustaka Setia.
Aguas, J. J. S. 2013. Ethics and Moral Philosophy of Karol Wojtyla. Journal of
Kritike. 7 (1), 115-137 ISSN 1908-7330. Dari http://www.kritike.org
/journal/issue_12/aguas_june2013.pdf

Akaranga, S. I., & B.K. Makau. 2016. Ethical Considerations and their Applications
to Research: a Case of the University Nairoby. Journal of Educational
Policy and Entrepreneurial Research. 3 (12), 1-9 ISSN:2408-6231. Dari
https://profiles.uonbi.ac.ke/kuria_paul/files/429-825-2-pb.pdf

Maftukhin. 2015. Ilmuwan, Etika dan Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Di Indonesia. Jurnal Epistemé, 10(1), 200-226. Dari https://ejournal.
unsrat.ac.id /index.php/biomedik/article/download/847/665

Lubis, M. A. 2012. Persepsi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi terhadap Etika


Penyusunan Laporan Keuangan. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. 1 (1), 1-
17 ISSN: 2301-7732. Dari http://www.umnaw.ac.id/wp-content/uploads
/2013/09/JurnalPIPS-oke.pdf

Siregar, F. 2015. Etika sebagai Filsafat Ilmu (Pengetahuan). Jurnal De’rechtsstaat.


1 (1), 54-61 ISSN: 2442-5303.

Susanto. 2016. Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis). Jakarta: PT.Bumi Aksara

Sya’roni, M. 2014. Etika Keilmuan (Sebuah Kajian Filsafat Ilmu). Jurnal Teologia.
25 (1), 1-26. Dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=
299041&val=5945&title=ETIKA%20KEILMUAN:%20Sebuah%20Kaji
an%20Filsafat%20Ilmu

Wahana, P. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond. Dari


https://repository.usd.ac.id/7333/1/3.%20Filsafat%20Ilmu%20Pengetahu
an%20%20(B-3).pdf

Wahid, Abd. 2012. Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu. Jurnal Substantia. 14 (2),
224-231. Dari http://substantiajurnal.org/index.php/subs/article/viewFile/
95 /93

Wibisono, H.K., L.N. Trianita., & S. Widagdo. 2013. Dimension of Pancasila


Ethich in Bureaucracy: Discourse of Governance. Filsafat, Etika, dan
Kearifan Lokal untuk Konstruksi Moral Kebangsaan. Globethics.net
Focus 7. Dari http://www.globethics.net

Wilujeng, Sri Rahayu. 2014. Filsafat Etika dan Ilmu (Upaya Memahami Hakikat
Ilmu dalam Konteks KeIndonesiaan). Jurnal Budaya. Fakultas Ilmu
Budaya: Universitas Diponegoro. Dari https://media.neliti.com/media
/publications/4993-ID-filsafat-etika-dan-ilmu-upaya-memahami-hakikat-
ilmu-dalam-konteks-keindonesiaan.pdf

Winata, T.D. 2014. Manfaat Kajian Filsafat, Nilai Etika dan Pragmatis Ilmu
Pengetahuan untuk Melakukan Penelitian Ilmiah. Jurnal Ilmiah Widya. 2
(2), 32-40 ISSN: 2337-6686. Dari http://e-journal.jurwidyakop3.com
/index.php/jurnal-ilmiah/article/viewFile/171/150

Anda mungkin juga menyukai