Anda di halaman 1dari 10

Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan

1. Idealisme
Idealisme adalah filsafat yang menyatakan hakikat spiritual manusia dan
alam semesta. Sudut pandang dasarnya menekankan pada roh manusia, jiwa atau
pikiran sebagai unsur paling penting dalam hidup. Idealisme memandang bahwa
baik, benar, dan indah secara permanen adalah bagian dari struktur alam semesta
yang koheren, tertib, dan tidak berubah. Dalam idealisme, semua realitas
direduksi menjadi satu substansi-roh yang fundamental. Materi itu tidak nyata.
Hanya pikiran yang nyata (Ross, 1994)
Implikasi Pendidikan Idealisme
a. Tujuan Pendidikan
Pendidikan idealisme bertujuan untuk memberikan kontribusi pada
pengembangan pikiran dan diri. Dengan demikian sekolah harus
menekankan kemampuan intelektual, moral, penilaian, estetika, realisasi
diri, kebebasan individu, tanggungjawab individu dan kontrol diri.
b. Isi Pendidikan
Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau
pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata
pencaharian melalui pendidikan praktis.
c. Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik,
meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data
diterima (eklektif). Cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam
belajar.
d. Peranan peserta didik dan pendidik
Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadian. Pendidik
bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan
ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif
(Masitoh dkk)
2. Realisme
Realisme dapat didefinisikan sebagai posisi filosofis yang menegaskan 1) adanya
tujuan dunia dan permulaan-permulaan di dalamnya; 2) kemampuan mengetahui
objek sebagaimana ia ada dalam dirinya sendiri; 3 kebutuhan akan kesesuaian
dengan realitas obyektif dalam perilaku manusia. Kaum realis mengacu unsur-
unsur universal manusia yang tidak berubah terlepas dari waktu, tempat dan
keadaan. Ini adalah watak universal yang membentuk unsur-unsur dalam
pendidikan manusia. Menurut kaum realis, pendidikan mengandaikan
pengajaran, pengajaran mengandaikan pengetahuan, pengetahuan adalah
kebenaran dan kebenaran adalah sama di mana-mana. Oleh karena itu,
pendidikan di mana-mana harus sama.
Implikasi Pendidikan Realisme
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan
masyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan
pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan. Dengan demikian
tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b. Isi pendidikan
Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah
teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan
liberal yang menghilangkan pemisahan antara pndidikan umum dengan
pendidikan praktis/vokasional.
c. Metode pendidikan
Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode
utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi
kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan,
Pengetesan melalui suatu eksperimen.
d. Peranan peserta didik dan pendidik
Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit yang mampu tumbuh.
Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar
tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta
didik (Masitoh, dkk).
3. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma, artinya 'sesuatu yang dilakukan,
sebuah fakta yang dipraktekkan'. Doktrin ini menyatakan bahwa arti proposisi
atau ide terletak pada konsekuensi praktisnya. Filsafat ini menekankan bahwa
pendidikan telah sia-sia jika tidak melakukan fungsi sosial yang ditugaskan untuk
itu. Kaum pragmatis mengklaim bahwa masyarakat tidak dapat memenuhi tugas
pendidikan tanpa sebuah lembaga yang dirancang untuk tujuan tersebut. Sekolah
harus menjaga hubungan intim dengan masyarakat jika ingin memainkan
perannya dengan baik. Mereka juga menegaskan bahwa sekolah harus bertujuan
untuk institusi khusus dengan tiga sasaran: (1) dirancang untuk mewakili
masyarakat untuk anak dalam bentuk yang disederhanakan; (2) selektif secara
kualitatif, jika tidak etis, mengingat ia merepresentasikan masyarakat untuk
kaum muda; dan (3) bertanggung jawab dalam memberikan anak pemahaman
yang seimbang dan benar-benar representatif dengan masyarakat.
Implikasi Pendidikan Pragmatisme
Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan menurut kaum pragmatis adalah
pengembangan total anak baik melalui pengalaman, kegiatan diri, atau belajar
dengan melakukan (learning by doing). Kurikulum - Kaum pragmatis
menganggap bahwa kurikulum harus menawarkan pelajaran yang memberikan
kesempatan bagi berbagai proyek dan kegiatan yang relevan dengan kebutuhan,
kemampuan, dan minat serta kondisi sosial ekonomi peserta didik. Metodologi -
Kaum pragmatis percaya bahwa peserta didik harus menjadi pusat dari semua
proses edukatif, suatu konsep berdasarkan prinsip Dewey bahwa pendidikan
adalah kehidupan, pendidikan adalah pertumbuhan, pendidikan adalah proses
sosial, dan pendidikan adalah konstruksi pengalaman manusia.
4. Perenialisme
Hakikat manusia tidak pernah berubah; Oleh karena itu pendidikan yang baik
juga tidak harus berubah". Kaum perenialis percaya bahwa ide-ide besar, yang telah
berlangsung selama berabad-abad, masih relevan hingga saat ini dan semestinya
menjadi focus pendidikan. Perenialisme adalah teori pendidikan yang sangat
dipengaruhi oleh prinsipprinsip realisme. Perenialisme memiliki pandangan yang
konservatif / tradisional akan hakikat manusia dan pendidikan. Kaum perenialis
berpendapat bahwa kebenaran bersifat universal dan tidak berubah, dan, karena itu,
pendidikan yang baik juga universal dan konstan.
a. Tujuan Pendidikan - Bagi kaum perenialis, tujuan pendidikan adalah
untuk memastikan bahwa siswa memperoleh pemahaman tentang ide-ide
besar dari peradaban Barat. Ide-ide ini memiliki potensi untuk
memecahkan masalah di era apapun. Kaum perenialis memandang tujuan
utama pendidikan adalah mengembangkan kekuatan pikiran. Mereka
melihat tujuan universal pendidikan sebagai pencarian dan penyebaran
kebenaran. Mereka menganggap sekolah sebagai lembaga yang dirancang
untuk mengembangkan kecerdasan manusia. Robert Hutchins, juru bicara
perenialisme yang paling artikulatif berpendapat bahwa pendidikan harus
menumbuhkan kecerdasan serta pengembangan harmoni dari semua daya
manusia. Tujuan utama pendidikan harus mengembangkan kekuatan
pikiran. Dia juga menggambarkan pendidikan yang ideal adala pendidikan
yang mengembangkan daya intelektual.
b. Kurikulum. Fokusnya adalah untuk mengajarkan ide-ide yang kekal,
untuk mencari kebenaran abadi yang konstan, yang tidak berubah,
sebagaimana dunia alam dan manusia sebagai yang paling penting, yang
tidak berubah. Mengajar prinsip-prinsip yang tidak berubah ini adalah
penting. Manusia adalah makhluk rasional, dan pikiran mereka perlu
dikembangkan. Dengan demikian, Pengembangan intelek adalah prioritas
tertinggi dalam pendidikan. Kurikulum berfokus pada pencapaian melek
budaya, menekankan pertumbuhan siswa dalam disiplin abadi. Prestasi
paling mulia dari manusia harus ditekankan - karya besar sastra dan seni,
hukum atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Kaum perennialis
memandang pendidikan sebagai proses berulang berdasarkan kebenaran
abadi; dengan demikian, kurikulum sekolah harus menekankan tema-tema
berulang kehidupan manusia. Kurikulum harus memuat pelajaran kognitif
yang menumbuhkan rasionalitas dan studi moral, estetika, dan prinsip-
prinsip agama untuk mengembangkan dimensi sikap. Kaum perenialis
lebih memilih kurikulum materi pelajaran yang meliputi sejarah, bahasa,
matematika, logika, sastra, humaniora, dan ilmu pengetahuan. Filsafat
pendidikan Robert Hutchins didasarkan pada premis bahwa hakikat
manusia adalah rasional, dan pengetahuan menduduki kebenaran yang
tidak berubah, mutlak, dan universal. Dia menekankan bahwa pendidikan
harus bersifat universal karena rasionalitas hakikat manusia adalah
universal. Hutchins menganjurkan kurikulum yang terdiri dari muatan-
muatan yang permanen dan abadi. Dia sangat menganjurkan studi pada
warisan warisan klasik, atau karya-karya besar Peradaban Barat. Dia
percaya bahwa membaca dan mendiskusikan buku besar berguna dalam
mengembangkan intelek dan menyiapkan siswa untuk berpikir hati-hati
dan kritis. Selain itu, ia juga menganjurkan studi tentang tata bahasa,
retorika, logika, matematika, dan filsafat.
5. Esensialisme
Esensialisme adalah pendekatan tradisional pada pendidikan yang sering disebut
sebagai "Kembali ke Dasar". Pada dasarnya, kaum esensialis berkepentingan
dengan kebangkitan upaya dengan mengajarkan alat pembelajaran sebagai jenis
yang paling tak terpisahkan dari pendidikan. Kaum esentialis percaya bahwa ada
inti pengetahuan umum yang perlu ditransmisikan kepada siswa secara sistematis,
disiplin. Penekanan dalam perspektif konservatif ini adalah pada standar
intelektual dan moral yang harus diajarkan oleh sekolah.
a. Tujuan Pendidikan. Kaum esensialis menganggap tujuan pendidikan harus
mengarahkan manusia pada terbentuknya lembaga pendidikan baik swasta
maupun negeri yang adil, terampil dan murah hati. Pembelajaran informal
membantu, tapi ini seharusnya hanya pelengkap dan sekunder. Kaum
esentialis percaya bahwa keterampilan, pengetahuan dan sikap yang
dibutuhkan oleh individu yang bersesuaian dengan realitas kehidupan harus
direncanakan secara sistematis. Mereka menekankan otoritas guru dan nilai
kurikulum materi pelajaran. Kaum essensialis menyemaikan benih-benih
program pendidikan mereka demi terbentuknya 1) sebuah kurikulum yang
baik; 2) penekanan pada sastra, matematika, sejarah, dll; 3. nilai-nilai
pendidikan prasangka; dan 4) pendidikan sebagai adaptasi individu pada
pengetahuan mutlak yang ada secara independen dari individu.
b. Kurikulum. Inti dari kurikulum adalah pengetahuan and keterampilan esensial
serta kekakuan akademis. Meskipun, filsafat pendidikan ini mirip dalam
beberapa cara dengan perenialism. Kaum esentialis menerima gagasan bahwa
kurikulum inti mungkin dapat berubah. Sekolah harus praktis, mempersiapkan
siswa untuk menjadi anggota yang berharga dari masyarakat. Sekolah harus
fokus pada fakta - realitas objektif di luar sana - dan yang "mendasar", melatih
siswa untuk membaca, menulis, berbicara, dan menghitung dengan jelas dan
logis. Sekolah seharusnya tidak mengatur atau mempengaruhi kebijakan.
Siswa harus diajarkan kerja keras, menghormati otoritas, dan disiplin.
c. Metode. Ruang kelas tidak lebih dioreientasikan bagi guru dalam
perhatiannya pada kepentingan siswa. Nilai tes prestasi didasarkan sebagai
sarana mengevaluasi kemajuan. Maksud dari kurikulum esensialis adalah
untuk membentuk siswa yang setelah lulus, akan memiliki keterampilan
dasar, memiliki pengetahuan tentang berbagai mata pelajaran dan siap untuk
menerapkan apa yang telah mereka pelajari ke dunia nyata.
6. Progresivisme
Teori pendidikan progresivisme ini berbeda dengan pandangan tradisional seperti
esensialisme dan perenialisme. Gerakan Thailand adalah bagian dari gerakan
reformasi umum yang mencirikan kehidupan Amerika di akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20. Gerakan yang sering dikaitkan dengan pragmatisme John
Dewey atau experimentalisme, menekankan pandangan bahwa semua proses
belajar-mengajar harus berpusat pada kepentingan dan kebutuhan anak.
Dalam "Demokrasi dan Pendidikan" Dewey, ia menguraikan bahwa pendidikan
yang benar-benar progresif memerlukan filsafat berdasarkan pengalaman,
interaksi orang dengan lingkungannya. Seperti filsafat eksperiensial seharusnya
tidak menetapkan tujuan-tujuan eksternal, tapi, lebih tepatnya, produk akhir dari
pendidikan adalah keberlangsungan pengalaman yang memperantarai arah dan
kontrol pengalaman berikutnya. Sesungguhnya pendidikan progresif tidak
mengabaikan masa lalu, tetapi menggunakannya untuk mengarahkan pengalaman
masa depan.
a. Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan progresif adalah untuk memenuhi
kebutuhan anak yang sedang tumbuh. Sekolah harus menjadi tempat untuk
belajar yang menyenangkan.
b. Kurikulum. Konten kurikulum berasal dari minat dan kecenderungan siswa.
Metode ilmiah digunakan oleh pendidik progresif sehingga siswa dapat
belajar materi dan peristiwa secara sistematis. Penekanannya adalah pada
proses-bagaimana seseorang sampai pada suatu pengetahuan / pemahaman.
John Dewey adalah pendukung utama aliran filsafat ini. Salah satu prinsipnya
adalah bahwa sekolah harus memperbaiki cara hidup warga melalui
pengalaman kebebasan dan demokrasi di sekolah-sekolah. Pengambilan
keputusan bersama, perencanaan guru dengan siswa, topik-dipilih siswa.
Buku hanyalah alat, bukan otoritas.
7. Rekonstruktionisme
Sementara kaum progresif menekankan individualitas anak, maka kaum
rekonstruktionis lebih peduli dengan perubahan sosial. Mereka percaya bahwa
sekolah harus menghasilkan kebijakan dan kemajuan yang akan membawa
reformasi tatanan sosial, dan guru harus menggunakan kekuasaan mereka untuk
memimpin yang muda dalam program reformasi sosial. Kaum rekonstruktionis
setuju filsafat pendidikan yang berbasis pada budaya dan tumbuh dari pola
budaya tertentu terkondisikan oleh kehidupan pada waktu tertentu di
tempat tertentu. Mereka percaya bahwa budaya adalah dinamis, bahwa manusia
dapat membentuk kembali budaya-nya sehingga ia membuka kemungkinan
optimal untuk pembangunan. Kaum rekonstruktionis mengatakan bahwa umat
manusia dalam keadaan krisis budaya. Jika sekolah merefleksikan budaya
mereka, maka pendidikan hanya akan menularkan penyakit sosial.
Masyarakat harus merekonstruksi nilai-nilainya, dan pendidikan memiliki peran
besar dalam menjembatani kesenjangan antara nilai-nilai budaya dan teknologi.
Adalah tugas sekolah untuk mendorong penyelidikan kritis terhadap warisan
budaya dan menemukan unsur-unsur yang akan dibuang dan unsur-unsur yang
harus diubah.
a. Tujuan Pendidikan. Pendidikan, bagi kaum rekonstruktionis bertujuan
membangkitkan kesadaran siswa tentang masalah sosial dan untuk secara
aktif terlibat dalam pemecahan masalah. Guru dan sekolah harus memulai
penyelidikan kritis terhadap budaya mereka sendiri. Sekolah-sekolah harus
mengidentifikasi kontroversi dan inkonsistensi yang ada dan mencoba
memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata. Kaum rekonstruktionis
percaya bahwa sekarang ada kebutuhan untuk kemerdekaan internasional.
Perang polusi dan nuklir tidak terbatas pada satu tempat tetapi dalam lingkup
internasional.
b. Kurikulum. Kurikulum rekonstruksionis harus mencakup unsur-unsur
pembelajaran untuk hidup dalam lingkungan global. Dengan demikian, kaum
rekonstruktionis mengusulkan kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan
masalah nasional dan internasional sebagai alat untuk mengurangi konflik
dunia. Sekolah, oleh karena itu, menjadi pusat kontroversi di mana siswa dan
guru menekankan dan mendorong diskusi tentang isu-isu kontroversial
dalam agama, ekonomi, politik dan pendidikan; diskusi ini tidak hanya
latihan intelektual.
c. Metode. Kaum rekonstruksionis umumnya akan berusaha untuk
menginternasionalisasikan kurikulum sehingga peserta didik akan belajar
bahwa mereka hidup di sebuah desa global. Sekolah dan guru menjadi
insinyur sosial yang merencanakan tindakan untuk sampai pada tujuan yang
ditetapkan. Metode kelas akan berorientasi pada masalah - siswa diminta
untuk menyelidiki secara kritis warisan budaya. Guru serta siswa membahas
isu-isu kontroversial dan mereka didorong untuk berkomitmen dan aktif
dalam perubahan sosial. Siswa dan guru berpartisipasi dalam program
perubahan sosial, pendidikan, politik dan ekonomi sebagai sarana
pembaharuan budaya secara keseluruhan. Kelas menjadi laboratorium
percobaan pada praktek sekolah yang akan memungkinkan manusia untuk
menangani masalah krisis budaya akut dan disintegrasi sosial.
8. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah cara melihat dan berpikir tentang kehidupan di dunia
sehingga lebih memprioritaskan pada individualisme dan subjektivitas. Kaum
eksistensialis percaya bahwa manusia adalah pencipta esensinya sendiri; ia
menciptakan nilai sendiri melalui kebebasan memilih atau preferensi individual.
Pengetahuan yang paling penting bagi manusia adalah pengetahuannya tentang
realitas kehidupan berikut pilihan-pilihan hidup yang harus ia ambil. Pendidikan
adalah proses manusia dalam mengembangkan kesadaran akan kebebasan
memilih dan makna serta tanggung jawab.
a. Tujuan Pendidikan. Pendidikan harus menumbuhkan intensitas kesadaran
peserta didik. Mereka harus belajar untuk mengakui bahwa sebagai individu
mereka secara terus-menerus, bebas, tanpa dasar, dan kreatif menentukan
kebebasannya untuk memilih. Pendidikan harus peduli dengan pengalaman
yang efektif, dengan unsur-unsur pengalaman yang subjektif dan personal.
Tujuan pendidikan tidak dapat ditentukan di muka ataupun dipaksakan oleh
guru melalui sistem sekolah. Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk
menentukan pendidikannya sendiri.
b. Kurikulum. Mata pelajaran hanyalah alat bagi realisasi subjektivitas. Belajar
tidak ditemukan dalam struktur pengetahuan maupun dalam disiplin yang
terorganisir, tetapi dalam kesediaan siswa untuk memilih dan memberi
makna terhadap subjek/mata pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai