Anda di halaman 1dari 38

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK, SETs/STEM, DAN

KOOPERATIF

Ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Desain Pembelajaran


Biologi yang dibina oleh Dr. Ibrohim, M.Si
Disajikan pada hari Senin, 23 September 2019

disusun oleh:
Kelompok 5/Offering A
1. Annisa Fauzia Rahmah 190341764446
2. Rina Wahyuningsih 190341864427

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah berjudul “Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik, SETs/STEM, dan
Kooperatif” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Desain
Pembelajaran Biologi.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ibrohim, M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi.
Terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan S2 Pendidikan Biologi kelas A,
khususnya kelompok 5 yang telah bekerja sama dalam menyusun tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan
saran kami diharapkan dari pembaca.

Malang, 20 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN COVER .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2

C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II ISI PEMBAHASAN ....................................................................... 3

A. Pendekatan Scientific ........................................................................... 3

B. Pendekatan SETs ................................................................................... 8

C. Pendekatan STEM ................................................................................ 18

D. Pendekatan Kooperatif ......................................................................... 26

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 30

A. KESIMPULAN .................................................................................. 30

B. SARAN ............................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada proses belajar mengajar, pemilihan dan penggunaan pendekatan dan
model yang tepat dalam menyajikan suatu materi dapat membantu siswa dalam
mengetahui serta memahami segala sesuatu yang disampaikan guru, sehingga hasil
belajar siswa dapat diketahui dengan peningkatan prestasi belajar siswa. Melalui
pembelajaran yang tepat, siswa diharapkan mampu memahami dan menguasai materi
sehingga informasi dalam pembelajaran dapat bermanfaat dalam kehidupan nyata.
Proses pembelajaran akan lebih aktif jika kegiatan belajar sesuai dengan
perkembangan inteklektual anak.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan
kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga
merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu.
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen
yang saling berhubungan satu sama lain secara komprehensif. Komponen tersebut
meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen tersebut harus
diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan pendekatan, dan model-
model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan (approach) menunjukkan cara umum dalam memandang
permasalahan atau objek kajian. Pendekakatan adalah cara pandang yang berbeda
tentang konsepsi dan makna pembelajaran, pandangan tentang guru, dan pandangan
tentang siswa. Perbedaan pandagan inilah yang kemudian mengakibatkan strategi dan
model pembelajaran yang dikembangkan menjadi berbeda juga, sehingga proses
pembelajaran akan berbeda walaupun materi pembelajaran sama (Ruhimat, dkk,
2012).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan prinsip pendekatan scientific?
2. Bagaimana pengertian dan prinsip pendekatan Salingtemas/SETs?
3. Bagaimana pengertian dan prinsip pendekatan STEM?
4. Bagaimana pengertian dan prinsip pendekatan kooperatif?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip pendekatan scientific.
2. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip pendekatan Salingtemas/SETs.
3. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip pendekatan STEM.
4. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip pendekatan kooperatif.
3

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Pendekatan Salingtemas (Sains, Lingku ngan, Teknologi, dan Masyarakat).


1. Pengertian Pendekatan Salingtemas
Salingtemas berasal dari kata Science Environment Technology and Society
(SETS) yang dapat dimaknakan sebagai sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Keempat makna tersebut merupakan satu kesatuan elemen yang dalam konsep pen
didikan memiliki implementasi agar anak didik mempunyai kemampuan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking) (Risnasari, 2011).
Urutan ringkasan pendekatan ini adalah untuk menggunakansains (S-pertama)
ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhanmasyarakat (S-kedua) diperlukan
pemikiran tentang berbagai implikasinya padalingkungan (E) secara fisik maupun
mental. Hal inimenggambarkan arah pendekatan SETS yang relatif memiliki
kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan manusia (Sutarno,
2008).
Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses
penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun
perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan
kebutuhan manusia. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah,
kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu
sama lain saling berinteraksi. Pendekatan SETS dapat menghubungkan kehidupan
dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar
sains (Widyatiningtyas, 2009). Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman
belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah,mengumpulkan data yang
berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan
mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.
Di era globalisasi ini informasi dalam masyarakat terus meningkat dan
kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan
kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih mendalam, maka pendekatan SETS dapat

3
4

sangat membantu bagi anak. Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner
konten dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan
anak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan
iptek, berkembangnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek
itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari (Anwar, 2009).
Teori yang menjadi landasan pendekatan SETS adalah cognitivedevelopment,
atau sering diartikan dengan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetika yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Bertambahnya umur seseorang akan
menyebabkan susunan syaraf menjadi semakin kompleks dan memungkinkan
kemampuannya meningkat (Setyaningsih, 2011).

2. Tujuan Pendekatan Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan


Masyarakat)
Pendekatan SETS bertujuan untuk membantu siswa mengetahui sains,
perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat
mempengaruhilingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbal balik. Selain itu
pendekatan ini juga bertujuan agar siswa mengetahui cara menyelesaikan masalah-
masalah yang timbul akibat berkembangnya masalah yang berkaitan dengan
masyarakat (Sutarno, 2008).
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SETS juga dapat membuat
siswa mengerti unsur-unsur utama SETS serta keterkaitan antar unsur-unsur tersebut
pada saat mempelajari sains, sehingga dengan kata lain diperlukan pemikiran yang
kritis untuk belajar setiap elemen dari pendekatan SETS (Setyaningsih, 2011).
Pendidikan SETS berupaya memberikan pemahaman tentang peranan lingkungan
terhadap sains, teknologi, masyarakat. Sebaliknya peranan masyarakat terhadap arah
perkembangan sains, teknologi dan keadaan lingkungan. Termasuk juga peranan
teknologi dalam penyesuaiannya dengan sains, manfaatnya terhadap masyarakat dan
dampak-dampak yang ditimbulkanterhadap lingkungan. Tidak ketinggalan peranan
sains untuk melahirkan konsep-konsep yang berdaya guna positif, keterlibatannya
5

pada teknologi yang dipakai maupun pengaruhnya terhadap masyarakat dan


lingkungan secara timbal balik. Jadi tujuan utama Pendidikan SETS ialah bagaimana
membuat agar SETS dapat menolong manusia membuat surga dunia di muka bumi
ini, bukan sebaliknya menciptakan neraka dunia dalam segala aspek kehidupan
(Anwar, 2009).

3. Karakteristik Pendekatan Salingtemas


Beberapa ciri atau karakteristik dari pendekatan salingtemas menurut
(Sutarno, 2008) adalah sebagai berikut:
a. Tetap memberi pengajaran sains.
b. Murid dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk
teknologi untuk kepentingan masyarakat.
c. Murid dibawa untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang
terjadi dalam proses pentransferan sains tersebut ke bentuk teknologi.
d. Murid diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains yang
dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi
berbagai keterkaitan antara unsur tersebut.
e. Murid dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari pada
menggunakan konsep sains tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi.
Jadi dari ciri dan karakteristik di atas menjelaskan bahwasanya, pendidikan
SETs harus dapat membuat siswa memahami hakekat dari “Sains-Lingkungan-
Teknologi-Masyarakat” sebagai satu kesatuan. Maksudnya adalahsiswa harus selalu
memperhitungkan saling keterkaitan antara elemen-elemendalam SETs. Pendidikan
SETs tidak hanya memperhatikan sains, teknologi,masyarakat tetapi juga dampak
positif/negatif yang diakibatkan oleh sains danteknologi yang dipakai oleh
masyarakat pada lingkungan dan masyarakat itu sendiri.Keterkaitan keempat unsur
SETs dapat dilihat pada gambar berikut (Setyaningsih, 2011).
6

Gambar 1. Keterkaitan Unsur-Unsur dalam SETs (Utomo, 2008).

4. Langkah Pendekatan Salingtemas


Dalam mengimplementasikan pendekatan Salingtemas dalam pembelajaran,
Dass (2005) mengemukakan 4 langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif
merupakan upaya mengembangkan pemahaman siswa. Keempat langkah
pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi,
mengusulkan penjelasan dan solusi serta mengambil tindakan. Keempat langkah
pendekatan salingtemas sebagai berikut:
a. Fase Invitasi/ Inisiasi
Guru memberikan apersepsi dengan mengaitkan peristiwa yang telah
diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Contohnya mengaitkan
pencemaran air yang terjadi di sungai Brantas. Dengan demikian, tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui
siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Fase Eksplorasi
Pada tahap ini guru dan siswa mengidentifikasi dan menyelidiki topik
pencemaran di kawasan sungai Brantas. Data dan informasi dapat diperoleh
melalui observasi di lingkungan dekat sungai Brantas, contohnya mengamati dan
mengidentifikasi perilaku masyarakat di kawasan sungai Brantas yang
mengakibatkan pencemaran air, tanah maupun udara. Dari sumber informasi
tersebut, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan
untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang
7

pencemaran air misalnya dapat dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki


pH air sungai Brantas yang tercemar. Penyelidikan ini memberikan pemahaman
dasar untuk mengembangkan, pengujian hipotesis dan mengusulkan tindakan.
c. Fase Pengusulan Penjelasan dan Solusi
Siswa melaporkan dan menyajikan hasil eksplorasi yang diperolehnya
melalui presentasi di depan kelas untuk menggambarkan temuan dan tindakan
yang diusulkannya dalam upaya mengatasi pencemaran lingkungan di kawasan
sungai Brantas. Guru tetap melakukan pemantapan konsep melalui penekanan
pada konsep-konsep kunci yang penting mengenai topik pencemaran di
lingkungan pasar Johar.
d. Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dipresentasikan di depan kelas, siswa
mengambil tindakan yaitu salah satunya dengan melakukan teknologi sederhana
penjernihan air dalam upaya mengatasi pencemaran air di lingkungan sungai
Brantas.

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Salingtemas


Pendekatan salingtemas memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan dari
yaitu sebagai berikut.
a. Kelebihan dari penerapan pendekatan Salingtemas
1) Siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan
memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang telah dimiliki.
2) Melatih siswa peka terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan
mereka.
3) Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem
kehidupan dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana
perkembangan sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan
masyarakat secara timbal balik.
b. Kelemahan dari penerapan pendekatan Salingtemas
8

1) Siswa mengalami kesulitan dalam manghubungkan antar unsur-unsur dalam


pembelajaran.
2) Membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pembelajaran.
3) Pendekatan SETs hanya dapat diterapkan dikelas atas (Sutarno, 2008).

B. Pendekatan Saintifik
1. Prinsip Pendekatan Saintifik
Metode scientific pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika
pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang
mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996; Rudolph, 2005, Atsnan, 2013).
Metode scientific ini memiliki karakteristik “doing science”. Metode ini
memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses
pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau
tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan
kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum
2013 di Indonesia (Astnan, 2013).
Kurikulum yang sedang dikembangkan dan digunakan di Indonesia sekarang
ini adalah kurikulum 2013 yang menekankan penerapan pendekatan saintifik.
Menurut Nasution (2012) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada siswa (student centered approach). Di dalam pembelajaran
dengan pendekatan saintifik, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya.
Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari
9

sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju
ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai
manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan
mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-
operasional, operasional konkrit, dan operasional formal (Permendikbud nomor 81 A
Tahun 2013).
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah pembelajaran
yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan
observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan
berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat
dipertanggungjawabkan (Sujarwanta, 2012).
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran meliputi
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta untuk semua mata pelajaran (Sujarwanta, 2012). Proses pembelajaran
menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ranah sikap
merupakan transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”
Ranah keterampilan merupakan transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan merupakan transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

2. Komponen Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik


Pembelajaran dengan pendekatan saintific menuntut siswa harus dapat
menggunakan metode-metode ilmiah yaitu menggali pengetahuan melalui
mengamati, mengklasifikasi memprediksi, merancang, melaksanakan eksperimen,
mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain dengan menggunakan
keterampilan berfikir, dan menggunakan sikap ilmiah seperti ingin tahu, hati-hati,
objektif, dan jujur. Kedua penalaran tersebut dapat digambarkan dalam siklus metode
ilmiah oleh Shuttleworh (2009 dalam Sujarwanta, 2012), sebagai berikut:
10

hypotheses
Induction
Deduction

test of
prediction prediction

Observation

Gambar 2 Siklus Metode Ilmiah

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana


dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, dan
mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau
situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat
diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses
pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran
disajikan berikut ini (Nasution, 2013).

Gambar 3. Proses Pendekatan Ilmiah/ Scientific Approach

3. Penerapan Pendekatan Saintific dalam Pembelajaran


a. Mengamati
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
11

menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran.
Kegiatan mengamati sangat bermanfaat untuk memenuhi rasa ingin tahu
peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-
langkah seperti berikut ini.
1) Menentukan objek apa yang akan diamati
2) Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan
diamati
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik
primer maupun sekunder
4) Menentukan di mana tempat objek pengamatan
5) Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengematan,
seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam,
dan alat-alat tulis lainnya.
b. Menanya
Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya. Bertanya di sini
dapat pertaanyaan dari guru atau dari murid. Di dalam pembelajaran kegiatan
bertanya berfungsi:
1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik
tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
12

4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta


didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.
Dengan memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab pertanyaan
guru menumbuhkan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan.
Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan kualitas pertanyaan. Pertanyaan
yang berkualitas akan menghasilkan jawaban yang berkualitas.
c. Mencoba
Hasil belajar yang nyata akan diperoleh peserta didik dengan mencoba atau
melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Misalnya, Pada mata pelajaran, peserta didik harus memahami konsep-konsep
Akidah Akhlak dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode
eksperimen dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini
adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang
tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan
hasil-hasil eksperimen sebelumnya;(4) melakukan dan mengamati percobaan; (5)
13

mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik


simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan
hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru harus
melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid
(2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3)
Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja
untuk pengarahan kegiatan murid(5) Guru membicarakan masalah yang akan
dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan
hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.

d. Mengolah Informasi (Asosiasi)


Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran akan berhasil secara efektif jika
terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola interaksi itu
dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan
berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori
asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike
adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut
Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik
terjadi secara perlahan atau bertahap, bukan secara tiba-tiba.
Bandura mengembangkan asosiasi dalam pembelajaran dapat dilakukan
melalui proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru
respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Teori asosiasi ini sangat
efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta
didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif.
Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata
diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
14

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya


asosiasi peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.
Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan
disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara
simulasi.
3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi). Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang
dapat diukur dan diamati.
4) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
5) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
6) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
7) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua cara melakukan asosiasi, yaitu dengan
logika induktif dan deduktif. Logika induktif merupakan cara menarik
kesimpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang
bersifat umum. Sedangkan logika deduktif merupakan cara menarik
kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum
menuju pada hal yang bersifat khusus. Dengan pola ini siswa dapat mengolah
informasi dengan logika induktif dari percobaan yang telah dilakukan
sebelumnya, dan dengan menggunakan logika deduktif dengan
membandingkan teori-teori yang telah ada dengan hasil percobaannya.
15

e. Mengkomunikasikan
Langkah pembelajaran yang kelima adalah memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengkomunikasikan hasil percobaan dan asosiasinya kepada siswa
lain dan guru untuk mendapatkan tanggapan. Langkah ini memberikan
keuntungan kepada siswadalam meningkatkan rasa percaya diri dan kesungguhan
dalam belajar. Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius menyatakan: apa yang saya
dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya lakukan saya
paham. Silberman telah memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya
dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya
dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang dengar, lihat,
diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, apa
yang saya ajarkan kepada yang lain, saya pemiliknya (Silberman, 2002: 1 dalam
Nasution, 2013). Dengan mengkomunikasikan hasil percobaan dan asosiasi yang
telah dilakukan peserta didik dalam pembelajaran akan memperkuat penguasaan
siswa terhadap materi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.
f. Mencipta
Kegiatan menciptabukan merupakan langkah yang wajib dilaksanakan untuk
setiap rangkaian pembelajaran (pembelajaran dengan rangkaian KD-1 sampai
KD-4). Kegiatanmencipta untuk suatu mata pelajaran dapat berupa benda yang
merupakan penerapanpengetahuan yang telah dipelajari oleh peserta didik,
misalnya berupa karya teknologi, prakarya, atau karya seni rupa. Namun karya
ciptaan dapat juga berupa karya tulis baik yang berupa karya ilmiah maupun
karya sastra. Mencipta merupakan kegiatan yang khas dalam pembelajaran seni
rupa; seluruh pembelajaran seni rupa yang harus disertai dengan pembuatan
karya. Karya yang dibuat, baik secara individual maupun berkelompok, perlu
disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan alat serta tingkat kemampuan
keterampilan peserta didik.
Sebelum anak-anak mulai berkarya, guru perlu menentukan dan menjelaskan
kriteria tentang karya yang akan dibuat. Kriteria tentang karya ini mencakup
16

aspek-aspek jenis, bentuk, fungsi, dan ukuran karya serta bahan, alat, dan teknik
pembuatannya
Implikasi dalam pembelajaran berkenaan dengan hakikat metode saintific di
atas, maka “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau
“pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang
terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Pembelajaran
dengan pendekatan saintific dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk
mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk
menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
Penekanan belajar tampak bahwa siswa aktif berproses, ini secara operasional
membawa kepada situasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik,
menghadirkan keterampilan proses pada siswa (Sujarwanta, 2012).
Langkah-langkah belajar dengan pendekatan proses, tidak lain merupakan
refleksi dari pertanyaan “mengapa para ilmuwan bisa menemukan teori atau hukum
dalam ilmu pengetahuan?” Sebenarnya, mereka bukan orang-orang yang super,
tetapi mereka memiliki kelebihan dalam hal ketekunan, kerajinan, serta tidak mudah
merasa putus asa. Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tetapi
harus didukung dengan kerja keras dan ketekunan sehingga dapat diperoleh suatu
keberhasilan.
Cara mempelajari ilmu pengetahuan dengan menggunakan keterampilan
proses akan mendekatkan siswa memiliki pengalaman belajar yang lebih lengkap dan
tidak terjebak dalam belajar hafalan. Secara operasional pendekatan saintific dalam
pembelajaran yang menekankan pada keterampilan proses, meliputi kegiatan:
observasi, menggolongkan, menafsirkan, memperkirakan, mengajukan pertanyaan,
dan mengidentifikasi variabel. Dengan mekanisme pembelajaran tersebut siswa
dalam belajar akan menemuka pengetahuan itu dengan sendirinya.
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah
mengembangkankemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti: mengamati,
berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Perlu diketahui
pendekatan keterampilan proses ini sebenarnya sudah digunakan dan dikembangkan
17

sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan


langsung siswa dalam kegiatan belajar.
Dalam pendekatan proses, ada hal mendasar yang harus selalu dipegang pada
setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan, yakni proses mengalami.
Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik.
Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri
peserta didik, bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk
diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Sehingga siswa dapat memaknai
dan merasakan sendiri setiap proses pendidikan yang dialaminya

4. Kelebihan dan kekurangan pendekatan Saintifik


Kelebihan pendekatan saintifik yaitu.
a. Proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa sehingga memungkinkan
siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran
b. Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru
untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran
c. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif, dan mengajak siswa untuk aktif
dengan berbagai sumber belajar
d. Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam
mengkonstruksi konsep, hukum, dan prinsip
e. Proses pembelajaran melibatkan proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat
tinggi
f. Dapat mengembangkan karakter siswa
g. Penilaiannya mencakup semua aspek
Kekurangan pendekatan saintifik
a. Dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk mrnciptakan lingkungan belajar
dengan menggunakan pendekatan saintifik, sehingga apabila guru tidak mau
kreatif, maka pembelajaran tidak dapat terlaksana sesuai dengan tujuan
pembelajaran
18

b. Guru jarang menjelaskan materi pelajaran, karena guru banyak yang


beranggapan bahwa kurikulum terbaru ini guru tidak erlu menjelaskan
materinya.

C. Pendekatan Science, Technology, Enginering, Mathematic (STEM)


1. Pengertian Pendekatan STEM
STEM adalah pendekatan pembelajaran yang menghubungkan empat bidang
yaitu sains, teknologi, engineering, dan matematika menjadi satu kesatuan yang
holistik (Roberts, 2012). Sanders (2009) mendefinisikan STEM dalam pembelajaran
sebagai sebuah pendekatan untuk mengeksplor proses belajar dan mengajar dengan
menggunakan dua atau lebih komponen pada STEM.
NRC (2014) telah mendefinisikan masing-masing empat disiplin STEM
beserta perannya masing-masing
a. Sains adalah tubuh pengetahuan yang telah terakumulasi dari waktu ke waktu
dari sebuah pemeriksaan ilmiah yang menghasilkan pengetahuan baru. Ilmu
pengetahuan dari sains berperan menginformasikan proses rancangan teknik.
b. Teknologi ialah keseluruhan sistem dari orang dan organisasi, pengetahuan
proses, dan perangkat-perangkat yang kemudian menciptakan benda dan
mengoperasikannya. Manusia telah menciptakan teknologi untuk memuaskan
keinginan dan kebutuhannya. Banyak teknologi modern adalah produk dari
sains dan teknik.
c. Teknik ialah pengetahuan tentang desain dan penciptaan benda buatan
manusia dan sebuah proses untuk memecahkan masalah. Teknik dimanfaatkan
konsep sains, matematika dan alat-alat teknologi.
d. Matematika ialah studi tentang pola dan hubungan antara jumlah, angka, dan
ruang. Matematika digunakan pada sains, teknik, dan teknologi.
Menurut (Tsupros, Kohler, & Hallinen, 2009), pendidikan STEM terpadu
merupakan sebuah pendekatan antar bidang studi pada pembelajaran yang
mengaitkan sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam bentuk nyata yang
menghubungkan antara sekolah, dunia kerja, dunia global, sehingga pendekatan
19

STEM mampu menyiapkan siswa untuk bersaing dalam era ekonomi baru.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli yang telah diuraikan, pengertian pendekatan
STEM dapat disimpulkan sebagai sebuah pembelajaran yang memadukan aspek
sains, teknologi, teknik, dan matematika disertai dengan implementasinya dalam
dunia nyata untuk mengembangkan kreativitas siswa.
Pendekatan STEM berupaya memunculkan keterampilan pada diri siswa,
misalnya kemampuan menyelesaikan persoalan dan kemampuan melakukan
penyelidikan. Keterampilan penting untuk membantu meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Literasi STEM ditunjukkan dengan kemampuan siswa untuk
memahami pelajaran dengan menghubungkan 4 bidang pada STEM, definisi literasi
STEM (NGA, 2009) adalah:
No. Bidang Keterangan
1. Sains (science) Literasi sains adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi informasi ilmiah, lalu
menerapkannya pada dunia nyata serta diterapkan
untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
2. Teknologi (technology) Literasi teknologi adalah keterampilan
menggunakan, mengelola, mengerti, dan
mengakses teknologi. Siswa harus tau cara
menggunakan tekologi terbaru dan memiliki
keterampilan untuk menganalisis cara sebuah
teknologi mempengaruhi pemikiran siswa dan
masyarakat.
3. Teknik (engineering) Literasi teknik adalah kemampuan
mengembangkan teknologi dengan desain yang
lebih kreatif dan inovatif melalui penggabungan
berbagai bidang keilmuan.
4. Matematika (mathematics) Literasi matematika adalah kemampuan
menganalisis dan menyampaikan gagasan,
rumusan, menyelesaikan masalah secara
matematik dalam penerapannya.

2. Tujuan Pendekatan STEM


Pendekatan STEM tidak hanya bermakna penguatan praktis pendidikan dalam
bidang-bidang STEM secara terpisah, melainkan mengembangkan pendekatan
pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknologi, engineering, dan matematika,
dengan menfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah nyata pada
kehidupan sehari-hari maupun kehidupan profesi (National STEM Education Center,
20

2014). Pada konteks pendidikan dasar dan menengah, pendekatan STEM bertujuan
mengembangkan peserta didik yang melek STEM (Bybee dalam Satriani, 2017),
yang memiliki:
a. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan
masalah pada kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain, serta
menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM.
b. Memahami karakteristik fitur-fitur disiplin STEM sebagai bentuk
pengetahuan, penyelidikan, serta desain yang digagas manusia.
c. Kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk lingkungan
material, intelektual, dan kultural.
d. Kemauan terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi
energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumber daya alam) sebagai warga
negara yang konstruktif, peduli, serta reflektif dalam menggunakan gagasan-
gagasan sains, teknologi, engineering, dan matematika.

3. Tiga Cara Pendekatan Pembelajaran STEM


Merangkaikan pendidikan STEM menjadi satu kesatuan yang menekankan 4
disiplin adalah sebuah tantangan yang cukup sulit karena dipengaruhi oleh efektivitas
program pendidikan STEM (Barakos dalam Winarni et. al. 2016). Robert dan Cantu
dalam Winarni et. al (2016) telah mengembangkan tiga pendekatan pembelajaran
STEM yang berbeda bagi guru pendidikan teknologi yaitu pendekatan silo (terpisah),
pendekatan embedded (tertanam), dan pendekatan integrasi (terpadu) yang kemudian
diadaptasi untuk pembelajaran sains.
a. Pendekatan SILO
Pendekatan SILO mengacu pada pembelajaran yang terpisah-pisah dalam
subyek STEM. Penekanan pembelajaran yaitu pada perolehan pengetahuan
dibandingkan dengan kemampuan teknis. Pembelajaran padat pada masing-
masing subjek memungkinkan siswa untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam. Pendekatan SILO dicirikan oleh pembelajaran yang didorog oleh
guru. Siswa disediakan sedikit kesempatan untuk “belajar dengan berbuat”,
21

justru mereka diajarkan apa yang harus mereka tahu. Tujuan SILO adalah untuk
meningkatkan pengetahuan yang menghasilkan penilaian.

Science

Technology &
Mathematics Engineering

Gambar 4. Pendekatan SILO.

Kelemahan potensial yang terkait dengan pendekatan SILO yaitu:


1) Pembelajaran SILO memiliki kecenderungan untuk mengurangi manfaat
belajar STEM yang diharapkan karena kemungkinan adanya kurang
tertariknya siswa terhadap salah satu bidang STEM. Contohnya menurut hasil
penelitian bahwa perempuan kurang tertarik untuk berpartisipasi dalam
bidang teknik misalnya teknik sipil, teknik mesin, dan teknik elektro.
2) Tanpa praktek, siswa mungkin gagal untuk memahami integrasi yang terjadi
secara alami antara pelajaran STEM di dunia nyata sehingga dapat
menghambat pertumbuhan akademik siswa. Hal itu terjadi karena pendekatan
SILO menyebabkan guru mengandalkan metodologi berbasis ceramah
daripada praktek, padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan
praktek lebih diinginkan siswa dalam belajar.
3) Fokus dari pembelajaran dalam pendekatan SILO adalah konten materi. Hal
ini dapat membatasi sejumlah stimulasi lintas kulikuler dan pemahaman
siswa dari penerapan apa yang harus mereka pelajari.
b. Pendekatan Embedded (Tertanam)
Pembelajaran STEM didefinisikan sebagai pendekatan di mana domain
pengetahuan diperoleh melalui penekakan pada situasi dunia nyata dan teknik
memecahkan masalah dalam konteks sosial, budaya, dan fungsional. Pada
22

pendekatan tertanam, salah satu konten/materi lebih diutamakan, sehingga


mempertahankan integritas subyek. Perbedaan pendekatan SILO dan pendekatan
tertanam adalah pendekatan tertanam meningkatkan pembelajaran dengan
menghubungkan materi utama dengan materi lain yang tidak diutamakan atau
materi tertanam. Tetapi bidang yang tidak diutamakan tersebut dirancang untuk
tidak dievaluasi atau dinilai.

Technology &
SCIENCE
Engineering

Mathematics

Gambar 5. Pendekatan embedded/tertanam

Kelemahan pendidikan STEM tertanam adalah dapat mengakibatkan


pembelajaran terpotong-potong. Jika seorang siswa tidak bisa mengaitkan konten
tertanam dengan konten utama, siswa beresiko hanya belajar sebagian dari
pelajaran daripada manfaat dari keseluruhan pelajaran.
c. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu untuk pendidikan STEM diibaratkan dengan merobohkam
tembok antara masing-masing bidang konten STEM dan mempelajarinya sebagai
satu obyek. Pendekatan terpadu diharapkan mampu meningkatkan minat pada
bidang STEM, terutama jika itu dimulai saat siswa masih muda. Pendekatan
terpadu menghubungkan materi dari berbagai bidang STEM yang diajarkan di
kelas berbeda dan pada waktu berbeda dan menggabungkan konten lintas
kurikuler dengan keterampilan berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah,
dan pengetahuan untuk mencapai suatu kesimpulan. Pendekatan terpadu adalah
pendekatan terbaik untuk pembelajaran STEM.
23

Technology and
engineering

Science Mathematics

Gambar 6. Pendekatan terpadu


4. Prinsip Pendekatan STEM
Pada konteks pendidikan dasar dan menegah umum di beberapa negara,
termasuk di Indonesia, hanya mata pelajaran sains dan matematika yang menjadi
bagian dari kurikulum, sementara mata pelajaran teknologi dan teknik hanya menjadi
bagian minor atau bahkan tidak ada dalam kurikulum. Prinsip pendekatan STEM
(Department of Education and Skills) adalah:

Prinsip Deskripsi
STEM memicu rasa ingin tahu 1. Pendidikan STEM harus mendorong peserta didik
siswa sehingga mereka untuk meningkatkan rasa ingin tahu terhadap
berpartisipasi memecahkan lingkungan di sekitar mereka.
masalah di dunia nyata 2. Pendidikan STEM harus relevan dengan masalah
yang dihadapi masyarakat
3. Siswa harus mengembangkan keterampilan
STEM bersifat interdisipliner, 1. Pendidikan STEM harus memperdalam pemahaman
memungkinkan siswa konseptual dan minat lintas bidang multidisiplin yang
membangun, menerapkan memungkinkan siswa untuk mengatasi masalah sosial
ilmu, memperdalam ilmu, dan global
memahami, dan 2. Siswa harus memiliki kesempatan untuk
mengembangkan pemikiran mengeksplorasi konsep dan terlibat dalam pemecahan
kreatif serta kritis. masalah, disertai dengan mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan siswa.
Pendidikan STEM 1. Ada komponen praktis dan kreatif yang kuat pada
mengandung kreatifitas, seni, STEM, yang harus menyediakan kesempatan di dunia
dan desain. nyata dan tugas berbasis penyelidikan (inquiry-based
task)
2. Siswa harus memiliki kesempatan untuk merancang,
mengkreasikan, membuat ketika mengeksplorasi dan
memperoleh pendidikan STEM.
24

5. Penerapan Pendekatan STEM


Muhammad Syukri dkk (2013) menjelaskan pembelajaran STEM memiliki lima
tahap dalam pelaksanaannya di kelas yaitu observe, new idea, innovation, creativity,
dan society yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengamatan (observe), dalam tahap ini peserta didik dimotivasi untuk
melakukan pengamatan terhadap berbagai fenomena/isu yang terdapat dalam
lingkungan kehidupan sehari-hari yang memiliki kaitan dengan konsep mata
pelajaran yang diajarkan.
b. Ide baru (new idea), dalam tahap ini peserta didik mengamati dan mencari
informasi tambahan mengenai berbagai fenomena atau isu yang berhubungan
dengan topik mata pelajaran yang dibahas, selanjutnya peserta didik
merancang ide baru. Peserta didik diminta mencari dan mencari ide baru dari
informasi yang sudah ada, pada langkah ini peserta didik memerlukan
ketrampilan menganalisis dan berfikir keras.
c. Inovasi (innovation), langkah inovasi peserta didik diminta untuk
menguraikan hal-hal yang telah dirancang dalam langkah merencanakan ide
baru yang dapat diaplikasikan dalam sebuah alat.
d. Kreasi (creativity), dalam langkah ini merupakan pelaksanaan dari hasil pada
langkah ide baru.
e. Nilai (society) merupakan langkah terakhir yang dilakukan peserta didik yang
dimaksud adalah nilai yang dimiliki oleh ide yang dihasilkan peserta didik
bagi kehidupan sosial yang sebenarnya
Salah satu pola perpaduan yang mungkin dilaksanakan tanpa
merestrukturisasi kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia adalah
dengan pendekatan terpadu yang dilakukan pada jenjang sekolah dasar, dan
pendekatan embedded pada jenjang sekolah menegah (Rustaman, 2016). Pada
implementasinya, STEM dapat diintegrasikan dengan model pembelajaran Project
Based Learning, Problem Based Learning, Discovery Based Learning, dan Inquiry
Based Learning (Ariani et. al., 2019).
25

Contoh penerapan pendekatan STEM-PjBL dalam pembelajaran terdiri dari


lima langkah, setiap langkah bertujuan untuk mencapai proses secara spesifik, berikut
ini tahapan dalam proses pembelajaran STEM-PjBL yang efektif (Laboy-Rush,
2010):
a. Tahap 1: Reflection
Tujuan reflection untuk membawa siswa ke dalam konteks masalah dan
memberikan inspirasi kepada siswa agar dapat mulai menyelidiki/investigasi.
Fase ini juga dimaksudkan untuk menghubungkan apa yang diketahui siswa
dan apa yang perlu dipelajari.
b. Tahap 2: Reseach
Reseach adalah bentuk penelitian siswa. Guru memberikan pembelajaran
sains, memilih bacaan, atau metode lain untuk mengumpulkan sumber
informasi yang relevan. Proses belajar lebih banyak terjadi selama tahap ini,
kemajuan belajar siswa mengkonkritkan pemahaman abstrak dari masalah.
Selama fase reseach, guru lebih sering membimbing diskusi untuk
menentukan apakah siswa telah mengembangkan pemahaman koseptual dan
relevan berdasarkan proyek.
c. Tahap 3: Discovery
Tahap penemuan umumnya melibatkan proses menjembatani reseach dan
informasi yang diketahui dalam penyusunan proyrk. Ketika siswa mulai
belajar mandiri dan menentukan apa yang masih belum diketahui. Beberapa
model dari STEM-PjBL membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk
menyajikan solusi yang munglin untuk masalah, berkolaborasi, dan
membangun kerjasama antarteman dalam kelompok. Model lainnya
menggunakan langkah ini dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam
membangun habit of mind dari proses merancang untuk mendesain.
d. Tahap 4: Aplication
Pada tahap aplikassi tujuannya untuk menguji apakah produk/solusi dalam
memecahkan masalah. Pada beberapa kasus, siswa menguji produk yang
dibuat dari ketentuan yang ditetapkan sebelumnya, hasil yang diperoleh
26

digunakan untuk memperbaiki langkah sebelumnya. Pada model ini, tahapan


di mana siswa belajar konteks yang lebih luas di luar STEM atau
menghubungkan antara disiplin bidang STEM.
e. Tahap 5: Communication
Pada tahap terakhir pembuatan setiap produk/solusi dengan
mengkomunikasikan antar teman maupun lingkup kelas. Presentasi
merupakan langkah penting dalam proses pembelajaran untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi dan kolaborassi maupun
kemampuan untuk menerima dan menerapkan umpan balik yang konstruktif.

D. Pendekatan Kooperatif
1. Pengertian Pendekatan Kooperatif
Pendekatan kooperatif (Lie, 2007) menyebut cooperative learning dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas
yang terstruktur. Menurut Rokhman (2012), pendekatan kooperatif adalah kegiatan
pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, efisien, ke arah mencari atau
mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling membantu sehingga tercapai
proses dan hasil belajar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Wina (2006) yang menyatakan pembelajaran
kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Berdasarkan pengertian pendekatan kooperatif oleh para ahli, dapat disimpulkam
bahwa pendekatan kooperatif adalah sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan sehingga
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
2. Tujuan Pendekatan Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar siswa yang meningkat dan
siswa dapat menerima berbagai keragaman siswa lain serta untuk mengembangkan
keterampilan sosial (Widyantini, 2008). Tujuan lain adalah agar siswa dapat belajar
27

secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai


pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok (Rokhman,
2012).

3. Prinsip Pendekatan Kooperatif


Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Lie, 2007) sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif, yaitu siswa saling berkaitan dengan siswa lain
dalam kelompoknya untuk mencapai suatu tujuan. Pencapaian tujuan dicapai
melalui upaya bersama berdasarkan prinsip “saya memerlukan kamu dan kamu
memerlukan saya untuk bisa mencapai tujuan”. Siswa berbagi peran dan tugas,
satu sama lain saling bergantung, dan keberhasilan seseorang akan menentukan
keberhasilan siswa lainnya.
b. Tanggungjawab perseorangan, yaitu siswa belajar bersama, tetapi setiap
individu dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil belajarnya. Ini berarti
satu upaya dari seorang siswa akan mempengaruhi upaya siswa lain. Setiap
tujuan pembelajaran harus jelas dan dapat dipahami siswa serta ada keyakinan
bahwa siswa akan mampu melakukannya. Ketika siswa berhasil mencapai
tujuan secara berkelompok, siswa juga berhasil secara individual.
c. Tatap muka antara sesama siswa, yaitu kegiatan kognitif dan interpersonal
siswa secara dinamis terjadi karena setiap siswa mendorong siswa lainnya
untuk belajar. Contoh kegiatan tersebut adalah penjelasan bagaimana
memecahkan masalah, mendiskusikannya, dan menghubungkan pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang baru didapat. Ini terjadi jika interaksi
promotif sesama siswa terbangun dan dijadikan komitmen untuk meraih
pencapaian tujuan bersama.
d. Komunikasi antaranggota adalah keterampilan siswa dalam mendengar siswa
lain, memecahkan konflik, mendukung dan memotivasi siswa lain, mengambil
inisiatif, menunjukkan ekspresi senang manakala siswa lain berhasil, dan
mampu mengkritisi ide gagasan siswa lain (bukan mengkritisi orangnya).
28

Keterampilan seperti ini perlu ditunjukkan oleh siswa secara kolaboratif. Guru
perlu membuat pernyataan verbal secara jelas, menjadi model, dan mengecek
pemahaman siswa melalui berbagai pertanyaan.
e. Evaluasi proses kelompok, dimana evaluasi sangat penting untuk perbaikan
kegiatan kelompok lebih efektif. Pelaksanaan tidak harus setiap kali ada kerja
kelompok tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa
cooperrative learning.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda, baik
tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin, anggota
kelompok berasal dari suku atau agama berbeda serta memperhatikan
kesetaraan gender.
c. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing
individu.

E. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kooperatif


Pendekatan pembelajaran cooperative learning dipilih karena pendekatan ini
memiliki banuak unggulan jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2007) menyebutkan bahwa kelebihan yang
diperoleh dari pembelajaran kooperatif adalah:
a. Saling ketergantungan yang positif.
b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d. Suasana yang rileks dan menyenangkan.
e. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
Keunggulan pendekatan kooperatif jika dilihat dari aspek siswa meliputi (Isjoni,
2007):
29

a. Memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu


pandangan, pengalaman yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama
dalam merumuskan duatu pandangan kelompok.
b. Memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, melatih siswa
memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun keterampilan
sosial seperti keterampilan mengemukakan pendapat, menerima saran dari
orang lain, bekerja sama, rasa setiakawan dan mengurangi timbulnya perilaku
yang menyimpang dalam kehidupan kelas.
c. Memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan
demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga
berperan sebagai tutor bagi teman sebaya.
d. Memungkinkan siswa memiliki motivasi yang tinggi, peningkatan
kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk
hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan
sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap
sekolah dan belajar, mengurangi tingkah laku yang kurang baik serta
membantu menghargai pokok pikiran orang lain.
Setelah disampaikan mengenai kunggulan pendekatan kooperatif,
kelemahannya (Widyantini, 2008) adalah sebagai berikut:
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, memerlukan
banyak tenaga, dan waktu.
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seorang siswa, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
30

Berikut ini merupakan salah satu contoh langkah-langkah pembelajaran


kooperatf yang diuraikan oleh Arends dalam Tiwan (2008)

Fase Tingkah Laku Guru


1. Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang akan
dan memotivasi siswa dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrassi atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasikan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
siswa ke dalam membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok-kelompok kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
untuk bekerja dan mereka mengerjakan tugas
belajar
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6. Memberikan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
penghargaan maupun hasil belajar individu dan kelompok

Keberhasilan pendekatan kooperatif sangat dipengaruhi oleh guru yang


efektif. Sifat-sifat guru efektif adalah sebagai berikut: a) memiliki pribadi yang
memungkinkan mengembangkan hubungan kemanusiaan yang tulus dengan para
siswa, orang tua, dan para koleganya, b) mempunyai sikap positif terhadap ilmu
pengetahuan, menguasai dasar-dasar tentang belajar mengajar dan ilmu yang akan
diajarkan, 3) menguasai sejumlah keterampilan mengajar untuk mendorong siswa
terlibat dalam pembelajara, 4) mampu memotivasi siswa untuk berpikir reflektif dan
memecahkan masalah. Beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan
oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), atau Sharan (1990) adalah tipe Jigsaw,
tipe NHT (Number Heads Together), Tipe TAI (Team Assited Individualization), dan
tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).
31

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data (menalar), menarik kesimpulan
dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang di temukan.
2. Pendekatan SETs adalah Pendekatan SETS disebut juga pendekatan Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) merupakan kegiatan
pembelajaran yang di dalamnya terdapat unsur-unsur sains, lingkungan, teknologi
dan masyarakat dikaitkan secara timbal balik dalam konteks konsep yang
dibelajarkan.
3. Pendekatan STEM dalam pembelajaran sebagai sebuah pendekatan untuk
mengeksplor proses belajar dan mengajar dengan menggunakan dua atau lebih
komponen pada STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematic).
Prinsip STEM adalah memicu rasa ingin tahu, interdisipliner, mengandung
kreatifitas, seni, dan desain.
4. Pendekatan kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Prinsip pendekatan kooperatif diantaranya, siswa memiliki tujuan
dan tanggungjawab yang sama, dan masing-masing siswa akan dievaluasi.

B. Saran
32

Sebagai generasi abad ke-21 dan sebagai calon pendidikan diharapkan mampu
menerapkan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, SETs, STEM, dan
kooperatif untuk memaksimalkan proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujarwanta. 2012. Mengkondisikan Pembelajaran IPA dengan Pendekatan


30
Saintifik. Jurnal Nuansa Kependidikan. Vol 16 Nomor.1, Nopember 2012.
Halaman 75-83.

Ariani, L. Sudarmin, dan Nurhayati, S. 2019. Analisis Berpikir Kreatif pada


Penerapan Problem Based Learning, Berpendekatan Science, Technology,
Engineering, and Mathematics. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 13
(1):2307-2317
Atsnan, M. F., dan Gazali, R.Y., 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam
Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika.
Yogyakarta, 9 November 2013.

Department of Education and Skills. 2017. STEM Education Policy Statement 2017-
2026. An Roinn Oideachais Agus Scileanna
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
Laboy-Rush, D. (2010). Integrated STEM education through project-based learning.
(Online)(www.learning.com/stem/whitepaper/integrated-STEM-
throughProject-based- Learning), diakses pada 20 September 2010.
Lie, A. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo
Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumiaksara

National Governors Association (NGA). 2009. Building a Science, Technology,


Engineering, and Math, Education Agenda. New York: NGA Center
NRC. 2014. STEM Integration in K-12 Education: Status, Prospects, and Agenda for
Reseach. Washington DC: The National Academies of Science.
Permendikbud. 2016 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. Permendikbd Nomor 81a, Tentang Standar prosedural
pembalajaran.
33

Roberts, A. 2012. A Justification for STEM education. Technology and Engineering


Teacher, LXXIV (8), 1-5
Rokhman, M. 2012. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Bernuansa Konstruktivisme. Prosiding Reformulasi Pembelajaran Sejarah
Jurusan Pendidikan Sejarah UNY, Yogyakarta 3 Oktober 2012.
Ruhimat, T. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Depok : PT Rajagrafindo Persada.
Rustaman, N. Y. 2016. Pembelajaran Sains
31 Masa Depan Berbasis STEM Education.
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi SEMNAS Bio-Edu 1. Padang, 30
April 2016.
Sanders, M, 2009. STEM, STEM education, STEMmania, The Technology Tteacher,
68 (4):20-26
Satriani, A. 2017. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam
Pembelajaran dengan Mnegintegrasikan Pendekatan STEM dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
IPA, STEM untuk Pembelajaran Sains Abad 21, Palembang 21 September
2017
Sutarno, Nono. 2008. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Syukri, M. Lilia & Subahan. 2013. Pendidikan STEM dalam Entrepreneurial Science
Thinking “EsciT”: Satu Perkongsian Pengalaman dari UKM Untuk Aceh.
Aceh: ADIC.
Tsupros, N. R. Kohler, dan J. Hallinen. 2009. STEM Education: A project to identify
the missing components. A collaborative study conducted by the IUI Center
for STEM Education and Carnegie Mellon University

Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran


Matematika SMP.Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Widyatiningtyas, R. 2009. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan
Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE: Jurnal Pendidikan
dan Budaya. (online). http://educare.e-fkipunla.net/ .(diakses pada 20 mei
2016).

Wina, S. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media.
34

Winarni, J., Zubaidah, S., dan Koes H., S. 2016. STEM: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana. Prosiding Semnas Pendidikan IPA Pascasarjana UM, 1:976-984
35

PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Apakah pendekatan STEM dan pendekatan SETs dapat dipadukan dalam


penerapannya?
Jawaban:
Bergantung karakteristik materi. Misalnya materi Pencemaran Lingkungan dapat
dipadukan antara kedua pendekatan tersebut dengan pendekatan SETs atau dapat juga
dengan pendekatan STEM .
2. Apakah pendekatan STEM Terpadu dapat diterapkan di SMP/SMA/SMK?
Jawaban:
Bisa. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh guru dan siswa
sebelum menerapkan STEM terpadu, yaitu:
a. Kompetensi guru mengenai suatu materi tertentu.
b. Guru harus menganalisis keempat komponen dari STEM.
c. Ada keterampilan prasyarat yang harus dimiliki siswa.
3. Bagaimana perbedaan antara pendekatan SETs, Scientific, dan STEM?
Jawaban:
Perbedaannya terletak pada prinsip masing-masing pendekatan dan komponen
penyusun pendekatan tersebut yang menjadi ciri khas masing-masing. Saintifik
mengarah pada metode ilmiah, SETs saling terkait, STEM bisa berdiri sendiri-sendiri
komponennya. Namun sebenarnya ketiga pendekatan tersebut tetap berasal dari
prinsip-prinsip pendekatan scientific.

Anda mungkin juga menyukai