Anda di halaman 1dari 120

http://gurutematik.

com/
Berlatih memanjangkan nalar
Sejak belajar kimia di SMA, saya sangat tertarik pada cara mengajar almarhumah ibu Mardiyah.
Beliau selalu memulai pelajaran dengan hal-hal yang ada di sekitar kita. Keinginan belajar makin
besar, sebab beliau selalu bertanya tentang apapun yang kami alami, atau hal-hal yang pernah
kita lakukan namun lupa. Kadang beliau bertanya tentang bahan-bahan yang ada di sekitar kami
yang tak pernah kami pikirkan.

Bimbingan untuk memahami sesuatu, oleh bu Mar selalu dilakukan dengan sabar. Beliau tak
keburu menjelaskan konsep abstrak, namun memancing pikiran kami dengan urutan pertanyaan
yang beliau sampaikan secara spontanitas pada diskusi kelas. Ketika terjadi macet, beliau
mengubah pertanyaannya menjadi mudah dan kami dapat menjawab. Kemudian beliau
menuntun kami hingga sampai pada teori abstrak.

Setelah kami mampu menjelaskan tentang konsep tersebut, beliau meminta kami untuk
memberikan contoh lain dalam kehidupan yang berbeda dengan contoh awal. Apabila sebagian
dari kami berdiam diri, tidak aktif diskusi atau menulis sesuatu, beliau dengan energiknya
langsung mendatangi kami dan tahu-tahu sedah hadir di dekat bangku. Ibu ini sungguh luar
biasa, saya selalu mengenangnya.

Seringkali bu Mar mengatakan:”Ayo dinalar ….”

Kami selalu terpingkal ketika itu, sebab bu Mar berteriak keras dan mimiknya lucu sekali. Tidak
hanya itu, ada saja yang beliau lakukan. Kadang berjalan secepat kilat, tahu-tahu sudah di
belakang bada siswa dan ditanya sesuatu yang mudah sekali. Sebenarnya kami dapat
menjawabnya. Namun setelah menjawab, beliau selalu bertanya lagi yang agak sulit dan ketika
kami bisa, selalu diminta untuk menuliskannya di papan. Sebenarnya ini suatu kesempatan baik,
namun teman-teman kadang tak mau melakukannya, Kata mereka khawatir ditanya teman dan
tak bisa menjawab. Tak ambil resiko, kata mereka. Ini sih hanya terjadi ketika kelas I, belum
penjurusan. Inilah yang membuat bu Mar jengkel, gemes, dan kalau sudah begitu beliau
mencubit kami, he he he.

Dari siswa sekelas, ada 5 siswa yang sering mengerjakan di papan, salah satunya saya. Saya
mungkin amat suka cara beliau, hingga sampai sekarang ternyata cara mengajar saya sepertinya
seperti beliau. Pernah beliau mengatakan:”Ayo anak-anak, kalian harus terus berlatih nalar,
nalar, nalar. Nalar kalian harus panjang.”

Pernah di bangku saya bertanya pada bu Mar.

“Bu, apakah cara ibu memanjangkan nalar kami itu dengan bertanya terus menerus? Ketika kami
sudah menjawab, ibu bertanya lagi berdasarkan jawaban dan begitu seterusnya hingga kami
paham pada konsep yang dituju. Begitukah bu?”

“Benar sekali Etna, begitulah caranya. Nanti kalau nalar kalian sudah panjang, kalian bisa
menalar sendiri setiap masalah tanpa bantuan ibu.”
Hal yang saya sukai dalam belajar kimia ini adalah cara bu Mar membimbing kami melalui
teknik bertanya, dari contoh-contoh dalam kehidupan yang menjadi tema, menuju ke konsep
abstrak dengan tidak terasa. Setelah itu kami mampu memberi contoh lain dan kami dilatih pula
membuat skema atau peta dari beracam konsep yang menyatu pada tema awal. Sungguh tak
dapat dipungkiri kalau pembelajaran ini sudah tematik integratif. Subhanallah.

February 24, 2014 berlatih nalar, konsep abstrak, panjang nalar, pembelajaran kimia, pembelajaran
tematik integratif, peta konsep, peta pikiran, skema sederhana, tema kehidupan sehari-hari, tema
konkrit Leave a comment

Pembelajaran Tematik Dalam Kimia

Sebagai guru kimia SMA, sejak tahun 1973 saya selalu berupaya untuk berpikir tematik ketika
merencanakan suatu pembelajaran. Sebenarnya hal ini tidaklah baru, sebab saya mengikuti jejak
guru kimia idola, yaitu almarhumah Ibu Mardiyah. Beliau juga pernah bercerita bahwa sebagian
besar yang beliau ajarkan, meniru guru-guru beliau pada jaman dahulu (jadul). Guru jadul selalu
mengajar berdasar tema, kemudian melalui skema dijabarkan menjadi konsep-konsep yang
saling berkaitan.

Pembelajaran di atas sebenarnya sudah tergolong tematik integratif. Mengapa demikian? Karena
awal pembelajaran bu Mardiyah memberikan tema yang bersifat umum, namun
merupakan aplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Ilmu yang aplikatif ini dikatakan sebagai
ilmu terapan. Kemudian melalui tanya jawab, tema tersebut dijabarkan menjadi konsep-konsep
yang saling berkaitan satu sama lain. Kemudian beliau mengajak siswa untuk
menalar keterkaitan antar konsep. Di sinilah suatu ketrampilan dan kemampuan guru tampak
dalam memandu siswa. Guru harus mampu membantu siswa memahami konsep abstrak
berdasarkan contoh sehari-hari.

Banyak topik dalam pembelajaran kimia yang merupakan ilmu terapan, yaitu kimia yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Walau kurikulum telah berubah mengikuti jaman,
nyatanya pembelajaran secara tematik selalu ada dalam silabus. Sebagai contoh, sandang,
pangan, dan papan. Bahkan seluruh alam semesta dan seisinya terdiri atas bahan-bahan kimia.
Semua makhluk hidup dan benda mati adalah kimia. Oleh sebab itulah slogan internasional
berbunyi: “Chemistry is our life and our future.” Mengapa demikian? karena semua bahan alami
dan sintetis adalah kimia. So chemistry is around the world. Industri kimia menentukan masa
depan kita.

Anehlah apabila seseorang belajar atau mengajar langsung teori abstrak, apalagi lepas dari
kehidupan. Benarlah orang tersebut sangat pandai secara teori, namun tak pernah melakukannya.
Konsep apa saja mampu menjelaskan dengan sangat baik. Di mana-mana dia amat pandai bicara,
seakan kamus berjalan. Ketika sekelompok orang dapat membuat sesuatu, misalnya memasak,
membuat barang-barang yang dapat dijual dengan murah, atau produk industri rumah, bahkan
industri besar, orang pandai teori tak dapat berbuat apa-apa. Memberi saranpun mungkin salah.
Lalu buat apa belajar? Buat apa ilmunya yang segudang itu? Curriculum it self is for better life.
Belajar untuk mencapai hidup yang lebih baik.
Permasalahan yang sangat besar telah terjadi di negara kita yang tercinta ini. Sayang seribu
sayang, kurikulum yang terus berubah mengikuti jaman, telah dipertimbangkan, dirancang, dan
disusun dengan baik, banyak yang masih belum diterapkan 100%. Apa yang
sesungguhnya diinginkan oleh bangsa kita? Pendidikan yang bagaimana yang dianggap mudah
dan berguna? Ke mana anak bangsa di arahkan selama ini? Menjadi orang yang pandai bicara
namun yang dapat melakukannya? Bagaimana para guru melaksanakan pembelajaran? Mengapa
kurikulum terbaru 2013 yang sudah makin baik tersebut juga seakan ditolak sebelum dipelajari
dengan cermat? Apakah ini berarti bahwa kita merasa kalah sebelum maju perang? Atau merasa
sulit, tidak mungkin, bahkan tidak bisa, sebelum melakukannya?

Bagaimanakah hasil implementasi kurikulum 2013? Apakah sebagian sekolah yang sedang
melaksanakannya tidak ada yang berhasil? Ataukah sebagian ada yang merasa berhasil? Sejauh
manakah keberhasilan tersebut? Apakah laporan keberhasilan itu dibuat apa adanya? Benarkah
bagi sekolah yang belum berhasil disebabkan oleh persiapan yang kurang? Apakah implementasi
ini bersifat terburu-buru? Bagaimana dengan pelatihan-pelatihan yang telah diadakan? Apakah
pengarahan implementasi tersebut kurang jelas? Mungkinkah kurikulum ini dilaksanakan secara
serempak pada tahun 2014? Mengapa?

Kurikulum 2013 mengacu pada pembelajaran tematik integratif. Pembahasan tentang jenis
pembelajaran ini telah saya bahas pada artikel-artikel sebelumnya. Sangat diharapkan
pembelajaran ini dapat berjalan lancar dan mudah bagi anak didik, sebab prinsip
dasar pembelajaran ini telah disesuaikan dengan kebiasaan hidup anak sehari-hari. Anak PAUD
terbiasa bermain. Permainan yang diberikan mengacu pada tema tertentu dan guru mendampingi
anak belajar sambil bermain. Guru telah mempersiapkan integrasi berbagai aspek dalam
menyusun RPP (perencanaan mengajar).

Ketika anak naik ke jenjang pendidikan lebih tinggi, yaitu SD kelas I, II, kemudian III, bermain
mulai berkurang secara bertahap, namun integrasi mata pelajaran tetap menyatu. Setelah naik ke
kelas IV, V, dan VI, tingkat berpikir anak mulai memasuli formal (awal abstrak), maka
integrasi mata pelajaran mulai diklasifikasi. Sebagai contoh, anak didik akan belajar tentang IPA,
IPS, bahasa dan lainnya. SMP makin formal walau masih banyak yang konkrit. Di sini masih
diperlukan penggunaan game edukasi (permainan yang mendidik). Ketika SMA tingkat berpikir
anak makin tinggi lagi, hampir semua mungkin sudah abstrak walau dengan kadar berbeda.
Namun game edukasi tetap dapat dilakukan, dengan melibatkan penalaran yang lebih tinggi. Jadi
dari PAUD hingga SMA/MA atau yang sederajat, tetap menekankan pada ilmu terapan, agar
anak didik mampu bekerja praktis dengan penalaran yang berangsur meningkat.

Pembelajaran tematik integratif dalam kimia SMA, contoh tema bahan kimia, sub tema bahan
kimia alami dan sintetis. Dari tema ini siswa dapat menjabarkan konsep-konsep kimia, fisika dan
biologi yang terkait, melalui contoh dalam kehidupan. Siswa diharapkan dapat menalar
keterkaitan antar konsep, dari hal yang nyata menuju teori abstrak. Demikianlah secuil penalaran
yang dapat saya tulis berdasar pengalaman. Insya Allah pembahasan ini bermanfaat.

February 23, 2014 belajar sambil bermain, game edukasi, implementasi kurikulum, integrasi kimia fisika
biologi, integrasi semua aspek terkait, kimia dalam kehidupan sehari-hari, kimia terapan, kurikulum
baru, kurikulum lama, pembelajara tematik integratif, pembelajaran kimia, penalaran, tingakat konkrit,
tingkat abstrak, tingkat berpikir, tingkat formal Leave a comment

Pembelajaran tematik mengacu pada penalaran

Mengapa pembelajaran tematik integratif mengacu pada proses nalar? Apakah pembelajaran
sebelumnya tidak/kurang memperhatikan penalaran? Mengapa demikian? Perbedaannya di
mana? Telah dibahas bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan kegiatan belajar
berdasarkan pada suatu tema tertentu. Suatu tema akan menyangkut beberapa mata pelajaran
yang saling berhubungan atau terkait satu sama lain. Dalam perencanaan pembelajaran (RPP)
guru telah mengintegrasikan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan.

Guru harus memilih konsep-konsep pada masing-masing mata pelajaran yang berhubungan
dengan tema, kemudian mengkaitkan konsep-konsep itu menjadi sebuah skema atau suatu peta.
Cara berpikir yang digunakan untuk memahami keterkaitan konsep ini memerlukan suatu
penalaran. Tidak mungkin masing-masing mata pelajaran dihafalkan. Hafalan hanya bersifat
mengingat-ingat konsep. Ketika anak dapat mengingat konsep tersebut, belum tentu mereka
mampu mencari hubungan antara konsep satu dengan lainnya. Hubungan inipun tak mungkin
dihafalkan.

Pembelajaran cara lama sebenarnya juga diharapkan mengacu pada proses nalar. Namun karena
tidak bertema, maka pemikiran untuk menghubungkan konsep-konsep dalam mata pelajaran
yang sama terlupakan. Sehingga umumnya masing-masing kosep terlepas satu sama lain dan
tercecer di memori jangka pendek (Rote Learning). Namun tak semua demikian. Ketika guru
mampu mengkaitkan konsep-konsep menjadi suatu peta konsep, pembelajaran menjadi
bermakna. Kelemahan pembelajaran tak bertema terletak pada interpretasi guru.

Sebagai contoh, tema: Lingkungan bersih, sehat, dan asri. Konsep-konsep yang saling terkait
antara lain kebersihan lingkungan, hubungan kebersihan dan kesehatan, lingkungan bersih
menjadi asri, suasana yang asri membuat orang merasa nyaman. Udara sekitar menjadi bersih
dan segar, udara yang bersih, pernafasan menjadi lancar. Dll. Kegiatan psikomotor yang
dilakukan anak adalah membersihkan lingkungan kelas dan luar kelas, menanam, mengatur
tanaman, dan merawatnya, membuat taman, membersihkan selokan, mengadakan pemisahan
sampah, dll. Guru bisa menilai sikap selama proses yang meliputi kekompakan kerja, pembagian
kerja, bertukar pendapat dalam diskusi, dan lainya.

February 21, 2014 afektif, diskusi kelas, diskusi kelompok, hafalan, hubungan antar konsep, kekompakan
kerja, keterkaitan konsep, mata pelajaran, penalaran, peta ko sep, psikomotor, tematik integratif Leave
a comment

Membiasakan Berpikir Terpadu

Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak sebenarnya siapapun selalu melakukan sesuatu
secara terpadu. Contoh, seorang ibu yang akan memasak suatu makanan untuk keluarganya. Si
ibu tentulah telah menentukan menu mingguan atau telah terbiasa memasak yang berbeda setiap
harinya, paling tidak dalam 3 hari masakan dibuat berbeda. Jenis masakan juga terbiasa
disesuaikan dengan selera atau keinginan anggota keluarga. Bahan mentah yang dibeli sudah
tentu sesuai dengan anggaran. Kapan belanja dan memasak, sudah dijadwalkan agar tidak
mengganggu aktivitas lain. Bagaimana cara memasak, si ibu sudah belajar atau resepnya sudah
otomatis, bahkan kadang divariasi. Masih banyak lagi hal-hal yang terkait dengan kegiatan
memasak.

Memasak merupakan tema dan untuk memasak diperlukan banyak aspek yang secara spontan
terpadu atau terintegrasi. Ketika kita cermati, contoh ini menunjukkan bahwa dalam keseharian
kita telah membiasakan berpikir terpadu. Hanya saja seringkali kebiasaan ini tak disadari, sebab
terjadinya seakan begitu saja seperti air yang mengalir. Insya Allah sekarang kita makin
menyadari bahwa aktivitas hidup merupakan suatu sistem terpadu atau istilah sekarang tematik
integratif.

Marilah kita ingat kembali tentang Long Life Education yang berarti pendidikan sebenarnya
terjadi selama hidup, yaitu sejak Allah SWT meniupkan ruh ke janin dalam kandungan ibu
hingga kita akan masuk ke liang kubur. Subhanallah. Sungguh luar biasa. Belajar sudah di mulai
sejak janin, minimal dari sang ibu. Ketika seseoragsudah tua, kakek/nenek, harus belajar lagi
untuk berjalan dengan hati-hati, makan dengan sendok, dll sebab banyak hal sudah lupa
(penurunan daya ingat).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013 sesungguhnya telah dipikirkan,
dirancang, dan dipertimbangkan, untuk memudahkan anak belajar. Kemudahan belajar dapat
dicapai sebab pembelajaran dilakukan dengan terpadu atau tematik integratif, seperti halnya
kebiasaan hidup manusia. Jika setiap hari dalam hidup ini kita selalu berpikir terpadu dan telah
membiasakan anak-anak berpikir terpadu, mengapa pembelajaran di sekolah terlepas-lepas.
Itulah masalah besar dalam pendidikan yang terjadi selama ini. Guru mata pelajaraan menyajikan
materi terlepas dan anak sendiri dituntut untuk mengintegrasikan ilmu-ilmu yang terlepas itu.
Tentu saja hal ini memberatkan anak didik.

Insya Allah secuil pembahasan ini dapat membuka pikiran kita untuk menerima dan
melaksanakan kurikulum 2013 dengan sepenuh hati. Pembelajaran di tingkat PAUD jelaslah
tematik integratif, namun sifatnya sangat sederhana dan dilaksanakan melalui permainan. SD
kelas I, II, dan III yang taraf berpikirnya juga masih tergolong sangat konkrit, maka integrasinya
juga total. Penyajian pembelajaran sangat diharapkan melalui permainan atau bahasa asingnya
Educational Games (permainan edukasi). Buku pelajaran tidak lagi terlepas-lepas,
melainkan terpadu berdasarkan tema keseharian.

Barulah untuk SD kelas berikutnya, IV, V, dan VI integrasi ilmu dikelompokkan menjadi lebih
sempit, yaitu IPA, IPS dan lainnya. Hal ini mengingat bahwa tingkat berpikir anak sudah mulai
tinggi, kemungkinan sudah banyak yang memasuki awal formal (abstrak) atau dikatakan semi
abstrak. Demikianlah pembahasan kali ini, Insya Allah bermanfaat.

February 21, 2014 berpikir terpadu, hidup sehari-hari, integrasi ilmu, Long life education, membiasakan
diri, Pembelajaran, pembelajaran janin, pendidikan seumur hidup, penyederhanaan pembelajaran, semi
abstrak, tematik integratif, terpadu, tingkat berpikir abstrak, tingkat berpikir konkrit, tingkat formal
Leave a comment

Integrasi Kognitif, Psikomotor, dan Afektif

Bangsaku khususnya para pembelajar, baik rekan guru dan anak bangsa, marilah kita laksanakan
pembelajaran tematik integratif dengan gembira penuh semangat. Pembelajaran jenis ini sudah
disesuaikan dengan kebiasaan hidup kita sehari-hari. Sebenarnya hal ini tak asing lagi, sebab
telah dilaksanakan sejak dahulu, terutama pembelajaran integrasi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan
lainnya.

Kali ini saya akan melanjutkan pembahasan tentang integrasi kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sebagai contoh tema tentang polusi udara yang dibahas pada artikel sebelumnya, yaitu:
“Menyongsong diberlakukannya Pembelajaran Tematik Integratif.” Kognitif (pengetahuan)
menyangkut seluruh materi/konsep yang termasuk dalam polusi udara. Psikomotor adalah
keterampilan (skill) yang dilatihkan selama pembelajaran. Contohnya bertukar pendapat ketika
diskusi kelompok, pro kontra dalam diskusi, keterampilan mengumpulkan hasil pengamatan,
menggunakan alat bahan ketika melakukan percobaan, presentasi, dan sejenisnya. Afektif
merupakan sikap ilmiah, termasuk karakter yang muncul ketika terjadi proses pembelajaran.
Ketiga ranah tersebut terjadi secara integrasi, sehingga perlu adanya instrumen penilaian.
Penilaian ketiga aspek ini dapat dirumuskan dan direncanakan sebelum pembelajaran
berlangsung, sehingga memudahkan penilaian, Untuk kognitif banyak yang dapat dinilai, selain
selama proses, dapat diperoleh dari catatan kreatif, buku tugas, pengerjakan di papan tulis, PR,
ulangan harian, dan UAS dan UKK. Ketika presentasi, selain psikomoror, bisa juga
afektif. Kebenaran ilmu, keluasan wawasan juga merupakan penilaian kognitif, bisa lisan atau
tulis.

January 25, 2014 afektif, hidup sehari-hari, kebenaran ilmu, kebiasaan hidup, keluasan wawasan,
kognitif, pembelajaran tematik integratif, pembinaan karakter, pengamatan, pengetahuan, percobaan,
polusi udara, presentasi, psikomotor, ulangan harian Leave a comment

Menyongsong Diberlakukannya Pembelajaran Tematik Integratif

Untuk menyongsong diberlakukannya pembelajaran tematik integratif, marilah kita berpikiran


serba positif. Selalu berbuat yang terbaik, membuat kita tak pernah terbebani oleh apapun.
Munculnya beban atau perasaan terbebani oleh sesuatu tugas hidup, disebabkan adanya
penolakan terhadap tugas tersebut. Penolakan terjadi karena seseorang merasa tugas itu terlalu
sulit atau rumit, berat sekali kalau dilakukan sendiri, tak paham apa yang harus dilakukan, atau
semua orang juga menolak. Kalau hal ini dipaksakan, dala arti harus dikerjakan, maka banyak
hal yang terjadi. Diantaranya bosan, jenuh, jengkel, kecewa, marah, malu, pesimis, minder, dll.
Apapun sebenarnya tak ada yang sulit kalau kita tak menganggapnya sulit.

Pada awal penerapan sesuatu yang baru, memang umumnya orang merasa bimbang dan ragu
untuk melaksanakannya. Marilah dengan tekad dan niat yang kuat kita aplikasikan pembelajaran
ini secara bertahap. Tahapan pelaksanaan paling mudah adalah menerapkan secara sederhana
melalui contoh kehidupan yang sering dilakukan anak didik. Tahapan paling sederhana adalah
mengambil suatu tema sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Jenjang pendidikan juga
disesuaikan.

Sebagai contoh pembelajaran kimia di SMP tentang polusi udara sebagai tema atau pikiran
pokok. Kemudian uraikan konsep-konsep yang menyangkut polusi udara serinci mungkin.
Misalnya, Polusi atau pencemaran udara tentulah terjadi di udara. Udara bersih mengandung zat-
zat kimia apa saja. Ketika udara itu terpolusi, dari mana datangnya polusi itu dan dijelaskan pula
jenis zatnya. Setelah keterkaitan konsep itu disusun dalam bentuk skema, kembangkan lagi
dengan mengikuti alur pemikiran atau urutan logis. Pikirkan bagaimana cara mengatasi
terjadinya polusi udara. Kalau menghambat masuknya polutan ke udara, maka pelajari
bagaimana cara menghambatnya.

Skema di atas dapat pula dikembangkan lagi dengan meninjau tentang cara mengatasi dampak
polusi udara, yaitu global warming. Pembahasan harus dibatasi agar tak menyimpang dari judul
artikel atau tema. Karena temanya polusi udara, maka global warming hanya diulas sedikit saja.
Global warming sendiri dapat menjadi tema baru. Nah silakan mencoba untuk membuat
perencaaan sederhana. Kalau sudah membuat, silakan kosultasi di sini, Insya Allah saya akan
membantu. Setelah itu barulah pembelajaran tematik integratif dilaksanakan sesuai program
yang telah disusun. Insya Allah bermanfaat bagi pemula.

January 25, 2014 aplikasi, global warmimg, jenjang pendidikan, kehidupan sehari-hari, konsultasi,
pelajaran yang diampu, pembatasan materi, pembelajaran kimia SMP, pembelajaran tematik integratif,
penerapan, pikiran positif, polusi udara, secara bertahap, skema, tekad dan iat kuat, tema Leave a
comment

Pembelajaran Tematik Integratif

Dalam aktivitas sehari-hari seseorang selalu melakukan rutinitas baik di rumah maupun di luar
rumah. Rutinitas adalah kegiatan rutin seperti merawat rumah, belanja, sekolah, kuliah, bekerja
di kantor, atau yang lain. Ketika orang sedang melakukan kegiatan rutin, sering terjadi suatu
kejenuhan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Rasa jenuh mungkin disebabkan oleh aktivitas sama
yang dilakukan terus menerus tanpa adanya suatu perubahan yang berarti. Walaupun rutinitas,
sebaiknya kita sisipkan beberapa variasi non rutin. Insya Allah kita dapat terhindar dari
kejenuhan atau kebosanan.

Salah satu contoh rutinitas di atas, misal berbelanja. Ketika berbelanja, kita mungkin sudah
menentukan barang apa saja yang akan dibeli dan berapa dana yang diperlukan. Tentang jenis
barang yang akan dibeli, tentunya berdasar pada kebutuhan primer/sekunder . Biasanya kita
berpikir tentang prioritas, sehingga kualitas barang juga menjadi pemikiran. Seluruh keputusan
yang dilakukan sebelum berbelanja, mungkin dipertimbangkan sendiri atau bersama keluarga
atau pihak lain yang terkait. Berarti ketika seseorang berbelanja sesuatu, memerlukan pemikiran
yang terintegrasi.
Belanja merupakan suatu contoh tema dari kegiatan rutin. Ketika seseorang menggunakan
pikiran dan perasaan untuk mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan, maka
orang tersebut sebenarnya sedang belajar. Belajar atau pembelajaran memang terjadi kapan saja
di mana saja oleh siapa saja. Ingat tentang Long Life Education. Belajar terjadi sejak ruh
ditiupkan oleh Allah SWT hingga kita akan masuk ke liang kubur.

Contoh rutinitas berbelanja saja sudah menunjukkan bahwa kita melakukannya melalui
Pembelajaran Tematik Integratif. Sedangkan banyak hal yang kita lakukan setiap harinya. Ini
membuktikan bahwa setiap hari kita selalu belajar secara tematik integratif. berarti pada
dasarnya setiap individu selalu belajar tematik integratif. Jika pembelajaran di sekolah dilakukan
dengan sistem tematik integratif, tentunya sesuai dengan kebiasaan hidup. Insya Allah
pembelajaran ini akan sangat bermakna bagi anak didik. Banyak negara di luar Indonesia yang
melaksanakan pembelajaran jenis ini. Salah satu contohnya metode proyek sederhana, misal
menguji air minum.

Insya Allah pembahasan di atas bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Insya Allah
kurikulum 2013 mengacu pada pembelajaran tematik integratif. Karena pentingnya perhatian
terhadap pembelajaran tematik integratif, maka kalimat ini saya gunakan sebagai judul blog dan
sayapun telah memilih branding @gurutematik. Insya Allah tulisan-tulisan berikutnya dapat
bermanfaat bagi bangsa. Amin

STUDY PROGRAM OF BIOLOGY EDUCATION


DEPARTMENT OF MATHEMATICS AND SCIENCE
FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
JEMBER UNIVERSITY
2013
1. Signification of Integrated Learning
Some understanding of integrated learning proposed by some experts such as integrated
learning:
1) According to the Cohen and Manion (1992 ) and Brand (1991 ), there are three possible
variations of integrated learning with respect to education conducted in an atmosphere of
progressive education that integrated curriculum (integrated curriculum ), the integrated
(integrated day), and integrated learning ( integrated learning ). Integrated curriculum is a set of
activities integrating various subject matter through a cross-cutting theme to form a meaningful
whole so the boundary between different fields of studies a not tight or virtually non-existent.
Integrated day activities such as design students from the class on a particular day something to
learn or do various activities according to their interests. Meanwhile, integrated learning refers to
learning activities that are organized in a more structured as opposed to a particular theme or a
particular subject as its center point (center core / center of interest).
2) According to Prabowo (2000:2), integrated learning is a process of learning by engaging /
connecting the various fields of study. And there are two terms that need to be put forward to
eliminate the ambiguity of the notion of integrated learning above, the concept of integrated
learning and integrated science.
3) According to Prabowo (2000:2), integrated learning is a teaching and learning approach that
involves several fields of study. Teaching and learning approaches like this will hopefully be
able to provide a meaningful experience for our students. Meaning meaningful here because the
children are expected integrated learning will gain an understanding of the concepts they learned
through direct experience and relating it to other concepts they already understand.
Integrated learning is a teaching and learning approach that takes into account and
adjusting to the developmental level of the students (developmentally appropriate practical).
Approach departs from the theory that refuses drill - learning system as the basis for the
formation of knowledge and intellectual structures.
The initial step in implementing integrated learning is the selection / development of the
topic or theme. In the first step the teacher invites the students to jointly select and develop a
topic or theme. Thus the students are actively involved in the learning process and decision -
making.
Learning by using this integrated approach is expected to improve the quality of basic
education, especially for preventing symptoms of cramping of the curriculum in the learning
process in schools. The negative impact of compaction curriculum will be bad for children's
development. This is evident with the prosecution of the child to do various tasks that exceed
their capacities and needs. They lack the opportunity to learn, to read, and so on. Besides, they
will lose the natural learning experience direct, sensory experience of the world they are going to
form the basis of abstract learning ability ( Prabowo , 2000:3 ).
Integrated derived from the English " integrated " means members of, or be one. Thus the
integrated learning process is an effort to change the behavior that occurs as a result of merger or
union between two or more subject matter. Beane ( 1995:615 ) defines integrated learning as
learning that combines several sub subject or inter- subject study areas. The strategy is known as
cross- curriculum learning or learning across studies, or also known as cross- disciplinary
learning program.
There are various types of integrated learning that can be used, which gradually
integrated learning, sharing, networking and fluted.
Gradually integrated learning ( sequenced integrated teaching -learning ) is a distance
learning how to teach the two subjects which are material ( teaching materials ) have the same
material and the relationship between them. This integrated pursued in an effort to bring together
materials that are characterized by similar and related to be more thorough and complete. Thus
learners easily menrima, understand, store and reproduce and live the meaning contained in the
two subjects. The application of this approach is methodologically delivered in two subjects,
quite delivered - combining into a single course. Therefore, the incorporation of the delivery of
content can be done in a way to set such a time , the material gradually. A teacher in this course
are required to dig or understand thoroughly and completely on the same material contained in
two different subjects. In other words, teachers are required to identify and understand the
similarities matter, concerning the purpose, content or message method and the targeted learning
outcomes both these subjects .
Integrative learning sharing (shared integrated teaching -learning ) is a learning approach
or procedures done by sharing subject (matter ) of the subjects overlap ( where the subject matter
contained in some subjects ). Integrated learning is adopted based on the fact that many of the
capabilities found that the achievement must be realized through two or more subjects.
Therefore, in order to save and right, both material and preparation procedures, need to be joined
through sharing approach. With this approach, overlapping and repetition of material between
subjects can be avoided. Another example is the competence to choose foods and beverages can
be realized through subjects science ( substances contained in plants ), health education, related
to the characteristics of healthy foods and beverages and can be done through Islamic religious
education ( moral : the role eating and drinking ).
Integrated learning networks ( webbed - integrated teaching -learning ) is a learning
model that is used to teach a particular theme that tendency can be delivered through several
other areas of study. Thus this model is a model that uses a thematic approach across fields of
study. To be able to implement a teacher seriously and prosecuted depth to understand and
choose the basic themes ( essential ) which has a material relationship is methodologically can be
combined. Teachers are required to select and sort the jelly which is then subject the main theme
or subject of the main theme which is then distributed to the various subjects.
Integrated learning fluted ( threaded integrated teaching -learning ) is a learning
approach taken by developing a central idea that is a common thread ( lines ) derived from the
concepts contained in the various disciplines. For example, the concept or definition of " healthy
food " contained in various disciplines, such as in the disciplines of nutrition, biology, chemistry
and the science of religion itself ( food " halalan thoyyiban " ). Another example is the
competence " maintain road safety " can be realized through subjects ips ( patterns of human
interaction ), Islamic religious education ( in a certain way ), PKN ( mutual respect ), and health
education ( keep personal safety on the highway ) and Indonesian ( the story of an accident on
the highway ).
2. The Principle and the Characteristics of Integrated Learning
The following is also stated in the principles of integrated learning which include:
1) The principle of extracting theme
A. theme should not be too broad, but can be used easily integrate many fields of study,
B. must be meaningful theme means that the theme chosen for review should provide supplies for
students to learn next,
C. theme should be appropriate to the psychological development of children,
D. The theme is developed should be able to accommodate most of the children's interests,
E. The theme chosen should consider incident - authentic events that occurred within the period
studied,
F. The theme chosen should take into consideration the prevailing curriculum, as well as the
expectations of the community,
G. The theme chosen should also consider the availability of learning resources.
2) The implementation of the principle of integrated learning
A. Teachers should not be a " single actor " who dominates the conversation in the teaching and
learning process,
B. Provision of individual and group responsibilities must be clear in every task that requires
kerjasarna group,
C. Teachers need to accommodate the ideas are sometimes not at all unthinkable in planning poses.
3) The principle of evaluation
A. Provide opportunities for students to conduct self-evaluation in addition to other forms of
evaluation,
B. Teachers need to encourage students to evaluate the learning gains that have been achieved based
on the criteria of success in achieving objectives agreed upon in the contract.
4) The principle of the reaction.
Reaction principle, the impact of accompaniment ( nuturan effect ) are essential for
conscious behavior has not been touched by the teacher in teaching and learning activities.
Therefore, teachers are required to be able to plan and implement learning so thoroughly
achieved the learning objectives. Teachers should react to the reactions of students in all the "
events " are not directed to a narrow aspect but into a unified whole and meaningful.
Integrated learning time can vary as follows:
A. Integrated Learning held at any given time , ie when the material is run once taught in an
integrated match,
B. Integrated Learning is temporary, with no certainty of time and is situational, where the
proceedings do not follow a regular schedule, the implementation of an integrated learning
spontaneously characterized by learning activities appropriate curriculum content is still
fragmented by the subjects . Nevertheless, teachers still have to plan or conceptual linkages
between lessons and models allowing cobwebs executed spontaneously integrated learning (
PGSD development team , 1996),
C. There is also implementing an integrated learning periodically, for example every weekend or late
quarterly . His time has been designed for certain,
D. There is also a full day implement integrated learning. During the day there is no other learning,
that there are students who want to learn with. Students are busy with their own affairs. Learning
is known as " integrated day" or integrated day. Beginning with classroom management activities
which include preparation aspects of learning activities, tools, media and other tools that can
support the implementation of integrated learning. In the planning phase the teacher provides
guidance to students on activities to be carried out , how the implementation of activities and
how teachers help students gain.
Implications of integrated learning, form an integrated day, teacher should determine
the time and number of days for the implementation of these activities and can be filled with
activities integrated learning model of cobwebs .
Demanded implementation of activities that have been structured organization.
Organizing at the initial stage includes determining the theme of taking into account the tools,
materials and resources available, type of activity and how teachers help students. For the
implementation class teachers working with other teachers in designing learning activities by
choosing a central theme in the life of transportation.
3. The characteristics of Integrated Learning
Hilda Karli and Margaretha (2002:15) points out some of the characteristics of integrated
learning, as follows:
Holistic, an event that became the center of attention in integrated learning studied from
several fields of study and to understand the phenomenon from all sides.
Meaningful linkages between other concepts will add to the meaningfulness of the
concept being studied and the acquisition is expected that children are able to apply their
learning to solve real problems in their lives.
Active, integrated learning approach developed through discovery - inquiry. Learners are
actively involved in the learning process which can indirectly motivate children to learn.
In line with that, the development team PGSD (1977:7) argues that integrated learning has the
following characteristics.
1. Child-centered.
2. Provide direct experience in children.
3. Separation between the field of study is not so clear.
4. Presenting the concept of various fields of study in a learning process.
5. Be flexible.
6. Learning outcomes can be developed in accordance with the interests and needs of children.
Steps to Prepare the Integrated School:
1. Analyzing the Content Standards. In the framework of the implementation of Competence and
Basic Competence Standards and to meet the learning objectives have been achieved, it first has
to analyze the content standards for each subject, and then selected the material on other subjects
on the national curriculum that can integrate with these subjects. In analyzing the content of the
mapping competency standard that could be combine from each of the basic competencies of the
subjects in the KMP.
Example: A Package science teaching sixth grade. Competency Standards: Understanding the
relationship between natural resources with the environment, technology, and society. While the
Basic Competency: Explain the relationship between natural resources with the environment.
This material can be combined with a sixth grade mathematics, which is to collect basic
competence and reading data. The material can also be integrated with social studies class IV,
which describe the basis for competence natural appearance in the district / city and province and
its relation to social and cultural diversity.
2. Compile teaching materials, which refers to the equality of educational content standards that
have been analyzed and formulated by integrating several subjects that have the same theme /
overlapping. Teaching materials can be shaped modules or other learning materials.
3. Designing integrated learning, which made of writing lesson plan as operational guidelines that
will guide the tutor in learning activities through an integrated learning approach the steps taken
in creating an integrated lesson plan are:
a) Establish a central theme of learning that will serve as a learning tool hook,
b) Formulate competencies or learning objectives to be achieved learners,
c) Identify the concepts that have relevance both properties contained in the intra-and inter-subject
to be integrated,
d) Formulate learning scenarios that will be done,
e) Establish an evaluation tool that will be done.
4. Application of the concept. Integrated learning is very attentive to the needs of learners in
accordance with the holistic development by engaging actively in the learning process both
physical and emotional. For the activities provided include actively seek, explore, and discover
scientific concepts and principles of holistic, meaningful, and authentic so that learners can apply
the acquisition of learning to solve real problems in everyday life.
4. The Excess and the weakness of Integrated Learning
Integrated learning has advantages as follows:
1. Experiences and learning activities learners will always be relevant to the child's developmental
level.
2. Selected activities can be tailored to the interests and needs of learners.
3. The whole learning process is more meaningful to learners so that learning outcomes will be
able to last longer.
4. Integrated learning and social develop thinking skills of learners.
5. Presents an integrated learning activities with a pragmatic problem frequently encountered in the
life / real environment learners.
6. If designed with integrated learning, can enhance cooperation among teachers related field of
study, teachers with learners, learners with learners, learners / teachers with resource persons;
making learning more fun, learning in real situations, and in the context of a more meaningful.

Integrated learning has the weakness, that is:


1. Aspects of teacher
Teachers should be open minded, have high creativity, methodological skills that are
reliable, high confidence and bold package and develop the material. Academically, teachers are
required to continue to explore the science of information relating to the matter to be taught and
read a lot of books that mastery learning materials are not focused on a particular field of study.
2. Aspects of learners or students
Integrated learning or reading material requires considerable resources and varied, may
also internet facilities. All of this will support, enrich, and facilitate the development of insight.
If these means are not met, then the application of integrated learning will also be delayed.
3. Aspects of the curriculum
The curriculum should be flexible, oriented towards achieving mastery students
understanding (not the target delivery of content). Teachers need to be given the authority to
develop the materials, methods, assessment of student learning success.
4. Aspects of assessment
Integrated learning requires a thorough assessment method (comprehensive), ie,
determining the success of learners from several related fields of study combined.
5. Aspects of the learning environment
Integrated learning tend to prefer one field of study and 'tenggelam'nya other fields of
study. In other words, when working on a theme, the teachers tended to emphasize or prioritize
substances combined in accordance with the understanding, taste, and educational background of
the teachers themselves.
References
epdiknas. 2008. Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Dir. PSLB, Dirjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas.
olil, Anwar. 2008. Pengertian Pembelajaran Terpadu. Http://anwarholil.blogspot.com/2008/ 04/pengertian-
pembelajaran-terpadu.htm. (18-09-2013)

lu, Vionet. 2012. Hakikat Pembelajaran Terpadu. Http://www.vionetpalu.com/2012/10/haki kat-pembelajaran-


terpadu.html. (18-09-2013)

drawati. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).

m Pengembang PGSD. 1996. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

ani, Ivo. 2009. Model Pembelajaran Terpadu. http://www.bppaudnireg1.com/buletin/read.


php?id=75&dir=6&idStatus=0.html. (27-09-2013)

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

About me
Bella Rhea Lavifa
My name is Bella Rhea Lavifa Sanjaya. I was born on 8 July 1994. I live in Jember. My
hobby is listening music, creating song and sing a song ( although i know i still can't be a
good singer :D ). I like taylor swift, david cook, demi lovato, maroon5, evanescence,
geisha, sheila on 7, noah, and ungu

http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/01/pengertian-dan-
karakteristik.html
Rabu, 05 Januari 2011
Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang secara sengaja


mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.
Dengan pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna berarti bahwa pada
pembelajaran terpadu siswa dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui
pengalaman langsung yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun
antar mata pelajaran.
Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991) mengemukakan bahwa: terdapat tiga
kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang
dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated
curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui
suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara
berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa
perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau
mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sedangkan pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak
pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of
interest).
Prabowo (2000:2) mengemukakan bawa: pembelajaran terpadu adalah suatu proses
pembelajaran dengan melibatkan/mengkaitkan berbagai bidang studi. Ada dua pengertian yang
perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di
atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu. Menurutnya pembelajaran terpadu
merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan
belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna
kepada anak didik kita. Bermakna karena dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak
memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui
pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan
menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate
Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system
sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Pembelajaran IPA secara
terpadu harus menggunakan tema yang relevan dan berkaitan. Materi yang dipadukan masih
dalam lingkup bidang kajian IPA.
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Pembelajaran berpusat pada anak
Pembelajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak karena pada
dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu pembelajaran yang memberikan keleluasaan
pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai
dengan perkembangannya.
2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk
semacam jalinan antar skemata yang dimiliki siswa, sehingga berdampak pada kebermaknaan
dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata di dapat dari segala konsep yang diperoleh
dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan kegiatan
belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat pada kemampuan siswa untuk
dapat menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam
kehidupannya.
3. Belajar melalui pengalaman langsung
Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami,
bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan
katalisator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor
pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
4. Lebih memperhatikan proses daripada hasil
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquri (penemuan terbimbing)
yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat hasrat,
minat, dan kemampuan siswa, sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus
menerus.
5. Sarat dengan muatan keterkaitan
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau
peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi,
yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau
menghadapi kejadian yang ada.
Diposkan oleh Rudy Unesa di 06.52

13 komentar:

1.

niesh15 April 2011 22.26

Pada kenyataannya, sistem pendidikan di Indonesia masih sangat banyak kekurangannya


jika dibandingkan dengan negara lain. Pemerintah Indonesia dinilai masih kurang
perhatian dalam hal pendidikan padahal generasi mudalah yang nantinya akan menjadi
pemimpin negara selanjutnya. Jika masih seperti ini, maka akan sangat mungkin
Indonesia menjadi negara yang seperti dl lagi, negara yang bodoh, yang dijajah, yang
tidak bisa mengolah hasil alam dan bumi Indonesia dengan maksimal, dsb..
Seharusnya setelah adanya pembelajaran terpadu, secepatnya para pendidik
menerapkannya pada pengajaran di sekolah agar generasi muda lebih mendapat
pengetahuan secara langsung dan bermakna. Saya pernah bertanya pada seorang guru di
salah satu SMP di Bojonegoro apakah guru-guru disana sudah menerapkan pembelajran
IPA terpadu? guru tersebut menjawab, memang kepala sudah menyuruh agar guru-guru
menerapkan pembelajaran terpadu tapi guru-guru malas melakukannya (membuat
perangkat pembelajaran). Yang penting mereka (guru) sudah mengajrkan dan
memberikan pengetahuan kepada siswa (yg penting ngajar). Nah, mengetahui contoh
nyata yang seperti ini, bagaimana solusi terbaik agar pembelajaran ipa terpadu tetap
berlangsung dalam pendidikan di Indonesia agar Indonesia menjadi negara yang lebih
maju dengan pendidikan yang bermutu??

Balas

2.

Rudy17 April 2011 16.45

Niesh, ya begitulah kenyataannya. Kesuksesan dalam pendidikan kuncinya adalah guru.


Selama guru belum menyadari perannya, sulit diharapkan keberhasilan pendidikan di
Indonesia ini. Silahkan baca-baca artikel di blok "Fisika dan Pembelajaran", insyaallah
akan lebih memperluas wawasan kamu tentang pendidikan di Indonesia.
Balas

3.

sains_pecinta alam bebas19 April 2011 16.03

apabila guru-guru SMP dilapangan benar-benar bisa mendesain pembelajaran IPA secara
terpadu akan sangat bermanfaat bagi siswa. siswa akan lebih memahami bahwa
sesungguhnya konsep-konsep dalam IPA itu tidak sepenuhnya terpisah-pisah namun
saling terkait dan saling melengkapi. dengan menerapkan pembelajaran terpadu siswa
akan lebih mudah untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh. tetapi
masalahnya, sebagian besar siswa Indonesia memiliki semangat belajar yang rendah,
sehingga perubahan kurikulum yang terus menerus terjadi di Indonesia belum
memberikan efek kemejuan yang signifikan dalam bidang pendidikan. apakah yang salah
dengan pendidikan yang ada di Indonesia ini? dan bagaimana cara yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indoesia yang kian menurun?

Balas

4.

Nopy Widian (093654005)19 April 2011 23.44

Pembelajaran terpadu memiliki karakteristik yaitu Menekankan pembentukan


pemahaman dan kebermaknaan salah satu contohnya dengan mengadakan praktikum.
saya pernah mendapat tugas observasi laboratorium IPA di SMP Negeri 2 Mojosari
waktu saya bertanya pada guru IPAnya katanya jarang mengadakan praktikum dan
karena alat bahan praktikum jumlahnya terbatas bahkan tidak ada. kalau siswa tidak
pernah melakukan praktikum bagaiman pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
pembelajaran IPA dapat terwujud. Bagaimana cara mengatasi hal ini bapak ? terima kasih

Balas

Balasan

1.

Desi Purnama19 April 2012 07.26

Menurut saya pembentukan pemahaman dan kebermaknaan pembelajaran IPA


tidak hanya diperoleh melalui pelaksanaan praktikum, karena membuat informasi
lebih bermakna dapat juga dapat dilakukan melalui pemasukan strategi belajar
didalamnya seperti :
1. Strategi belajar Elaborasi yang meliputi pembuatan catatan, penggunaan
analogi dan metode PQ4R
2. Strategi belajar Organisasi yang meliputi outlininh, mapping dan mnemonics
3. Strategi belajar Strategi Metakognitif
Thanks,,

Balas

5.

imam sudibyo's12 November 2011 23.49

So difficult for the teacher to be a good teacher when using integrated science model. in
modelling and also in teaching.

Balas

6.

Farida Hannum15 November 2011 10.25

pembelajaran di Indonesia sekarang ini sudah menuju ke pembelajaran terpadu, yang


diharapkan dengan digunakannya pembelajaran secara terpadu ini maka para peserta
didik diharapkan akan mendapatkan pemahaman pembelajaran secara menyeluruh,
holistik/nyata, dan meaningful. dengan terus berkembangnya proses pembelajaran ini
suatu saat nanti pasti akan didapatkan generasi muda yang lebih cakap, kreatif serta lebih
percaya diri

Balas

7.

Asri Trisna Puspita15 November 2011 14.33

Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat
pada anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian
pengalaman langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Disamping
itu pembelajaran terpadu menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses
pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan
hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Salah satu keterbatasan yang menonjol dari pembelajaran terpadu adalah pada faktor
evaluasi. Pembelajaran terpadu menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk,
tetapi juga pada proses. Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada
dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak pengiring
dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian pembelajaran terpadu menuntut
adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya.
Jadi, pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan
mengemukakan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.
Namun masalah pembelajaran yang dihadapi para pendidik saat ini semakin kompleks.
Untuk itu para pendidik khususnya para guru di SD diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam menciptakan dan mengembangkan model-
model pembelajaran, agar dapat menunjang terciptanya proses belajar mengajar di kelas
yang lebih bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik.

Balas

Balasan

1.

irma18 April 2012 08.12

Berdasarkan pembelajaran yang telah saya peroleh pembelajaran terpadu itu


pemisahan antar-disiplin ilmunya harus jelas dapat dimisalkan seperti es campur
yang masing-masing komponennya perbedaannya sangat jelas tidak seperti jus
yang sudah benar-benar tercampur.

Balas

8.

nurrany21 November 2011 02.26

pembelajaran ipa terpadu merupakan pembelajaran dengan mengkaitkan antara pelajaran.


Model pembelajaran ini dianjurkan untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah karena
pembalajaran terpadu ini dapat membuat peserta didik secara individu maupun kelompok
aktif mencari menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara menyeluruh dan
autentik, namun pembelajaran ipa terpadu ini memang cukup susah dilaksanakan karena
beberapa hal, apalagi dikota-kota terpencil, di kota-kota yang sudah maju saja masih ada
yang belum mampu menerapkan pembelajaran ipa terpadu ini, seperti sekolah yang
pernah saya observasi dulu yang terletak dikota surabaya aja belum bisa menerapkan
pembelajaran ipa terpadu karena faktor guru dan siswa belum mampu menerapkannya...
dengan adanya blok ini semoga para calon guru bisa lebih memahami tentang
pembelajaran ipa terpadu... dan alhamdulilah, dengan materi dalam blok ini khususnya
tentang pembelajaran terpadu, saya semakin tambah pengetahuannya..

Balas

9.

nur aini21 November 2011 16.21

beberapa tahun ini Indonesia sudah mulai menerapkan pembelajaran ipa terpadu,
Pembelajaran IPA terpadu menekankan pada pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui
proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau
berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry
skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan,
menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai
cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses
dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak
percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan,
memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain. Pada
pembelajaran ipa terpadu difokuskan pada siswa yang aktif. namun sangat jarang
sekolah-sekolah menerapkannya secara penuh....... terutama di pedesaan, yang mana
fasilitas yang belum memadai. Sehingga untuk melakukan pembelajaran ipa terpadu baik
dari segi pendidik, siswa maupun fasilitas yang ada harus siap.....

Balas

10.

irma18 April 2012 07.45

Pembelajaran terpadu tujuannya memang sangat baik supaya pembelajaran lebih


bermakna untuk siswa.
Akan tetapi pada pembuatan rancangan pembelajarannya menurut pengamatan saya
masih banyak kesulitan untuk mencari titik tengah keterpaduan yang dapat ditinjau dari
semua disiplin ilmu sehingga pembajaran tersebut benar-benar terpadukan. Tolong Bapak
memberi saran bagaimana untuk menentukan hal tersebut. Terima kasih.

Balas
11.

khusniatus shobikhah18 April 2012 17.49

sekedar menambahkan ....

berbeda dengan pembelajaran IPA yg dikemas sendiri-sendiri setiap bidang studi


(fisika,kimia,biologi),ada beberapa hal yg penting dalam pembelajaran IPA terpadu yaitu
tujuan,keuntungan dan kelemahan pembelajaran IPA terpadu.
1. tujuan
~meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
~meningkatkan minat dan motifasi
~beberapa kompetensi dasr dapat dicapai sekaligus
2. keuntungan
~menghemat waktu karena ketiga disiplin ilmu (fisikakimia,biologi)dapat diajarkan
sekaligus
~peserta didik dapat melihat hubungan yg bermakna antar konsep fisika,kimia dan
biologi
~meningkatkan taraf kecakapan berfikir peserta didik
3. kelemahan
~pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu mata pelajarandan
tenggelamnya mata pelajaran lain
~pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yg menyeluruh (komprehensif)
~pembelajaran terpadu memerlukan sumber informasi yg cukup banyak dan bervariasi

Balas

http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/01/ragam-model-pembelajaran-
terpadu.html

Minggu, 16 Januari 2011


Ragam Model Pembelajaran Terpadu

Menurut Fogarty dalam bukunya How to Integrate the Curricula, ada 10 macam model
pembelajaran terpadu, seperti : fragmented (penggalan), connected (keterhubungan), nested
(sarang), sequenced (pengurutan), shared (irisan), webbed (jaring laba-laba), threaded (bergalur),
integrated (terpadu), immersed (terbenam), dan networked (jaringan kerja). Model-model
tersebut dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut:

1. Fragmented (Penggalan)
Model Fragmented adalah model pembelajaran konvensional yang terpisah secara mata
pelajaran. Hal ini dipelajari siswa tanpa menghubungkan kebermaknaan dan keterkaitan antara
satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran diajarkan oleh guru yang berbeda
dan mungkin pula ruang yang berbeda. Setiap mata pelajaran memiliki ranahnya tersendiri dan
tidak ada usaha untuk mempersatukannya. Setiap mata pelajaran berlangsung terpisah dengan
pengorganisasian dan cara mengajar yang berbeda dari setiap guru.
Kelemahan model ini adalah siswa tidak dapat mengintegrasikan konsep-konsep yang sama,
keterampilan serta sikap yang ada kaitannya satu dengan yang lainnya.
Keunggulan model ini adalah guru dapat menyiapkan bahan ajar sesuai dengan bidang
keahliannya dan dengan mudah menentukan ruang lingkup bahasan yang diprioritaskan dalam
setiap pengajaran.

2. Connected (Keterhubungan)

Model Connected adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk
menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain, satu topik dengan topik yang lain, satu
keterampilan dengan keteramilan yag lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas
yang dilakukan pada hari berikutnya, bahkna ide-ide yang dipelajari pada satu semester
berikutnya dalam satu bidang studi.
Keunggulan model ini adalah siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari
konsep yang dijelaskan dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan,
memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.
Kelemahan model ini adalah guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk
menghubungkan konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya
atau karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.

3. Nested (Sarang)

Model Nested adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya adalah materi pelajaran
yang dikaitkan dengan keterampilan berfikir dan keterampilan mengorganisasi. Artinya
memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses,
sikap dan komunikasi. Model ini masih memfokuskan keterpaduan beberapa aspek pada satu
mata pelajaran saja. Tetapi materi pelajaran masih ditempatkan pada prioritas utama yang
kemudian dilengkapi dengan aspek keterampilan lain. Model ini dapat digunakan bila guru
mempunyai tujuan selain menanamkan konsep suatu materi tetapi juga aspek keterampilan
lainnya menjadi suatu kesatuan. Dengan menggabungkan atau merangkaikan kemampuan-
kemampuan tertentu pada ketiga cakupan tersebut akan lebih mudah mengintegrasikan konsep-
konsep dan sikap melalui aktivitas yang telah terstruktur.
Keunggulan model ini adalah kemampuan siswa lebih diperkaya lagi karena selain
memperdalam materi juga aspek keterampilan seperti berfikir dan mengorganisasi. Setiap mata
pelajaran mempunyai dimensi ganda yang berguna kelak untuk kehidupan siswa mendatang.
Kelemahan model ini adalah dalam hal perencanaan, jika dilakukan secara tergesa-gesa dan
kurang cermat maka penggabungan beberapa materi dan aspek keterampilan dapat mengacaukan
pola pikir siswa. Pada mulanya tujuan utama pengajaran adalah penekanan pada materi, tetapi
akhirnya bergeser prioritasnya pada keterampilan.

4. Sequenced (Pengurutan)

Model Sequenced adalah model pembelajaran yang topik atau unit yang disusun kembali dan
diurutkan sehingga bertepatan pembahasannya satu dengan yang lainnya. Misalnya dua mata
pelajaran yang berhubungan diurutkan sehingga materi pelajaran dari keduanya dapat diajarkan
secara paralel. Dengan mengurutkan urutan topik-topik yang diajarkan, tiap kegiatan akan dapat
saling mengutamakan karena tiap subjek saling mendukung.
Keunggulan model ini adalah dalam penyusunan urutan topik, guru memiliki keleluasaan untuk
menentukan sendiri berdasarkan prioritas dan tidak dibatasi oleh apa yang sudah tercantum
dalam kurikulum. Sedangkan dari sudut pandang siswa, pengurutan topic yang berhubungan dari
disiplin yang berbeda akan membantu mereka untuk memahami isi dari mata pelajaran tersebut.
Kelemahan model ini adalah perlu adanya kerjasama antara guru-guru bidang studi agar dapat
mengurutkan materi, sehingga ada kesesuaian antara konsep yang ssatu dengan konsep yang
lainnya.

5. Shared (Irisan)

Model shared adalah model pembelajaran terpadu yang merupakan gabungan atau keterpaduan
antara dua mata pelajaran yang saling melengkapi dan di dalam perencanaan atau pengajarannya
menciptakan satu fokus pada konsep, keterampilan serta sikap. Penggabungan antara konsep
pelajaran, keterampilan dan sikap yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dipayungi
dalam satu tema. Model ini berbeda dengan model sarang, dimana tema memayungi dua mata
pelajaran, aspek konsep, keterampilan dan sikap menjadi kesatuan yang utuh. Sedangkan pada
model sarang, sebuah tema hanya memayungi satu pelajaran saja.
Keunggulan model ini adalah dalam hal mentransfer konsep secara lebih dalam, siswa menjadi
lebih mudah melakukannya. Misalnya dengan alat bantu media film untuk menanamkan konsep
dari dua mata pelajaran dalam waktu yang bersamaan.
Kelemahan model ini adalah untuk menyususn rencana model pembelajaran ini diperlukan
kerjasama guru dari mata pelajaran yang berbeda, sehingga perlu waktu ekstra untuk
mendiskusikannya.

6. Webbed (Jaring Laba-laba)

Model webbed adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik.
Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Setelah tema
disepakati, maka dikembangkan menjadi subtema dengan memperlihatkan keterkaitan dengan
bidang studi lain. setelah itu dikembangkan berbagai aktivitas pembelajatran yang mendukung.
Keunggulan model ini adalah faktor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang
didasarkan pada minat siswa. Mereka dapat dengan mudah melihat bagaimana kegiatan yang
berbeda dan ide yang berbeda dapat saling berhubungan, kemudahan untuk lintas semester dalam
KTSP sangat mendukung untuk dapat dilaksanakannya model pembelajaran ini.
Kelemahan model ini adalah kecenderungan untuk mengambil tema sangat dangkal sehingga
kurang bermanfaat bagi siswa. Selain itu seringkali guru terfokus pada kegiatan sehingga materi
atau konsep menjadi terabaikan. Perlu ada keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan
materi pelajaran.

7. Threaded (Bergalur)

Model Threaded adalah model pembelajaran yang memfokuskan pada metakurikulum yang
menggantikan atau yang berpotongan dengan inti subyek materi. Misalnya untuk melatih
keterampilan berfikir (problem solving) dari beberapa mata pelajaran dicari bagian materi yang
merupakan bagian dari problem solving. Seperti komponen memprediksi, meramalkan kejadian
yang sedang berlangsung, mengantisipasi sebuah bacaan, hipotesis laboratorium dan sebagainya.
Keterampilan-keterampilan ini merupakan dasar yang saling berkaitan. Keterampilan yang
digunakan dalam model ini disesuaikan pula dengan perkembangan usia siswa sehingga tidak
tumpan tindih.
Keunggulan model ini adalah konsep berputar sekitar metakurikulum yang menekankan pada
perilaku metakognitif. Model ini membuat siswa dapat belajar bagaimana seharusnya belajar di
masa yang akan datang sesuai dengan laju perkembangan era globalisasi. Nilai lebih dari model
ini adalah materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni sehingga siswa yang mempunyai tingkat
pemikiran superor dapat memiliki kekuatan transfer pada keterampilan hidup.
Kelemahan model ini adalah hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan secara
eksplisit sehingga siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu
dengan yang lainnya. Guru perlu memahami keterampilan dan strategi yang digunakan siswa
agar dapat mengembangkan dirinya.

8. Integrated (Keterpaduan)

Model integrated adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar
bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara
menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling
tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran. Untuk membuat tema, guru harus menyeleksi
terlebih ahulu konsep dari beberapa mata pelajaran, selanjutnya dikaitkan dalam satu tema untuk
memayungi beberapa mata pelajaran, dalam satu paket pembelajaran bertema.
Keunggulan model ini adalah siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan
timbal balik antar berbagai disiplin ilmu, memperluas wawasan dan apresiasi guru, jika dapat
diterapkan dengan baik maka dapat dijadikan model pembelajaran yang ideal di lingkungan
sekolah “integrated day”
Kelemahan model ini adalah sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan
yang lainnya, juga mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait. Dibutuhkan banyak
waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan mencari
tema.

9. Immersed (Terbenam)

Model immersed adalah model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dalam
satu proyek. Misalnya seorang mahasiswa yang memperdalam ilmu kedokteran maka selain
Biologi, Kimia, Komputer, juga harus mempelajari fisika dan setiap mata pelajaran tersebut ada
kesatuannya. Model ini dapat pula diterapkan pada siswa SD, SMP, maupun SMA dalam bentuk
proyek di akhir semester.
Keunggulan model ini adalah setiap siswa mempunyai ketertarikan mata pelajaran yang berbeda
maka secara tidak langsung siswa yang lain akan belajar dari siswa lainnya. Mereka terpacu
untuk dapat menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Mata pelajaran
menjadi lebih terfokus dan siswa akan selalu mencari tahu apa yang menjadi pertanyaan baginya,
sehingga pengalamannya menjadi lebih luas. Model ini melatih kreatifitas berfikir siswa secara
bertahap dari jenjang SD hingga SMA. Bagi siswa kelas 4 SD model ini dapat dilaksanakan pada
hari HUT RI. Misalnya merancang sebuah pesawat terbang yang seimbang lalu dipamerkan.
Kelemahan model ini adalah siswa yang tidak senang membaca akan mendapat kesulitan utnuk
mengerjakan proyek ini, sehingga siswa menjadi kehilangan minat belajar. Guru perlu waktu
untuk mengorganisir semua kegiatan proyek yang dilaksanakan oleh siswa yang tersususn secara
baik dan terencana sebelumnya.

10. Networked (Jaringan Kerja)

Model networked adalah model pembelajaran berupa kerjasama antara siswa dengan seorang ahli
dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang
disukainya atau yang diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung mencari tahu dari
berbagai sumber. Sumber dapat berupa buku bacaan, internet, saluran radio, TV, atau teman,
kakak, orangtua atau guru yang dianggap ahli olehnya. Siswa memperluas wawasan belajarnya
sendiri artinya siswa termotivasi belajar karena rasa ingin tahunya yang besar dalam dirinya.
Keunggulan model ini adalah siswa memperluas wawasan pengetahuan pada satu atau dua mata
pelajaran secara mendalam dan sempit sararannya. Hal ini umumnya muncul secara tidak
sengaja selama proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung.
Kelemahan model ini adalah kemungkinan motivasi siswa akan berubah sehingga kedalaman
materi pelajaran menjadi dangkal secara tidak sengaja karena mendapat hambatan dalam mencari
sumber.

Diposkan oleh Rudy Unesa di 06.18

20 komentar:

1.

Yanuar Unesa18 Februari 2011 00.57

maksih ya pak...ne termasuk matkul saya...hehe.terbantu


_yanuar_sains09_

Balas

2.

Rudy9 Maret 2011 03.48

Ya semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi yang membutuhkannya.


Balas

3.

Rizka Permatasari (093654032)15 April 2011 03.45

bapak, ini kan yang telah saya pelajari dari buku yang sesuai dikembangkan di Indonesia
yaitu connected, webbed dan integrated.
nah sekarang saya lebih tau apa model keterpaduan yang lain.
tetapi saya bingung "apa perbedaan dari connected dan shared secara spesifiknya pak?"

disini disebutkan bahwa apabila connected kan keterpaduan antar topik, berarti itu untuk
1 mata pelajaran ya pak?
dan yang shared itu kan untuk 2 mata pelajaran, berarti yang integrated untuk yang lebih
dari 2 ya pak?
terima kasih pak

Balas

4.

Rudy17 April 2011 16.30

Rizka, dari gambarnya saja kita bisa mendapatkan gambarannya. conected itu hanya
disinggolkan saja sehingga bidang yang satu materinya lebih sedikit dari bidang yang
lainnya sementara itu shared diiriskan jadi hampir seimbang cakupan materi bidang yang
satu dengan materi bidang yang lainnya..

Balas

5.

Dhesta Nurdana Puspita18 April 2011 18.59

bapak, pada semester 3 kita sudah mempelajari model keterpaduan IPA yaitu connected,
webbed,dan integreded. saya kurang mengerti tentang perbedaan integrated dan webbed.
pak apakah pada integrated itu materi yang dipadukan maksimal 4?

Balas

6.
Luthfia18 April 2011 19.40

. Pak rudy ...


. apakah yang dimaksud dengan pendekatan tematik dalam pembelajaran terpadu
webbed...
. mohon dijelaskan lagi, saya kurang mengerti pak?

Balas

7.

Maria Nora Maharjaningrum 'Blog18 April 2011 20.22

bapak bagaimana cara menerapkan model pembelajaran sequnced?

Balas

8.

Rudy Unesa19 April 2011 00.02

Webbed lebih dikenal orang dengan pembelajaran tematik,jadi tema sentral dan tema-
tema pendukungnya menjadi pijakan utama kita dalam memadukan berbagai bidang
kajian.
Integreted adalah pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai bidang kajian, sehingga
materi dari bidang-bidang yang dipadukan sudah melebur. Sebenarnya untuk IPA, model
ini sangat ideal tapi sulit menerapkannya. Anda tentu pernah menjumpai soal IPA terpadu
pada waktu mengikuti SNMPTN, begitulah gambarannya. bacaan yang disajikan benar-
benar telah didukung oleh berbagai bidang kajian.
Sequenced (pengurutan), implementasinya adalah masing-masing bidang (guru bidang
studi)mengurutkan topik materi yang akan diajarkan sehingga penyajian materi mada
masing-masing bidang tersebut saling terkait. jadi pengajarnya tetap guru bidang studi
masing-masing (diajarkan secara paralel), tetapi materi yang disajikan saling terkait.

Balas

9.

Nurul Fitria Ningsih19 April 2011 01.56

Di Indonesia, model integrated ini merupakan salah satu model pembelajaran IPA
Terpadu yag sering digunakan.
Bapak,saya pernah membaca bahwa model integrated itu bisa menghasilkan SK dan KD
baru dalam pembelajaran. Mengapa bisa demikian,mohon dijelaskan...

Balas

10.

Rizka Permatasari (093654032)20 April 2011 07.52

jadi disini perbedaannya terletak pada komposisi materinya pak tidak dari segi jumlah
mata pelajaran yang di gabungkan?
menurut buku yang saya baca connected itu untuk menghubungkan satu konsep dengan
konsep lain, satu topik dengan topik lain, dsb, "intinya : memadukan konsep dalam 1
mata pelajaran"
nah, saya bingung pak..
berarti yang connected itu ada mata pelajaran yang dominan?

Balas

11.

Rudy20 April 2011 18.10

Rizka, Conected itu masih berpegang pada bidang utama (mapel utama). Misalkan kita
akan menyampaikan topik "Panas" di bidang fisika yang dalam pembahasan tersebut ada
subtopik "global warming". Nah ketika kita membahas "global warming" tersebut, kita
tentu akan membahas penyebabnya diantaranya polusi, kerusakan hutan dsb yang kita
conectedkan dengan pembahasan utam. namun demikian kita masih mengajar dalam
bidang fisika.
Nurul, idealnya kurikulum itu dikembangkan oleh satuan pendidikan masing-masing
sehingga mungkin saja muncul SK-KD baru. Masalahnya SK-KD yang ada itu harus
dilaksanakan karena sebagai standar minimal yang harus dicapai. Kalau kita dapat
mengembangkan SK-KD baru tanpa mengabaikan SK-KD seperti standar yang sudah
ditetapkan (standar isi)tentunya sangat diharapkan

http://suaidinmath.wordpress.com/2011/09/26/pelaksanaan-model-
pembelajaran-terpadu-di-sekolah-madrasah/
PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DI SEKOLAH
& MADRASAH

Perencanaan pembelajaran terpadu adalah gambaran umum atau proyeksi kegiatan yang
akan dilakukan oleh guru selama melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Fungsi
perencanaan antara lain adalah sebagai acuan atau pedoman operasional pembelajaran,
agar proses pembelajaran dapat berjalan secara logis dan sistematis mengintegrasikan
berbagai komponen dan sumber pembelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, bahwa perencanaan atau program pembelajaran meliputi
dua jenis yaitu: silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian setiap
model pembelajaran yang diterapkan termasuk model pembelajaran terpadu melalui dua
tahap perencanaan tersebut.
1. Silabus Pembelajaran Model Terpadu
Ciri utama pembelajaran terpadu adalah adanya keterkaitan antara beberapa materi
pembelajaran baik intra maupun antar mata pelajaran, antar semester dan antar
kelas. Oleh karena itu pembuatan silabus untuk model pembelajaran terpadu harus
mencerminkan adanya hubungan atau keterpaduan dari beberapa kompetensi dasar
yang diintegrasikan. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut
dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan pokok-pokok/uraian materi yang
harus dipelajari siswa ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran,
kegiatan dan strategi penilaian, dan alokasi waktu per mata pelajaran per satuan
pendidikan dan per kelas.
Secara teknis tahap-tahap kegiatan dalam mengembangkan silabus model pembelajaran
terpadu dapat dilakukan melalui tahap kegiatan sebagai berikut:
a. Pemetaan kompetensi dasar; yaitu menganalisis kompetensi dasar dari setiap mata
pelajaran pada kelas dan semester yang sama.
b. Merumuskan indikator; yaitu menetapkan sejumlah ciri atau tanda yang
menggambarkan rumusan kualifikasi kemampuan belajar yang spesifik dari setiap
kompetensi dasar (KD).
c. Menetapkan tema; yaitu membuat tema atau topik yang akan mempersatukan setiap
kompetensi dasar yang diintegrasikan.
d. Dalam menentukan tema harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain, tema
harus menarik perhatian siswa, sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir (frame
work) siswa, sesuai dengan minat siswa, tema diusahakan agar disesuaikan dengan
masalah, situasi dan kondisi di daerah (currently).
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Terpadu
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur
dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang
ditetapkan. Seluruh isi dan proses rencana pelaksanaan pembelajaran harus
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-2007
9
mencerminkan proses keterpaduan dan diarahkan pada upaya mencapai kompetensi
dasar yang ditetapkan secara terpadu.
Unsur-unsur pokok dalam rencana pelaksanaan pembelajaran meliputi: identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), Indikator, Materi
Pembelajaran, Kegaiatan Pembelajaran, Alat/Media/Sumber Pembelajaran, Evaluasi.
B. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu
Pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan implementasi dari perencanaan yang telah
dibuat sebelumnya. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara siswa dengan
lingkungan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sesuai dengan model
yang dikembangkan yaitu model pembelajaran terpadu, maka proses pembelajaran yang
dilakukan harus sesuai dan mencerminkan pembelajaran secara terpadu (integrasi). Dalam
PP no. 19 tahun 2005, bahwa pembelajaran harus dilaksanakan secara aktif, komunikatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM)
Secara sistematis pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran terpadu pada dasarnya
sama dengan kegiatan pembelajaran pada umumnya. Perbedaanya terletak pada aktivitas
atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam setiap tahap kegiatan. Dalam pembelajaran
terpadu harus mencerminkan hakikat dari pembelajaran terpadu itu sendiri.
Adapun langkah umum yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran terpadu
meliputi 3 tahap kegiatan yaitu:
1. Kegiatan Awal
Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk mencip-takan kondisi
siap belajar pada siswa. Kesiapan tersebut baik dari segi perhatian, motivasi, fisik,
mental maupun sosial dan emosionalnya agar tertuju pada aktivitas pembelajaran
yang akan dilakukan.
Secara spesifik strategi pelaksanaan kegiatan awal pembelajaran terpadu dapat
dilakukan melalui cara sebagai berikut:
a. Menjelaskan secara umum model pembelajaran yang akan dilaksanakan, karena
mungkin berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran yang biasa dilakukan
b. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai serta kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan
c. Menginformasikan topik yang akan menjadi pusat pembelajaran bagi peserta didik
dan dilanjutkan dengan curah pendapat (brainstorming) untuk memancing respon
peserta didik
2. Kegiatan Inti
Merupakan suatu kegiatan yang paling penting dalam suatu proses pembelajaran,
dimana seorang pendidik sebaiknya memahami dengan baik situasi dan kondisi yang
dihadapinya dalam suatu proses pembe-lajaran, sehingga informasi dapat diserap
dengan baik oleh peserta.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi dalam
melaksanakan model pembelajaran terpadu, antara lain:
a. Menyampaikan stimulus (stimulating) baik dengan contoh maupun ilustrasi terkait
dengan tema untuk mendorong siswa aktif berpikir
b. Urutan penyampaian materi, dengan menggunakan tahapan berpikir yang tepat,
dari mudah ke sulit, dari sederhana ke komplek dan lain sebagainya.
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-200
c. Melakukan proses klarifikasi (clarifying) untuk menindaklanjuti berbagai temuan
dan respon dari siswa terkait dengan konsep, gagasan atau ide yang muncul
dikaitkan dengan tema pembelajaran
d. Penekanan integrasi (redirecting) yaitu upaya untuk melakukan proses penyatuan
kembali pemahaman peserta didik terutama kaitan antar setiap konsep yang
bterdapat pada setiap kompetensi dasar dan hubungannya dengan tema
pembelajaran.
Setelah melihat pada kondisi dan situasi yang ada, selanjutnya seorang pendidik perlu
melakukan beberapa teknik pembelajaran yang tepat yang mampu menciptakan
suasana belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan tanpa menghilangkan makna
dari tujuan pembelajaran terpadu yang akan di capai dengan memperhatikan pula
karakteristik peserta didik yang terkena bencana alam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang guru dalam melaksanakan kegiatan inti
pembelajaran antara lain:
a. Menumbuhkan minat dan tuntunan berpikir siswa dengan mengajukan beberapa
jenis pertanyaan dasar dan lanjutan yang relevan
b. Menumbuhkan dan menciptakan interaksi belajar yang positif antara siswa dengan
siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan lingkungan
c. Selalu memberikan penguatan – penguatan positif yang mampu memelihara
motivasi siswa dalam belajarnya serta menumbuhkan rasa percaya diri
d. Dalam memberikan penguatan lakukan dengan berbagai variasi (verbal maupun
non verbal)
e. Memberikan bimbingan dan pengarahan dengan kehangatan dan keantusiasan
3. Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir merupakan kegiatan untuk mengakhiri pembelajaran yang dilakukan
oleh seorang pendidik untuk menyimpulkan dengan tujuan antara lain :
a. Memusatkan perhatian siswa pada akhir pelajaran
b. Merangkum persoalan yang baru dibahas
c. Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal pokok dalam pelajaran
d. Mengorganisasikan semua kegiatan yang telah dipelajari siswa menjadi satu
kebulatan yang bermakna
e. Melakukan unjuk kerja sesuai dengan proses dan pengalaman belajar peserta didik
f. Melakukan kegiatan evaluasi
C. Beberapa ketentuan umum pelaksanaan pembelajaran terpadu
Agar setiap tahap kegiatan model pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan secara tepat,
perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum berikut ini:
• Efektivitas dan Efisiensi; yaitu proses pembelajaran terpadu harus diupayakan untuk
memberikan pengelaman belajar secara menyeluruh, konstekstual dan bermakna bagi
siswa.
• Keterlibatan Siswa; yaitu proses pembelajaran secara terpadu harus memfasilitasi
siswa agar lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam melakukan proses pembelajarannya
dengan memanfaatkan sumber belajar secara luas dan bervariasi.
• Keterpaduan materi pembelajaran; yaitu proses pembelajaran hendaknya
mengintegrasikan beberapa materi atau konsep dari setiap mata pelajaran, dan
berbagai sumber informasi yang terkait.
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-2007
11
• Keterpaduan proses penyampaian; yaitu menggunakan berbagai pendekatan, multi
metode, media serta kegiatan yang menantang, menyenangkan dan dapat
menumbuhkan prakarsa bagi siswa.
• Keterpaduan pengalaman belajar; melalui pembelajaran terpadu hendaknya dapat
memberikan pengalaman yang menyeluruh bagi siswa baik kemampuan konsep
teoritis maupun keterampilan praktis.
• Relevansi Efistemologis; yaitu komunikasi pembelajaran harus disesuaikan dengan
karakteristik materi yang dipelajari, dan dapat membangun keaktipan belajar siswa.
• Relevansi Psikologis; yaitu proses pembelajaran harus disesuaikan dengan hakikat
peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok
• Relevansi Sosial dan Moral; yaitu pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kondisi dan situasi yang ada, baik dari segi lingkungan fisik, sosial, budaya atau
kultur, dan aspek-aspek lain yang terkait.
• Relevansi religi; yaitu pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan hakikat peserta
didik sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga terbentuk manusia yang
berahlak mulia.
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-2007

Kesimpulan
1. Model pembelajaran di daerah bencana alam melalui model pembelajaran terpadu adalah
merupakan sebuah contoh alternatif pemberian layanan pembelajaran lepada peserta didik
pada jenjang pendidikan menengah yang meliputi Sekolah Menengah Atas (SMA)/
Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK).
2. Model pembelajaran ini dikembangkan tidak untuk semua mata pelajaran atau materi
pelajaran secara keseluruhan, Namur hanya mencakup beberapa mata pelajaran dan
kompetensi dasar yang memiliki hubungan atau memiliki keterkaitan saja.
3. Penerapan model pembelajaran ini sebagai alternatif model pembelajaran di daerah
bencana alam dalam prosesnya dapat dikembangkan oleh masing-masing satuan
pendidikan seperti kompetensi dasar, tema/ topik, dan materi untuk di sesuaikan dengan
masalah, situasi, dan kondisi di daerah bencana alam.
4. Melalui model pembelajaran ini, diharapkan dapat menumbuhkan semangat juang dan
motivasi baik terhadap guru, kepala sekolah dan masyarakat di daerah bencana alam
untuk tetap memberikan layanan pembelajaran yang terbaik dan bermakna serta dapat
menghilangkan kesedihan kepada peserta didik di daerah bencana alam.
B. Reskomendasi
1. Agar model pembelajaran di daerah bencana alam ini dapat diketahui dan dipahami baik
oleh guru, kepala sekolah, ahli pendidikan, masyarakat dan sebagainya maka harus segera
disosialisasi baik melalui media elektronik maupun dengan cara mengirim staf Pusat
Kurikulum, Badan Pengembangan dan Penelitian – Departemen Pendidikan Nasional ke
berbagai daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia yang terkena bencana alam.
2. Agar dalam pelaksanaannya model pembelajaran di daerah bencana alam ini dapat
diterapkan tanpa mendapat hambatan, maka Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan
Pengembangan – Departemen Pendidikan Nasional harus segera melaksanakan Pelatihan
terhadap guru-guru di daerah-daerah bencana alam di seluruh wilayah Indonesia.
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-2007
13
KEPUSTAKAAN
Sri Anitah, 2003. Pembelajaran Terpadu: Paradigma Konstruktivistik dalam Rangka
Pengembangan Kecerdasan Ganda. Pidato Pengukuhan Guru Besar FKIP UNS.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Suparman, Atwi, M. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Sutrijat, Sumadi, 1999, Geografi 1 Sekolah Menengah Umum Kelas 1, Jakarta : Dian Rakyat
Sunaryo, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fajar, Arnie, 2002, Portofolio dalam pelajaran IPS, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Zais, Robert. S (1976). Curriculum, Principles and Foundation, Harper & Row, Publisher,
New York: Hagerstown San Francisco – London
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 22 dan 23 tahun 2006.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 amandemen keempat, pasal 31, ayat 2
tentang pendidikan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Undang Undang Republik Indonesia Nomor.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
07_Model kurikulum di daerah khusus bencana alam-2007
14

10 Model Pembelajaran Sains Terpadu (Robin Fogarty, 1991)

ptajayawardana.blogspot.com/2012/10/10-model-pembelajaran-sains-
terpadu.html

14.23 Hepta Jayawardana 4 comments


Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut
seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model dalam
merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1) fragmented, (2)
connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6) webbed, (7) threaded, (8) integrated, (9)
immersed, dan (10) networked. Secara singkat kesepuluh cara atau model tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut.

1. Model Penggalan (Fragmented)

Model fragmented ditandai oleh ciri pemaduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran
saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, materi pembelajaran tentang menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan
berbahasa. Dalam proses pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-
pisah pada jam yang berbeda-beda.

Menurut Padmono dalam bukunya Pembelajaran Terpadu melalui Kurikulum Terpadu dalam
Satu Disiplin Ilmu, mengatakan bahwa pembelajaran terpadu melalui kurikulum terpadu fragmented
terjadi jika seorang guru memiliki keinginan agar siswa setelah menempuh pembelajaran satu kurun
waktu tertentu memiliki kemampuan atau kecakapan tertentu. Kelebihan pembelajaran model ini
adalah siswa menguasai secara penuh satu kemampuan tertentu untuk tiap mata pelajaran, ia ahli dan
terampil dalam bidang tertentu. Sedangkan kekurangannya adalah Ia belajar hanya pada tempat dan
sumber belajar dan kurang mampu membuat hubungan atau integrasi dengan konsep sejenis.
2. Model Keterhubungan (Connected)

Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan
pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-butir pembelajaran kosakata, struktur, membaca dan
mengarang misalnya, dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Penguasaan
butir-butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan berbahasa dan
bersastra. Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan dan pengalaman secara utuh tersebut
tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir pembelajaran dan proses
pembelajarannya secara terpadu.

Kelebihan yang diperoleh dalam model connected ini adalah adanya hubungan antar ide-ide
dalam satu mata pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang
dijelaskan dan siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan
mengasimilasi gagasan secara bertahap. Kekurangan dalam model ini, model ini belum memberikan
gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata
pelajaran lain.

3. Model Sarang (Nested)

Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan


melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada satuan jam tertentu seorang guru
memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tata bentuk kata, makna kata, dan ungkapan
dengan saran pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir logis,
menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi.
Pembelajaran berbagai bentuk penguasaan konsep dan keterampilan tersebut keseluruhannya tidak
harus dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi dan berpikir logis dalam hal ini disikapi
sebagai bentuk keterampilan yang tergarap saat siswa memakai kata-kata, membuat ungkapan dan
mengarang puisi. Penanda terkuasainya keterampilan tersebut dalam hal ini ditunjukkan oleh
kemampuan mereka dalam membuat ungkapan dan mengarang puisi.

Kelebihan model ini yaitu guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam
pembelajaran satu mata pelajaran, memberikan perhatian pada berbagai bidang penting dalam satu
saat sehingga tidak memerlukan penambahan waktu dan guru dapat memadukan kurikulum secara luas.
Kekurangannya adalah apabila taanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan
yang menjadi targget dalam suatu pembelajaran akan berdampak pada siswa dimana prioritas pelajaran
menjadi kabur.

4. Model Urutan/Rangkaian (Sequenced)


Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antar mata pelajaran yang
berbeda secara paralel. Isi cerita dalam roman sejarah misalnya, topik pembahasannya secara paralel
atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal sejarah perjuangan bangsa, karakteristik
kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna
kata. Topik-topik tersebut dapat dipadukan pembelajarannya pada alokasi jam yang sama.

Kelebihannya yaitu dengan menyusun kembali urutan topik, bagian dari unit, guru dapat
mengutamakan prioritas kurikulum daripada hanya mengikuti urutan yang dibuat penulis dalam buku
teks, membantu siswa memahami isi pembelajaran dengan lebih kuat dan bermakna. Sedangkan
kekurangannya yaitu diperlukkan kolaborasi berkelanjutan dan fleksibilitas semua orang yang terlibat
dalam content area dalam mengurutkan sesuai peristiwa terkini.

5. Model Bagian (Shared)

Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping”


konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Butir-butir pembelajaran tentang
kewarganegaraan dalam PPKN misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam
Tata Negara, PSPB, dan sebagainya.

Kelebihannya yaitu lebih mudah dalam menggunakannya sebagai langkah awal maju secara
penuh menuju model terpadu yang mencakup empat disiplin ilmu, dengan menggabungkan disiplin ilmu
serupa yang saling tumpang tindih akan memungkinkan mempelajari konsep yang lebih dalam.
Sedangkan kekurangannya yaitu model integrasi antar dua disiplin ilmu memerlukan komitmen
pasangan untuk bekerjasama dalam fase awal, untuk menemukan konsep kurikula yang tumpang tindih
secara nyata diperlukan dialog dan percakapan yang mendalam.

6. Model Jaring Laba-laba (Webbed)

Selanjutnya, model yang paling populer adalah model webbed. Model ini bertolak dari
pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Dalam hubungan ini tema
dapat mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata
pelajaran.

Kelebihan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum adalah faktor


motivasi sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar, faktor motivasi siswa
juga dapat berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa. Sedangkan
kekurangan model ini adalah banyak guru sulit memilih tema. Mereka cenderung menyediakan tema
yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa, dan guru seringkali terfokus pada kegiatan
sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan.
7. Model Galur/ benang(Threaded)

Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan misalnya, melakukan


prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita
dalam novel, dan sebagainya. Bentuk threaded ini berfokus pada apa yang diesbut meta-curriculum.

Kelebihan dari model ini antara lain: konsep berputar sekitar metakurikulum yang menekankan
pada perilaku metakognitif; materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni, dan siswa dapat belajar
bagaimana seharusnya belajar di masa yang akan datang sesuai dengan laju perkembangan era
globalisasi. Sedangkan kekurangan yaitu hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan
sehingga secara eksplisit siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu
dengan yang lainnya.

8. Model Keterpaduan (Integrated)

Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda,
tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi yang semula terdapat dalam mata
pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial, agar tidak
membuat muatan kurikulum berlebihan cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya
Pengetahuan Alam. Contoh lain, dalam teks membaca yang merupakan bagian mata pelajaran.

Bahasa Indonesia, dapat dimasukkan butir pembelajaran yang dapat dihubungkan dengan
Matematika, Pengetahuan Alam, dan sebagainya. Dalam hal ini diperlukan penataan area isi bacaan
yang lengkap sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan berbagai butir pembelajaran dari
berbagai mata pelajaran yang berbeda tersebut. Ditinjau dari penerapannya, model ini sangat baik
dikembangkan di SD.

Kelebihan dari model ini yaitu siswa saling mengaitkan, saling menghubungkan diantara macam-
macam bagian dari mata pelajaran. Keterpaduan secara sukses diimplementasikan, pendekatan belajar
yang lingkungan belajar yang ideal untuk hari terpadu (integrated day) secara eksternal dan untuk
keterpaduan belajar untuk fokus internal. Selain itu model ini juga mendorong motivasi murid.
Sedangkan kekurangan yaitu model ini sulit dilaksanakan secara penuh; membutuhkan keterampilan
tinggi,percaya diri dalam prioritas konsep, keterampilan dan sikap yang menembus secara urut dari
mata pelajaran; dan membutuhkan model tim ahli pada bidang dan merencanakan dan mengajar
bersama.

9. Model Celupan/Terbenam (Immersed)

Model immersed dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai
pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Dalam hal ini tukar
pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Kelebihan dari model ini adalah setiap siswa mempunyai ketertarikan mata pelajaran yang
berbeda maka secara tidak langsung siswa yang lain akan belajar dari siswa lainnya. Mereka terpacu
untuk dapat menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan kekurangan
dari model ini adalah siswa yang tidak senang membaca akan mendapat kesulitan untuk mengerjakan
proyek ini, sehingga siswa menjadi kehilangan minat belajar.

10. Model Jaringan (Networked)

Terakhir, model networked merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan


kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk
keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks
yang berbeda-beda. Belajar disikapi sebagai proses yang berlangsung secara terus-menerus karena
adanya hubungan timbal balik antara pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa. Kelebihan dari
model ini adalah siswa memperluas wawasan pengetahuan pada satu atau dua mata pelajaran secara
mendalam dan sempit sasarannya. Sedangkan kekurangannya adalah kemungkinan motivasi siswa akan
berubah kedalaman materi pelajaran menjadi dangkal secara tidak sengaja karena mendapat hambatan
dalam mencari sumber. (sumber: Robin Fogarty. 1991. How to Integrate the Curricula. Illinois: Skylight
Publishing

PENERAPAN PENDEKATAN TEMATIK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN


Oleh : Taufik Sabirin

Guru SMA N 1 Batang Anai kab. Padang Pariaman

Sumatera Barat

https://taufiksabirin.wordpress.com/2009/07/13/pembelajaran-tematik/

A. PENDAHULUAN

Ada kecendrungan pemikiran dewasa ini bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa
yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, seperti
keberhasilan dalam menyelesaikan ujian dan memenangkan lomba cerdas cermat,
yang hanya membutuhkan pengetahuan sesaat. Tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan kehidupan jangka panjang. Anak tidak mampu
mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dibangku sekolah kedalam dunia
nyata pada kehidupan kesehariaannya.

Bank Dunia ( 1998 ) melaporkan tentang hasil pengukuran indikator mutu secara
kuantitatif pada Sekolah Dasar (SD) di beberapa negara Asia. Hasilnya menunjukan
bahwa hasil tes membaca murid kelas IV SD, Indonesia berada pada peringkat
terendah di Asia Timur, berada dibawah Hongkong 75,5% Singapura 74 %, Thailand
65,1 %, Filipina 52,6 % dan Indonesia 51,7 %. Dari hasil penelitian ini disebutkan pula
bahwa para siswa di Indonesia hanya mampu mengusai 30 % dari materi bacaan yang
dibacanya. Siswa Sekolah Dasar ( SD ) Indonesia mengalami kesulitan menjawab soal-
soal bentuk uraian yang memerlukan penalaran. Derektoran Pendidikan TK dan SD
Departemen Pendidian Nasional tahun 2000/2001 melaporkan bahwa rata-rata daya
serap kurikulum secara nasional masih rendah, yaitu 5,1 untuk lima mata pelajaran.

Kondisi ini menunjukan bahwa reformasi dalam dunia pendidikan nasional kita sudah
menjadi suatu keharusan dan tidak bisa ditunda lagi, terutama pada jenjang pendidikan
dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan pada jenjang
selanjutnya. Reformasi ini harus dilaksanakan secara menyeluruh, baik sistem
pendidikan secara nasional ataupun pelaksana teknis dilapangan. Guru sebagai orang
yang berada dilini terdepan dalam pelaksanaan proses pembelajaran disekolah harus
mampu mengabgred dirinya. Sebagus apapun kurikulum dan selengkap apapun fasiltas
tidak akan berarti apa-apa jika berada ditangan guru yang tidak kompeten dan
profesional.

Pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan pada jenjang
selanjutnya, haruslah mampu berfungsi mengembangkan potensi diri peserta didik dan
juga sikap serta kemampuan dasar yang diperlukan peserta didik untuk hidup dalam
masyarakat, terutama untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam masyarakat,
baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi, sosial maupun budaya ditingkat lokal
ataupun global. Kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dan menjadi tujuan
utama dalam pembelajaran di Sekolah Dasar ( SD ) adalah, kemampuan membaca,
menulis dan berhitung atau seringkali disebut dengan istilah ”the 3Rs”

Upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembalajaran di kelas harus dilaksanakan


karena inti dari peningkatan mutu pendidikan adalah meningkatnya mutu pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah kita hari ini
masih cenderung bersifat teoritik dan peran guru masih sangat dominan ( teacher
centered ) dan gaya masih cendrung satu arah. Akhirnya, proses pembelajaran yang
terjadi hanya sebatas pada penyampaian informasi ( transfer of knowledge ) kurang
terkait dengan lingkungan sehingga peserta didik tidak mampu memanfaatkan konsep
kunci keilmuan dalam proses pemecahan masalah kehidupan yang dialami peserta
didik sehari-hari.
Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah melalui Badan Standar Pendidikan Nasional (
BNSP ) menetapkan pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus
dilkukan pada peserta didik Sekolah Dasar ( SD ) terutama untuk peserta didik kelas
rendah ( kelas I s.d. III ). Menurut BNSP (2006 : 35) penetapan pendekatan tematik
dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah
Sekolah Dasar, pada umumnya berapa pada tingkat perkembangan yang masih melihat
segala sesuatu sebagai suatu keutuhan ( holistik ) serta baru mampu memahami
hubungan antara konsep secara sederhana. Oleh karena itu proses pembelajaran
masih bergantung pada objek konkret dan pengalaman yang dialami secara lansung.

A. PENGERTIAN PENDEKATAN TEMATIK.

Konsep pembelajaran tematik adalah merupakan pengembangan dari pemikiran dua


orang tokoh pendidikan yakni Jacob tahun 1989 dengan konsep pembelajaran
interdisipliner dan Fogarty pada tahun 1991 dengan konsep pembelajaran terpadu.
Pembelajaran tematik merupan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara
sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar
mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta didik akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi bermakna bagi
peserta didik.

Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran tematik peserta didik akan
dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman lansung
dan nyata yang menghubungkan antar konsep-konsep dalam intra maupun antar mata
pelajaran. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran
tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses
pembelajaran, sehingga peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk
pembuatan keputusan.

BNSP (2006:35) menyatakan bahwa pengalaman belajar peserta didik menempati


posisi penting dalam usaha meningkatkan kualitas lulusan. Untuk itu pendidik dituntut
harus mamapu merancang dan melaksanakan pengalaman belajar dengan tepat.
Setiap peserta didik memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup
dimasyarakat, dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar
disekolah. Oleh sebab itu pengalam belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan
bekal bagi peserta didik dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini
disebut dengan kecapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekedar
keterampilan.

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tama


tertentu, dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai
contoh, tema ”Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, kimia, biologi dan
matematik. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS,
bahasa, agama dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman
implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada peserta
didik untuk memunculkan dinamika dalam proses pembelajaran. Unit yang tematik
adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik
untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan
memuaskan rasa ingin tahu dengan pengahayatan secara alamiah tetang dunia di
sekitar mereka.

A. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK.

Sebagai suatu proses, pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik.

Pembelajaran tematik dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada


peserta didik, karena pada dasarnya pembelajaran tematik merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memberikan keleluasan pada peserta didik baik
secara individu maupun kelompok. Peserta didik dapat aktif mencari, menggali
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus
dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.

1. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan.

Pembelajaran tematik mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek


yang membentuk semacam jalinan antar skemata yang dimiliki peserta didik,
sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari
peserta didik. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh dan
keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang di pelajari dan mengakibatkan
kegiatan belajar lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat kepada
kemampuan peserta didik untuk dapat menerapkan perolehan belajarnya pada
pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupannya.

1. Belajar melalui pengalaman lansung.

Pada pembelajaran tematik diprogramkan untuk melibatkan peserta didik secara


lansung pada konsep dan prinsip yang dipelajari dan memungkinkan peserta
didik belajar dengan melakukan kegiatan secara lansung. Sehingga peserta didik
akan memahmi hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka
alami, bukan sekadar informasi dari guru. Pendidik lebih banyak bertindak
sebagai fasilitator dan katalisator yang membimbing kearah tujuan yang ingin
dicapai. Sedangkan peserta didik sebagai actor pencari fakta dan informasi
untuk mengembangkan pengetahuannya.

1. Lebih memperhatikan proses dari hasil semata.

Pada pembelajaran tematik dikembangkan pendekatan discoveri inquiry


(penemuan terbimbing) yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses
pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses
evaluasi. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan melibatkan hasrat, minat,
dan kemampuan peserta didik, sehingga dimungkinkan peserta didik termotivasi
untuk belajar terus menerus.

1. Sarat dengan muatan keterkaitan.

Pembelajaran tematik memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian


suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari
sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga dimungkinkan peserta didik untuk
memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya
nanti akan membuat peserta didik lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau
menghadapi kejadian yang ada.

A. MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK.

Jacob (1989) dan fogarty (1991) berpendapat bahwa wujud penerapan pendekatan
integratif (PI) itu bersifat rentangan ( continuum ). Jacob menggambarkannya sebagai
berikut :

Disciplin Parallel Cross- Multi- Inter- Integrated Complete

Based Disciplin disciplinary disciplinary Disciplinary Day Program

Gambar 1.
Rentang
penerapan
pendekatan integratif menurut Jacob (1989) dan

Fogarty (1991).

Bertolak dari konsep PI yang dianut Jacob tersebut Fogarty (1991) menyatakan bahwa
ada 10 model integrasi pembelajaran (pembelajaran tematik) yaitu : fragmented model,
connected model, nested model, sequenced model, shared model, webbed model,
threaded model, integrated model, immersed model and networked model. Model-
model ini merentang dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit, mulai dari
keterpaduan konsep-konsep dalam satu mata pelajaran sampai keterpaduan konsep-
konsep antar mata pelajaran.

Dari ke 10 model yang dikemukakan oleh Fogarty tersebut, hanya 3 model yang
digunakan pada kurikulum PGSD yaitu: connected model, webbed model dan
integrated model ( Tim Pengembangan PGSD 1997 : 4-5 ).

1. Connected model ( Model Hubungan / Model Terkait ).

Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit didalam suatu mata
pelajaran yaitu menghubungkan satu topic ke topic yang lain, satu konsep ke
konsep yang lain, satu keterampilan ke keterampilan yang lain, satu tugas ke
tugas berikutnya. Pada pembelajaran tematik model ini kunci utamanya adalah,
adanya satu usaha secara sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam
satu disiplin ilmu. Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah siswa
memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep, sehingga
transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok
dikembangkan terus menerus.

1. Webbed model ( Model Jaring Laba-laba / Model Terjala )

Model pembelajaran ini pada dasarnya menggunakan pendekatan tematik.


Pendekatan ini pengembanganya dimulai dengan menentukan tema tertentu.
Tema yang ditetapkan dapat dipilih antara guru dengan siswa atau sesama guru.
Setelah tema disepakati maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema
dengan memperhatikan kaitannya dengan antar mata pelajaran. Dari sub-sub
tema ini direncanakan kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan pesera didik.
Keuntungan dari model pembelajaran tematik ini bagi peserta didik adalah
diperolehnya pandangan hubungan yang utuh tentang kegiatan dari ilmu yang
berbeda-beda.

Contoh :

Siswa dan guru menentukan tema misalnya air. Maka guru-guru mata pelajaran
dapat mengajarkan tema air itu kedalam sub-sub tema, misalnya: siklus air,
kincir air, air waduk, air sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam mata
pelajaran-mata pelajaran, matematika, IPA, IPS, agama dan Bahasa.

1. Integrated Model ( Model terpadu )

Model pembelajaran terpadu ini menggunakan pendekatan antar mata pelajaran.


Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan beberapa mata pelajaran
yaitu dengan menetapkan prioritas dari kurikulum dan menemukan keterampilan,
konsep dan sikap yang saling tumpang tindih didalam mata pelajaran.

Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang
diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran misalnya:
matematika, IPA, IPS, Agama dan Bahasa. Selanjutnya dipilih beberpa konsep,
keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan
tompang tindih di antara berbagai mata pelajaran tersebut. Keuntungan dari
model ini adalah peserta didik mudah menghubungkan dan mengaitkan materi
dari beberapa mata pelajaran itu.

. E. PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK

Surya (2002:84) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalam individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Apa
bila pemahaman guru tentang belajar adalah proses memperoleh tingkah laku secara
keseluruhan, maka proses pembelajaran yang terjadi suatu kesatuan yang
mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh peserta didik secara keseluruhan
dan terpadu.

Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran


tematik secara psikologis adalah menurut teori belajar gestalt. Teori ini memandang
kejiwaan manusia terkait pada pengamatan yang berujud pada bentuk menyeluruh.
Menurut teori belajar ini seseorang belajar jika ia mendapat ”insight”. Insight itu
diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu,
hingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan cara memecahkan masalah itu. (
Slameto 2003.).

Secara umum pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki tiga tahapan, yakni tahapan
perencanaan, tahapan pelaksanaan dan tahapan evaluasi.

1. Tahap Perencanaan Pembelajaran

Sebelum dilakukan pemilihan tema yang akan diangkat dalam kegiatan


pembelajaran, pendidik terlebih dahulu harus melakukan kegiatan menganalisis
SK dan KD yang ada dalam standar isi. Kemudian mengelompokkan SK dan KD
yang memiliki keterkaitan atau hubungan satu sama lainnya, baik dalam satu
mata pelajaran ataupun antar mata pelajaran.

Setelah kegiatan pengelompokan SK dan KD selesai lalu pendidik merancang


materi pembelajaran untuk setiap SK dan KD tersebut, kemudian dilakukan
analisis ulang. Berdasarkan SK, KD dan materi esensial yang telah
dikelompokkan dan dianalisis, guru kelas dan guru mata pelajaran melakukan
diskusi untuk menetapkan tema dasar dan unit tema.

Tema dapat juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain yaitu : tema yang dipilih
berdasarkan konsensus antar siswa, misalnya dari buku-buku bacaan,
pengalaman, minat, isu-isu yang sedang berkembang ditengah-tengah
masyarakat. Hal ini membutuhkan sarana dan prasarana yang menunjang serta
sumber belajar yang tersedia, dan juga harus memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik.

Mengingat tuntutan BNSP pendekatan tematik di gunakan di kelas terendah


Sekolah Dasar maka pola pemilihan tema dengan cara ini akan sangat sulit
untuk dioperasionalkan. Sehingga akan lebih realistis apa bila tema ditentukan
oleh guru dari berbagai mata pelajaran secara bersama-sama. Herawati (1998)
mengatakan ada beberpa persyarata yang harus dipenuhi dalam menentukan
tema yaitu :

a. tema merupakan hasil ramuan dari berbagai materi didalam satu maupun
beberapa mata pelajaran.
b. tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
terpadu dalam materi pembelajaran, prosedur penyampaian, serta
pemaknaan pengalaman belajar oleh peserta didik.

c.tema disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik SD sehingga


azas perkembangan berfikir anak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

d. tema harus bersifat cukup problematik dan populer sehingga membuka


kemungkinan luas untuk melaksanakan pembelajaran beragam yang
mengandung substantif yang lebih luas apabila dibanding dengan
pembelajaran biasa.

Setelah dilakukan analisis terhadap SK dan KD lalu dirumuskan indikator


ketercapai kompetensi, KD dan indikator didistribusikan pada tema-tama yang
telah ditentukan, sehingga semua KD dan indikator tersebut semuanya habis.
Apa bila ada kompetensi yang tidak tercakup, artinya KD dan indikator yang tidak
dapat dipadu dengan tema yang tersedia atau tidak dapat dipadu dengan mata
pelajaran lain maka KD dan indikator tersebut diajarkan secara tersendiri.

Untuk mendistribusikan semua SK, KD dan indikator tersebut dibuatlah jaringan


tema, untuk menghubungkan KD dan indicator dengan tema pemersatu. Dengan
jaringan tema tersebut akan terlihatlah keterkaitan antara tema, KD dan indikator
dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dikembangkan sesuai dengan
alokasi waktu setiap tema.

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya dijadikan
dasar untuk penyusunan silabus. Komponen silabus menurut Permendiknas
No.41 tahun 2008 tentang standar proses mencakup SK, KD, indikator
pencapaian kompetensi, materi esensial, KKM, kegiatan pembelajaran, alokasi
waktu, sistem penilaian, alat bantu belajar, media dan sumber belajar. Permen
22 tahun 2006 tentang standar isi menuntut adanya tugas terstruktur dan tugas
tidak terstruktur dalam pelaksanaan proses pembelajaran maka kedua system
tugas tersebut diakomodir dalam merumuskan silabus.

Untuk mengoperasionalkan silabus tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran


perlu disusun RPP. Rancangan Program Pembelajaran tersebut merupakan
patron dari kegiatan pendidik dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas.

1. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegitan inti dari aktivitas pembelajaran,


dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun
pada Rancangan Program Pembelajaran (RPP). Pada tahapan ini dapat
diketahui kekuatan dan kelemahan dari rancangan yang telah disusun. Oleh
karenanya dibutuhkan kemampuan pendidik dalam melaksanakan model
pembelajaran tematik. Kemampuan pendidik dalam mengembangkan materi
pembelajaran, membuat proses pembelajaran lebih bermakna sangat erat
hubungannya dengan dengan pemilihan tema pembelajaran.

Menurut Dunkin ( dalam Sanjaya, 2006 ) ada sejumlah aspek yang


mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru yaitu :

a. Formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalam hidup


yang menjadi latar belakang sosial mereka.

b. Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang


berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan pendidik.

c. Training properties, segala sesuatu yang berhungan dengan sifat yang dimiliki
pendidik, seperti sikap pendidik terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi
pendidik, baik dalam kemampuan pendidik mengelola kegiatan pembelajaran,
maupun kemampuan pendidik menguasai materi pembelajaran.

Disamping factor pendidik banyak factor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas


proses pembelajaran tersebut, diantaranya kualitas rancangan pembelajaran,
faktro sarana dan prasarana yang tersedia, factor alat bantu belajar, media dan
sumber belajar, factor lingkungan belajar dan termasuk yang sangat menentukan
factor peserta didik itu sendiri.

Prosedur pelaksanaan pembelajaran tematik tidak berbeda dengan pelaksanaan


pembelajaran lainnya, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan tiga
tahapan pembelajaran, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir
pembelajaran. Pada kegiatan awal dilakukan kegiatan mengkondisikan kelas
untuk siap melaksanakan proses pembelajaran, menginformasikan tema dan
subtema, KD dan indicator yang akan dibahas melalui materi ajar, tujuan
pembelajaran dan mereviu tugas terstruktur kalau ada. Kegiatan inti terdiri dari
tiga bagian yakni, ekflorasi, yaitu mengali sedalam dan seluas mungkin materi
yang sedang dibahas Elaborasi, yaitu mengkorelasikan dan memadukan antara
konsep yang sedang dibahas dengan konsep sebelumnya dalam satu mata
pelajaran dan dengan konsep lain pada mata pelajaran yang berbeda, atau
menerapkan konsep tesebut untuk memecahkan masalah, dan atau
mengkorelasikan dengan keadaan nyata sehari-hari dan harapan masa depan.
Komfirmasi, yaitu: melakukan upaya pembenaran dari temuan belajar peserta
didik dengan melakukan penguatan, dan penyimpulan akhir hasil pembelajaran.
Kegiatan akhir pembelajaran berisikan kegiatan pemberian Latihan Dalam
Proses ( LDP ) dan menginformasikan tema atau subtema untuk pembelajaran
berikutnya, serta memberikan tugas terstruktur kalau dibutuhkan.

1. Mengevaluasi Proses dan Hasil Belajar.


Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang penekanannya pada
kebermaknaan proses dalam artian bahwa peserta didik mengkonstruk
pengetahuannya sendiri melalui pengalaman lansung dalam proses
pembelajaran dari pada menguasai setumpuk konsep yang belum tentu
dimengerti dan diperlukan mereka. Olehkarenanya penilaian proses
pembelajaran dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinabungan.
Adapun aspek-aspek utama yang harus selalu diamati pendidik antara lain
adalah, seberapa besar dan dalam tingkat keterlibatan peserta didik dalam
proses pembelajaran yang sedang berlansung, tingkat keaktifan dan kreaktifitas
peserta didik dalam mengkonstruk pengetahuaannya melalui pengalamannya
dalam proses pembelajaran, disamping motivasi dan ketekunannya mengikuti
proses pembelajaran.

Penilaian hasil belajar yang memiliki kesesuaian dengan pembelajaran tematik


adalah autentic assesment dalam bentuk penilaian kinerja dan portofolio
ketimbang dalam bentuk penilaian konvensional yang mengunakan instrumen
test tertulis atau lisan. Karena peserta didik akan mengkonstruk pengetahuannya
sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan dan skemata yang telah mereka
miliki.

F.PENUTUP.

Persoalan yang paling serius yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita dewasa ini
adalah persoalan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Belum standarnya
kompetensi yang dimiliki banyak guru, rendahnya tingkat profesionalitas, rendahnya
motivasi kerja, ketidak mampuan guru mengabgret dirinya, dan belum bangganya
seorang guru memiliki profesi guru. Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah,
seperti: sertifikasi guru, pendidikan dan pelatihan dan melahirkan UU guru dan dosen,
tetapi semuanya hilang bak ditelan malam.

Dilain pihak guru adalah orang yang berada dilini terdepan dalam proses pendidikan
dan pembelajaran di sekolah. Sebagus apapun kurikulum, selengkap apapun fasilitas,
jika berada ditangan guru yang tidak profesional tidak akan bermakna apa-apa.

Stephen.R.Covey (2005) mengatakan, antara rangsangan dan tanggapan terdapat


sebuah ruang. Diruang itu terdapat kebebasan dan kemampuan kita untuk memilih
tanggapan. Dalam pilihan-pilihan kita terdapat perkembangan dan kebahagian kita.
Apabila kita mendasari pilihan dengan warisan kebiasaan dan keberhasilan masa lalu,
maka ia akan mempersempit ruang yang ada, karena kondisi kekinian bergerak jauh
lebih cepat dari apa yang kita pikirkan.

Apabila hari ini kita ditentukan oleh masa lalu, apakah masa depan kita masih akan
ditentukan oleh masa lalu ?. Wilayah cakupan apa yang kita pikirkan dan kita kerjakan
dibatasi oleh apa yang tidak kita ketahui. Dan karena itu tidak berhasil mengetahui apa-
apa yang tidak berhasil kita ketahui, hanya sedikit hal yang dapat kita lakukan terhadap
perubahan; sampai kita mengetahui bagaimana kegagalan untuk mengetahui itu
membentuk pikiran dan perbuatan kita.

Peningkatan mutu pendidikan harus kita mulai hari ini dan dari diri kita sendiri, kalau
tidak kita akan digilas oleh pikiran dan angan-angan kita sendiri, dan ia akan makin jauh
meninggalkan kita, tampa mungkin kita kejar hanya dengan merenung dan berangan-
angan. Mari kita berbuat dan berbuat sebagai warisan untuk anak-cucu kita kelak
dikemudian hari

Padang, ..Juli 2009.

Wassalam

Taufik Sabirin.

KEPUSTAKAAN

Abdullah, Solichan. 2000, Aritmatika Sosial ( Paket Makalah Penataran ) Yongyakarta :


PPPG Matematik.

Fogarty, R . 1991 Constructing Knowledge Together Classroom as Center of Inquiry


and Literacy, Portsmonth, NH: Heineman.

……………., 1991 How to Integrate The Curricula. Palatine, Illinois: IRI/Skylight


Publishing. Inc.

Hadisubroto, Tisno. 1998, Buku Matri Pokok Pembelajaran Terpadu Modul 1 sampai
dengan 6. Jakarta : Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Jacobs. H. 1989. Interdiciplinary Curriculum : Design and Implementation. Alexandria:


VA.

Olivia, P.F. 1997 Developing the Curriculum. Third Edition. New York, NY : Harper
Collins Publisher, Inc.

Sanjaya, 2006 Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta : Departemen


Pendidikan Nasional Indonesia.

Sukayati. 1998. Pembelajaran terpadu ( Ringkasan dan Refleksi ) Makalah tidak


dipublikasikan , Malang. Program Pasca Sarjana IKIP Malang.

Suparno, P. 2007. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit


Kanisius.
Tim Pembang PGSD .1997. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan
Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

PEMBELAJARAN TERPADU MODEL TERJALA (


WEBBED MODLE )
https://journal424.wordpress.com/2013/02/10/pembelajaran-
terpadu-model-terjala-webbed-modle/
Filed under: PENDIDIKAN — Meninggalkan komentar
10/02/2013

PEMBELAJARAN TERPADU MODEL TERJALA ( WEBBED MODLE )

1. PEMBELAJARAN TERPADU

A. Pengertian pembelajaran Terpadu

Integrated atau terpadu bisa mengacu pada integrated curricula (kurikulum terpadu) atau
integrated approach (pendekatan terpadu) atau integrated learning
(pembelajaran). Pada pelaksanaannya istilah kurikulum terpadu atau pembelajaran terpadu atau
pendekatan terpadu dapat dipertukarkan, seperti dikatakan oleh pakar pendidikan dan guru besar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof. Dr.
Sri Anitah Wiryawan, M.Pd.(Pikiran Rakyat, 11 April 2003) “kurikulum terpadu adalah suatu
pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas mata
pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan metode
pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata pelajaran yang sesuai.
Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya dapat saling
dipertukarkan.

Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu startegi pembelajaran


berdasarkanpendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat
proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9 dalam Ahmad).
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu
didasarkan pada pendekatan inquiry, yaitu melibatkan siswa mulai dari
merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa. Dengan pendekatan
terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari
hasil pengalamannya sendiri. Collins dan Dixon (1991:6 dalam Ahmad) menyatakan tentang
pembelajaran terpadu sebagai berikut:integrated learning occurs when an authentic event or
exploration of a topic in the driving force in the curriculum. Selanjutnya dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau
kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang
sama.Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan
perkembangannya yang holistik
dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun
emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna,
dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan
masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan program DAP yang dikemukakan Bredekamp (1992:7) dalam
Ahmad, pada proses pembelajaran hendaknya menyediakan berbagai aktivitas
dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa
dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas
prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu
juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik,
atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik.
Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi
anak. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara
terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara
belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.

B. Arti Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja
mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra matapelajaran maupun antar matapelajaran. Dengan
adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa
pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajaran
melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata
pelajaran maupun antar mata pelajaran.Jika dibandingkan dalam konsep konvensional, maka
pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga
siswa terlibat aktif
dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap siswa memerlukan
bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini
diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu
pengalaman belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam
mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang
cakupannya lebih luas dibanding hanya sekedar keterampilan.

C. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Sebagai suatu proses, pembelajara terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Pembalajaran terpusat pada anak

Pembalajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak, karena pada
dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memberikan
keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Siswa dapat aktif
mencari. Menggali, dan manemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang
harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.

2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan

Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam


aspek yang membentuk semacam jalinan antarskemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga akan
berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa.Hasil yang nyata didapat dari
segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan
mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.hal ini diharapkan dapat berakibat pada
kemampuan siswa untuk dapat menerapakan perolahan belajaranya pada pemecahan masalah-
masalah yang nyata dalam kehidupannya.

3. Belajar melalui proses pengalaman langsung

Pada pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa


secara langsung pada konsep dan prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar dengan
melakukan kegiatan secara langsung. Sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara
langsung. Sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa
yang mereka alamai, bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai
fasilitator yang membimbingke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai actor
pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.

4. Lebih memperhtikan proses daripada hasil semata

Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquiry (penemuan terbimbing)


yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat
keinginan, minat, dan kemampuan siswa sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk
belajar terus-menerus.

5. Sarat dengan muatan keterkaitan

Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan


pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa matapelajaran sekaligus,
tidak dari sudut pandanga yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami
suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa
lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.

D. Tujuan Pembelajaran Terpadu

Pembalajaran terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah
ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
1. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna,
2. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi,
3. Menumbuh kembangkan sikap positif, kebiasaanbaik, dan nilai-nilai luhur yang
diperlukan dalam kehidupan.
4. Menumbuh kembangkan keterampilan social seperti kerjasama, toleransi, komunikasi,
serta menghargai pendapat orang lain.
5. Meningkatkan minat dalam belajar,
6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

E. Kemanfaatan Pembelajaran Terpadu

Ada beberapa manfaat dalam menggunakan pembelajara terpadu, yaitu :

1. Banyak topik yang tertuang di setiap matapelajaran mempunyai keterkaiatan konsep


dengan yang dipelajari siswa.
2. Pada pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memanfaatkan keterampilannya yang
dikembangkan dari mempelajari keterkaitan antar matapelajaran.
3. Pembelajaran terpadu melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan inter dan
antar matapelajaran, sehingga siswa mampu memproses informasi dengan cara yang
sesuai daya pikirnya dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep-konsep.
4. Pembalajaran terpadu membantu siswa dapat memecahkan masalah dan berpikir kritis
untuk dapat dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi nyata.
5. Daya ingat (retensi) terhadap materi yang dipelajari siswa dapat ditingkatkan dengan
jalan memberikan topic-topik dalam berbagai ragam situasi dan berbagai ragam kondisi.
6. Dalam pembelajaran terpadu transfer pembelajaran dapat mudah terjadi bila situasi
pembelajaran dekat dengan situasi kehidupan nyata.

F. Strategi Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu memadukan siswa dan
memadukan materi-materi dari mata pelajaran-mata pelajaran.

1. Integrasi melalui pemaduan siswa

Cara ini memadukan beberapa kelas menjadi satu kelas, sehingga 1


pembelajaran kelas diikuti oleh lebih dari satu tungkat usia siswa. Misalnya
kelas 1 dan kelas 2 SD diajar matematika bersama-sama. Cara ini tentunya
memerlukan keahlian guru untuk memberikan tugas yang bertingkat sehingga siswa
belajar dari yang mudah menuju tingkat yang lebih sulit. Siswa kelas 1 dapat
belajar dari siswa yang lebih tua dan lebih pengetahuannya, sedangkan siswa
yang lebih tua (kelas 2) dapat mengajarkan pengetahuannya kepada siswa yang lebih
muda.

2. Integrasi materi/matapelajaran
Cara ini memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan kegiatan
pembelajaran. Dalam 1 kegiatam pembelajaran siswa belajar berbagai
mata pelajaran misal matematika, Bahasa, IPA, dan IPS. Cara ini biasanya
dilakukan dengan memadukan topik-topik (tema-tema) menjadi satu kesatuan tema yang disebut
tematik unit. Tematik unit merupakan rangkaian tema yang dikembangkan dari suatu tema dasar.
Sedangkan tema dasar merupakan pilihan atau kesepakatan antara guru dengan siswa
berdasarkan kajian keseharian yang dialami siswa dengan penyesuaian dari materi-materi yang
ada pada kurikulum. Selanjutnya tema dasar tersebut dikembangkan menjadi banyak tema yang
disebut unit
tema(subtema).

G. Prosedur pembelajaran terpadu

Pada dasarnya ada 2 tahap yang harus dilalui dalam prosedur pembelajaran terpadu yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

1.Tahap Perencanaan Pembelajaran Terpadu

Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah rangkaian yang


memuat isi dan kegiatan pembelajaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis,
yang akan digunakan sebagai pedoman oleh guru dalam mengelola kegiatan belajar
mengajar. Dalam pembalajaran terpadu perencanaan yang harus dilakukan seorang
guru adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan tema dan unit-unit tema

Pemilihan tema ini dapat datang dari staf pengajar yaitu guru kelas atau guru bidang studi dan
siswa. Biasanya guru yang memilih tema dasarnya dan dengan musyawarah siswa memilih unit
tema. Pemilihan tema dasar yang dilakukan oleh guru dengan mengaju pada tema dan materi-
materi pada pokok bahasan pada setiap matap elajaran yang terdapat padu kurikulum.Tema dapat
juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain, yaitu :tema yang dipilih merupakan consensus antar
siswa, misal dari buku-buku bacaan, pengalaman, minat, isu-isu, yang sedang beredar di
masyarakat dengan mengingat ketersediaan sarana dan sumber belajar yang sesuai dengan
tingkat perkembanagn siswa.

1) Tema dasar-Unit tema

Tema dapat muncul dari siswa, kemudian guru yang mengorganisir


atau guru melontarkan tema dasar, kemudian siswa mengembangkan unit temanya.

2) Curah pendapat

Curah pendapat ini bermanfaat untuk memunculkan tema dasar


kemudian dikembangkan menjadi unit tema. Setelah tema dasar dan unit tema dipilihmaka akan
terbentuk jarring-jaring.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penentuan tema, yaitu :

 Penentuan tema merupakan hasil ramuan dari berbagai materi di dalam satu atau
beberapa matapelajaran.
 Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terpadu dalam
materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar oleh para
siswa.
 Tema disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa sehingga asas perkembangan
berpikir anak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
 Tema harus bersifat cukup problematic atau popular sehingga membuka kemungkinan
luas untuk melaksanakan pembelajaran yang beragam yang mengandung substansif yang
lebih luas yang apabila dibandingkan dengan pembelajaran yang biasa.

b. Langkah perencanaan aktivitas

Langkah perencanaan aktivitas disini meliputi : pemilihan sumber, pemilihan aktivitas, dan
perencanaan evaluasi. Evaluasi dalam pembalajaran terpadu meliputi berikut ini :

 Janis evaluasi yaitu evaluasi otentik.


 Sasaran evaluasi berupa proses dan hasil belajar siswa.
 Aspek yang dievaluasi : Keseluruhan aspek kepribadian siswa dievaluasi yaitu
meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
 Teknik-teknik evaluasi yang digunakan meliputi :
 Observasi (mengamati prilaku hasil belajar siswa ) dengan menggunakan daftar cek atau
skala penilaian.
 Wawancara guru dan siswa dengan menggunakan pedoman wawancara.
 Evaluasi siswa
 Jurnal siswa
 Portofolio
 Tes prestasi belajar (baku atau buatan guru)

c. Kontrak belajar

Kontrak belajar ini akan memeberikan arah dan isi aktivitas


siswa dan merupakan suatu kesepakatan anatara guru dan siswa.

2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu dan Evaluasi

Pada tahap pelaksanan ini langkah-kangkahnya adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas siswa, aktivitas dapat berupa: pengumpulan informasi baik kelompok


maupun individual, membaca sumber, wawancara dengan narasumber, pengamatan lapangan,
eksperimen, pengolahan informasi, dan penyusuna laporan.
b. Kulminasi (Sharing) dalam bentuk penilaian proses (merupakan dampak dari proses
pembelajaran,dampak pengiring,prosedur formal dan informal terutama untuk memperoleh
balikan yaitu penyajian laporan, diskusi dan balikan, unjuk kerja dan pameran, serta evaluasi.

II. PEMBELAJARAN TERPADU MODEL WEBBED

A. Pengertian pembelajaran model webbed

Model webbed merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai dasar
pembelajaran. Model pembelajaran ini memadukan multi disiplin ilmu atau berbagai mata
pelajaran yang diikat oleh satu tema (Robin F.1991). Pada dasarnya menggunakan pendekatan
tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema
yang ditetapkan dapat dipilih antara guru dengan siswa atau sesama guru atau siswa sendiri.
Setelah tema telah disepakati maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan
memperhatikan kaitannya dengan matapelajaran yang lain.

Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa. keuntungan
dari model pembelajaran terpadu ini bagi siswa adalah diperolehnya pandangan hubungan yang
utuh tentang kegiatan dari ilmu-ilmu yang berbeda. Contoh: Siswa dan guru memnentukan tema
misalnya air, maka guru-guru matapelajaran dapat mengajarkan tema air itu ke dalam sub-sub
tema misalnya siklus air, kincir angin, air waduk, air sungai, bisnis air dari PDAM yang
tergabung dalam matapelajaran matematika, IPS, IPA.

Apakah Model Webbed Itu? Kurikulum Webbed yang mewakili pendekatan tematik adalah
pendekatan subjek. Secara khusus pendekatan tematik ini untuk pengembangan kurikulum
dimulai dengan satu tema seperti “transportasi” atau “penemuan-penemuan.” Satu team
department yang berseberangan telah membuat keputusan ini, menggunakan tema tersebut
sebagai satu lapisan untuk subjek yang berbeda; penemuan memimpin satu studi mesin yang
simple dalam bidang ilmu pengetahuan, bacaan dan penulisan tentang para penemu dalam seni
bahasa, rancangan dan model bangunan dalam industri seni, lukisan dan pembelajaran Rube
Goldberg kontrapsi dalam Matematika, pembuatan kartu flow dalam kelas teknologi computer.
Dalam jaringan yang lebih rumit, unit pembelajaran yang berbelit-belit dapat dikembangkan
dalam integrasi yang terjadi dalam semua daerah yang sesuai.

Terlihat seperti apakah Webbed itu? Di situasi yang berhubungan dengan departmen,
pendekatan kurikulum webbed untuk pengintegrasian sering menerima melalui penggunaan satu
generic yang adil tapi tema yang subur seperti “pola” atau “lingkaran”. Konsep tema ini
menyediakan kemungkinan yang kaya untuk dapat melekat dalam penyebaran berbagai disiplin.
Konsep tema yang sama seperti pola atau konflik menyediakan kesuburan tanah bagi
penyeberangan-berbagai disiplin ilmu, model dasar dapat juga menggunakan satu buku atau satu
jenis buku sebagai topik, untuk secara tematik menggorganisasikan kurikulum mereka. Sebagai
contoh, cerita rakyat atau dog stories (cerita anjing) dapat menjadi katalisis untuk kurikulum
webbed.
Kedengaran seperti apakah webbed itu? Ketika mencari sebuah tema, team guru biasanya
memulai dengan perolehan ide yang seperti interaksi yang sungguh-sungguh, percakapan, dan
dialog dengan seluruh rekan: “Bagaimana dengan yang ini?” “Bagaimana menurut kamu tentang
ini?” “Mari kita membuat brainstorm (kerangka) satu daftar panjang. Saya tidak ingin
menggunakan yang pertama kali kita pikirkan harus dilakukan. “Mungkin kita harus bertanya
pada anak-anak untuk ide mereka.” “Saya mempunyai beberapa daftar dari tema ide-ide dari satu
workshop.” “Yeah, tapi kita harus melihat daftar tersebut dengan seksama dan
membandingkannya dengan beberapa criteria. Saya mempunyai ’kriteria disini.” Dan juga
berjalan karena mereka menggali kemungkinan dan merancang arahan untuk pencapaian satu
keputusan.

Pembelajaran ini akan terjadi antara lain jika kejadian yang wajar/eksplorasi suatu topik
merupakan inti dalam pengembangan kurikulum. Dengan berperan aktif dalam eksplorasi
tersebut siswa akan mempelajari materi ajar dan proses melalui bidang studi dalam waktu
bersamaan. Dalam model pembelajaran ini guru memilih tema yang sama atau hampir sama dari
beberapa standar kompetensi dengan lintas mata pelajaran atau pada bidang studi yang berbeda.
Misal PKN dengan IPS, IPA, Matematika, Seni dan Bahasa Indonesia. Lebih jelasnya silakan
memperhatikan contoh Webbed di bawah ini.

Matematik

Garis biliangan
BI

Menceritakan pengalaman yg menyenangkan


PKN, mengenal makna satu nusa satu bangsa dan bahasa
IPS

kerja sama di lingkungan rumah rumah


IPA

Ciri mahluk hidup dan tak hidup

A
Tema Pengalaman

Bagan model pembelajaran terpadu webbed

B. Langkah-langkah dalam model pembelajaran jaring laba-laba sebagai berikut :

Pada model ini guru menyajikan pembelajaran dengan tema dan sub tema yang disepakati dan
dihubungkan dengan antar pelajaran. Sehingga siswa memperoleh pandangan hubungan yang
utuh tentang kegiatan dari mata pelajaran yang berbeda-beda. Menurut Tisno (1998) dalam
pembelajaran terpadu model webbed, pelajaran dimulai dari suatu tema. Tema diramu dari
pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan dari beberapa mata pelajaran yang dijabarkan
dalam konsep, ketrampilan atau kemampuan yang dikembangkan dan didasarkan atas situasi dan
kondisi kelas/sekolah/guru dan lingkungan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran jaring laba-laba sebagai berikut :

1. Guru menyiapkan tema utama dan tema lain yang telah dipilih dari beberapa standar
kompetensi lintas mata pelajaran/bidang Studi.
2. Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih, misalnya tema matematika, kesenian,
bahasa dan IPS yang sesuai dengan tema utama yang telah ditetapkan.
3. Guru menjelaskan tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas.
4. Guru memilih konsep atau informasi yang bisa mendorong belajar siswa dengan
pertimbangan lain yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran terpadu.

Pada dasarnya pembelajaran terpadu model Webbed mengikuti tahap-tahap yang dilakukan
dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi 3 tahap yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

Perencanaan Pelaksanaan Kulminasi


1. Penjajagan tema (curah pendapat)
2. Penetapan tema (analisis + sintesis)
3. Pengembangan sub-tema (analisis +
sintesis, pembagian tugas)
4. Penetapan kegiatan/ kontrak belajar
1. Pengumpulan informasi
(kelompok, individual;
membaca sumber, wawancara
dengan nara sumber,
pengamatan lapangan,
eksperimentasi)
2. Pengolahan informasi (analisis,
komparasi, sintesis)
3. Penyusunan laporan (verbal,
grafis, model)
4. Penyajian laporan (tertulis,
lisan, unjuk kerja; individual,
kelompok, presentasi, dll)
5. Penilaian (proses, produk)

C. Kelebihan pembelajaran model webbed

Kelebihan dari pendekatan webbed antara lain ( Indrawati, 2009)

1. Peyeleksiaan tema sesuai dengan minat maka akan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Lebih mudah dilakukan oleh yang kurang atau belum berpengalaman
3. Dapat memotivasi siswa, membantu siswa untuk melihat keterhubungan antar gagasan.
4. Pendekatan tematik atau model webbed menyediakan satu payung yang dapat dilihat dan
memotivasi siswa.
5. Memberikan kemudahan bagi siswa untuk melihat bagaimana perbedaan aktifitas dan
ide- ide berbeda tersebut dihubungkan.

D. Kekurangan pembelajaran model webbed

Selain kelebihan model webbed juga memiliki beberapa kekurangan.

1. Kesulitan yang paling serius dengan model webbed terletak pada pemilihan satu tema.
2. Tema yang digunakan harus dipilih baik-baik secara selektif agar menjadi berarti, juga
relevan dengan kontent.
3. Cenderung merumuskan tema yang dangkal.
4. Dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada
pengembangan konsep.

E. Kapan model webbed ini bermanfaat?

Model webbed untuk penyatuan kurikulum adalah satu pendekatan team yang memerlukan
waktu untuk berkembang. Waktu penulisan kurikulum adalah satu kesempatan untuk meniru
model ini sehingga para guru dapat sepenuhnya mengeksplor tema-tema pilihan dan merancang
kriteria sebagai kualitas. Model ini memerlukan perencanaan yang ekstensif (terus menerus) dan
koordinasi dari seluruh berbagai sekolah. model ini yang sangat bagus untuk digunakan ketika
percobaan dua hingga empat minggu unit percobaan antar cabang ilmu pengetahuan.
Dikarenakan kehebatan perencanaan memerlukan untuk melakukan model ini dengan baik,
disarankan untuk memulai dengan satu kurikulum yang dapat diatur.

F. Implementasi model pembelajaran terpadu model webbed pada mata pelajaran IPS,
PKN, Bahasa Indonesia dan Matematika di kelas I Sekolah Dasar dengan tema Diri
Sendiri

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran terpadu tergantung pada rencana yang dibuat


dengan memperhatikan kondisi potensi yang dimiliki siswa. Adapun tahap-tahap yang dilakukan
dalam mengimplementasikan pembelajaran terpadu model webbed adalah sebagai berikut:

v Tahap Perencanaan Pembelajaran

Beberapa langkah perencanaan pembelajaran terpadu model webbed yang perlu diperhatikan
adalah: (1) Pemetaan Kompetensi Dasar, (2) Penetuan tema, (3) Penjabaran kompetensi dasar ke
dalam indikator sesuai dengan tema, (4) Pengembangan Silabus, (5) Penyusunan Rencana
Pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan langkah-langkah tersebut diatas, maka implementasi
terhadap perencanaan pembelajaran terpadu model webbed pada mata pelajaran IPS, PKn,
Bahasa Indonesia dan Matematika kelas I SD sebagai berikut
1. 1. Pemetaan Kompetensi Dasar

Pada langkah pertama ini, kegiatan yang perlu dilakukan antara lain:

1. Mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran IPS,
PKN, Bahasa Indonesia dan Matematika yang dapat dipadukan pada tingkat kelas yang
sama. Kegiatan ini dilakukan untukmemperoleh ganbaran yang utuh dan menyeluruh dari
mata pelajaran yang akan dipadukan
2. Menentukan tema pengikat antara Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Tabel 1 : Penjabaran Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas I semester 1 Sekolah
Dasar

Mata Pelajaran Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


1. Bilangan 1.1 Membilang banyak benda

Melakukan Penjumlahan dan


pengurangan bilangan sampai 20
1. Geometri dan pengukuran 2.1 Menentukan waktu (pagi, siang,
Matematika
malam),(hari, jam)
Menggunakan pengukuran waktu
dan panjang 2.2 Mengelompokkan berbagai
bangun ruang sederhana (balok,
prisma, tabung, bola dan kerucut)
1. Memahami identitas diri dan 1.1 Mengidentifikasi identitas diri,
keluarga, serta sikap saling keluarga dan kerabat
IPS menghormati dalam
kemajemukan keluarga

1. Mengenal diri sendiri, agama 1.1 Menjelaskan perbedaan jenis


PKn dan suku bangsa kelamin, agama dan suku bangsa

1. Mendengarkan 1.1 Membedakan bunyi bahasa

Memahami bunyi bahasa, perintah


dogeng yang dilisankan
1. Berbicara 2.1 Memperkenalkan diri sendiri
Bahasa dengan kalimat sederhana dan
Mengungkapkan pikiran, perasaan berbahasa yang santun.
Indonesia dan informasi secara lisan dengan
perkenalan dan tegur sapa,
pengenalan benda dan fungsi
anggota tubuh
1. Membaca 3.1 Membaca nyaring suku kata dan
kata dengan lafal yang tepat
Memahami teks pendek dengan
membaca nyaring
1. Menulis 4.1 Menjiplak berbagai bentuk
gambar, lingkaran dan bentuk huruf
Menulis permulaan dengan
menjiplak, menebalkan, mencontoh,
melengkapi, dan menyalin

Berdasarkan pemetaan kompetensi mata pelajaran diatas, maka kompetensi dasar yang akan
dipadukan pada mata pelajaran PKn, IPS, Matematika dan Bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut:

Tabel 2 : Pemetaan Kompetensi Dasar yang dipadukan pada mata pelajaran PKn,
IPS, Matematika dan Bahasa Indonesia

Matematika IPS PKn Bahasa Indonesia


1.1 Membilang 1.1 Mengidentifikasi 1.1 Menjelaskan 2.1 Memperkenalkan diri
banyak benda identitas diri, keluarga perbedaan jenis sendiri dengan kalimat
dan kerabat kelamin, agama dan sederhana dan bahasa yang
suku bangsa santun.

1. 2. Penentuan Tema

Setelah pemetaan Kompetensi Dasar, langkag berikutnya adalah pemetaan tema. Dalam
menentukan tema harus relevan dengan kompetensi dasar yang telah dipetakan. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tema:

1. Tema merupakan perekat antar Kompetensi Dasar.


2. Tema selain relevan dengan Kompetensi Dasar, sebaiknya juga relevan dengan
pengalaman pribadi siswa dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.
3. Dalam menentukan tema isu sentral yang sedang berkembang saat ini dapat menjadi
prioritas yang dipilih dengan tidak menngabaikan keterkaitan antar Kompetensi Dasar
yang dipetakan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan memperhatikan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran
IPS, PKn, Matematika dan Bahasa Indonesia maka tema yang akan digunakan dalam
pembelajaran bertemakan “Diri Sendiri” dengan sub tema “Identitas Diri” karena menjadi
perekat antar Kompetensi Dasar.

1. 3. Penjabaran Kompetensi Dasar dalam Indikator

Mata Pelajaran Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator


Matematika 1. Bilangan 1.1 Membilang 1.1.1 Membilang atau
banyak benda menghitung secara urut
Melakukan Penjumlahan
dan pengurangan bilangan
sampai 20
1.1.2 Menyebutkan
banyak benda
1.1.3 Membandingkan
dua kumpulan benda
melalui istilah lebih
banyak, lebih sedikit
atau sama banyak
IPS 1. Memahami identitas 1.1Mengidentifikasi 1.1.1 Menyebutkan
diri dan keluarga, serta identitas diri, keluarga nama lengkap dan
sikap saling dan kerabat nama panggilan
menghormati dalam 1.1.2 Menyebutkan
kemajemukan alamat tempat tinggal
keluarga 1.1.3 Menyebutkan
nama ayah, ibu dan
saudara dan wali
Bahasa 1. Berbicara 2.1 Memperkenalkan 2.1.1 Menyebutkan
Indonesia diri sendiri dengan data diri (nama, kelas,
Mengungkapkan pikiran, kalimat sederhana dan sekolah, dan tempat
perasaan dan informasi secara bahasa yang santun. tinggal) dengan kalimat
lisan dengan perkenalan dan sederhana
tegur sapa, pengenalan benda
dan fungsi anggota tubuh

PKn 1. Mengenal diri sendiri, 1.1 Menjelaskan 1.1.1 Menyebutkan


agama dan suku bangsa perbedaan jenis kelamin, berdasarkan jenis
agama dan suku bangsa kelamin anggota
keluarga

G. GAMBAR MODEL PEMBELAJARAN TERPADU MODEL WEBBED UNTUK


KELAS I SD TEMA “DIRI SENDIRI” Dengan diagram sebagai berikut:
Matematika

- Membilang atau Menghitung secara urut.

- Menyebutkan banyak benda.

PKN

- – Menyebutkan jenis kelamin anggota keluarga

- – Menyebutkan jenis kelamin teman sebangku

Bahasa Indonesia

- Berbicara:

- – Menyebutkan identitas diri dengan kalimat sederhana dengan bahasa yang santun.

- Menanyakan data diri, orang

tua,saudara dan teman sekelas.


IPS

- Menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.

- Menyebutkan alamat tempat tinggal.

- Menyebutkan nama ibu, ayah dan saudara

Diri sendiri

Keterangan

Diagram yang menggambarkan pembelajaran terpadu model webbed dijelaskan antar bidang
studi matematika, IPS, PKN dan Bahasa Indonesia dengan tema ”Diri Sendiri” sub tema
”Identitas Diri”
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Solichah. 2000. Aritmatika Sosial ( Paket Penataran ) Yogyakarta : PPPG

Matematika.

Fogarty,R. 1991. Constructing knowledge together classroom as center of inquiry and

literacy. Portsmoth. NH : Heineman.

————, 1991. How to integrate the curricula. Palatine, Illionois : IRI / Skylight

publhising, Inc.

Hadisubroto, Tisno. 1998. Buku materi pokok pembelajaran terpadu model 1 sampai

dengan 6. Jakarta : Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan

Kebudayaa.

Indrawati, 2009. Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar, PPPPTK IPA

Olivia, P.F. 1997. Developing the curriculum. Third edition. New York, NY : Harper

Collins publishers, Inc.

Siskandar. 2003. Kegiatan belajar mengajar yang efekif. Jakarta : Dekdiknas.

Sukayati. 1998. Pembelajaran terpadu ( ringkasan dan refleksi ). Makalah tidak

dipublikasikan. Malang : Program pasca sarjana IKIP Malang.

Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta : penerbit

Kanisius

Tim Pengembanangan PGSD.1997. Pembelajaran terpadu D.11 PGSD dan S-2

pendidikan dasar. Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Tim. 2003. Kurikulum 2004 Mata pelajaran Sains SD/SMP/SMA. Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional

Tim. 2003. Kurikulum 2004 Mata pelajaran Matenatika . Jakarta : Departemen


Pendidikan Nasional

Tim. 2003. Kurikulum 2004 Mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional

http://rbaryans.wordpress.com/2007/04/19/mengapa-memilih-pembelajaran-terpadu/

http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/model-webbed.html

http://srihendrawati.blogspot.com/2009/09/artikel.html

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK TIPE SPIDER WEBBED UNTUK


MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP IPA DAN KETERAMPILAN PROSES
SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

OLEH:

SRI HENDRAWATI, S.Pd, M.Pd


SDN Sukaluyu 1 Bandung

Dr. WAHYU SOPANDI, M.A


Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung

Dr.Phill. ARI WIDODO, M.Ed


Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

Abstrak

Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah dasar khususnya kelas rendah sejak
bergulirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006, ternyata masih banyak
kendala di lapangan dan tidak sesuai dengan ketentuan Stándar Isi Permendiknas No.22 Tahun
2006. Oleh sebab itu diperlukan sebuah upaya penerapan pembelajaran tematik yang sesuai
dengan Standar Isi dan mampu meningkatkan mutu pembelajaran. Pembelajaran tematik adalah
pembelajaran terpadu lintas bidang studi yang menggunakan tema sebagai pengikat kegiatan
pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan/N-Gain penguasaan konsep IPA siswa kelas
tematik (0,50) dan N-Gain keterampilan proses sains siswa kelas tematik (0,60) lebih tinggi
dibandingkan N-Gain penguasaan konsep IPA siswa kelas non tematik (0,24) dan N-Gain
keterampilan proses sains siswa kelas non tematik (0,30). Peningkatan penguasaan konsep IPA
dan keterampilan proses sains siswa selain dipengaruhi oleh model pembelajaran tematik yang
diterapkan, juga dipengaruhi oleh tingkat klasifikasi kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan agar ada penelitian lanjutan
berkenaan dengan pembentukan sikap ilmiah melalui pembelajaran tematik serta penelitian
untuk mengembangkan bahan ajar tematik yang memiliki peranan penting dalam keberhasilan
siswa dalam pembelajaran.

Pendahuluan

Mata pelajaran IPA dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun1994 mulai diajarkan sejak kelas
III hingga kelas VI, namun sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada tahun 2006 maka pembelajaran IPA diberikan sejak kelas I, namun teknik
pelaksanaannya menggunakan model pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah suatu
model terapan dari pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam
satu kesatuan yang terikat oleh tema. Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD
dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah sekolah dasar, pada umumnya
berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan
(holistik) serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana (Diknas,
2006). Namun dalam pelaksanaannya, pembelajaran terpadu atau tematik ini masih mengalami
masalah dan hambatan. Pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas I-III tidak berjalan sesuai
dengan ketentuan Standar Isi, karena guru-guru mengalami kesulitan dalam menyusun silabus
sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam
Standar Isi. Selain itu guru-guru mengalami kesulitan dalam mengalokasikan waktu yang harus
dipergunakan dalam seminggu, karena tidak ada ketentuan alokasi waktu untuk setiap tema yang
ditetapkan. Hal ini disebabkan guru-guru belum memahami esensi dan praktek pembelajaran
tematik. Mereka umumnya belum mendapat pelatihan yang cukup memadai dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik (Puskur, 2007).

Pembelajaran tematik jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar akan
memberikan peluang bagi pengembangan proses pembelajaran IPA. Hal ini sejalan dengan
landasan filosofis pembelajaran terpadu yang berlandaskan paham konstruktivisme yang
menyatakan bahwa pembelajaran bermakna dikonstruksi oleh siswa sebagai hasil dari
pengalamannya dalam menghadapi lingkungannya, melalui skema atau struktur kognitif yang
akan menyatukan pemahaman dunianya (Saunders, 1992). Berdasarkan beberapa hasil penelitian
dan fenomena yang terjadi dilapangan, maka diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui
penerapan model pembelajaran tematik dalam menunjang proses pembelajaran IPA khususnya
untuk meningkatkan penguasaan konsep dan penguasaan keterampilan proses IPA.

Pembelajaran tematik adalah bagian dari pembelajaran terpadu (integrated learning)


yang merupakan suatu konsep pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang
studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.

Menurut Fogarty (1991) dalam bukunya How To Integrate The Curricula , ada 10 macam model
pembelajaran terpadu, seperti : fragmented (penggalan), connected (keterhubungan), nested
(sarang), sequenced (pengurutan), shared (irisan), webbed (jaring laba-laba), threaded (bergalur),
integrated (terpadu), immersed (terbenam), dan networked (jaringan kerja).

Pembelajaran tematik model Jaring Laba-laba (Spider Webbed) adalah model


pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (Fogarty,1991). Pendekatan ini
pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Setelah tema disepakati, maka
dikembangkan menjadi subtema dengan memperlihatkan keterkaitan dengan bidang studi lain.
setelah itu dikembangkan berbagai aktivitas pembelajaran yang mendukung. Tema merupakan
pengikat setiap kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata
pelajaran. Model ini sangat tepat diterapkan di sekolah dasar karena pada umumnya siswa pada
tahap ini masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya
tidak pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional, terutama di
kelas-kelas awal sekolah dasar (kelas I dan II).

Penelitian tentang pembelajaran tematik dilakukan pula oleh Turpin dan Cage (1998)
pada siswa kelas VII yang menggunakan kurikulum IPA terpadu. Hasilnya menunjukkan bahwa
pembelajaran tematik memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi pencapaian siswa
dalam mempelajari sains, kemampuan keterampilan proses sains siswa serta kepemilikan sikap
ilmiah. Siswa yang belajar menggunakan kurikulum IPA terpadu menunjukkan hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan siswa yang tidak menggunakan pembelajaran tersebut.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan disain yang disebut
nonequivalent kontrol group design dengan menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Menurut Sugiyono (2007) disain ini memiliki kelompok kontrol namun tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Pertimbangan penggunaan disain ini adalah sulit sekali menemukan kelas yang
memiliki karakteristik yang sama persis, baik dari segi kemampuan intelektual (IQ),
motivasi/minat belajar IPA, latar belakang siswa, serta faktor-faktor lainnya yang mungkin dapat
mempengaruhi proses pembelajaran selama penelitian berlangsung. Sugiyono (2007)
mengatakan bahwa pada jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan subjek tidak secara
acak. Desain eksperimennya adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Disain Penelitian


Kelas Eksperimen O1 X1 O2
Kelas Kontrol O1 O2

Keterangan :

O1 = Tes awal

O2 = Tes akhir

X1 = Perlakuan berupa penerapan pembelajaran tematik

Untuk memperoleh data pada kelas tersebut diberikan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest).
Perbedaan antara kedua kelas tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, dimana
kelas eksperimen pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tematik tipe spider
webbed, sedangkan kelas kontrol pembelajarannya secara non tematik.

Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SDN Jamika 1 yang berada di Jalan Pagarsih Gang Pak
Oyon Kota Bandung. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di
sekolah tersebut belum melaksanakan pembelajaran tematik secara utuh bahkan cenderung masih
bersifat non tematik dengan pemisahan mata pelajaran yang jelas. Subjek dalam penelitian ini
yaitu guru kelas II dan siswa kelas II pada SDN Jamika 1. Dasar pertimbangan pemilihan tingkat
kelas adalah bahwa siswa kelas II diasumsikan sudah dapat membaca lancar kalimat sederhana,
dengan demikian diharapkan pada saat penelitian tidak terdapat kendala yang cukup berarti pada
saat siswa membaca soal-soal tes. Siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol kemudian
diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah. Berikut adalah deskripsi siswa pada kedua kelas berdasarkan
klasifikasi tingkat kemampuan siswa.

Tabel 2 Klasifikasi Siswa Berdasarkan Tingkat Kemampuan


Tingkat Klasifikasi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kemampuan Rendah 8 siswa 6 siswa
Kemampuan Sedang 32 siswa 31 siswa
Kemampuan Tinggi 9 siswa 12 siswa
Jumlah siswa 49 siswa 49 siswa

Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Perangkat Model Pembelajaran Tematik,
(2)Tes Keterampilan Proses Sains, (3) Tes Penguasaan Konsep IPA, (4)Lembar Observasi, dan
(5) Lembar Panduan Wawancara.

Setiap instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah melalui tahapan pengujian atau
validasi, baik oleh ahli maupun secara uji empirik di lapangan. Khusus untuk pengujian
instrumen berbentuk tes, validasi empirik memegang peranan yang sangat penting untuk
mengetahui tingkat keterandalannya. Tes yang baik biasanya memenuhi kriteria validitas tinggi,
reliabilitas tinggi, daya pembeda yang baik, dan tingkat kesukaran yang layak. Pengolahan data
hasil uji coba instrumen ini dilakukan dengan menggunakan sebuah software Anates versi 4.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data utama dan data
penunjang. Data utama yang dikumpulkan merupakan data kuantitatif berupa skor tes
penguasaan konsep IPA dan skor tes keterampilan proses sains siswa pada kedua kelas. Data
selanjutnya yang dikumpulkan adalah data hasil observasi kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan pada kedua kelas, yang kemudian dideskripsikan untuk memperoleh gambaran
mengenai proses pembelajaran yang berlangsung sehingga dapat memberikan penjelasan
mengenai penyebab terjadinya perbedaan perolehan skor siswa sebelum dan sesudah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Data pendukung lainnya adalah hasil wawancara dengan guru mengenai
proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Teknik Pengolahan Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diolah dengan teknik
perhitungan secara statistik menggunakan program SPSS for windows 12. Peningkatan yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain faktor (N-Gain) (Meltzer, 2002).
Untuk mendeskripsikan hasil penelitian, maka dibutuhkan data pendukung berupa hasil observasi
pembelajaran serta hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru.

Hasil Penelitian
A. Penguasaan Konsep IPA

Tes penguasaan konsep IPA siswa diberikan kepada siswa kelas eksperimen maupun kelas
kontrol, berupa soal tes awal dan tes akhir penguasaan konsep IPA. Berikut ini disajikan diagram
perbandingan nilai penguasaan konsep IPA siswa pada kedua kelas.

Gambar 1 Diagram Nilai Rerata Penguasaan Konsep IPA Siswa Pada Kedua Kelas

Gambar 1 di atas memberikan gambaran secara umum bahwa sebelum pembelajaran


dilaksanakan, kemampuan siswa menjawab tes awal penguasaan konsep IPA pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki perbedaan yang yang berarti. Setelah proses
pembelajaran hasil rerata tes akhir penguasaan konsep IPA siswa pada kelas eksperimen yang
menerapkan pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol dengan indeks N-Gain penguasaan konsep IPA kelas eksperimen (0,50) termasuk
dalam kategori sedang (Meltzer, 2002) dan N-Gain penguasaan konsep IPA kelas kontrol (0,24)
termasuk kategori rendah. Hasil pengujian Anova menunjukkan bahwa N-Gain penguasaan
konsep IPA pada kedua kelas dipengaruhi oleh (1) model pembelajaran yang diterapkan dan (2)
tingkat klasifikasi kemampuan siswa. Berdasarkan uji Befferoni menggunakan SPSS for
windows 12 diperoleh hasil bahwa perbedaan tingkat N-Gain terjadi pada setiap tingkat
klasifikasi kemampuan siswa pada kedua kelas. Untuk memperjelas gambaran perbedaan rerata
N-Gain penguasaan konsep IPA pada kedua kelas, dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Gambar 2 Diagram estimated marginal means of N-Gain penguasaan konsep IPA

Hasil pengujian statistik di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran tematik lebih
efektif meningkatkan nilai penguasaan konsep IPA siswa berkemampuan tinggi dan siswa
berkemampuan sedang dibandingkan siswa pada kelas kontrol yang memiliki kemampuan tinggi.
Pembelajaran tematik juga lebih efektif dapat meningkatkan nilai penguasaan konsep IPA siswa
berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah pada kelas eksperimen dibandingkan
siswa pada kelas kontrol yang memiliki kemampuan sedang dan kemampuan rendah.
B. Keterampilan Proses Sains Siswa

Tes keterampilan proses sains diberikan kepada siswa kelas eksperimen maupun kelas
kontrol, berupa soal tes awal dan tes akhir penguasaan konsep IPA. Berikut ini disajikan diagram
perbandingan rerata nilai keterampilan proses sains siswa pada kedua kelas.

Gambar 3 Diagram rerata nilai keterampilan proses sains siswa pada kedua kelas

Gambar 3 di atas memberikan gambaran secara umum bahwa sebelum pembelajaran


dilaksanakan, kemampuan siswa menjawab tes awal keterampilan proses sains pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki perbedaan yang berarti. Setelah proses
pembelajaran hasil rerata tes akhir keterampilan proses sains siswa pada kelas eksperimen yang
menerapkan pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol, meskipun indeks N-Gain keterampilan proses sains kelas eksperimen dan kelas
kontrol termasuk dalam kategori sedang (Meltzer, 2002). Berdasarkan pengujian anova dapat
disimpulkan bahwa N-Gain keterampilan proses sains siswa pada kedua kelas dipengaruhi oleh
model pembelajaran yang diterapkan. Namun N-Gain keterampilan proses sains tidak
dipengaruhi oleh tingkat klasifikasi kemampuan siswa. Berdasarkan uji Befferoni menggunakan
SPSS for windows 12 diperoleh hasil bahwa perbedaan tingkat N-Gain terjadi pada setiap tingkat
klasifikasi kemampuan siswa pada kedua kelas. Untuk memperjelas gambaran perbedaan rerata
N-Gain penguasaan konsep IPA pada kedua kelas, dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Gambar 5 Diagram Estimated Marginal Means of N-Gain Keterampilan Proses Sains

Hasil pengujian statistik di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran tematik dapat
lebih efektif meningkatkan kemampuan penguasaan keterampilan proses sains siswa pada kelas
eksperimen, baik siswa berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah, bahkan peningkatan
siswa berkemampuan rendah di kelas tematik lebih tinggi dari siswa berkemampuan tinggi di
kelas non tematik.

Pembahasan

Melalui model pembelajaran tematik tipe spider webb pada tema ”Matahariku”, belajar
materi IPA dapat dilakukan secara bersamaan saat siswa belajar membaca (pelajaran Bahasa
Indonesia). Hal ini nampak dalam proses pembelajaran bahwa materi-materi IPA dijadikan juga
sebagai media untuk belajar Bahasa Indonesia. Hal ini menjadi sebuah keuntungan tersendiri
bagi siswa bahwa ia mendapatkan dua keuntungan sekaligus, mendapatkan materi IPA dan
Bahasa Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar
pembelajaran terpadu yaitu prinsip the hidden curriculum, dimana pembelajaran yang
dikembangkan memuat pesan yang tersembunyi namun penuh makna bagi siswa (Sa’ud, 2006).

Model pembelajaran tematik spider webb pada tema ”Matahariku” mengemas pengalaman
belajar yang dirancang untuk memberikan kebermaknaan pengalaman bagi para siswa.
Pengalaman belajar yang demikian dapat lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual dan
menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi
bidang studi yang relevan akan membentuk skema, sehingga anak akan memperoleh keutuhan
dan kebulatan pengetahuan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan William (Sa’ud, 2006),
bahwa perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan
dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.

Prinsip-prinsip pembelajaran terpadu, seperti prinsip the learning environment (Sa’ud,


2006) dalam pembelajaran tematik dilaksanakan untuk menyediakan lingkungan belajar di kelas
yang memberikan kebebasan bagi siswa untuk berpikir dan berkreativitas. Hal ini nampak sangat
jelas ketika siswa melakukan aktivitas berpikir dan berkreativitas dalam waktu yang bersamaan,
pada saat membuat jam matahari, membuat wayang-wayangan, melakukan percobaan sederhana
untuk mengidentifikasi bayangan serta mencatat dan melakukan pengukuran terhadap panjang
bayangan benda.

Kegiatan hands-on (percobaan/praktikum) yang dilakukan secara berkelompok membuat siswa


leluasa untuk berinteraksi dengan sesama siswa, dengan guru, bahkan dengan lingkungan.
Pembelajaran juga tidak dilakukan secara monoton di dalam kelas, melainkan penuh aktivitas
berkelanjutan, dimana siswa bisa keluar masuk kelas untuk mencatat hasil pengamatan
bersamaan dengan aktivitas lain yang dilakukan di kelas.

Pembelajaran tematik yang diterapkan ini dikemas dengan memperhatikan aturan


pembelajaran IPA dan juga mata pelajaran lain yang terkait. Pengemasan pembelajaran IPA
melalui model tematik ini beranjak pula dari paham konstruktivisme yang mengarahkan
pemahaman yang lebih hakiki dari pengertian IPA dan makna dari pembelajaran IPA itu sendiri.
Berbicara tentang IPA berarti berbicara pula tentang proses IPA dengan kata lain IPA adalah
proses IPA. Belajar tentang IPA adalah belajar bagaimana menemukan IPA melalui serangkaian
proses ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip IPA.

Pengemasan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran tematik ini ditekankan pada
keaktifan siswa, sesuai apa yang diungkapkan Yager (Susanto, 2002) bahwa belajar sains
dilakukan melalui keaktifan siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya, membandingkan
informasi baru dengan pemahaman yang telah dimiliki dan menggunakan semua pengetahuan
atau pengalaman itu untuk untuk bekerja melalui perbedaan-perbedaan yang ada pada
pengetahuan baru dan lama untuk mencapai pemahaman baru.

Melalui penerapan model pembelajaran tematik ini, upaya mengkonstruksi pengetahuan dan
konsep IPA siswa dilakukan dengan cara menggali pemahaman awal siswa mengenai materi
IPA, dalam hal ini tentang matahari. Pertanyaan-pertanyaan yang variatif diajukan guru sebagai
apersepsi untuk mengungkap pengetahuan awal siswa. Hal ini sejalan dengan paham
konstruktivisme yang berdasarkan pada pada prinsip pengetahuan muncul dan hanya ada dalam
pikiran manusia. Dengan demikian perlu disadari bahwa di dalam kelas, pengetahuan hanya ada
dalam diri peserta didik dan guru, bukan pada papan tulis dan buku-buku, bukan pada
pembicaraan guru-murid atau bukan pula pada aktivitas yang dilakukan mereka.
Peningkatan penguasaan keterampilan proses siswa pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa
proses pembelajaran tematik yang dilakukan dapat membantu siswa mengembangkan aspek-
aspek keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Pembelajaran IPA lebih difokuskan pada
kegiatan hands-on dan keaktifan siswa dalam mempelajari materi IPA. Dengan demikian
terdapat pendekatan keterampilan proses sains. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan
oleh Sumantri (2001) bahwa suatu pengajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan
proses berarti pengajaran itu berusaha menempatkan siswa dalam posisi yang amat penting.
Keterampilan proses dapat berkembang pada diri siswa bila diberi kesempatan untuk berlatih
menggunakan keterampilan berpikirnya. Dengan keterampilan proses siswa dapat rnempelajari
IPA sesuai dengan keinginannva. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat
luas sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains sering digunakan dalam beberapa
pendekatan dan metode pembelajaran.

Upaya menghadirkan kegiatan-kegiatan yang memberikan nuansa pembelajaran


keterampilan proses bagi siswa dalam pembelajaran tematik menekankan usaha-usaha
membelajarkan peserta didik bagaimana belajar (to learn how to learn). Usaha ini jelas menuntut
keterlibatan peserta didik dalam kadar keterlibatan belajar yang kuat, tinggi, dan maksimal. Oleh
sebab itu dalam proses pembelajaran, upaya menumbuh kembangkan keterampilan proses sains
ini dilakukan juga pada pelajaran lain yang diintegrasikan, baik Matematika, Bahasa Indonesia
dan SBK.

Keterpaduan Bahasa, Matematika dan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dengan IPA
dalam model pembelajaran tematik tipe spider webb ini telah menghantarkan siswa untuk
memiliki penguasaan konsep IPA dan keterampilan proses sains siswa yang lebih baik pada
kelas eksperimen dibandingkan dengan pencapaian siswa pada kelas kontrol. Hal ini tentunya
menjadi masukan berharga bagi dunia pendidikan bahwa jika prosedur pembelajaran tematik
ditempuh dengan cara yang sesuai dengan hakikatnya, maka keberhasilan siswa dalam belajar
dapat diraih dengan baik. Pembelajaran tematik yang dilakukan tidak perlu dipaksakan dan
diada-adakan, pemilihan konsep dan materi yang sesuai justru akan menjadikan pembelajaran
tersebut lebih bermakna bagi siswa. Dukungan yang perlu diberikan pada kelas yang
menerapkan pembelajaran tematik adalah perhatian dalam penyediaan sarana dan prasarana
pembelajaran yang memadai serta disesuaikan dengan jumlah siswa yang terdapat dalam satu
rombongan belajar, seperti yang disyaratkan dalam standar proses Permendiknas No.41 tahun
2007.

Kesimpulan

Peningkatan penguasaan konsep IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
tematik lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran non tematik.
Peningkatan penguasaan konsep IPA siswa selain dipengaruhi oleh model pembelajaran tematik
yang diterapkan, juga dipengaruhi oleh tingkat klasifikasi kemampuan siswa (tinggi, sedang,
rendah).

Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains siswa yang belajar menggunakan


model pembelajaran tematik lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran non tematik. Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains siswa hanya
dipengaruhi oleh model pembelajaran tematik yang diterapkan, dan tidak dipengaruhi oleh
tingkat klasifikasi kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah).

Proses pembelajaran IPA melalui model pembelajaran tematik dapat dikembangkan lebih
efektif dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPA yang terdiri atas tiga dimensi yaitu
dimensi pengetahuan, proses dan sikap. Pembelajaran tematik ini memberikan peluang bagi
siswa untuk belajar IPA lebih banyak dan lebih baik dengan cara berlatih untuk mengembangkan
kemampuannya dalam bekerjasama dalam kelompok dan merefleksikan hasil pengalaman
belajar mereka di dalam kelompoknya tersebut. Dengan demikian, mata pelajaran IPA dapat
dikembangkan bersama-sama dengan mata pelajaran lain dalam model pembelajaran tematik .

Rekomendasi

Berdasarkan temuan dan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini, maka
peneliti menyampaikan saran-saran berkaitan dengan penerapan pembelajaran tematik. Saran
pertama adalah bahwa pembelajaran tematik yang sangat kental dengan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran, hendaknya tetap memperhatikan penguasaan konsep siswa terhadap materi
yang diajarkan. Sebagaimana diketahui bahwa untuk saat ini teknik penilaian yang dilakukan
masih bersifat pengujian terstandar dengan menekankan aspek penguasaan konsep seperti halnya
Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Oleh sebab itu perlu disiasati upaya
pemantapan penguasaan konsep ini dengan upaya drill (latihan) dengan intensitas yang cukup
untuk menunjang penguasaan konsep tersebut. Saran kedua adalah bahwa meskipun penekanan
utama pembelajaran di kelas rendah (I, II, dan III) adalah pada penguasaan membaca-menulis-
berhitung (Calistung), namun bukan berarti mengabaikan mata pelajaran lainnya. Oleh sebab itu
manfaatkanlah proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika untuk secara bersamaan
mengembangkan keterampilan dan penguasaan konsep siswa terhadap materi-materi yang
terdapat dalam mata pelajaran lainnya secara bersamaan dalam sebuah keterpaduan yang
harmonis dalam pembelajaran. Sebagai saran terakhir, diharapkan agar pada penelitian
selanjutnya dikembangkan bahan ajar tematik serta pengembangan materi pembelajaran tematik
karena peranannya sangat besar bagi pelaksanaan pembelajaran tematik, baik ditinjau dari sisi
siswa dan guru, dan kepentingan peningkatan mutu pendidikan selanjutnya.

Daftar Pustaka
Berlin,D.F. (1994). The Integration of Science and Mathematics Education; highlights from
NSF/SSMA Wingspread Conference Plenary Papers. Scholl Science and mathematics.
94(1), 32-35
Harlen, Wynne & Galton,Maurice. (1990) Assessing Science in the Primary Classroom:
Observing Activities. London ; Paul Chapman Publishing Ltd
Charlesworth & Lind (1999). Math and Science for Young Children, 3rd Ed. Ch.S. Delmar : New
York
Charbonneau, Manon P. (1995). The Integrated Elementary Classroom, a developmental Model
of education for the 21st century. United States: A Simon & Schuster Company
Collins, Gillian & Dixon, Hazel. (1991). Integrated Learning; Planned Curriculum Units
Australia: Bookshelf Publishing Australia ISBN 0 86896 844 7 (Stage 3)
Semiawan, Conny. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta:PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Depdiknas, (2005), Standar Nasional Pendidikan, Jakarta : Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
2005
Depdiknas, (2006), Standar Isi, Jakarta : Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Depdiknas, (2006), Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta : Permendiknas No. 23 Tahun 2006
Depdiknas,(2006). Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: PUSKUR
BALITBANG.
Depdiknas, (2006), Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta :
Permendiknas No. 24 Tahun 2006
Depdiknas, (2006). Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar.
Fogarty, Robin. (1991). The Mindful School. How to Integrate the Curricula. Palatine,Illinois :
IRI/Skylight Publishing,Inc.
Foulds, William. & Rowe,John. (1996). The Enhancement of Science Process Skills in Primary
teacher Education Students. Australian Journal of Teacher Education Vol.21, No.1,1996
Houtz, Lynne E. & Thomas, Julie A. (1997). “Interdisciplinary Math and Science: A Hands on
Conseideration of Integrated Reform” Tersedia :______
Khisfe, Rola. & Lederman, Norman. (2006). Teaching Nature Science within a Controversial
Topic: Integrated versus Nonintegrated. Dalam Journal of Research in science Teaching
Vol.43 No.4 PP 395-418. Tersedia : Willey Inter Science (www.interscience.willey.com)
McBride,J.W & Silverman,F.L (1992). Integrating elementary/middle school science and
mathematics. School Science and Mathematics, 91(7), 285-292.
Meltzer, David E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual
Learning Gain in Physics: ‘hidden variable’ in Diagnostic Pretestt Scores’. American
Journal of Physics, 70, (12), 1259-1267.
Rustaman,Nuryani. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang : Universitas Negeri
Malang (UM Press)
Sa’ud, Udin Syaefudin. (2006). Bahan Belajar Mandiri I : Konsep Dasar Pembelajaran
Terpadu. UPI: Program Peningkatan Kualifikasi Guru SD/MI Multi sistem .
Sa’ud, Udin Syaefudin. (2006) Bahan Belajar Mandiri III : Jenis Pengembangan Model
Pembelajaran Terpadu di Indonesia. UPI: Program Peningkatan Kualifikasi Guru SD/MI
Multi sistem .
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Bandung : Alfabeta
Tim Pengembang PGSD. (1997). Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S2 Pendidikan Dasar.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan PGSD
Thomas,Julie. (1996), Toward interdisciplinary Math and Science Education : A Literature
Riview in Science Education Reform. Paper Presented at AETS Internasional Conference,
Seattle, WA, January 11-13,1996, Texas Tech Universty
Wahana Komputer. (2004). Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Yogyakarta : Andi
Offset
Yorks,P & Follo,E (1993) Engagement rates during thematic and traditional instruction.ERIC
Document Reproduction Service [ED 363 412]

The Webbed Model


http://nikitarachmawati.blogspot.com/2013_11_01_archive.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara
terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran.
Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari materi
yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih
melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan, pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara
terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat
kesulitan bagi peserta didik.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam
Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran terpadu sangat penting untuk dilaksanakan di tingkat
sekolah dasar, agar pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan serta bermakna bagi
kehidupan peserta didik. Salah satunya dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran
terpadu. Salah satunya adalah model pembelajaran model webbed. Berikut ini akan dibahas secara
mendalam mengenai pembelajaran terpadu model webbed.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu?
2. Apa saja jenis pembelajaran terpadu?
3. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu model webbed?
4. Bagaimana gambaran model webbed?
5. Bagaimana karakteristik model webbed?
6. Apa kelebihan model webbed dari model yang lain?
7. Apa kekurangan model webbed dengan model yang lain?
8. Bagaimana langkah-langkah membuat model webbed?
9. Bagaimana penerapan model webbed dalam pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengetian dari pembelajaran terpadu;
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pembelajaran terpadu;
3. Untuk mengetahui pembelajaran terpadu model webbed;
4. Untuk mengetahui gambaran model webbed;
5. Untuk mengetahui karakteristik model webbed;
6. Untuk mengetahui kelebihan deri model webbed;
7. Untuk mengetahui kekurangan dari model webbed;
8. Untuk mengetahui langkah-langkah membuat model webbed;
9. Untuk mengetahui penerapan model webbed dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN TERPADU
Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang secara
sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini
dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan
bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antarmata
pelajaran.
B. JENIS-JENIS PEMBELAJARAN TERPADU
1. Menurut Drake dan Burns
Menurut Drake & Burns (2004:8) terdapat tiga pendekatan kurikulum terpadu yaitu
multidisciplinary, interdisciplinary, dan transdisciplinary.
a. Pendekatan multi matapelajaran
terutama fokus pada mata pelajaran. Penggunaan pendekatan ini dilakukan dengan mengorganisasi
standar dari matapelajaran di sekitar sebuah tema. Multi matapelajaran terdiri atas pendekatan
intradisiplinari, penggabungan/fusion, service learning (belajar melayani masyarakat), learning
centers/parallel disciplines; Unit berbasis tema (theme-based units).
b. Pendekatan Antar-matapelajaran (interdisciplinary)
Pendekatan antar-matapelajaran dilakukan dengan menggorganisasi kurikulum di sekitar materi
bersama antar mata pelajaran. Pembelajaran dilakukan dengan mengidentifikasi potongan/irisan
konsep dan ketrampilan antar matapelajaran. Masing-masing mata pelajaran masih teridentifikasi,
namun agak samar dibanding pendekatan multi- matapelajaran.
c. Pendekatan transdisciplinary
Pendekatan transdisiplinari dilakukan dengan membangun kurikulum di sekitar pertanyaan dan
perhatian siswa. Siswa mengembangkan kecakapan hidup seperti yang diterapkan pada interdisiplinari
dan ketrampilan mata pelajaran dalam konteks kehidupan nyata.
2. Menurut Fogarty (1991)
Terdapat sepuluh model kurikulum terpadu (integrated curriculum) dimulai dari eksplorasi dengan
mata pelajaran tunggal (within single disciplines) yaitu model fragmented, connected, dan nested;
terpadu beberapa mata pelajaran (across several disciplines) yaitu model sequenced, shared, webbed,
threated, dan integrated); dioperasikan diantara pebelajar sendiri yaitu model immersed; dan jejaring
diantara pebelajar yaitu model networked. Pembelajaran terpadu menurut fogarty
a. Model Fragmented
Model ini merupakan model penggalan, yaitu memandang kurikulum dalam penggalan-penggalan mata
pelajaran terpisah. Tipikalnya kurikulum terbagi dalam pelajaran utama yaitu matematika, sains, bahasa,
dan ilmu sosial. Pendekatan fragmented dilakukan untuk memadukan konsep-konsep dan kompetensi
dalam satu mata pelajaran. Antar kompetensi dipelajari secara bersamaan. Kompetensi mendengar,
membaca, dan menulis dalam pelajaran bahasa dilakukan secara bersamaan.
b. Model Connected
Model connected (terhubung) memandang mata pelajaran dengan menggunakan kaca pembesar (opera
glass, kaca pembesar yang dipakai oleh penonton opera yang hanya satu lensa), menyediakan secara
detil, seluk beluk/rinci, dan interkoneksi dalam satu mata pelajaran.
c. Model Nested
Model Nested atau model sarang memandang kurikulum dari tiga dimensional kaca baca, sasaran
dimensi ganda dari pembelajaran. Tujuan pembelajaran tidak hanya pada mata pelajaran semata,
namun ada beberapa pemahaman dan/atau ketrampilan yang terkuasai.
d. Model Sequenced
Model sequenced melihat kurikulum menggunakan kaca-mata, lensa terbagi dalam dua bagian, namun
terhubung oleh sebuah bingkai atau frame. Topik atau mata pelajaran terpisah, namun dapat
dihubungkan dengan sebuah bingkai konsep yang menaungi topik atau mata pelajaran tersebut.
e. Model Shared
Model shared melihat kurikulum menggunakan binoculars, menghubungkan dua mata pelajaran secara
bersama untuk melihat sebuah topik. Keterhubungan antar dua mata pelajaran diorganisasi sehingga
dapat dilakukan proses pembelajaran secara bersama-sama.
f. Model Webbed
Model webbed atau jaring laba-laba melihat kurikulum menggunakan teleskop, menangkap konstelasi
pembuka dari mata pelajaran, yang membentuk sebuah tema. Tema yang ditentukan menjadi langkah
awal dalam melakukan pembelajaran. Indikator masing-masing kompetensi ilmu dan pengetahuan
terjabarkan dari tema tersebut.
g. Model Threaded
Model treaded melihat kurikulum dengan menggunakan kaca pembesar (magnifying glass). Ide besar
diperbesar melalui semua isi dengan pendekatan kurikulum-meta (metacurricular). Model ini
menggabungkan ketrampilan berpikir, ketrampilan sosial, ketrampilan belajar, mengelola grafik,
teknologi, dan pendekatan kecerdasan ganda (multiple intellegences).
h. Model Integrated
model integrated (terpadu) melihat kurikulum menggunakan kaleidoskop. Topik interdisiplin (antar
mata pelajaran) ditata kembali diantara konsep yang sama/mirip dan munculnya pola dan rancangan.
Melalui pendekatan antar matapelajaran, model integrated memadukan/mencampurkan empat mata
pelajaran utama dengan menemukan persamaan ketrampilan, konsep, dan sikap pada keseluruhannya.
i. Model Immersed
Model immersed melihat kurikulum menggunakan mikroskop. Melalui cara masing-masing keseluruhan
konten disaring dengan menggunakan lensa ketertarikan dan keahlian yang dimiliki. Dengan
menggunakan model ini, pebelajar sedikit atau sama sekali tidak ada intervensi atau bantuan dari pihak
luar.
j. Model Networked
Model networked atau jejaring melihat kurikulum menggunakan prisma. Menciptakan dimensi dan
pengarahan ganda terhadap fokus, dengan menggunakan berbagai cara eksplorasi dan eksplanasi.
C. MODEL WEBBED
1. Pengertian Model Webbed
Seperti yang telah sedikit dibahas di atas. Salah satu model pembelajaran menurut Fogarty yaitu
model webbed. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 secara tegas mengatakan pembelajaran pada
Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan
melalui pendekatan mata pelajaran. Penerapan untuk kelas rendah (1, 2, dan 3) Sekolah Dasar dilakukan
dengan pendekatan tematik webbed jaring labang-laba. Kelas atas (4, 5, dan 6) dengan pendekatan
integrated atau terpadu beberapa mata pelajaran.
Menurut Trianto dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dalam teori dan Praktek
menyatakan bahwa pembelajaran Model webbed (Model Jaring Laba-laba) adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan
menentukan tema tertentu. Tema bisa ditetapkan dengan negoisasi dengan siswa, tetapi dapat pula
dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya
dengan memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan
aktifitas belajar yang harus dilakukan siswa. Jadi model webbed atau jaring laba- laba terimplementasi
melalui pendekatan tematik sebagai pemandu bahan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini adalah
model pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang cenderung dapat
disampailan melalui beberapa bidang study lain. Dalam hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan
pembelajaran, baik dalam mata pelajaran maupun lintas mata pelajaran.
2. Gambaran Model Webbed
Model webbed ini menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu
(learning by doing). Oleh karena itu guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang
berkesan agar belajar siswa lebih bermakna. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur
konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Selain itu dengan penerapan pembelajaran
terpadu model webbed yang menggunakan pendekatan tematik disekolah dasar, akan sangat
membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu
dengan satu kesatuan(holistic).

3. Karakteristik Model Webbed


a. Berpusat pada siswa
Pendekatan ini lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator yaitu dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk
melakuakan aktivitas belajar.
b. Memberi pengalaman langsung
Dengan pengalaman langsung, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata/konkrit sebagai dasar untuk
memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran yang tidak begitu jelas
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
demikian siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini deperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
e. Bersifat Fleksibel
Guru dapat mengkaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, bahkan
mengkaitkan mata pelajaran dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan sekolah dimana meraka
berada.
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat siswa.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain yang menyenangkan.
4. Kelebihan Model Webbed
Kelebihan dari model jaring laba-laba (webbed), meliputi:
a. Penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar;
b. Lebih mudah dilakukan oleh guru yang bbelum berpengalaman;
c. Memudahkan perencanaan kerja tim untuk mengembangkan tema kesemua bidang isi pelajaran;
d. Pendekatan tematik dapat memotivasi siswa;
e. Memberikan kemudahan bagi anak didik dalam kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait.
b. Keuntungan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum adalah faktor motivasi
sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar, faktor motivasi siswa juga dapat
berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa.
5. Kekurangan Model Webbed
Selain kelebihan yang dimiliki, model webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:
a. Sulit dalam menyeleksi tema;
b. Cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal sehingga hal ini hanya berguna secara artifisial dalam
perencanaan kurikulum, sehingga kurang bermanfaat bagi siswa;
c. Dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan daripada pengembangan konsep;
d. Memerlukan keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi pelajaran.
6. Langkah Membuat Rancangan Model Webbed
Dengan penerapan pembelajaran terpadu model webbed yang menggunakan pendekatan tematik
disekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang
masih melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan (holistik).
Langkah untuk membuat rancangan pembelajaran terpadu dengan model jaring laba-laba yaitu:
a. Mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator setiap bidang pengembangan untuk masing-
masing kelompok usia.
b. Mengidentifikasi tema dan subtema dan memetakannya dalam jaring tema.
c. Mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan melalui tema dan subtema.
d. Menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan dengan mengacu pada indikator yang akan
dicapai dan subtema yang dipilih.
e. Menyusun Rencana Kegiatan Mingguan.
f. Menyusun Rencana Kegiatan Harian.
7. Penerapan Model Webbed
Pembelajaran terpadu menggunakan model webbed dimulai dengan menentukan tema. Sebagai
contoh tema yang sudah ditentukan bersama adalah “Keluarga”. Dari tema ini dikembangkan dan
dipadukan menjadi sub-sub tema yang ada pada beberapa mata pelajaran, misalnya :
a. IPA
Standar Kompetensi : mengenal bebagai benda langit dan peristiwa alam (cuaca dan musim) serta
pengaruhnya terhadap kegiatan manusia.
Siswa diajarkan tentang macam-macam benda langit dan peristiwa alam yang terjadi di sekitar. Dari
peristiwa alam tersebut siswa diharapkan dapat menjaga kebersihan rumah.
b. IPS
Standar Kompetensi : mendeskripsikan lingkugan rumah
Siswa diajarkan untuk mendeskripsikan lingkungan rumahnya masing-masing.
c. Matematika
Standar Kompetensi : mengenal bangun datar
Siswa diajarkan tentang bentuk-bentuk bangun datar misalnya, misalnya pintu rumah berbentuk persegi
panjang, jendela berbentuk persegi,
d. Pkn
Standar Kompetensi : menerapkan kewajiban anak di rumah dan di sekolah
Siswa diajarkan tentang mengikuti tata tertib di rumah. Bekerja sama dengan anggota keluarga yang lain
dengan baik.
e. Bahasa Indonesia
Standar Kompetensi : memahami teks pendek dengan membaca nyaring.
Siswa membaca teks tentang kehidupan keluarga yang harmonis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja
mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran yang
pelaksanaannya dilakukan secara terpadu, misalnya mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA,
IPS, PKN dipadukan menjadi satu sehingga tercipta satu pokok pembelajaran atau tema. Maka dari
itu, dengan adanya metode ini, siswa akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.
Selain itu metode ini juga memiliki kelemahan – kelemahan yang harus kita perhatikan, antara lain
kecenderungan pemilihan tema yang terlalu dangkal membuat materi yang kita sampaikan
menjadi kurang bermanfaat bagi siswa. Model Webbed ini akan berguna jika diterapkan pada kelas
rendah karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai
satu kesatuan (holistic).

B. Saran
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sehingga penulis hanya
mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak, termasuk dari pembaca guna
memperbaiki dan menyempurnakan tulisan dan pengetahuan penulis. Penulis yakin bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari standar sebuah karya ilmiah. Bahkan sebuah kebahagiaan besar jika ada pihak
yang berusaha meneliti kembali paling tidak memeriksa referensi yang digunakan- makalah ini sehingga
hasil penelitian tersebut dapat lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA

Fogarty, Robin. 1991. The Mindful School How To Integrate The Curricula. Palatine: IRI/ Skylight
Publishing, Inc.
Luvita, Ria. 2012. Model Pembelajaran Webbed pada http://duwaghewow.blogspot.com diunduh pada
20 Maret 2013.
Muda, Harli Trisdiono Widyaiswara. Pembelajaran Terpadu Pada Sekolah Dasar
pada http://lpmpjogja.org diunduh pada 15 Maret 2013.
Nurmawati, Lilik. Penggunaan Model Webbed Dalam Pembelajaran Terpadu Untuk Meningkatkan
Pemahaman Berbagai Kompetensi Pada Tema Keluarga Siswa Kelas II SDN Gondowangi III Kecamatan
Wagir Kabupaten Malang pada http://library.um.ac.id diunduh pada 15 Maret 2013.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi Pustaka.

Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba


(Webbed)
Ditulis oleh: Andrean Perdana
Berikut ulasan mengenai Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba (Webbed). Silahkan
disimak!
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar
mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna
kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak didik akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami (Tim BP3GSD, 1996: 5).
Kecenderungan pembelajaran terpadu diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada
praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak (Developmentally
Appropriate Practice). Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak driil
sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Para Gestalist adalah
tokoh-tokoh yang dirujuk berkenaan dengan pembelajaran yang harus bermakna, di samping
juga teori Piaget dan para Kognitivis lain yang menekankan pentingnya program pembelajaran
yang berorientasi DAP (Tim BP3GSD, 1996: 5).

Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pembelajaran terpadu tampaknya lebih


menekankan keterlibatan anak dalam belajar; membuat anak secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan ini lebih mungkin menjadi sesuatu yang
dikemukakan oleh John Dewey dengan konsep Learning by Doing-nya (Tim BP3GSD, 1996: 5).

Pendekatan pembelajaran terpadu dapat dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di tingkat dasar, terutama dalam rangka mengimbangi gejala penjejalan kurikulum
yang sering terjadi dalam proses pembelajaran di sekolah (Tim BP3GSD, 1996: 6).

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of
interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala konsep lain, baik yang berasal dari
bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya.
2. Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang
mencerminkan dunia nyata di sekeliling dan dalam entang kemampuan dan perkembangan
anak.
3. Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan.
4. Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda
dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.

Sekian artikel dari Yuwono Putra mengenai


Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba (Webbed).
Lihat juga:
Identitas Nasional Indonesia

Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli

Kamis, 25 April 20137komentar


Beberapa pengertian pembelajaran menurut para ahli dapat anda simak di bawah ini. Bagi yang
berminat, selamat membaca.
1. Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik
belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”.
2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”.
3. Sudjana (2004:28) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik
dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak,
yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan
kegiatan membelajarkan”.
4. Corey (1986:195) “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.
5. Dimyati dan Mudjiono (1999:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
6. Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks,
yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan
sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.
Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)
dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.

Sumber:
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta
Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Best regards,
Dedi Siswoyo

BAB I PARADIGMA ALTERNATIF PEMBELAJARAN


A. Perlunya Paradigma Baru Pendidikan

Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan melalui


komunikasi dialogis yang transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya terwujud di
dalam aktivitas pembelajaran. Suasana yang memberi kesempatan luas bagi setiap
peserta didik untuk berdialog dan mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan
pengembangan diri dan potensinya. Hal ini menjadi sangat penting karena para
pendidik juga adalah pemimpin yang harus mengakomodasi berbagai pertanyaan dan
kebutuhan peserta didik secara transparan, toleran, dan tidak arogan, dengan
membuka seluas-luasnya kesempatan-kesempatan dialog kepada peserta didik
(Parkey1996). Para pendidik maupun peserta didik, sesuai dengan kapasitasnya, harus
berusaha untuk mampu saling menghargai dan menghormati pendapat atau pandangan
orang lain. Karena itu suasana pendidikan harus diciptakan dalam rangka
mengembangankan dialog-dialog kreatif dimana setiap peserta didik diberi kesempatan
yang sama untuk diskusi, berdebat, mengajukan dan merespon berbagai persoalan
yang muncul dalam setiap kegiatan pembelajaran. Yang terpenting adlah bahwa setiap
orang diberi kesempatan untuk menjadi sebijaksana mungkin menurut kemampuannya
masing-masing. Suasana kesetaraan perlu dikembangkan dengan berorientasi pada
upaya mendorong peserta didik agar mampu menyelesaikan berbagai perbedaan yang
ada diantara sesame secara harmonis dan rasional.

B. Pembelajaran Sebagai Pilar Utama Pendidikan

Komisi pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat
pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa
pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3)
learning to live together, learning to live with others, dan (4) learning to be.

C. Pembelajaran Sebagai Proses Pemberdayaan

Dalam proses pembelajaran, pengenalan terhadap diri sendiri atau kepribadian diri
merupakan hal yang sangat penting dalam upaya-upaya pemberdayaan diri (self
empowering). Pengenalan terhadap diri sendiri berarti pula kita mengenal kelebihan-
kelebihan atau kekuatan yang kita miliki untuk mencapai hasil belajar yang kita
harapkan. Melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing dan
memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kekuatan serta kemampuan yang
mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk
bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk mewujudkan keberhasilan berdasarkan
kemampuan yang mereka miliki. Untuk dapat memfasilitasi agar siswa dapat lebih
mengenal kemampuannya, maka langkah awal yang perlu dilakukan guru adalah
berusaha mengenal siswanya dengan baik. Guru perlu mengenal lebih mendalam
tentang bakat, minat, motivasi, harapan-harapan siswa serta beberapa dimensi khusus
kepribadiannya.

Secara lebih spesifik, beberapa dimensi kemampuan siswa yang perlu didorong dalam
upaya pemberdayaan diri melalui proses belajar ini adalah:

1. Mengetahui kekuatan keterbatasan diri


2. Meningkatkan rasa percaya diri
3. Dapat meningkatkan kemampuan menghargai diri dan orang lain
4. Meningkatkan kemandirian dan inisiatif untuk memulai perubahan
5. Meningkatkan komitmen dan tanggunga jawab
6. Meningkatkan motivasi internal
7. Meningkatkan kemampuan mengatasi masalah secara kreatif dan positif
8. Meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara professional
9. Mendorong kemampuan pengendalian diri
10. Meningkatkan kemampuan membina hubungan interpersonal yang baik
11. Meningkatkan kemampuan beradaotasi dengan lingkungan

D. Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

1. Memahami Paradigma Konstruktivisme


Konstruktivisme merupakan respons terhadap berkembangnya harapan-harapan baru
berkaitan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam
merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Hampir sama kalangan
yang terlibat didaam mengkaji masalah-masalah pembelajaran mengetahui bahwa
konstuktivisme merupakan paradigma alternative pembelajaran yang muncul sebagai
akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa dasawarsa belakangan ini. Konstruktivisme
merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan
Matthews, 1994). Von Glasersfeld mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah
suatu tiruan dari kenyataan (realtas). Pengetahuan selalu merupakan akibat dari
konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang.

2. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran


Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam
upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan
mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran
siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri. Foucoult dalam The
Arceology, menyatakan pendidikan yang membelenggu merupakan transfer
pengetahuan, sedang yang membebaskan merupakan upaya untuk memperoleh
pengetahuan dan menjadi proses transformasi yang di uji dalam dalam kehidupan
nyata (Maksum & Ruhendi, 2004 : 178). Pemikiran-pemikiran yang mendasar inilah
yang menyebabkan maka didalam proses pembelajaran siswa harus terus didorong
untuk memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk mengembangkan penalaran
terhadap apa yang ia pelajari, dengan cara mencari makna, membandingkan sesuatu
yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Belajar
dalam hal ini lebih di titikberatkan pada pengembangan pemikiran yang memungkinkan
siswa mampu memberdayakan fungsi-fungsi fisik dan psikologis dirinya secara
menyeluruh. Itulah sebabnya maka konstruktivisme menjadi landasan bagi beberapa
teori belajar, misalnya teori perubahan konsep, teori belajar bermakna dan teori skema
(Panen, Mustafa dan Sekarwinahyu, 2005: 16).

BAB 2: HAKIKAT DAN CIRI-CIRI BELAJAR

A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya belajar
bagaimana seharusnya belajar. Sebuah survey memperlihatkan bahwa 82% anak-anak
yang masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang
kemampuan belajar mereka sendiri. Tetapi angka tinggi tersebut menurun drastis
menjadi hanya 18 % waktu mereka berumur 16 tahun. Konsekuensinya, 4 dan 5 remaja
dan orang dewasa memulai pengalaman belajarnya yang baru dengan perasaan
ketidaknyamanan (Nichol, 2002: 37).
Beberapa tokoh psikologi belajar memiliki persepsi dan penekanan penekanan
tersendiri tentang hakikat belajar dan proses kearah perubahan sebagai hasil belajar.
Berikut ini adalah beberapa kelompok teori yang memberikan pandangan khusus
tentang belajar, diantarannya; (a) Behaviorisme, (b) Kognitivisme, (c) Teori Belajar
Psikologi social, dan (d) Teori belajarGagne.

B. Ciri-ciri dan Tujuan Belajar


Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal
tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Dari segi guru proses belajar tersebut dapat diamati secara tidak langsung. Artinya
proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, akan tetapi
dapat dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut tampak melalui perilaku siswa
mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar tersebut ada hubungannya dengan desain
instruksional guru,karena didalam desain instruksional, guru membuat tujuan
instruksional khusus atau sasaran belajar.

BAB 3: PERKEMBANGAN MORAL DAN IMPLEMETASINYA DALAM


PEMBELAJARAN

A. Teori Perkembangan Jean Piaget

Dalam teori Piaget mengemukakan bahwa secara umum semua anak berkembang
melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda
satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang
satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi pada setiap tahap
tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap
perkembangan moral berikutnya.
Berkaitan dengan perkembangan moral, piaget mengemukakan dua tahap
perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Tahap pertama disebut
Heterenomous atau tahap Relisme moral. Dalam tahap ini, seorang anak cenderung
menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang yang
berkompeten untuk itu. Tahap kedua disebut Autonomous morality atau independensi
moral. Dalam tahap ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi
aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Dalam pandangan piaget tahap-tahap kognitif mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan empat karakteristik berikut:

1. Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang
berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan
permasalahan yang sama.
2. Perbedaan cara berpikir antara anak satu dengan yang lain seringkali dapat
dilihat dan cara mereka menyusun kerangka berpikir yang saling berbeda. Dalan
hal ini ada serangkaian langkah yang konsisten dalam rangka berpikirnya,
dimana tiap-tiap anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan
usiannya.
3. Masing-masing cara berpikir akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur ini
berarti pada tiap tahap yang dilalui seorang anak akan diatur sesuai dengan cara
berpikir tertentu. Piaget mengakui bahwa cara-cara berfikir atau struktur tersebut
pada dasarnya mengendalikan pemikiran yang berkembang.
4. Tiap-tiap urutan dan tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integrasi
hirarkis dari apa yang telah dialami sebelumnya.

B. Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori perkembangan moral yang


dikemukakan oleh piaget. Dalam perluasan teori ini kohlberg tetap menggunakan
pendekatan dasar piaget yang menghadapkan anak-anak dengan serangkaian cerita-
cerita yang memuat dilema moral. Namun demikian cerita-cerita atau situasi yang
dikembangkan kohlberg agaknya lebih kompleks dari cerita-cerita yang dipergunakan
oleh piaget.
Searah dengan piaget, Kohlberg melihat bahwa para remaja menerapkan struktur
kognitif moral mereka pada dilema moral. Mereka menafsirkan segala tindakan dan
perilku berkembang menurut struktur mental mereka sendiri. Dengan demikian kohlberg
menemukan bahwa:

1. Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.


2. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan piaget.
3. Penelitiannya membenarkan gagasan piaget, bahwa sekita usia 16 tahun pada
masa remaja merupakan tahap tertinggi dalam proses tercapainya pertimbangan
moral.

C. Pandangan Psikologi Sosial Erik H Erikson

Sepintas dapat dikemukakan bahwa Erik H Erikson adalah salah satu dari kelompok
Neo-Freodian, dimana mereka yang tertitik tolak dari kerangka pemikiran psikonalisa
freud. Meski dalam beberapa hal terdapat perbedaan pandangan dengan freud, antara
lain menyangkut konsep perkembangan moral .
Mengenai tahap-tahap perkembangan psikososial ini Eikson mengemukakan adanya
delapan tahap perkembangan yaitu:

1. Trust vs Mistrust
2. Auntonomy vs Doubt
3. Initiative vs Guilt
4. Industry vs Inferiority
5. Identity vs Role Confusion
6. Intimacy vs isolation
7. Generativityvs self-
obsorption
8. Integrity vs despair

D. Memadukan Pandangan Kohlberg, Piaget dan Erikson

Dari uraian yang dipaparkan terdahulu berkenaan dengan teori perkembangan moral
yang dijadikan bahasan utama menurut Jean Piaget, Lawrence Kohlberg maupun
kajian pembanding berdasarkan teori psikososial Erik H Erikson dapat dilihat beberapa
kesamaan pandangan maupun perbedaan utamanya berkaitan dengan tahap-tahap
perkembangan moral anak. Kesamaan yang pandangan yang paling nampak adalah
pengakuan terhadap adanya tahap-tahap perkembangan anak dari tahap yang paling
sedehana dan sangat realistik dalam memandang sesuatu sampel pada struktur yang
lebih kompleks dan semakin abstrak, walaupun jumlah dan sebutan untuk masing-
masing tahap berbeda menurut hasil penelitian dan kajian mereka masing-masing.
Disamping adanya bagian-bagian tertentu yang menunjukan adanya kesamaan
pandangan, juga terdapat perbedaan-perbedaan yang secara jelas terlihat dalam kejian
yang mereka lakukan.
Moral berkaitan dengan disiplin dan kemajuan kualitas perasaan, emosi, dan
kecenderungan manusia, sementara antara pelaksanaanya merupakan aturan praktis
tingkah laku yang tunduk pada sejumlah pertimbangan dan konvensi lainnya meskipun
kadang-kadang sesuai dengan kriteria moral.

E. Implementasi Keterpaduan Dalam Pembelajaran

1. Pemahaman Peserta Didik


Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan
pendidikan dan pembelajaran. Pemahaman potensi peserta didik merupakan kerangka
dasar bagi pemahaman peserta didik secara keseluruhan. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya pemahaman peserta didik mencangkup memahami peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif.
Berkenaan dengan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, guru perlu memahami
periode perkembangan kognitif anak. Pakar psikologi dari situs Jean Piaget
mengemukakan empat periode perkembangan kognitif anak yaitu periode
sensorikmotorik, periode operasi awal , periode operasi konkrit dan periode operasi
formal.

2. Mengaktualisasi Potensi Siswa


Upaya-upaya pengembangan peserta didik agar mampu mengaktualisasi potensi-
potensi yang dimilikinya merupakan tanggung jawab seluruh guru dalam praktek
pelaksanaan pendidikan disekolah masih seringkali terdapat persepsi yang keliru yang
memisahkan tanggung jawab guru dalam batas-batas pengembangan potensi tertentu
dari peserta didik. Upaya pengembangan aspek-aspek nilai/moral hanya merupakan
kewajiban guru-guru bidang studi tertentu saja, sehingga ada guru-guru yang
mengasuh bidang studi tertentu saja, sehingga ada guru-guru yang mengasuh bidang
studi yang lain merasa bahwa mereka hanya bertanggung jawab mengajarkan materi
pelajaran yang manjadi bidang studi yang diajarkan.
3. Pemilihan Bahan Pembelajaran
Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu di dukung oleh
berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya didalam memilih
bahan ajar, sarana, dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan
dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal.
Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-
prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi,
kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran harus relevan atau ada
kaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip
konsistensi artinya keajegan. Prinsipkecukupan artinya materi yang diajarkan
hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kempetensi dasar yang
diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak.

BAB 4: KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI HASIL BELAJAR

A. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilantarkan pada tahun 1990 oleh
psokolog peter salovey dan haruard university dan jhon meyer dari university of new
hamshire (shapro ,1997: 5). Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting
bagi keberhasilan, yaitu:

1. Empati
2. Mengungkapkan dan Memahami Perasaan
3. Mengendalikan Emosi
4. Kemandirian
5. Kemampuan Mnyesuaikan diri
6. Disukai
7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
8. Ketekunan
9. Kesetiakawanan
10. Keramahan
11. Sikap Hormat

B. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional

Galeman menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosional yang berpendapat


pada diri sesorang berupa:

1. Kemampuan memotivasi diri sendiri.


2. Ketahanan menghadapi frustasi.
3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan
kesenangan.
4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Kemampuan-kemampuan ini ternyata mampu memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap diri sesorang untuk mampu mengatasi berbagai masalah kehidupan.
Kemampuan memotivasi diri ssendiri merupakan kemampuan internal pada diri
seseorang berupa kekuatan menjadi suatu energi yang mendorong seseorang untuk
mampu mengerakan potensi-potensi fisik dan psikologis atau mental dalam melakukan
aktivitas tertentu sehingga mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan.
Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai
wujud dari kemandirian anak, namun dalam proses perkembangannya anak masih
memerlukan peran orang tua untuk memfasilitasi peningkatan motivasi mereka. Untuk
itu sebagai orang tua maupun guru dapat membantu mengembangkan kemampuan
menumbuhkan motivasi diri anak melalui:
1. Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan.
2. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungannya.
3. Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak.
4. Mengajarkan anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan.

C. Emosi dan Kegunaannya

Kecerdasan emosi merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling
mendalam,dan merupakan suatu kekuatan, karena dengan adanya emosi itu manusia
dapat menunjukan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi.emosi
menyebabkan seseorang memiliki rasa anta yang sangat dalam sehingga seseorang
bersedia melakukan sesuatu pengorbanan yang sangat besar sekalipun,walau
kadang–kadang pengorbanan itu secara lahiriah tidak memberikan keuntungan
langsung pada dirinya bahkan mungkin mengorbankan dirinya sendiri.kekuatan emosi
sering kali mengalahkan kekuatan nalar/sehingga ada suatu perbuatan yang mungkin
secara nalar tidak mungkin dilakukan seseorang,tetepi karena kekuatan emosi kegiatan
itu dilaakukan,seperti halnya peristiwa dari kasus yang diungkapkandi awal tulisan
daniel goliman,dimana karena anta teramat kuat mendorong orang tua secara spontan
memilih mengutamakan menyelamatkan anak tercintanya mengalahkan hasrat
menyalamatkan diri sendiri.
Karena emosi merupakan suatu kekuatan yang dapat mengalahkan nalar/maka harus
ada upaya untuk mengendahkan, mengatasi, dan mendisiplikan kehidupan
emosional,dengan memberlakukan aturan-aturan guna mengurangi ekses-ekses
gejolah emosi,terutama nafsu yang berlampau bebas dalam diri manusia yang sering
kali mengalahkan nalar .
Manusia secara universal memiliki dua jenis tindakan pikiran yaitu tindakan emosional
(perasaan) dan tindakan pikiran nasional (berpikir) kedua pikiran tersebut,yang
emosional dan rasionaal,pada umumnya pekerja dalam keselarasan yang erat, saling
melengkapi dalam mencapai pemahaman guna mengarahkan seseorang
menjalani kehidupan duniawi.

D. Kecakapan-Kecakapan Emosional

Upaya-upaya yang selama ini hampir seluruhnya diarahkan dalam meningkatkan


standar akademis, pada akhir-akhir ini semakin dirasakan kepincangannya. Kecemasan
yang sangat mendalam terhadap diperolehnya nilai-nilai buruk anak-anak dalam
sejumlah mata pelajaran, dikejutkan lagi oleh kecemasan lain yang lebih besar lantaran
banyak kasusu siswa yang mengejutkan justru tidak berkaitan dengan nilai-nilai
akademis tersebut, misalnya bagaimana seseorang siswa dengan mudah tega
membunuh teman dekatnya sendiri. Kekurangan lain yang menyebabkan kecemasan
lebih besar tersebut adalah buta emosi. Kekurangan baru berupa buta emosi yang
dapat menimbulkan ekses-ekses negatif lebih besar ketimbang rendahnya standar
akademis justru belum dipertimbangkan dalam kurikulum sekolah yang baku.

E. Penerapan Kecerdasan Emosional

Daya-daya emosi yang dimilikinya oleh orang-orang dewasa sesungguhnya berakar


dari masa kehidupan kanak-kanak. Akar perbedaan emosi meskipun untuk sebagian
bersifat biologis dapat pula diselusuri dari kehidupan masa kanak-kanak dan dari dua
dunia emosi terpisah yang dihuni untuk laki-laki dan dihuni oleh anak-anak perempuan
ketika mereka tumbuh dewasa.
Dalam proses pembelajaran, penerapan kecerdasan emosional dapat dilakukan secara
luas dalam berbagai sesi, aktivitas dan bentuk-bentuk spesifik pembelajaran.
Pemahaman guru terhadap kesedarsan emosional serta pengetahuan tentang cara-
cara penerapannya kepada anak pada saat ini merupakan bagian penting dalam
rangka membantu mewujudkan perkembangan potensi-potensi anak secara optimal.
Karena itu berikut di uraikan bentuk konkrit upaya mengembangkan kecerdasan
emosional anak:

1. Mengembangkan Empati dan Kepedulian


Satu diantara ciri kecerdasan emosional tersebut adalah kemampuan menghadirkan
sesuatu yang terjadi pada orang lain dalam emosi kita sendiri. Shapiro (1997:49),
menguraikan satu kasus yang memberikan inspirasi kepada kita untuk memahami
empati. Beberapa cara yang perlu dilatihkan kepada anak untuk mengembangkan sikap
empati dan kepedulian, antara lain:
1. Mmperketat terutama pada anak mengenai sikap peduli dan tanggung jawab.
2. Mengajarkan dan melatih anak mempraktekan perbuatan-perbuatan baik.
3. Melibatkan anak didalam kegiatan-kegiatan layanan masyarakat.

2. Mengerjakan Kejujuran dan Integritas


Beberapa hal penting yang dapat dilakukan guru atau orang tua dalam menumbuhkan
kejujuran anak, antara lain adalah:

1. Usahakan agar pentingnya kejujuran terus menjadi topik perbincangan dalam


rumah tangga, kelas dan sekolah.
2. Membangun kepercayaan anak, dapat dilakukan baik dengan menyampaikan
cerita-cerita yang bertemakan saling kepercayaan atau melalui berbagai bentuk
permainan.
3. Menghormati privasi anak, berarti memberikan ruang yang berarti bagi
tumbuhnya rasa percaya pada anak dan penghargaan pada anak.
3. Mengajarkan memecahkan masalah
Dalam praktik pembelajaran, mengajarkan anak memecahkan masalah akan lebih baik
bilaman juga sekaligus diajarkan cara-cara berpikir sistematik. Karena itu langkah-
langkah pemecahan masalah berikut sangat tepat untuk diterapkan, yaitu:
a. Mengidentifikasi masalah.
b. Memikirkan alternatif pemecahan.
c. Mmbandingkan alternatif-alternatif yang mungkin akan dipilih.
d. Menentukan pemecahan yang terbaik.

BAB 5: PRINSIP PRINSIP BELAJAR

A. Prinsip-prinsip Belajar

Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya
peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus
dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan
internal siswa untuk belajar. Davies (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat
menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses
pembelajaran, yaitu :

1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak
seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap
kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan
penguatan (reinforcement).
4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih
termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.

B. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar dalam Pembelajaran

1. Prinsip perhatian dalam motivasi


Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat
erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil
penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar.
Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di
dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi
untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian
membentuk suatu aktivitas nyata dalam bebagai bentuk kegiatan.
Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan
sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya.
Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk
mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat
tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah,
2006:148).
Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain
menyebutnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi intrinsik
adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi
eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Motivasi eksternal
melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah
menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi
intrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif” (Dimyati dan Mudjiono, 1994:41).
Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung
dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan
dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut :

1. Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek biologis, sosial dan
emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu
yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
2. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan
mendorong terjadinya peningkatan usaha.
3. Motivasi dipengaruhi oleh unsr-unsur kepribadian.
4. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan
motivasi belajar.
5. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa
sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
6. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terdapat
motivasi dan perilaku.
7. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas,
memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan
bukan karena memang ingin belajar.
8. Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
9. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam
suasana belajar yang memuaskan.
10. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat
mempertinggi motivasi.

Agar motivasi belajar siswa dapat tumbuh dengan baik maka guru harus berusaha :

 Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik.


 Mengkondisikan proses belajar aktif.
 Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan.
 Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya
kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan, dsb)
 Meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mencapai suatu prestasi.
 Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula
memberitahukan hasilnya kepada siswa.
 Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa dan
menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari.
2. Prinsip Transfer dan Retensi
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu :

1. Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi.


2. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
3. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses
belajar itu terjadi.
4. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
5. Penelaahan bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan
retensi.
6. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
7. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang
sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu.
8. Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan
baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan
penerapan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsur-unsur yang
serupa.
9. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapatkan kemudahan
bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam
situasi yang agak sama dapat diciptakan.
10. Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik
generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan
transfer.

3. Prinsip Keaktifan
Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual,
emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka
pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif.
Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan
yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif
bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan
itu.
Menurut teori belajar Kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa
mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa
mengadakan transformasi.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran
orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai
pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan
pegertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt,
1989).
Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa kemampuan;
(1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan
membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan
perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada
pengalaman yang lain.
Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran
adalah:

1. Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas


dalam prose pembelajarannya.
2. Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan
eksperimen.
3. Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
4. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan
respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

e. Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.

4. Prinsip Keterlibatan Langsung


Sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh dari
kegiatan belajar didapatkan dari keterlibatan langsung. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajarnya yang dituangkan di dalam kerucut pengalaman
belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
penglaman langsung. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat
yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut.

Implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah:

1. Mengaktifan peran individual atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas.


2. Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa untuk melakukan
berbagai percobaan atau eksperimen.
3. Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau
eksperimen.

d. Memberikan tugas-tugas praktek.


Bagi siswa, implikasi prinsip keterlibatan langsung ini adalah: (1) siswa harus terdorong
aktif untuk mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran, (2) siswa
dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas.

5. Prinsip Pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar
pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat,
mengamati, manghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka
daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaiknya semakin kurang pemberian
latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori
Psikologi Asosiasi atau Connecsionisme yang dipelopori oleh teori Thorndike dengan
salah satu hukum belajarnya “Low of exercise” yang mengemukakan bahwa belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons. Pandangan psikologi
condisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan.
Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respons, tidak saja disebabkan oleh
adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang
dikondisikan.
Stephen R. Covey, pengarang buku The 7 Habits of Effective People, mengemukakan
bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan dan
keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis, apa yang harus dilakukan dan
mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan keinginan adalah
motivasi, keinginan untuk melakukan. Agar sesuatu bisa menjadi kebiasaan dalam
hidup kita, kita harus mempunyai ketiga hal tersebut.
Mari kita sejenak mengkaji bersama-sama prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran.
Sebenarnya, prinsip-prinsip yang dimaksud dapat kita jumpai dalam berbagai sumber
kepustakaan psikologi. Namun untuk mudahnya, dalam pembahasan ini akan
dikemukakan prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan oleh Rothwal (1961) sebagai
berikut:

1. Prinsip Kesiapan (Readiness)


2. Prinsip Motivasi (Motivation)
3. Prinsip Persepsi
4. Prinsip Tujuan
5. Prinsip Perbedaan Individual
6. Prinsip Transfer dan Retensi
7. Prinsip Belajar Kognitif
8. Prinsip Belajar Afektif
9. Proses Belajar Psikomotor
10. Prinsip Evaluasi

BAB 6: MODEL MODEL PEMBELAJARAN

A. Hakikat Model Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menerapkan


model-model pembelajaran yang berosientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan
siswa secara efektif didalam proses pembelajaran. Pengembangan model
pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang
optimal.
Untuk dapat menerapkann model pembelajaran yang efektif maka setiap guru harus
memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara
pengimplementasikan model-model tersebut dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru
terhadap perkembangan dan kondisi siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya
pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas
dan beberapa factor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman
terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat
meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada
akhirnya tidak dapat member sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar
siswa.
Lieach & Scott (1995), mengingatkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan guru
dalam memilih dan menentukanmodel pembelajaran dengan mengkaji kemana
pembelajaran akandititikberatkan, apakah pada outcome, proses atau content. Dalam
uraian masing-masing orientasi tersebut terdapat beberapa aspek kegiatan yang harus
dilakukan guru.
a. Bilamana guru memutuskan untuk mengarahkan proses pembelajaran pada
outcome, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri
tentang:

1. Apakah yang saya harapkan dari siswa-siswa pada akhir pembelajaran.


2. Jenis pengetahuan dan dorongan seperti apa yang saya harapkan dapat dimiliki
oleh siswa.
3. Jenis keterampilan yang seperti apa yang saya harapkan dapat
didemonstrasikan oleh para siswa.
4. Sikap dan nilai-nilai apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa.
5. Mengapa saya mengharuskan siswa-siswa mempelajari hal ini.
6. Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa yang seharusnya penting di miliki
siswa yang harus saya ajarkan.
7. Bagaimana cara saya mengetahui bahwa siswa dapat mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang saya harapkan.

b. Bilaman guru memutuskan untuk menitikberatkan pada content pemnbelejaran,


maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang:

1. Apa saja materi esensial yang harus dimengerti oleh siswa untuk mendukung
hasil belajar yang saya harapkan.
2. Apa yang menjadi sumber-sumber yang dapat dipergunakan untuk mendukung
materi pembelajaran.
3. Kemampuan berpikir siswa seperti apa yang perlu dinilai dan bagaimana cara
saya melakukannya. Mengapa hal itu penting dilakukan.
4. Kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi seperti apa yang umumnya terjadi
dalam penyampaian materi yang dilakukan.
5. Bagaimana saya dapat meminimalisasi atau mengurangi kekeliruan pemahaman
dan miskonsepsi pada siswa.

c. Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses pembelajaran, maka


guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang:

1. Bagaimana strategi yang harus dilakukan agar para siswa dapat lebih muda
memahami melalui pembelajaran yang dilakukan.
2. Bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilannya.
3. Bagaimana siswa dapat mengembangkan sikap dan nilai.
4. Bagaimana struktur pengorganisasian kelas yang harus dikembangkan untuk
mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
5. Apa saja jenis atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi penekanan jika
dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
6. Bagaiman merancang dan mengorganisasi materi pelajaran agar siswa mudah
mempelajarinya.
7. Apakah siswa memiliki pengetahuan , keterampilan dan sikap yang diperlukan
untuk mendukung strategi pembelajaran yang di kembangkan.
8. Seberapa banyak waktu, ruang dan sumber-sumbe belajar yang dimiliki
sehingga dapat mendukung strategi pembelajaran yang dipergunakan.
9. Apakah strategi pemotivasian dapat dipergunakan untuk mempercepat
tumbuhnya rasa percaya diri para siswa.
10. Bagaiman cara mengetahui bahwa pelajaran yang dilaksanakan secara optimal
seperti yang direncanakan.

B. Kelompok dan Jenis-jenis Model Pembelajaran

1. Kelompok Model Interaksi Sosial (Social interaction models)


Model interaksi social adalah suatu model pembelajaran yang beranjak dari pandangan
bahwa segala sesuatu tidak terlepas dari realitas kehidupan, individu tidak mungkin
melepasakan dirinya dari interaksi dengan orang lain. Karena itu proses pembelajaran
harus dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan siswa agara dapat berinteraksi
secara luas dengan masyarakat. Kelompok model-model social ini dirancang dengan
memanfaatkan kerjasama antara siswa melalui berbagai bentuk kegiatan nyata aktivitas
pembelajaran baik yang dilaksanakan dikelas maupun diluar kelas. Model interaksi
social didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu: (1) masalah-masalah social dapat
diidentifikasi dan dipecahkan melalui kesepakatan-kesepakatan bersama melalui
proses-proses social dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat, (2) proses
social yang demokratis perlu dikembangkan dalam upaya perbaikan system kehidupan
social masyarakat secara terarah dan berkesinambungan. Kelompok model interaksi
social inimeliputi sejumlah model yaitu: investigasi kelompok (Group investigation),
bermain peran (Role playing), penelitian yurisprodensial (Yurisprodential inquiry),
latihan laboratories (Laboratory Training), penelitian ilmu social (Sosial science inquiry).

a. Model investigasi kelompok (Group investigation)


Joyce, Weil, Calhoun (2000:16), mengungkapkan bahwa model investigasi kelompok
menawarkan agar dalam mengembangakan masalah moral dan social, siswa
diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama terhadap masalah-
masalah moral dan social , maupun masalah akademis. Pada dasarnya model ini
dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengekporasi
berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan,
mengembangan dan mengetes hipotesis.
Seorang guru dapat menggunakan strategi investigasi kelompok didalam proses
pembelajaran dengan beberapa keadaan antara lain sebagai berikut: N(1) bilamana
guru bermaksud agar siswa-siswa mencapai studi yang mendalam tentang isi atau
materi, yang tidak dapat dipahami secara memadai dari sajian-sajian informasi yag
terpusat pada guru, (2) bilamana guru bermaksud mendorong siswa untuk lebih
mengerti tetang ide-ide yang disajikan dari fakta-fakta yang mereka dapatkan, (3)
bilamana guru bermaksud meningkatkan minat siswa terhadap suatu topic dan
memotivasi mereka membicarakan bebagai persoalan diluar kelas, (4) bilamana guru
bermaksud membantu siswa memahami tindakan-tindakan pencegahan yang
diperlukan atas interpretasi informasi yang berasal dari penelitian-penelitian orang lain
yang mungkin dapat mengarah pada pemahaman yang kurang positif, (5) bilaman guru
bermaksud mengembangkan keterampilan-keterampilan penelitian, yang selanjutnya
dapat mereka pergunakan didalam situasi belajara yang lain, (6) bilamana guru
menginginkan peningkatan dan perluasan kemampuan siswa.
Penerapan model investigasi kelompok dalam proses pembelajaran memberikan
dampak instruksional dan dampak pengiring (nurturant effect). Dampak pembelajaran
terutama sekali berupa terwujudnya proses efektivitas kelompok, mengembangkan
wawasan dan pengetahuan serta dapat menumbuhkan disiplin dalam inquiry
kolaboratif. Penerapan model investigasi kelompok juga memiliki dampak nurturan
terutama sekali berupa kebebasan sebagai pelajaran, menumbuhkan harga diri serta
mengembangkan kehangatan dan affiliasi.

b. Model bermain peran (Role playing)


Model ini dirancang khusus untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai social dan
moral dan pencermiannya dalam perilaku.Disamping itu model ini juga dugunakan
untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral dan
social, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki
keterampilan social.Sebagai model mengajar, model ini mencoba membantu individu
untuk menemukan makna pribadi dalam dunia social dan berupaya memecahkan
dilema-dilema social dengan bantuan kelompok. Karena itu pada dimensi social model
ini memungkinkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi social,
terutama permasalahan interpersonal melalui cara-cara yang demokratis guna
menghadapi situasi tersebut.Model bermain peran lebih menitikberatkan keterlibatan
partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata serta berusaha
mengatasinya. Melalui proses ini disajikan contoh perilaku kehidupan manusia yang
merupakan contoh bagi siswa untuk menjajagi perasaannya, menambah pengetahuan
tentang sikap, nilai-nilai dan persepsinya.
Shaftel dalam sebuah buku yang berjudul “Role Playing for Social Studies”, yang
dibahas kembali oleh Sumantri dan Permana (1998/1999) menyarankan 9 langkah
penerapan role playing didalam pembelajaran, yaitu: Fase Pertama membangkitkan
semangat kelompok, memperkenalkan siswa dengan masalah sehingga mereka
mengenalnya sebagai suatu bidang yang harus dipelajari.
Fase Kedua pemilihan peserta, dimana guru dan siswa menggambarkan berbagai
karakter/bagaimana rupanya, bagaimana rasanya, dan apa yang mungkin mereka
kemukakan. Fase ketiga, menentukan arena panggung, para pemain peran membuat
garis besar scenario, tetapi tidak mempersiapkan dialog khusus.Fase keempat,
mepersiapkan pengamat.Pelibatan pengamat secara aktif merupakan hal yang sangat
penting agar semua anggota kelompok mengalami kegiatan tersebut dan kemudian
menganalisisnya.Fase kelima, pelaksanaan kegiatan, pada fase ini para pemeran
mengasumsikan peranya, menghayati situasi secara spontandan saling merespon
secara realistic.Fase ke enam, berdiskusi dan mengevaluasi.Fase ke tujuh, melakukan
lagi permainan peran.Faseke delapan, dilakukan lagi diskusi dan evaluasi.Fase ke
Sembilan, berbagai pengalaman dan melakukan generalisasi. Guru harus mencoba
untuk membentuk diskusi, setelah mengalami strategi bermain peran yang cukup lama,
untuk dapat menggeneralisasi mengenai pendekatan terhadap situasi masalah serta
akibat-akibat dari pendekatan itu.

c. Model penelitian yurisprodensial (Yurisprodential inquiry)


Dalam model ini para siswa sengaja dilibatkan dalam masalah-masalah social yang
menuntut pembuatan kebijakan pemerintah yang diperlukan serta berbagai pilihan
untuk mengatasi isu tersebut, misalnya tentang konflik moral, toleransi dan sikap-sikap
social lainnya.Model ini bertujuan membantu siswa belajar berpikir secara sistematis
tentang isu-isu mutahir.
Sumantri dan Permana (1998/1999) mengemukakan penerapan model yurisprodensi
didalam proses pembelajaran meliputi enam fase. Fase pertama, guru
memperkenalkan materi kepada siswa dengan membacakan cerita atau sejarah,
menyaksikan film tentang kontroversi nilai, atau mendiskusikan sesuatu yang
terlibat.Fase kedua, para siswa diminta memahami dan menghayati melalui pengertian
mereka tentang masalah atau isu ang didengar atau disaksikan.Fase ketiga, siswa
diminta untuk menentukan sikap dirinya terhadap isu yang dikebangkan dan landasan
pemikirannya.Fase keempat, siswa diminta untuk memperjelas konflik-konflik nilai
dengan analoginya.Fase kelima, memperjelas alasanposisi nilai.Fase keenam, menguji
posisi sisa terhadap nilai dan mengkajinya secara cermat.
2. Kelompok Model Pengolahan Informasi (Information Processing Model)
Kelompok model pengolah informasi salah satu kelompok model pembelajaran yang
lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait dengan kegiatan proses atau
pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas siswa melalui proses
pembelajaran. Ada beberapa bentuk model yang dapat dipertimbangkan guru untuk
diterapkan didalam pembelajaran yang termasuk kelompok model ini:
a. Berpikir induktif (inductive thinking)
Joice, Weil dan Calhoun (2000: 140), mengemukakan beberapa strategi berpikir induktif
yang sekaligus juga menggambarkan langkah-langkah pengembangan kemampuan
berpikir induktif :
Strategi pertama, adalah pembentukan konsep meliputi tahap perhitungan dan
pendaftaran, tahap pengelompokan, dan pemberian label atau kategorisasi. Strategi
kedua, interprestasi data yang meliputi tahap mengidentifikasi hubungan anatar data
atau masalah.Strategi ketiga, aplikasi prinsip yang meliputi tahap memperediksi
konsekuensi, menjelaskan fenomena-fenomena dan menguji hipotesis.

b. Pencapaian konsep (concept attainment)


Penerapan model pencapaian konsep dalam pembelajaran meliputi tiga tahap pokok,
yaitu: Tahap pertama, presentasi data dan identifikasi konsep. Tahap kedua, menguji
pencapaian konsep.Tahap ketiga, menganalisi kemampuan berpikir strategis.

c. Memorisasi
Penerapan model memorisasi didalam proses pembelajaran dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu: (1) mencermati materi, (2) mengembangkan hubungan yaitu
menemukan hubungan antara materi-materi yang dimiliki, (3) mengembangkan sensori
image, dengan menggunakan teknik-teknik yang lucu atau mungkin dengan kata-kata
yang berlebihan sehingga lebih muda diingat, (4) melatih re-call dengan memperhatikan
tahapan sebelumnya dan hal ini harus dipelajari secara terus menerus.

d. Advance Organizer
Model ini dikembangkan berdasarkan pemikiran Ausubel tentang materi pembelajaran
struktur kognitif.Model advance organizer terdiri dari tiga tahap.Tahap pertama,
menjelaskan panduan pembelajaran.Tahap kedua, menjelaskan materi dan tugas-tugas
pembelajaran.Tahap ketiga, memperkokoh pengorganisasian kognitif.

e. Penelitian ilmiah (scientific inquiry)


Model penelitian ini alam proses pembelajaran menuntut terciptanya iklim kelas yang
kooperatif. Tugas guru yang pertama adalah membimbing terlaksananya proses inquiry
dan mendorong siswa agar berpartisipasi secara aktif. Selanjutnya juga mengarahkan
siswa dalam proses pengujian hipotesis interprestasi data dan mengembangkan
konstruksi temuan-temuan dari inquiry yang dilakukan.

f. Synectics
Penerapan model sinektik didalam proses pembelajaran dilakukan melalui enam tahap:
(1) guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang, (2)
siswa mengembangkan berbagai analogi, (3) siswa menjadi bagian dari analogi, (4)
siswa mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang
dihasilkan, (5) siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung
lainnya, (6) guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula
dengan menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh
pengalaman sinektik.

3. Kelompok Model Personal (The personal Family Model)


Model Personal dikembangkan dengan beberapa tujuan esensial: (1) untuk
mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosional melalui
pengembangan rasa percaya diri dan pandangan realistic tentang dirinya, dengan
membangun rasa simpati dirinya terhadap orang lain, (2) mengembangkan
keseimbangan proses pendidikan beranjak dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri,
(3) mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan berpikir kualitatif.Model
personal pada dasarnya beranjakdari pandangan tentang “kedirian” indvidu.Yang
termasuk dalam model ini adalah model pembelajaran tanpa arahan (nom directive
teaching), dan model-model yang terarah pada peningkatan rasa percaya diri.

4. Kelompok Model-Model Sistem Perilaku


Model Pembelajaran behaviorial pada mulanya dikembangkan pada eksperimen
terhadap kondisi yang bersifat klasikal oleh Pavlov, kemudian dikembangkan oleh
Thordike dalam bentuk system raward di dalam pembelajaran. Model ini memusatkan
perhatianpada perilaku yang teramati (terobservasi).Beranjak dari psikologi
behavioristic, model mengajar kelompok ini mementingkan penciptaan system
lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan tingkah laku
(reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang di kehendaki.
,odel ini juga dikenal pula sebagai model modifikasi perilaku atau Behaviorial
modification, terapi perilaku atau Behaviorial Therapy dan Siernetika atau Cybernetic
(Winataputra, 2005:7).
Terdapat beberapa bentuk model yang termasuk kelompok model ini, yaitu: Belajar
tuntas (Mastery Lerning), Pengajaran Langsung (Direct Instruction), Simulasi
(Simulation), dan Belajar social (Social Learning).

BAB 7: MASALAH MASALAH BELAJAR

A. Masalah-masalah internal Belajar


1. Faktro Internal
a. Ciri Khas/Karekteristik Siswa
Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku,
alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila mana siswa tidak memiliki minat
untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.

b. Sikap Terhadap Belajar


Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketiak memulai kegiatan belajar
merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak
ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih
dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan
atau mengikuti kegiatan belajar.

c. Motivasi Belajar
Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk ketahanan
atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan
sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya
kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi
merupakan masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi ketercapaianya hasil
belajar yang diharapkan.

d. Konsentrasi Belajar
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi
siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu
memerlukan waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.

e. Mengelolah Bahan Ajar


Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelolah bahan, maka berarti ada kendala
pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru
tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk
terus mengelolah bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses
yang berlangsung secara dinamis.

f. Menggali Hasil Belajar


Bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan pesan dengan
sebaik-baiknya terutama melalui pemusatan perhatian secara optimal. Guru hendaknya
berupaya mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan, agar siswa mampu
meningkatkan kemampuan dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran.

g. Rasa Percaya Diri


Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan
mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri
umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu
aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang
diinginkannya. Hal-hal ini bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan
tetapi merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan
proses pembelajaran yang dilaksanakan.

h. Kebiasaan Belajar
Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama
sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan.
Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering dijumpai :
a) belajar tidak teratur
b) daya tahan rendah
c) belajar hanya menjelang ulangan atau ujian
d) tidak memiliki catatan yang lengkap
e) sering datang terlambat, dan lain-lain

Jenis-jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang


tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan dapat menyebabkan
rendahnya hasil belajar yang diperoleh.

B. Faktor-faktor Eksternal Belajar

1. Faktor Guru
Guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan
informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam
batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok.
Bilamana dalam proses pembelajaran, guru mampu mengaktualisasikan tugas-tugas
guru dengan baik, mampu memotivasi, membimbing dan memberi kesempatan secara
luas untuk memperoleh pengalaman, maka siswa akan mendapat dukungan yang kuat
untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan, namun jika guru tidak dapat
melaksanakannya, siswa akan mengalami masalah yang dapat menghambat
pencapaian hasil belajar mereka.
2. Lingkungan Sosial (Teman Sebaya)
Lingkungan sosial dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap siswa. Contoh
seorang siswa bernama Rudi yang terpengaruh teman sebayanya dengan kebiasaan
rekan-rekannya yang baik, maka akan berdampak positif dan sebaliknya.
Pada sisi lain lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh yang positif bagi siswa.
Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman
sebayanya yang mampu memberi motivasi kepadanya untuk belajar.
3. Kurikulum Sekolah
Kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai rangka atau acuan untuk
mengembangkan proses pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran, maka
dipastikan kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntunan perubahan di mana
perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan masalah, yaitu :
(a) tujuan yang akan dicapai berubah
(b) isi pendidikan berubah
(c) kegiatan belajar mengajar berubah
(d) evaluasi belajar

4. Sarana dan Prasarana


Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak pada terciptanya iklim
pembelajaran yang kondusif. Terjadinya kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan
informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya
motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Oleh karena itu sarana dan
prasarana menjadi bagian yang penting untuk tercapainya upaya mendukung
terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan.

C. Mengenal dan Mengatasi Belajar Siswa

Agar bimbingan dapat lebih terarah dalam upaya menemukan siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah berikut :
a. Indentifikasi
Identifikasi Adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan :

1. Data dokumentasi hasil belajar mereka


2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas
3. Mengadakan wawancara dengan siswa
4. Tes untuk memberi data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang
sedang dihadapi

b. Diagnosis
Diagnosis Adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengelolaan data
tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
• Keputusan mengenai hasil kesulitan belajar siswa
• Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar
c. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan
dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa.
d. Terapi
Terapi di sini adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar
sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapinya
antara lain :
• Bimbingan belajar kelompok
• Bimbingan belajar individu
• Pengajaran remedial
• Pemberian bimbingan pribadi
• Alih tangan kasus

e. Tindak Lanjut
Adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan kepada
siswa dan tindak lanjut yang didasari evaluasi.

BAB 8: EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian dan Prinsip Umum Evaluasi

Proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar
kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu
berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan
dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi
adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan
dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi
adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran adalah suatu
proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan informasi secara
sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui
kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau
angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.
Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan
evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu
informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.

B. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran

a. Untuk pengembangan
Berdasarkan hasil penilaian diperoleh balikan yang sangat berrnanfaat bagi kegiatan
pembelajaran, sifat materi yang diajarkan, metode pembelajaran yang digunakan,dan
yang lain dapat dikembangkan atas dasar hasil evaluasi. Informasi yang didapat dari
evaluasi dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk
masa-masa yang akan datang.

b. Untuk akreditasi
Dengan mengdakan penilaian akan diketahui bagaimana hasi1 belajar siswa,
bagairnana kondisi belajar yang didapatkan oleh sekolah, sudah sesuai dengan
harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu sekolah. Informasi
hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat digunakan sebagai pedoman
bagi sekolah, sudah memenuhi standar atau belum.

C. Syarat-syarat Umum Evaluasi

Dalam menyelenggarakan atau mengadakan kegiatan evaluasi, kita perlu


memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi kegiatan evaluasi tersebut. Terurai
berikut ini :
a. Kesahihan
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan instrumen yang
memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi. Kesahihan instrumen
evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi :

1. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.


2. Faktor-faktor administrasi evaluasi dari penskoran, juga merupakan faktor-faktor
yangmempunyai suatu pengaruh yang mengganggu kesahihan interpertasi hasil
evaluasi.
3. Faktor-faktor dalam respon-respon siswa merupakan faktor-faktor yang lebih
banyak mempengaruhi kesahihan daripada faktor yang ada dalam instrumen
evaluasi atau pengadministrasiannya.

b. Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat
kepercayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang tetap
(Arkunto, 1990:81). Memungkinkan terjadinya kesahihan karena adanya keajegan, tidak
selalu menjamin bahwa hasil yang handal (reliabel) akan selalu menjamin bahwa hasil
evaluasi sahih (valid). Dan sebaliknya keterandalan tidak dijamin ada pada hasil
evaluasi yang memenuhi syarat kesahihan. Keterandalan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor.

1. Panjang tes (length of test). Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butir
tes, yang pada umumnya terjadi lebih banyak butir tes lebih tinggi keterandalan
evaluasi.
2. Sebaran skor (spread of scores). Koefisien keterandalan secara langsing
dipengaruhi oleh sebaran skor dalam kelompok tercoba. Dengan kata lain,
besarnya sebaran skor akan membuat perkiraan keterandalan yang lebih tinggi
akan terjadi menjadi kenyataan.
3. Tingkat kesulitan tes (difficulty of test). Tes acuan norma (norm referenced test)
yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok yang
mengerjakan, cenderung menghasilkan skor keterandalan yang rendah. Ini
disebabkan antara hasil tes yang mudah dan yang sulit keduanya dalam satu
sebaran skor yang terbatas.
4. Objektivitas (obyectivity). Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor
kemampuan yang sama ( yang dimiliki oleh siswa satu dengan siswa yang lain )
memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.

c. Kepraktisan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi meliputi :

1. Kemudahan mengadministrasi. Jika instrumen evaluasi diad-ministrasikan oleh


guru atau orang lain dengan kemampua yang terbatas, kemudahan
pengadministrasian adalah suatu kualitas penting yang diminta dalam instrumen
evaluasi.
2. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi. Kepraktisan dipengaruhi
pula oleh faktor waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
3. Kemudahan menskor. Secara tradisional, hal yang membosankan dan aspek
yang menggangu dalam melancarkan evaluasi adalah penskoran. Guru
seringkali bekerja berat berjam-jam untuk melaksanakan tugas ini.
4. Kemudahan interpretasi dan aplikasi. Dalam analisis terakhir, keberhasilan atau
kegagalan evaluasi ditentukan oleh penggunaan hasil evaluasi. Jika hasil
evaluasi diterjemahkan/ditafsirkan secara tepat dan diterapkan secara efektif,
hasil evaluasi akan mendukung terhadap keputusan-keputusan pendidikan yang
lebih tepat.
5. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding. Untuk
berbagai kegunaan pendidikan. Bentuk-bentuk ekuivalen untuk tes yang sama
seringkali diperlukan sekali. Bentuk-bentuk ekuivalen dari sebuah tes mengukur
aspek-aspek perilaku melalui butir-butir tes yang memiliki kesamaan dalam isi,
tingkat kesulitan, dan karakteristik lainnya.

D. Jenis-jenis Evaluasi

a. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-
kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
b. Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa yang paling
tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa
dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
d. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan
meningkatan proses belajar dan mengajar.
e. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan
hasil dan kemajuan bekerja siswa.

1. Jenis Evaluasi Berdasarkan Sasaran.


a. Evaluasi Konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional
tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam
perencanaan
b. Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi
yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c. Evaluasi Proses
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran
proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang
muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
d. Evaluasi Hasil Atau Produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk
menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.
e. Evaluasi Outcom Atau Lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yankni evaluasi
lulusan setelah terjun ke masyarakat.

2. Jenis Evalusi Berdasarkan Lingkup Kegiatan Pembelajaran


a. Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran,
strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.
b. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis
besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

c. Evaluasi Hasil Pembelajaran

Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan


pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek
kognitif, afektif, psikomotorik.
3. Jenis Evaluasi Berdasarkan Objek Dan Subjek Evaluasi
a. Berdasarkan Objek:
1. Evaluasi Input
2. Evaluasi Transformasi
3. Evaluasi output
b. Berdasarkan Subjek:
1. Evaluasi internal
2. Evaluasi eksternal

E. Pendekatan Evaluasi Pembelajaran


1. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Penilaian Acuan Patokan yang juga disebut penilaian dengan norma absolut atau
norma aktual merupakan norma penilaian yang ditetapkan secara absolut (mutlak) oleh
guru atau pernhuat tes. berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal serta
prosentase penguasaan yang dipersyaratkan (Nurkancana dan Sumartana, 1986: 78).
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang
khusus. Dengan didasarkan pada
kriteria atau standard khusus. dimaksudkan untuk menclapat gambaran yang jells
tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan
tersebut clibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria
cligunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan domain
perilaku yang ditetapkan/dirumuskan dengan baik.
2. Penilaian Acuan Normatif (PAN), Norm Reference Test (ART)
Norma relatif yang disebut juga norma aktual, norma empiris atau dinamakan juga
Penilaian Acuan Norma (PAN). Norma relatif adalah suatu norma yang disusun secara
relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh peserta tes. Pada pendekatan
acuan norma, standar performan yang digunakan bersifat relatif' Artinya tingkat
performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam
kelompoknya.
Baik pendekatan melalui Penilaian Acuan Patokan (PAP) maupun penilaian acuan
norma, keduanya masing-masing memiliki masing-masing kelemahan Norma absolut
baik dipergunakan apabila derajat kesukaran dari tes yang dipergunakan betul-betul
telah memenuhi syarat tes yang baik, misalnya pada tes yang sudah distandarisasikan,
atau pada tes-tes yang telah mengalami revisi-revisi berdasarkan analisis empiric dan
analisis rasional yang cukup memadai. Bilamana derajat kesukaran tes yang
dipergunakan tidak memenuhi syarat tes yang baik, maka penggunaan norma absolut
menjadi kurang tepat.
Penilaian Acuan Norma (PAN) tepat dipergunakan bilamana distribusi kecakapan atau
kemampuan kelompok anak yang diberikan tes mengikuti hukum kurve normal. Tetapi
bilamana distribusi kecakapan anak-anak yang mengikuti tes tidak mengikuti hukum
distribusi normal, maka penggunaan norma relatif tidak dapat memberikan gambaran
yang obyektif.

BAB 9: MEMAHAMI PEMBELAJARAN ELEKTRONIK (E-LEARNING)

A. Kedudukan E-Learning Dalam Teknologi Pendidikan

Selama ini kita telah mengenal bahkan menggunakan beberapa bentuk teknologi
pendidikan yang untuk membantu kegiatan-kegiatan pembelajaran. Beberapa alat
bantu tersebut misalnya OHP, LCD, Projektor, penggunaan komputer, dan penggunaan
beberapa bentuk peralatan laboratorium. Munculnya alat bantu dalam berbagai bentuk
teknologi pendidikan tersebut membawa nuansa baru dalam dunia pendidikan,
terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Sambutan masyarakat para
pengguna teknologi pendidikan sangat besar, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu
lama teknologi ini sudah begitu familiar dalam membantu kelancaran pelaksanaan
pendidikan dan pembelajaran.
Menyelusuri proses perkembangannya, E-Learning seperti diuraikan dalam sebuah
situs wikipedia Indonesia (2008), teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh
universitas lllionis di Urbana Champaign dengan menggunakan sistem instruksi
berbasis komputer (Computer-assisted instruction) dan komputer bernama PLATO.
Sejak itu perkembangan E-Learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1990; era CBT (Computer Based Trainning), dimana mulai bermunculan
aplikasi E-Learning yang di operasikan dalam PC Standalone ataupun berbentuk
kemasan CD-ROM isi materinya dalam bentuk tulisan maupun multimedia (Video
dan Audio) dalam format “move”,”mpeg-1”, atau “’avi”.
2. Tahun 1994; seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994
CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan di produk secara
massal.
3. Tahun 1997; LMS (Learning Management System), seiring dengan
perkembangan teknologi internet, masyarakat didunia mulai terkoneksi dengan
internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai
dirasakan sebagai kebutuhan mutlak, dan jarak serta lokasi bukan lagi
merupakan rintangan untuk terjadinya komunikasi.

Secara lebih spesifik dapat diuraikan beberapa ciri dari pembelajaran E-Learning,
yaitu:

1. E-Learning merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memberi penekanan


pada penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan, secara online.
2. E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat meperkaya nilai belajar
tradisional (model belajar klasikal, kajian terhadap buku teks, CD ROM, dan
pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan global.
3. E-Learning tidak berarti menggantikan sistem belajar klasikal yang dipraktikan,
tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan informasi tentang
substansi (content) dan mengambangkan teknologi pendidikan.
4. Kapasitas pembelajaran sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada bentuk
konten serta alat penyampaian informasi atau pesan-pesan pembelajaran dan
gaya belajar. Bilamana konten dikemas dengan baik dan didukung dengan alat
penyampaian informasi dan gaya belajar secara serasi, maka kapasitas belajar
ini akan lebih baik yang pada gilirannya akan memberikan hasil yang lebih baik
yang pada giliranya akan memberikan hasil yang lebih baik (Cesco, 2001).

B. Bahan Belajar Berbasis E-Learning

Munir (2004:56) mengemukakan bahwakonsep bahan belajar berbasisi E-Learning


dikembangkan berdasarkan teori kognitif dan teori pembelajaran yang dinyatakan
dalam teori-teori:
1. Adaptif Learning Theory
Adaptif Learning Theory, mengisyaratkan bahwa para siswa memasuki proses
pembelajaran pada tahap pencapaian dan pengalaman yang berbeda. Untuk itu guru
perlu menggunakan berbagai bahan dan strategi pembelajaran untuk memenuhi
pencapaian dan pengalaman yang berbeda tersebut. Ini juga bermakna perangkat
lunak atau bahan belajar E-Learning yang dibuat perlu menggunakan berbagai strategi
dan pendekatan untuk memenuhi kebutuhan siswa.

2. Preffered Modality Theory,


Preffered Modality Theory, mengisyaratkan bahwa para siswa memiliki kecenderungan
modalitas belajar yang berbeda. Sebagian siswa memiliki modalitas pemahaman
melalui aktivitas mendengar, sebagian yang lain memiliki modalitas pemahaman
melalui aktivitas melihat, dan sebagian siswa yang lain cenderung memiliki modalitas
pemahaman melalui mendengar dan melihat.

3. Cognitive Flexibility Theory


Cognitive Flexibility Theory, mengisyaratkan bahwa suatu bidang dapat dipelajari
dengan lebih mendalam dan lebih efektif bilamana para siswa menggunakan proses
belajar dengan cara non linear. Hal ini bermakna bahwa suatu bidang yang dipelajari
mencangkup berbagai aspek dan domain yang saling berkaitan.

C. Pendekatan-Pendekatan Pedagogik Dalam E-Learning

Teknologi komunikasi secara umum dapat dikategorikan sebagai asynchronous dan


symchronous. Asynchronous merupakan aktivitas yang menggunakan teknologi dalam
bentuk blogs, wikis, dan discussion boards. Sedangkan syncronous menunjukan pada
pengkategorian aktivitas pertukaran ide atau informasi yang mengharuskan partisipan
menggunakan waktu yang bersamaan.
Melalui situs wikipedia (2008) dikemukakan beberapa pendekatan pedagogik yang
diterapkan dalam E-Learning, yaitu:

1. Instructional design, dimana pembelajaran lebih terfokus pada kurikulum


(curricullum focused) yang dikembangkan dengan menitikberatkan pada
pendekatan pendidikan kelompok atau guru secara perorangan.
2. Social construktivist, merupakan pendekatan pedagogik yang pada kebanyakan
aktivitasnya dilakukan dalam bentuk forum-forum diskusi, blogs, wiki, dan
aktivitas-aktivitas kolaboratif online.
3. Laurillard’s convesational model, merupakan salah satu bentuk pendekatan
pedagogik yang mentikberatkan pada penggunaan bentuk-bentuk diskusi
langsung secara luas.
4. Cognitive perspective,menitikberatkan pula pada proses pengembangan kognitif
melalui kegiatan pembelajaran.
5. Emotional persective, lebih difokuskan pada pengembangan dimensi-dimensi
emosional pembelajaran, seperti motivasi, engagement, model-model permainan
dan lain-lain.
6. Behavior perspective, menitikberatkan pada keterampilan dan perilaku yang
dihasilkan dari proses belajar. Model pembelajaran dalam bentuk ini misalnya
bermain peran (penerapan role playing).
7. Contextual perspective, difokuskan pada penataan faktor instrumental dan sosial
lingkungan yang dapat mendorong terjadinya proses belajar. Bentuk-bentuk
nyata dalam model ini seperti interaksi dengan orang lain, model-model
kolaboratif.

D. Piranti-piranti pendukung E-Learning

Sistem teknologi yang tersedia dan dapat dipergunakan didalam E-Learning antara lain:
Ü Classroom response system
Ü Collaborative software
Ü Discussion boards
Ü E-mail
Ü Educational management system
Ü Educational animation
Ü Electronik performance support system
Ü Eport folios
Ü Games
Ü Hypermedia in general
Ü Learning management system
Ü PDA’s
Ü Podcasts
Ü MP3 Players with multimedia capabilities
Ü Multimedia CD-ROMS
Ü Screencats
Ü Simulations
Ü Text chat
Ü Virtul classrooms
Ü Web-based teaching materials
Ü Web sites and web 2.0 communities
Ü Wiki

E. Pengembangan Pembelajaran E-Learning

Melalui tulisan tentang manajemen E-Learning, Kamarga (2001:7) memaparkan


pemikiran-pemikiran Robinson (2001) bahwa dalam dunia e-commerce dikenal
pengembangan jaringan web melalui dua model, yaitu model businis to consumer
(B2C) dan model businis (B2B). Model B2C merujuk kepada terjadinya transaksi antara
pengusaha dengan pelanggan sehingga secara aktual pelanggan merupakan
pengguna terakhir, sedangkan model B2B melibatkan dua pihak pengusaha yang akan
menghasilkan produk akhir dan produk inilah yang kemudian digunakan oleh
pelanggan. Jika model dalam e-comerce diterapkan dalam E-Learning, maka aplikasi
model-model B2C berkaitan dengan terminologi pengetahuan sebagai komoditas yakni
produk situs secara langsung akan digunakan atau diakses oleh konsumen
(pembelajar).
Munir (2004 )mengemukakan bahwa terdapat tiga fasilitas belajar atau modul yang bisa
digunakan didalam pengambangan bahan ajar berbasis E-Learning yaitu:

1. Model pengukuhan,yaitu fasilitas untuk mengukuhkan pengajaran guru atau


mengukuhkan proses belajar siswa.
2. Model pengulangan, yaitu fasilitas untuk siswa yang kurang faham atau siswa
perlu mengulangi kembali pelajaran.
3. Modul pengayaan, yaitu fasilitas bagi peserta didik yang memiliki kemampuan
lebih tinggi sehingga mereka lebih cepat menguasai pelajaran sehingga
memerlukan pelajaran tambahan.
4. Masing-masing modul tersebut terdiri dari komponen-komponen yang saling
terkait, yaitu:

 Komponen-komponen modul pengukuhan:

1. Induksi yaitu bagian untuk menarik perhatian peserta terhadap topik/ pelajaran
yaang akan di pelajari.
2. Perkembangan adalah bagian yang memuat penjelasan dan contoh-contoh
berkaitan dengan pelajaran yang disajikan.
3. Latihan, memuat latihan-latihan untuk menilai kemampuan belajar siswa.

 Komponen-komponen modul pengulangan:

1. Penjelasan; memuat penjelasan-penjelasan serta langkah-langkah rinci untuk


menjelaskan masalah pembelajaran.
2. Pencarian; yaitu pendekatan yang memungkinkan peserta didk untuk
mengapliksikan konsep/oprasi/formula yang mudah yang telah mereka pelajari
dan memberikan jawaban. Bereksperimen berdasarkan parameter tertentu.
3. Aplikasi; yaitu bagian yang menuntut peserta didik mengaplikasikan
konsep/operasi/formula yang mudah yang telah mereka pelajari dan memberikan
jawaban.

 Komponen modul pengayaan:

1. Pencarian; pendekatan pencarian yang lebih menantang yang menuntut peserta


didik untuk bereksperimen dengan parameter tertentu dan sistem pemberian
umpan balik.
2. Aplikasi; kegiatan yang menuntut peserta didik untuk mengaplikasikan konsep,
operasi, formula yang telah dipelajari dengan memberikan jawaban.

DAFTAR PUSTAKA

 Dr.Aunurrahman, M.Pd (2009).Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta


 Dimyati dan Mudjiono.(1994). Belajar dan pembelajaran.Jakarta : Dirjen Dikti
Depdiknas.
 Brady, Laurie. (1985). Models and Methods of Teaching. Australia: Pretice-Hall
of Australia
 Depsiknas.(1998/1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas Dirjen
Dikti
 http//www.pwcs.edu/curriculum/sol/groupinves.htm.
 Abdilah,Husni. (2008). Strategi Bimbingan Belajar Bagi Siswa di Sekolah Dasar.
Online, tersedia: http//husniabdillah.mulityply.com/journal/item/9/.
 Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT:Bumi
Aksara.
 Kamarga, Hansiswany. (2001). Manajemen E-Learning: Mengelola Pengetahuan
sebagai Komoditas. Mimbar Pendidikan, Jurnal Pendidikan, No.3 Tahun XX
2001.

Anda mungkin juga menyukai