Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Evidence Based Praktik
Kebidanan
Dosen Pembimbing: Susanti S.ST.,M.Keb
Disusun Oleh:
1. Desi Septia Nengsih (110119001)
2. Umayroh Nurul Fitriana (110119002)
3. Rohmah Septiana (110119006)
i
Kata Pengantar
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu berinteraksi secara terus
menerus terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat. Dalam
berinteraksi dengan manusia lain ada peraturan, norma-norma dan kaidah
yang telah dibuat oleh diri sendiri maupun norma yang telah disepakati
bersama, baik itu peraturan tertulis mau pun peraturan yang tidak tertulis.
Salah satu bentuk peraturan adalah etika. Ada etika bagaimana seorang anak
berperilaku kepada orang tuanya, Ada etika yang mengatur bagaimana
seorang dosen mengajar dengan baik dan benar kepada mahasiswanya, begitu
pula mahasiswa berperilaku kepada dosennya, dan ada etika bagaimana polisi
harus memperlakukan seorang pelaku kriminal kejahatan. Ketidaktahuan
seorang akan etika inilah yang sering lalai membuat benturan-benturan. Atau,
mereka tahu, namun masing-masing memakai etika yang berbeda. Manusia
adalah mahluk ciptaan tuhan yang paling agung dan sempurna, yang
dilengkapi dengan peralatan jasmaniah dan rohaniah. Salah satu yang
membedakan manusia dengan mahluk yang lainnya adalah manusia diberikan
akal, budi, dan hati nurani, selain seperangkat naluri.
Bila suatu ketika seorang peneliti dihadapkan pada suatu situasi dan ia
harus memutuskan sesuatu apa yang harus ia lakukan, seorang peneliti akan
berpikir mengenai baik dan buruknya, untung dan ruginya, serta boleh atau
tidaknya tindakan itu ia lakukan. Pada saat itulah mekanisme peralatan
rohaniah seorang peneliti berjalan. Seorang peneliti harus berfikir secara
ilmiah, berpikir ilmiah menurut Poedjawijatna sebagaimana yang dikutip oleh
Vardiansyah (2005) ada empat cara berfikir ilmiah diantaranya adalah
objektif, metodis, sistematis dan universal. Sementara itu menurut Jacob
(2004), peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus
memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-
prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian
1
tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subjek
penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuara kepada
kesejahteraan umat manusia. Dalam kegiatan penelitian tidak akan terlepas
terjadinya hubungan atau relasi antara pihak-pihak yakni pihak peneliti
dengan pihak subjek yang peneliti dengan pihak subjek yang diteliti. Dalam
penelitian kesehatan, khususnya penelitian kesehatan masyarakat, subjek
penelitian tersbut adalah manusia.
Kode etik peneliti adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti ( subjek penelitian ) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak
hasil penelitian tersebut. Etika peneliti ini mencakup juga perilaku peneliti
atau perilakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang
dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat. Pengertian peneliti di sini adalah
seseorang yang karena pendidikan dan kewenangannya memiliki kemampuan
untuk melakukan investigasi ilmiah dalam suatu bidang keilmuan tertentu,
dan atau keilmuan yang bersifat lintas disiplin. Sedangkan subjek yang diteliti
adalah orang yang menjadi sumber informasi, baik masyarakat awam atau
professional berbagai bidang, utamanya professional bidang kesehatan.
Di dalam penelitian, etika adalah jaminan agar tidak ada seorang pun
yang dirugikan atau memperoleh dampak negatif kegiatan penelitian,
misalnya pelanggaran terhadap persetujuan publikasi hasil penelitian,
kerahasiaan, salah penyajian hasil temuan, besarnya biaya penelitian, dan
sebagainya. Pada penelitian survei, peneliti tidak boleh melupakan hak-hak
responden yang harus dilindungi saat pengumpulan data. Peneliti perlu
mempersiapkan instrumen penelitian yag dapat menghindarkan responden
dari rasa takut, gelisah, malu, menderita fisik, dan kehilangan kebebasan
pribadi. Peneliti perlu pula mendapatkan peretujuan resmi dari responden
mengenai rancangan penelitian, tujuan, dan alasan penelitian. Bagi penelitian
bidang bisnis, persetujuan cukup secara lisan, tetapi tidak demikian halnya
dengan jenis penelitian medis, psikologi, atau penelitian dengan responden
anak-anak. Responden pun harus diberi kebebasan pribadi dalam menjawab
kuesioner untuk menjaga validitas dalam penelitian, serta menjaga dan
melindungi responden.
4
B. Prinsip Dasar dan Kaidah Etika Penelitian
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki
risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun
peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan. Secara garis besar, etika penelitian memiliki berbagai
macam prinsip, namun terdapat beberapa prinsip utama yang perlu dipahami oleh
peneliti, yaitu : menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati privasi
dan kerahasiaan subyek penelitian, keadilan dan inklusivitas, dan
memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan, Milton (1999);
Loisella, Profetto-McGrath, Polit & Beck, (2004) yakni:
1. Prinsip pertama, peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Beberapa tindakan yang terkait
dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subyek yang terdiri atas :
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat
ditimbulkan.
c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
5
subyek. Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur
penelitian.
6
bidang kesehatan hasilnya jelas secara akademik merupakan
pencerahan ilmu kesehatan. Dengan perkataan lain, hasil atau temuan
sebuah penelitian apa pun merupakan tambahan khasanah ilmu
pengetahuan.
2. Fungsi Terapan (Aplikatif)
Bidang ilmu apapun, sebenarnya mempunyai aspek teori dan aspek
aplikatif atau penerapannya bagi kesejahteraan masyarakat. Demikian
pula kesehatan atau kesehatan masyarakat adalah ilmu (science) dan
seni (art). Oleh sebab itu, penelitian di bidang apapun bukan sekadar
membuktikan teori atau memperoleh teori baru, tetapi juga harus
mempunyai implikasinya terhadap program peningkatan kesejahteraan
masyarakat, termasuk program kesehatan masyarakat. Hal ini
dimaksudkan bahwa hasil atau temuan sebuah penelitian, di samping
menambah khasanah ilmu pengetahuan seperti disebutkan di atas, juga
dapat merupakan masukan bagi pengembangan program-program,
khususnya program kesehatan masyarakat. Inilah yang dimaksud
bahwa penelitian itu juga mempunyai fungsi terapan atau aplikatif, di
samping fungsi teoretis. Hasil sebuah penelitian, meskipun
menemukan teori yang muluk-muluk, tetapi tidak dapat digunakan
untuk perbaikan program, maka dapat dikatakan bahwa penelitian
merupakan sarana atau cara untuk memperoleh masukan atau input
bagi perencanaan atau pengembangan program atau alternatif
pemecahan masalah, termasuk masalah kesehatan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian harus dapat
memenuhi dua fungsi atau peranan ini: pengembangan ilmu dan
pengembangan kesejahteraan masyarakat. Apabila penelitian tidak
memenuhi salah satu fungsi tersebut, apalagi kedua-duanya maka penelitian
tersebut dapat dikatakan penelitian yang tidak etis karena mengingkari
hakikat penelitian itu sendiri.
D. Etika Penelitian Kesehatan
Penelitian kesehatan masyarakat pada khususnya menggunakan manusia
sebagai objek yang diteliti di satu sisi dan di sisi lain manusia sebagai peneliti
7
atau yang melakukan penelitian. Maka dalam pelaksanaan penelitian
kesehatan khususnya, harus diperhatikan hubungan antara kedua belah pihak
ini secara etika atau yang disebut etika penelitian. Adapun status hubungan
antara peneliti dengan yang diteliti dalam konteks ini adalah masing-masing
pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Hak-hak dan kewajiban ini harus
diakui dan dihargai oleh masing-masing pihak tersebut.
1. Hak dan kewajiban responden:
Hak-hak responden
a. Hak untuk dihargai privacy-nya.
Privacy adalah hak setiap orang. Semua orang mempunyai hak
untuk memperoleh privacy atau kebebasan pribadinya. Demikian
pula responden sebagai objek penelitian di tempat kediamannya
masing-masing. Seorang tamu, termasuk peneliti atau
pewawancaranya yang datang ke rumahnya, lebih-lebih akan
menyita waktunya untuk diwawancarai, jelas merampas privacy
orang atau responden tersebut.
b. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan.
Informasi yang akan diberikan oleh responden adalah miliknya
sendiri. Tetapi karena diperlukan dan diberikan kepada peneliti
atau pewawancara, maka kerahasiaan informasi tersebut perlu
dijamin oleh peneliti. Apabila informasi tersebut kemudian
diberikan kepada peneliti dan kemudian diolahnya maka bentuknya
bukan informasi individual dari orang per orang dengan nama
tertentu, tetapi dalam bentuk agregat atau kelompok responden.
Oleh sebab itu realisasi hak responden untuk merahasiakan
informasi dari masing-masing responden maka nama responden
pun tidak perlu dicantumkan, cukup dengan kode-kode tertentu
saja.
c. Hak memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan akibat dari
informasi yang diberikan. Apabila informasi yang diberikan itu
membawa dampak terhadap keamanan atau keselamatan bagi
8
dirinya atau keluarganya maka peneliti harus bertanggungjawab
terhadap akibat tersebut.
d. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi.
Apabila semua kewajiban telah dilakukan, dalam arti telah
memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti atau
pewawancara, responden berhak menerima imbalan atau
kompensasi dari pihak pengambil data atau informasi.
Kewajiban responden:
9
pengambilan data, sehingga responden tidak merasa diganggu
privacy-nya.
b. Menjaga kerahasiaan responden:
Informasi atau hal-hal yang terkait dengan responden harus dijaga
kerahasiaannya. Peneliti atau pewawancara tidak dibenarkan untuk
menyampaikan kepada orang lain tentang apa pun yang diketahui
oleh peneliti tentang responden di luar untuk kepentingan atau
mencapai tujuan penelitian.
c. Memberikan kompensasi:
Apabila informasi yang diperlukan telah diperoleh dari responden
atau informan maka peneliti atau pewawancara juga memenuhi
kewajibannya. Kewajiban peneliti atau pewawancara seyogianya
bukan sekadar ucapan terima kasih saja kepada responden. Tetapi
diwujudkan dalam bentuk penghargaan yang lain, misalnya berupa
kenang-kenangan atau apapun sebagai apresiasi peneliti terhadap
responden atau informan yang telah mengorbankan waktu, pikiran,
mungkin tenaga dalam rangka memberikan informasi yang
diperlukan peneliti atau pewawancara.
E. Etika dan Kualitas Data Penelitian
Agar kita sebagai peneliti atau pewawancara memahami pentingnya
memperlakukan responden dalam rangka memperoleh kualitas informasi
yang baik dan akurat, maka perlu menyadari bahwa dalam pengambilan data
atau informasi kepada responden akan menimbulkan ketidaknyamanan
responden. Ketidaknyamanan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Terganggunya Privacy
Pengambilan data atau wawancara terhadap informan pada waktu apapun
(pagi, siang, sore, atau malam) pasti akan mengganggu privacyorang yang
bersangkutan. Karena orang yang mewawancarai dianggap orang asing
atau tamu. Pasti tidak akan menerimanya begitu saja seperti anggota
keluarga. Mereka akan berusaha untuk berpenampilan selayaknya
menerima tamu, dan menyediakan temapat duduk yang layak, dan
sebagainya.
10
2. Terganggunya Kegiatan atau Pekerjaan
Pengambilan data atau wawancara terhadap responden, baik di rumah
maupun di tempat kerja sudah pasti akan menyita waktu informan atau
responden. Bukan saja menyita waktu responden, tetapi hal ini berarti juga
responden harus meninggalkan kegiatan atau pekerjaannya untuk
sementara waktu. Terlebih lagi bila responden tersebut ibu rumah tangga
yang sedang menyiapkan masakan buat keluarga, diamping mengasuh
anak dan sebagainya. Tentu saja hal itu mengganggu sekali bagi responden
atau ibu tersebut.
3. Berfikir atau Berusaha Sebaik Mungkin untuk Menjawab Pertanyaan atau
Memberikan informasi
Dalam menjawab pertanyaan atau memberikan informasi, kadang-kadang
responden tidak secara spontan atau terlontar apa adanya. Responden
memerlukan waktu untuk berfikir, mengingat, dan sebagainya. Lebih-lebih
kalau pertanyaan atau informasi yang harus diberikan berupa pengetahuan
atau pendapatnya terhadap suatu fenomena kehidupan, misalnya penyakit,
gizi atau makanan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya.
4. Kemungkinan Munculnya Rasa Emosional yang Pernah Dialami pada
Waktu yang Lalu
Dalam penelitian, khususnya penelitian kesehatan sering ditanyakan
tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami, atau dialami oleh
responden atau keluarga, tentang kematian yang dialami oleh anggota
keluarga, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, terutama
pertanyaan masalah kematian sudah barang tentu akan membuka luka
lama. Pada waktu menjawab atau menanggapi pertanyaan ini akan
memunculkan perasaan sedih, bahkan sampai menyebabkan responden
menangis (menanggapi secara emosional). Lebih-lebih apabila peristiwa
yang tidak menyenangkan tersebut belum lama terjadi, atau melalui suatu
kejadian yang sangat traumatis (misalnya kecelakaan).
5. Peneliti dengan Melakukan Tindakan Invasif
Kadang-kadang suatu penelitian, pengambilan data atau informasinya
melalui tindakan invasive misalnya pengambilan sampel darah,
11
memasukkan sesuatu kedalam tubuh misalnya (inplan) atau percobaan alat
tertentu. Pada penelitian dengan tindakan invasive semacam ini sudah
barang tentu terjadi ketidakenakan fisik (rasa sakit) bagi responden.
F. Pelanggaran Etika Penelitian
Etika penelitian akademik diperlukan mencegah/mengatasi pelanggaran-
pelanggaran ilmiah (scientific misconduct). Seorang peneliti tidak boleh
melakukan penipuan dalam menjalankan proses penelitian. Semua sistem
etika melarang penipuan seperti ini. Pelanggaran ilmiah yang bisa terjadi pada
seorang peneliti adalah:
a. Fabrikasi (fabrication)
Fabrikasi didefinisikan sebagai rekaman atau presentasi (dalam
format apapun) yang menggunakan data fiksi (Sastrapratedja, 2009).
Fabrikasi merupakan bentuk pelanggaran yang paling mencolok dari
pelanggaran yang akan mempengaruhi kebenaran (Martono, 2015).
Fabrikasi ini bisa berupa pemalsuan data dan metode penelitian.
Fabrikasi sering terjadi dikarenakan adanya keinginan untuk
memenuhi target, keterbatasan waktu, keterbatasan biaya, atau adanya
persaingan antar peneliti
b. Pemalsuan/Manipulasi data (falsification)
Ada beberapa penulis yang menyebut falsification
sebagai research fraud. Seorang peneliti dilarang
memalsukan/memanipulasi data atau prosedur untuk menghasilkan
hasil sesuai dengan keinginan peneliti.
c. Plagiat (plagiarism)
Menurut Martono (2015) dan Sastrapratedja (2009), plagiarisme
adalah mengklaim karya lain untuk menjadi milik sendiri. Plagiarisme
bisa dilakukan secara keseluruhan (berupa salinan atau terjemahan dari
makalah orang lain yang telah diterbitkan), atau lebih terbatas
(mengambil dan memasukkan bagian tulisan orang lain ke dalam
tulisan tanpa referensi).
d. Kepenulisan (authorship)
12
Kepenulisan perlu diperhatikan dengan baik dengan
memperhatikan tata penulisan ilmiah.
e. Kemubaziran (redundant)
Kemubaziran di sini terjadi karena adanya publikasi yang
berulang-ulang. Seorang peneliti kembali mempublikasikan suatu
bagian dari tulisan yang sudah pernah dipublikasikan.
f. Publikasi duplikat (duplicate publication)
Publikasi duplikat diartikan sebagai publikasi sebuah artikel yang
identik atau tumpang tindih substansial dengan sebuah artikel yang
sudah diterbitkan. Publikasi duplikat ini dapat diklasifikasikan
sebagai plagiarisme diri.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya sebab-sebab orang melakukan kegiatan penelitian selain
untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap sebuah gejala atau peristiwa juga untuk
memecahkan masalah secara ilmiah dan dapat diterima dengan logika
kemanusiaan. Etika penelitian adalah suatu ukuran dari tingkah laku dan
perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dalam memperoleh data-
data penelitiannya yang disesuaikan dengan adat istiadat serta kebiasaan
masyarakat ditempat ia meneliti.Dalam penelitian kualitatif, salah satu ciri
utamanya adalah orang sebagai alat/instrument untuk mengumpulkan data. Ini
dapat dilakukan dalam pengamatan berperan serta, wawancara mendalam,
pengumpulan dokumen, foto, dan sebagainya.
Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, tidak
mematuhi,dan tidak mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut.
Sementara si peneliti tetap berpegang teguh pada latar belakang, norma, adat,
kebiasaan, dan kebudayaannya sendiri dalam menghadapi sebuah situasi dan
konteks latar penelitiannya tersebut. Penting untuk menjaga hubungan antara
peneliti dan pihak yang diteliti yang merupakan kunci penting keberhasilan
penelitian, dan diperlukan kepekaan,keterampilan, dan juga seni untuk dapat
memasuki lingkungan budaya yang akan diteliti. Kemampuan untuk berempati
dan bergaul dengan orang lain jelas merupakan modal penting.
14
B. Saran
Setelah membaca tulisan ini diharapkan pembaca dapat memahami dan
mengaplikasikan etika penelitian terutama di bidang kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah M Jusuf, Amri amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta: Kedokteran EGC.
15
Swarjana Ketut. 2013. Metodologi Peelitian Kesehatan. CV Andi OFFSET :
Yogyakarta.
16