Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah : HI Kawasan

Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Implikasi Brexit Terhadap Perekonomian Kawasan Eropa Barat (Irlandia, Jerman,


Belgia, dan Belanda) dan Global

Rangga Mochammad Sada Saputra 182030059

Abstrak

Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis dan mengamati bagaimana implikasi keluarnya Inggris dari
Uni Eropa terhadap perekonomian kawasan Eropa Barat dan global melalui Brexit. Keluarnya Inggris
dari Uni Eropa sudah terjadi pada tahun 1970-an dengan referendum pertama tahun 1975 dan
kedua yaitu tahun 2016. Faktor-faktor keluarnya Inggris dari Uni Eropa karena perbedaan
kepentingan antara Inggris dan Uni Eropa meliputi kebijakan moneter dan politik luar negeri yaitu
perbatasan dan Imigran. Jurnal ini menggunakan teori neo klasik realisme, konstruktivisme, dan teori
sub-ordinat regionalisme dalam menganalisis implikasi Brexit.

Kata Kunci : Inggris; Brexit; Uni Eropa; Kebijakan Moneter; Politik Luar Negeri.

Abstract

This journal aims to analyze and observe the implications the withdrawal of the UK from the
European Union on the economies of the Western and Western European regions through Brexit.
Britain's exit from the European Union had already occurred in the 1970s with the first referendum in
1975 and the second in 2016. Factors for Britain's exit from the European Union due to differences in
interests between Britain and the European Union included monetary policy and foreign policy,
namely borders and immigrants . This journal uses neo-classical realism, constructivism theories, and
sub-ordinate theory of regionalism in analyzing the implications of Brexit.

Keywords: Britain; Brexit; European Union; Monetary policy; Foreign policy.

まえが
前 書き

このジャーナルの目的は、EU 離脱から英国が撤退することの、Brexit による西および西ヨー


ロッパ地域の経済への影響を分析し、観察することです。 イギリスの欧州連合からの離脱
は、1970 年代にすでに 1975 年に最初の国民投票が行われ、2016 年に 2 度目でした。 すな
わち、国境と移民です。 このジャーナルは、新古典主義のリアリズム、構成主義理論、お
よび地域主義の従属理論を使用して、Brexit の意味を分析しています。

キーワード:イギリス; Brexit; 欧州連合; 金融政策; 外交政策。


Mahasiswa Hubungan Internasional Fisip UNPAS
Email: ranggarjuna2000@gmail.com
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Maegaki (Romaji/latin)

Kono jaanaru no mokuteki wa, EU ridatsu kara Igirisu ga tettai suru koto no, Brexit ni yoru nishi oyobi
nishi yooroppa chiiki no keizai e o eikyou o bunseki shi, kansantsu suru kotodesu. Igirisu no
Oushuurengou kara no rodatsu wa, 1970 nendai ni sudeni 1975 nen ni saisho no kokumin touhyou
ga okonawa re, 2016 nen ni 2 domedeshita. Sunawachi, Kokkyou to imin desu. Kono jaanaru wa,
shinkotenshugi no riarizumu, kosei shugi riron, oyobi chiiki shugi no juuzokuriron o shiyo shite, Brexit
no imi o bunseki shite imasu.

Kiiwaado: Igirisu; Brexit; Ooshuurengou; Kin’yu seisaku; Gaikou seisaku

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Regionalisme adalah suatu studi yang menjadi hal dalam bagian Ilmu Hubungan
Internasional. Karena regionalisme terbentuk dari pelbagai peristiwa yang dilakukan oleh interaksi
aktor yaitu antar negara dengan negara lain di suatu kawasan atau wilayah. Melihat regionalisme di
benua eropa yaitu Uni Eropa yang dikenal sebagai kawasan yang hampir sempurna dan mapan. Uni
Eropa yang terbentuk dari asalnya yaitu “European Coal and Steel Community” atau bisa disingkat
sebagai ECSC pada bulan April 1951 hanya terdiri dari enam negara antara lain : Belgia, Perancis,
Italia, Luksemburg, dan Belanda1. Berlangsung sampai pada tanggal 25 Maret 1957, kawasan ECSC
naik pangkat atau berubah dalam regionalismenya menjadi Masyarakat Ekonomi Eropa atau dalam
bahasa Inggris disbeut sebagai European Economic Community (EEC) dan sampai pada tahun 1992
pada Maastricht Agreement menjadi cikal bakal yang menjadi regionalisme eropa saat ini yang
disebut sebagai Uni Eropa/European Union (EU)2. Hingga saat ini dan terakhir pada tahun 2013
dengan bergabung Kroasia sebagai anggota resmi Uni Eropa, hingga saat ini jumlah anggotanya 28
Negara3.

1
Andrias Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi 8 No. 1
(2018): hal. 2.
2
Ibid Hal. 2.
3
European Union, “Countries | European Union,” europa.eu, diakses 4 Januari 2020, https://europa.eu/european-union/about-
eu/countries_en.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Akan tetapi pada pertengahan tahun 2016, Uni Eropa dan bahkan masyarakat internasional
harus dikejutkan dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa melalui referendum yang diadakan pada
tanggal 23 Juni 20164. Hingga pada tanggal 24 Juni 2016 sehari setelah pemungutan suara
referendum brexit, hasilnya adalah mayoritas dari masyarakt Inggris memilih untuk memisahkan diri
dari Uni Eropa. Maka dari itu, Inggris menjadi anggota Uni Eropa selama 43 Tahun sejak tahun 1973
sampai tahun 20165. Memang dapat diketahui bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa bukan kali
pertama diadakan pada tahun 2016, melainkan proses memisahkan diri Inggris dari Uni Eropa sudah
dimulai pada tahun 1975 melalui referendum pertamanya akan tetapi bergabungnya Inggris ke
Eropa diawali dengan krisis minyak yang terjadi di Inggris pada tahun 1973 berimplikasi pada
melambatnya perlambatan ekonomi dan inflasi 6. Sehingga pada tanggal 1 Januari 1973, Inggris
bergabung dengan Uni Eropa. Akan tetapi dengan bergabungnya Inggris ke dalam Uni Eropa
menimbulkan ketidakpuasan pada golongan yang anti integrasi Uni Eropa hingga pada tahun 1993
dengan berdirinya partai UKIP (United Kingdom Independence Party), desakan untuk segera Inggris
keluar dari Uni Eropa dengan alasan yang menjadi penguat yaitu pembatasan imigran di Inggris.
Sehingga ini menjadi alasan keluarnya Inggris melalui referendum brexit tahun 2016 atas mayoritas
masyarakat Inggris. Dengan demikian alasan imigran yang menjadi faktor pendorong Inggris keluar
dari Uni Eropa dan Perdana Menteri Inggris saat itu David Cameroon sebagai Perdana Meteri Inggris
mengundurkan diri karena hasil brexit mayoritas memilih memisahkan diri dari Uni Eropa 7. Selain itu
faktor pendorong lainnya adalah kebijakan European Monetary Union yang mengakibatkan kerugian
bagi Iggris karena dari kebijakan EMU yang membuat mata uang tunggal yaitu Euro dengan tujuan
menciptakan alokasi pasar yang lebih tinggi dan efisien serta menumbuhkan kerjasama kawasan
yang lebih besar sehingga apabila Inggris mengadopsi Euro, proteksioisme Inggris dalam mengontrol
Poundsterling menjadi euro akan lepas karena kebijakan monternya tidak dipegang oleh Inggris,
melainkan oleh Bank sentral Eropa baru yatu EMU. Dengan demikian, Inggris tidak setuju dalam
kebiijakan mata uang tunggal Euro oleh EMU melainkan memilih mempertahankan mata uang
Poundsterling penolakan dalam perjanjian schengen yaitu mengurangi pengawasan perbatan di
kawasan Uni Eropa8.

Melihat permasalahan keluarnya Inggris dari Uni Eropa sangat berpengaruh atau
berimplikasi bukan hanya sistem internasional saja tetapi sistem perekonomian di Uni Eropa
khususnya kawasan Eropa barat yang terdiri dari Perancis, Luksemburg, Belgia, Jerman, dan Belanda.

4
Fidya Kultsum Faridah dan Erlina Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga Brexit,” Factum Jurnal UPI 7 No. 2 (2018):
hal. 163.
5
Petrikor Immanuel dan Wahyudi N, Sejarah Uni Eropa: Mendedah Masa Lalu dan Isu Terkini (Azka Pressindo, 2016), hal. 177–79.
6
Pungky Amalia Sudaryono, “Alasan Inggris Keluar Dari Uni Eropa Pada Referendum 2016,” 2016, hal. 2.
7
Loc.cit. Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” 7.
8
D.C. Kruse, Money Integration in Western Europe: EMU, EMS and Beyond (USA: Butterworths, 1980).
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Dalam hal ini penulis melihat prediksi pertumbuhan ekonomi Inggris kawasan Eropa Barat setelah
Inggris keluar dari Uni Eropa, menganalisis bagaimana Brexit berdampak pada perubahan dalam
pertumbuhan ekonomi di Jerman, Belgia, dan Belanda 9. Serta implikasi terhadap dampak transasksi
perekonomian terhadap perdagangan dunia. Karena Peran Inggris dinilai memiliki dampak yang baik
terhadap Uni Eropa melalui perdagangan kawasan Eropa Barat seperti Jerman, Belgia, dan Belanda
dan terakhir adalah masa depan perkonomian Inggris dalam perdagangan di kawasan Eropa Barat
dan Global.

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Agar jurnal semakin kuat dan valid dalam menganalisis suatu permasalahan yang akan
diteliti, maka harus didukung oleh teori-teori yang kuat. Dengan demikian teori untuk menguatkan
dalam jurnal ini menggunakan teori neo-klasik realisme Hubungan Internasional dan teori dari
beberapa konsep regionalisme yaitu teori neo-fungsionalisme dan pesimisme regionalisme.

1. Neo-klasik realisme

Teori neo-klasik reaslisme adalah teori yang berkembang setelah perang dingin pada akhir
1990-an yaitu adalah upaya untuk menghidupkan kebijakan luar negeri dan menghidupkan kembali
dari Outside-in (Sistem memengaruhi negara) ke Outside-out (Negara memengaruhi sistem)10. Teori
ini pertama kali dikembangkan oleh Gideon Rose dengan membuat artikel dari beberapa buku
tentang Politik Luar Negeri dan terbit pada bulan Oktober 1998 dan tujuan rose dalam membuat
artikel tersebut dalam pengembangan teori neo-klasik realisme yang merupakan gaya baru dari
realisme klasik adalah membuat kebijakan suatu negara sebagai aktor yaitu Innenpolitik yang artinya
adalah politik dalam negeri yang menjadi kunci utama sebagai power suatu negara dalam
menentukan kebijakan luar negeri dalam sistem internasional 11.Neo-klasik realisme berargumen
bahwa power sebagai sebuah peranan yang relatif membangun sebuah indikator dalam kebijakan
politik luar negeri12.

Sebenarnya teori Innenpolitik adalah murni teori ilmu politik dalam kebijakan politik dalam
negeri akan tetapi teori tersebut dikembangkan menjadi neo-klasik realisme dengan memasukan
unit analisis yaitu sistem internasional, karena innenpolitik tidak mengindahkan sistem internasional
yang memengaruhi suatu negara13. Dengan demikian perbedaan antara realisme klasik dan neo

9
Francois Levarlet et al., “Assessing the impact of the UK’s withdrawal from the EU on regions and cities in EU27,” 2018,
https://doi.org/10.2863/572180.
10
Bob S. (Bob Sugeng) Hadiwinata, Studi dan teori hubungan internasional : arus utama, alternatif, dan reflektivis, 2017, hal. 118.
11
ibid hal.117-118.
12
Gideon Rose, “Neoclassical realism And Theories of Foreign Policy,” in World Politics (Cambridge University Press, 1998), hal. 146,
https://doi.org/10.1057/9780230226203.3160.
13
ibid. hal. 154.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

klasik realisme adalah realisme klasik cenderung memengrahui sistem dengan menghegemoni di
dalam sistem internasional yang anarkis dengan metode murni hardpower (outside-out with hard
power only) sedangkan dalam neo klasik realisme bagaimana sistem internasional anarki
memengaruhi sebuah negara untuk mempertahankan kepentingan nasional dengan aspek kebijakan
innenpolitik menjadi acuan kebijakan luar negeri, keyakin opini publik, opini publik, dan kebijakan
ekonomi internasional sehingga peran negara kembali sebagai aktor utama dalam interaksi sistem
internasional(Outside-out but using other aspects) 14. dapat dianalisis mengenai bagaimana inggris
keluar dari Uni Eropa melalui Brexit karena kita ambil dari neo-klasik realisme Inggris kehilangan
peran sebagai negara yang mempunyai power karena pada saat memasuki suatu kawasan Uni Eropa
analoginya kebijakan ekonomi dan politik harus dipegang oleh otoritas kawasan Uni Eropa bukan
dari negara, seperti pada kasus kebijakan mata uang tunggal yang dibuat oleh EMU pada perjanjian
Maastricht Agrreement, inggris menolak untuk mengubah mata uangnya dari poundsterling ke Euro
karena ingin mempertahankan kebijakan kontrol moneter poundsterling dari Inggris langsung bukan
dari Uni Eropa15.Ini merupakankebijakan ekonomi politik dalam negeri inggris (Innenpolitics). Maka
dari itu, apabila Inggris menyetujui Maastricht Agreement sama saja menghilangkan power negara
Inggris yang punya nilai mata uang Poundsterling yang paling tertinggi. Selain dalam faktor Ideologis
dan opini publik karena dominasi Parlemen Inggris yang konservatif seperti pengaruh Partai UKIP
yang menuntut Inggris keluar dari Uni Eropa karena menolak adanya imigran dari kebijakan Uni
Eropa tentang imigran dan dari opini publik yaitu dari pemimpin dari partai UKIP Nigel Farage dan
Bernie Ecclestone CEO Formula F116.

Dengan demikian dapat dianalis melalui teori neo-klasik realisme bahwa pengaruh kebijakan
opini publik dari pelbagai kalangan politikus dan pebisnis serta dari keyakinan ideologisnya bahwa
dominasi parlemen Inggris dari partai konservatif dengan tujuan agar Inggris menjadi negara dengan
power yang kuat tanpa ada pelemahan dari manapun termasuk kebijakan Uni Eropa terhadap
Inggris.

2. Konstruktivisme

Selanjutnya dalam teori konstruktivisme, teori konstruktivisme adalah teori yang


berkembang setelah masa berakhirnya perang dingin yang dikembangkan oleh Alexander Wendt,
pemikir lainnya dari Jerman yaitu Nicolas Onuf 17. Wendt dan Onuf menjelaskan teori konstruktivisme
dalam kepada kritikan teori mapan yaitu realisme bahwa interaksi aktor dalam sistem internasional
14
Hariyadi Wirawan, Liu Feng, dan Zhang dkk. Ruizhuang, Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer, ed. oleh
Asrudin Asrudin dan Mirza Jaka Suryana, Pertama (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 31.
15
Andrias Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” hal. 11. Dikutip dari Kruse, D.C. 1980.
Monetary Integration in Western Europe: EMU, EMS and Beyond. USA: Butterworths.
16
ibid hal. 7–8.
17
Bob Sugeng Hadiwinata, Studi dan teori hubungan internasional : arus utama, alternatif, dan reflektivis, hal. 261.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

hanya melihat dari sudut objektivitasnya yaitu perang atau konflik dan librealisme dari sudut
objektivitasnya yaitu kerjasama atau damai bagaimana ketergantungan melalui kerjasama dari
sistem internasional yang anarki. Akan tetapi liberalisme dan realisme tidak mengindahkan nilai
subjektivitas bagaimana pola interaksi aktor dalam sistem internasional terbentuk dari konstruksi
yang membentuk dari ide dan norma yang membentuk sebuah wacana sehingga menghasilkan yang
namanya bahasa, bagaimana peran bahasa memengaruhi interaksi aktor, intensitas bagaimana
interkasi aktor terbentuk melalui intensitas atau maksud (Semakin intensif suatu aktor dalam
melakukan interaksi semakin menunjukan “kawan”, sebaliknya menjadi lawan”) 18. Dan
konstruktivisme terbentuk bagaimana faktor konstruksi sosial yang membentuk dari latar belakang
sejarah sehingga memengaruhi aktor dalam berinteraksi di sistem Internasionak Dapat dianalis dari
keluarnya brexit dari uni eropa karena perbedaan maksud Inggris masuk Uni Eropa karena untuk
mempertahankan ekonomi dari krisis minyak pada thaun 1973, selain itu maksud inggris masuk Uni
eropa hanya ingin meningkatkan keuntungan dalam pertumbuhan ekonomi Inggris di Uni eropa
karena dapat mengurangi hambatan tarif dalam perdagangan di kawasan Eropa saja. Akan tetapi
maksud Uni Eropa dengan bergabungnya Inggris, kepentingan luar negeri Inggris dapat melakukan
bargaining power di dalam Uni Eropa seperti Imigran, Schengen Aggrement, dan perjanjian
Maastrict akan tetapi Inggris Menolak dengan perjanjian tersebut dan semakin banyak peran
konstruksi sosial Inggris dari parlemen yang didominasi oleh konservatif sehingga inilah yang
menjadi faktor keluarnya Inggris dari Uni Eropa 19.

3. Teori Sub-Ordinat

Teori Regionalisme yang akan dibahas adalah teori dari domestik dalam regionalisme yaitu
teori Sub-Ordinat. Teori Sub-ordinat adalah teori yang menjelaskan bagaimana terbentuknya suatu
kawasan dari : 1) Faktor kohesi (daya ikat) suatu antar negara di dalam kawasan; 2) Faktor
komunikasi yang terbentuk dari suatu negara melalui kegiatan media massa, pertukaran para elite
plolitik dalam kunjungan diplomatik di kawasannya; 3) Faktor Derajat Power yang terbentuk dari
daya kuat power sebuah negara berdasarkan dari kapasitas Sumber daya Alam, Sumber Daya
Manusia, persenjataan, dan daya diplomatik suatu negara terhadap kawasan; 4) Faktor Struktur
Hubungan yaitu perilaku suatu negara terhadap negara lain perihal kerjasama atu konflik, dasar-
dasar bagi suatu negara yang menjadi penyeba dalam hubungan persahabatan atau persaingan; dan
5) Faktor dalam negara Core, Peripheral, dan Intrusive system, negara inti yang menjadi negara yang
memiliki daya interaksi yang kuat dalam kawasan pada arena politik internasional atau dapat
dikatakan yang memiliki peran aktif dalam pembentuk kawasan, peripheral adalah negara yang

18
ibid hal. 263.
19
Loc. cit Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit.”
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

memiliki daya interaksi dalam kawasan yang lemah dan terpisah dari sektor core perihal derajat
sosial, politik, ekonomi atau faktor-faktor dalam kegiatan organisasi di dalam kawasan, dan Intrusive
system adalah snegara yang berada di luar kawasan akan tetapi memiliki peran aktif dalam interaksi
kawasan20.

Menganalisis melalui mengapa Inggris keluar dari Uni Eropa karena memiliki daya kohesi
dengan negara di kawasan eropa lain yang lemah yang menjadi dominan diantara lima faktor diatas.
Pertama, dalam hal hakikat dan tingkatan kohesi Inggris tidak setuju menandatangani Perjanjian
Maastricht dari Poundsterling menjadi Euro karena Inggris mempunyai kepentingan yang berbeda
dengan Uni Eropa, Inggris mau bergabung dengan Uni Eropa dengan kesadarannya bahwa dengan
bergabung ke dalam kawasan, maka pendapatan per kapita Inggris akan semakin meningkat
ditambah lagi dengan pengurangan hambtan tarif perdagangan antar negara di kawasan Uni Eropa,
akan tetapi kebijakan moneter Inggris tetap dipegang Inggris tidak mau dipegang oleh EMU
(European Monetary Union) melalui mata uang tunggal Euro karena Inggris tetap mempertahankan
kepentingan ekonomi moneter melalui suku bunga Pounsterling tetp di tangan Inggris 21. Selain itu
dalam kohesi politik perbedaan kebijakan Uni Eriopa dengan Inggris yaitu perjanjian Schengen yaitu
kebijakan dengan menghapus pengawasan perbatasan negara di kawasan Uni Eropa, Inggris tidak
mendatangani perjanjian tersebut dan tetap melakukan pengawasan perbatan Inggris 22. Dengan
demikian Inggris setuju dengan hambatan tarif perdagangan ekonomi dengan kawasan eropa lainnya
akan tetapi tidak setuju kebijakan monter dan politik diikut campurkan oleh kepentingan Uni Eropa.

C. PEMBAHASAN

Sebelumnya pada kerangka konseptual menjelaskan analisis bagaiman keluarnya Inggris dari
Uni Eropa melalui teori Neo-klasik realisme, konstruktivisme, dan teori regionalisme dalam
pendekatan teori domestik yaitu sub-ordinat. Pada poin pembahasan ini akan menjelaskan 1)
Pertumbuhan ekonomi sebelum bergabung ke Uni Eropa; 2)Bergabungnya Inggris ke Uni Eropa dan
implikasi pertumbuhan ekonomi Inggris dengan kawasan Eropa Barat; 3)keluarnya Inggris dari Uni
Eropa dan implikasi Pertumbuhan Ekonomi terhadap kawasan Eropa Barat dan global.

1. Pertumbuhan ekonomi Inggris sebelum bergabung ke Uni Eropa

Sebelumnya Inggris memang memiliki dinamika sejarah yang panjang dalam bergabungnya
ke Uni Eropa. Hal itu dilatar belakangi pada masa berakhirnya perang dunia II yang berdampak pada
lumpuhnya pereknomian dan kerugian perekonomian di seluruh negara termasuk Inggris dan

20
Nuraeni S, Deasy Silvya, dan Arifin Sudirman, Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional, ed. oleh Eka Adinugraha, 2 ed.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal. 64–67.
21
Loc.cit Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” hal. 10.
22
ibid hal. 2.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

kawasan Eropa lainnya. Akan tetapi kesadaran Inggris untuk memulihkan kembali pereknomiannya
akibat dari kekacauan perang dunia II harus melakukan bantuan negaranya dengan negara eropa
lainnya di kawasan Eropa lainnya23. Inggris memiliki hambatan dalam pemulihan ekonominya apabila
pemulihan ekonominya hanya sebatas Inggris saja tidak akan memulihkan ekonomi dengan cepat
dan ditambah lagi dengan runtuhnya kedigdayaan Imperium Inggris pasca perang dunia II serta
banyak negara jajahan koloni Inggris di dunia internasional di tahun 1939-1945 serta banyak yang
memerdekakan diri menambah tersendatnya.Banyak pasokan bahan mentah Inggris berkurang
untuk pengamanan pangkalan militernya di Asia timur yaitu Hongkong dan di Asia Tenggara yaitu
Malaysia dan Singapura, serta di timur tengah yaitu Aden daerah yang sekarang menjadi bagian
negara Yaman24. Pasokan dana bahan mentah untuk pangkalan militer Hongkong membutuhkan
dana sebesar 42 juta dolar AS per tahun, kedua pangkalan militer Aden membutuhkan dana sebesar
168 juta dolar AS per tahun dan pangkalan militer Singapura dan Malaysia membutuhkan dana
sebesar 630 juta dolar AS per tahun. Sehingga menyebabkan kerugian bagi Inggris karena mengalami
defisit perekonomiannya padahal Inggris membutuhkan sebenarya dalam pemulihan eknomi di
dalam negerinya25. Namun, sebenarnya inggris masih bisa memiliki peluang dari bantuan Amerika
Serikat dan negara persemakmuran Inggris yang dapat melakukan kerjasama dalam pemulihan
ekonomi inggris melalui kebijakannya yaitu “Three Centre Circle” yang artinya tiga lingkaran utama
dalam pemulihan ekonomi Inggris. Akan tetapi perubahan kebijakan luar negeri Inggris mengalami
perubahan karena masalah tarif perdagangan ekonomi dan kekuatan ekspor untuk pertumbuhan
ekonomi Inggris karena pertama, pada tahun 1947 Inggris kesulitan untuk bernegosiasi dengan
Amerika Serikat setelah Inggris melakukan perjanjian Breton Woods, hal itu dikarenakan Amerika
Serikat takut terhadap pengaruh komunis oleh Uni Soviet kepada negara-negara di seluruh dunia
termasuk kawasan eropa sendiri. Sehingga kebijakan luar negeri Inggris berpindah ke Amerika
Serikat untuk melakukan bantuan ekonomi Inggris saat itu. tapi karena sulit mendapatkan pencarian
bantuan dana darI AS, sehingga Inggris membuat pengembangan penghalang nuklir dengan
ekonominya sendiri26.

Namun, setelah itu Inggris mengalami penurunan ekonominya pada perdagangan ekspor di
tahun 1950-an yaitu sekitar 25,5 % dan sebaliknya di tahun 1960-an ekspor Inggris ke negara
persemakmuran Inggris menurun dan ekspor ke Eropa Barat mengalami pertumbuhan sekitar 19,6%
dan reaksi dari perindustrian Inggris yang akan kalah dalam persaingan ekonomi apabila Inggris tidak
bergabung ke Uni Eropa yang dulu masih bernama European Economic Community (EEC) serta dari

23
Kultsum Faridah dan Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga Brexit,” hal. 164.
24
ibid hal. 166.
25
C.P.F. Luhulima, Eropa sebagai Kekuatan Dunia: Lintasa sejarah dan Tantangan Masa Depan (Jakarta: Gramedia, 1992), hal. 48-49.
26
Loc.cit. Kultsum Faridah dan Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga Brexit,” hal. 167.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

pengaruh power perdagangan Inggris yang yang berkurang yaitu barang-barang yang akan dijual dan
diekspor ke negara-negara persemakmuran. Dengan demikian pada tahun 1961, Perdana Menteri
Inggris yang berasal dari partai konservatif Harold Macmillan memutuskan untuk mengajukan
proposal Inggris untuk bergabung ke dalam EEC 27. Selama 15 tahun paska perang dunia II sebenarnya
Inggris enggan untuk bergabung dengan EEC, akan tetapi pada tahun 1950-1960an tendensi politik
global yang memengaruhi politik Inggris di ibu kota yaitu london menghasilkan penurunan ekonomi
Inggris dan berimplikasi pada peluang untuk meningkatkan kerja sama dengan Eropa Barat.
Sebagaimana dengan perkataan dari D. Gowland bahwa kejayaan Inggris di masa imperialisme dan
kolonialisme yang menghasilkan ekonomi raksasa dan superpower negara imperium saat itu
bagaimanapun juga Inggris harus mempunyai ketergantungan dengan benua Eropa karena pengaruh
Inggris tidak seperti dulu lagi28. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Inggris sebelum bergabung
ke Uni Eropa mengalami penurunan dan bahkan pertumbuhan ekonomi Inggris pun relatif kecil.

2. Bergabungnya Inggris ke Uni Eropa dan implikasi pertumbuhan ekonomi Inggris


dengan
kawasan Eropa Barat

Inggris sebenarnya telah membuat kawassan common market untuk mengurangi tarif
barang dan jasa perdagangan di kawasan Eropa Barat dengan negara anggotanya yaitu Austria,
Swiss, dan negara-negara Skandinavia yaitu dengan dibentuknya EFTA (European Free Trade
Association) pada bulan Januari 1960 dengan penandatangan Konvensi Stockholm akan tetapi
terjadi dilematis antara EEC dan EFTA karena ada kekhawatiran akan ada konflik dari pelbagai
kepentingan, sehingga EEC menjadi jawaban terbaik untuk membuat common market. Maka dari itu
regionalisme EEC dilanjutkan29. Pada tahun 1962 proses pengajuan Inggris ke EEC akan tetaoi diveto
oleh Presiden Perancis Charles De Gaulle karena Inggris akan kemungkinan kepentingan Inggris yang
membuat kuda troya ke Perancis dan ketakutan Inggris adalah penghubung dengan AS dan apabila
Inggris bergabung dengan Uni Eopa atau EEC saat itu, maka AS akan mengambil alih kepentingan
kaawasan Eropa30. Akan tetapi setelah meninggalnya Presiden Gaulle dan ditambah lagi terjadi krisis
minyak, maka pada tahun 1973, Inggris resmi bergabung dengan Uni Eropa dan disetujui oleh
Presiden baru Perancis Georges Popidou. Setelah bergabungnya Inggris ke Uni Eropa banyak
dipengaruhi oleh perdana meteri Inggrisnya, pada tahun 1970-1974 di masa kepemimpinan E.
Heatlh yang dominan pro terhadap kebijakan Uni Eropa, akan tetapi pada masa kepemimpina

27
ibid. hal. 167.
28
Maria Sorokina, “Great Britain and the European Integration” (Masaryk University, 2014). Hal. 8.
29
ibid. hal.10.
30
Kultsum Faridah dan Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga Brexit,” 167–168.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Margaret thacher yang dikenal oleh dunia dengan julukannya “Iron lady” cenderung kontra terhadap
kebijakan Uni Eropa31.

Akan tetapi meskipun terjadi perbedaan dalam kebijakan yang dilakukan oleh Health dan
Thacher saat itu Inggris mengalami pertumbuhan dengan cukup pesat bukan hanya Inggris saja,
tetapi juga negara lainnya hal itu berdasarkan data dari tahun 1973 sampai 1995 Inggris mengalami
pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product). Semenjak tahun 1973 pada 5 tahun terakhir, Inggris
mengalami pertumbuhan GDP sebesar 4,8%, setelah itu dalam 10 tahun terakhir sebesar 8,6%.
Sehingga total GDP Inggris sebesar 23,7% Dalam pertumbuhan GDPnya dan pertumbuhan ekonomi
GDP Inggris tersebut mendapatkan posisi ketiga setelah Denmark dengan total pertumbuhan GDP
sebesar 23,9% dan Irlandia sebesar 48,9% 32. maka dari itu dapat dibuktikan Inggris semenjak masuk
ke Uni eropa, Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi GDP yang sangat signifikan.

Selanjutnya, implikasi terhadap Uni eropa khususnya eropa barat sendiri, pertumbuhan
ekonomi Uni Eropa antara 0,5 dan 0,75 Pada tahun 1988, perdagangan Uni Eropa berada pada
51,4% , dan dampaknya terhadap perdagangan Inggris pun meningkat ebesar 21,1%. Berkaitan
dengan itu, implikasi besar bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan lebih efektif oleh Uni Eropa
dibandingkan dengan EFTA meskipun pada tahun 1960an EFTA dibuat oleh Inggris, Austria, Swiss,
dan negara-negara Skandinavia dan ada kekhawatiran akan terjadinya konflik dalam kepentingan
kawasan eropa33. Peran Uni Eropa sebagai kawasan dalam common market untuk pertumbuhan
ekonomi eropa termasuk Inggris menjadi uni eropa sebagai level integrasi ekonomi yang lebih dalam
artinya integrasi ekonomi kawasan Uni Eropa sangat serius dan intensif. Yang kedua adalh kontribusi
dalam pertumbuhan ekonomi Uni eropa dan Inggris adalah melalui FDI singkatan dari Foreign Direct
Investment yang hasilnya menghasilkan spillovers atau disebut dengan penularan terhadap intra dan
inter perindustrian di kawasan Eropa satu sama lain 34. Dengan adanya spillover inilah yang
menghasilkan Inggris memiliki tingkat inflasi yang rendah selama 30 tahun, rendahnya
pengangguran, pertumbuhan pesat dalam kegiatan usaha.

3. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan implikasi Pertumbuhan Ekonomi terhadap
kawasan Eropa Barat dan global.

Pada saat tahun 1990-an, ketika Uni Eropa yang masih disebut sebagai EEC semakin
menunjukan eksistensi dalam pertumbuhan ekonomi bahkan juga Inggris yang mengalami masa jaya
dengan inflasi terensdah selama 30 tahun dan menjadi mata uang Poundsterling menjadi mata uang
31
ibid. hal. 168.
32
Nicholas Crafts, “The Growth Effects of EU Membership for the UK: Review of the evidence,” 7, 2016, hal.22 diambil dari tabel
pertumbuhan GDP per orang.
33
ibid. Crafts, hal. 6; Sorokina, “Great Britain and the European Integration.”. hal. 8.
34
ibid. “The Growth Effects of EU Membership for the UK: Review of the evidence,” hal. 7.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

tertinggi di dunia, ini semua berkat penurunan tarif hambatan perdagangan antar negara di
kawasan, semenjak Inggris masuk Uni Eropa, dan Uni Eropa sendiri dengan adanya peran Inggris
semakin menunjukan kekuatan sebagai regionalisme yang menuju sempurna. Namun, bagi Inggris
yang lebih dominan terhadap pasar bebas dalam Uni Eropa yang menguntungkan pertumbuhan
ekonomi Inggris akan tetapi dalam kebijakan ekonomi/monter dan politik. Inggris tidak
mengindahkan adanya kebijakan mata uang tunggal yang diinisasi oleh Uni Eropa yaitu Maastricht
agreement dengan babnya mengenai “Social Chapter of Treaty” melalui EMU (European Monetary
Union). PM Inggris Margaret Thacher tidak setuju mata uang Poundsterling harus diganti dengan
Euro karena mata uang Inggris yang berada di titik terendah inflasi, pengangguran yang rendah, dan
perekonomian yang semakin meningkat dikhawatirkan apabila Inggris menyetujui Euro melalui
penandatangan perjanjian Maastricht, proteksionisme Inggris dalam kebijakan moneter berkurang
karena dipegang oleh EMU dan akan membahayakan pada biaya hidup penghasilan dalam
masyarakat Inggris35. Ditambah lagi dengan perjanjian Schengen yang menghapus pengawasan
perbatasan di kawasan Eropa semakin menambah Inggris untuk membangkitkan kembali peran
Inggris sendiri tanpa di bawah naungan Uni Eropa, dengan demikian pada tahun 2016,. Atas inisiasi
dari PM Inggris David Cameroon membuat referendum Brexit kedua kalinya setelah tahun 1975 yang
hasilnya mayoritas ingintetap berintegrasi dengan Uni Eropa 36. Pada referendum kedua, hasilnya
adalah bahwa mayoritas Inggris memilih untuk memisahkan diri dari Uni Eropa sehingga Uni Eropa
selama lebih dari 40 tahun menjadi bagian dari Uni Eropa.

Semenjak Inggris keluar dari Uni Eropa berimplikasi pada pengaruh di kawasan Uni Eropa
dan bahkan global. Namun, dampak Inggris pun terhadap pertumbuhan ekonominya, hal itu dimuat
menurut anggota Komite Kebiajakan Moneter (MPC) Mark Carney mengatakan bahwa
perekonomian Inggris semakin melemah sejak akhir tahun 2018, dan ia mengatakn bahwa diprediksi
pelemahan ekonomi akan semakin berlanjut dn pertumbuhan eknomi Iggris menurun cukup drastis
dari asalnya 1,7% di bulan November lalu menjadi 1,2% 37. Berkaitan dengan implikasi Inggris sendiri
pasca Brexit juga berimplikasi pada kawasan Eropa lainnya termasuk di Eropa Barat, yang paling
berimpliksi adalh termasuk Belgia, Belanda, dan Jerman. Diantara seluruh kawasan eropa yang
berdagang ekspor dan impor dengan Inggris. Sekitar 44% ekspor Inggris ke negara anggota Uni
Eropa. Yang pertama adalah Irlandia, Irlandia akan menjadi orientasi dalam ekspor yang sangat
meningkat karena 14% dipengaruhi oleh ekspor Inggris ke Irlandia dan 34% impor ke Inggris, diluar
dari hambatan perdangan. Irlandia akan mengalami peluang dalam peningkatan investasinya untuk

35
Kultsum Faridah dan Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga Brexit,” hal.; Darmayandi, “Transformasi Uni Eropa:
Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” hal. 2.
36
ibid. Andrias Darmayandi “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit,” hal.3.
37
Mutia Fauzia, “Imbas Brexit, Pertumbuhan Ekonomi Inggris Semakin Anjlok di 2019,” Kompas.com, 2019,
https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/08/074500726/imbas-brexit-pertumbuhan-ekonomi-inggris-semakin-anjlok-di-2019.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

mencari celah-celah akses dalam pasar tunggal Uni Eropa. Kedua Belanda, karena Belanda memiliki
perdagangan yang cukup tinggi dengan inggris, maka dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa maka
permintaan komoditi bunga akan mengalami hambatan dan harga yang mahal kaerena dibatasi oleh
tarif. Ketiga Belgia, sebagai prediksi 9% ekspor barang ke inggris dan 5% impor dari Inggris, maka
pertumbuhan ekpor-impor Inggris akan lambat. Yang terakhir Jerman, Jerman sebagai pangsa pasar
terbesar di antara kawasan Uni Eropa akan mengalami pengurangan dalam ekspor-impor ke Inggris
setelah brexit dan akan berdampak pertumbuhan ekonomi yang rendah bagi Inggris 38.

Selain itu dampak terhdap global adalah prediksi implikasi Brexit adalah bukan hanya
melemahkan ekonomi eropa tetapi juga dapat menghambat jalur pelabuhan internasional yang akan
menuju Inggris dengan adanya penambahan pada pemerikssaan Inggris dan hasilnya berdampak
pada putusnya jaringan siplai di penjuru Eropa dan bahkan dunia internasional 39.

D. Kesimpulan

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa memang memiliki dampak yang sangat besar bukan hanya di
kawasan Uni Eropa termasuk eropa barat, juga dampak terhadap global. Bagi Inggris tujuan integrasi
kawasan dengan Uni Eropa berdasarkan tahap-tahap regionalisme adalah soft regionalism yang
artinya hanya menghambat tarif perdagangan ekspor dan impor. Sebenarnya Inggris memang tidak
ingin bergabung dengan Uni Eropa pada masa Perang dingin, akan tetapi karena pengaruh sistem
internasional yang anarki dan lumpuhnya pemulihan ekonomi akibat dari Perang Dunia II
megakibatkan negara harus saling bergantung sama lain untuk membuat kawasan atau
regionalisme. Ditambah lagi karena peran impeirum Inggris sudah berkurang dan perekonomian
Inggris yang defisit karena pasokan pangkalan militer di daerah Asia dan timur tengah serta krisis
minyak 1973 yang mengakibatkan inflasi Inggris. Sehingga Inggris harus bergabung dengan Uni Eropa
meskipun pada walnya ditentang oleh Presiden Perancis Gaulle, bahkan di anggota parlemen yang
dominan konservatif dengan mempertahankan power Inggris sebagaimana kesuksesan Inggris pada
masa imperium dan anti imigran telah menjadi faktor pendorong keluarnya Inggris melalui
referendum Brexit. Bagi Inggris integrasi dalam hambatan tarif untuk pertumbuhan ekonomi
kepentingan nasional Inggris “Yes” namun integrasi kawasan “No”. Karena bagi inggris sama halnya
dengan menghilangkan power sebuah negara. Sebagaimana dari teori neo-klasik realisme,
bagaimana peran menghidupkan negara memengaruhi sistem dengan tambahan mobilitas ekonomi
dan suara masyarakat banyak berdasarkan dari innenpolic dan kurangnya daya kohesi dalam sub-
ordinat regionalisme karena perbedaan kepentingan atau maksud antara Inggris dan Uni Eropa.
38
Jan Willem Velthuijsen dan Lorenz Bernard, “Brexit Monitor The impact of Brexit on (global) trade,” Price Waterhouse Coopers, 2016,
hal. 3, https://www.pwc.nl/nl/brexit/documents/pwc-brexit-monitor-trade.pdf.
39
“Ini Akibatnya Brexit Tanpa Kesepakatan bagi Ekonomi Dunia : Okezone Economy,” okezone.com, 2018,
https://economy.okezone.com/read/2018/12/22/20/1994722/ini-akibatnya-brexit-tanpa-kesepakatan-bagi-ekonomi-dunia.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

Dengan demikian, kedepannya dengan keluarnya Inggris, maka Inggris berinteraksi dengan
Uni Eropa tidak seperti ia bergabung dulu, perlu adanya hambatan tarif, pengawasan bea dan cukai,
peyesuaian moneter antara euro dan poundsterling yang semakin bersaing. Begitupun dengan Uni
Eropa. Maka dari itu, Uni Eropa dikatakan integrasi kawasan “hampir sempurna” bukan “sempurna”
karena Uni Eropa tidak sepenuhnya menyatukan negara-negara eropa di kawasan Uni Eropa. Akan
tetapi Uni Eropa adalah satu-satunya Integrasi yang sukses karena berhasil membuat mata uang
tunggal sebagai pasar tunggal atau single market yaitu Euro dan spillover yang kuat menjadi faktor
pendorong keberhasilan Uni Eropa.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Hadiwinata, Bob S. (Bob Sugeng). Studi dan teori hubungan internasional : arus utama, alternatif,
dan reflektivis, 2017.

S, Nuraeni, Deasy Silvya, dan Arifin Sudirman. Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional.
Diedit oleh Eka Adinugraha. 2 ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Wirawan, Hariyadi, Liu Feng, dan Zhang dkk. Ruizhuang. Refleksi Teori Hubungan Internasional dari
Tradisional ke Kontemporer. Diedit oleh Asrudin Asrudin dan Mirza Jaka Suryana. Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Rose, Gideon. “Neoclassical realism And Theories of Foreign Policy.” In World Politics, 144–72.
Cambridge University Press, 1998. https://doi.org/10.1057/9780230226203.3160.

Immanuel, Petrikor, dan Wahyudi N. Sejarah Uni Eropa: Mendedah Masa Lalu dan Isu Terkini. Azka
Pressindo, 2016.

Luhulima, C.P.F. Eropa sebagai Kekuatan Dunia: Lintasa sejarah dan Tantangan Masa Depan.
Jakarta: Gramedia, 1992.

Kruse, D.C. Money Integration in Western Europe: EMU, EMS and Beyond. USA: Butterworths, 1980.

JURNAL

Darmayandi, Andrias. “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit.” Jurnal
Ilmu Politik dan Komunikasi 8 No. 1 (2018): 12.

Kultsum Faridah, Fidya, dan Erlina Wiyanarti. “Dinamika Inggris dan Uni Eropa : Integrasi Hingga
Brexit.” Factum Jurnal UPI 7 No. 2 (2018): 163–74.
Mata Kuliah : HI Kawasan
Dosen pengampu : DR. Andrias Darmayandi S.IP., M.Si.

TESIS

Sorokina, Maria. “Great Britain and the European Integration.” Masaryk University, 2014.

Sudaryono, Pungky Amalia. “Alasan Inggris Keluar Dari Uni Eropa Pada Referendum 2016,” 2016, 1–
10.

LAPORAN RISET

Crafts, Nicholas. “The Growth Effects of EU Membership for the UK: Review of the evidence.” 7,
2016.

Levarlet, Francois, Paolo Seri, Chiara Zingaretti, Dea Hrelja, dan Elodie Lorgeoux. “Assessing the
impact of the UK’s withdrawal from the EU on regions and cities in EU27,” 2018.
https://doi.org/10.2863/572180.

Willem Velthuijsen, Jan, dan Lorenz Bernard. “Brexit Monitor The impact of Brexit on (global) trade.”
Price Waterhouse Coopers, 2016. https://www.pwc.nl/nl/brexit/documents/pwc-brexit-
monitor-trade.pdf.

INTERNET

European Union. “Countries | European Union.” europa.eu. Diakses 4 Januari 2020.


https://europa.eu/european-union/about-eu/countries_en.

Fauzia, Mutia. “Imbas Brexit, Pertumbuhan Ekonomi Inggris Semakin Anjlok di 2019.” Kompas.com,
2019. https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/08/074500726/imbas-brexit-pertumbuhan-
ekonomi-inggris-semakin-anjlok-di-2019.

okezone.com. “Ini Akibatnya Brexit Tanpa Kesepakatan bagi Ekonomi Dunia : Okezone Economy,”
2018. https://economy.okezone.com/read/2018/12/22/20/1994722/ini-akibatnya-brexit-
tanpa-kesepakatan-bagi-ekonomi-dunia.

Anda mungkin juga menyukai