Anda di halaman 1dari 2

Praktek Proteksionisme

Perang dagang antara Amerika dan Tiongkok akan semakin memanas dan memberikan kejutan bagi
seluruh negara dalam pusaran ekonomi dan politik, setelah berpaling dari ekonomi dunia menjadi
“America First”, akhirnya Amerika menarik semua projek ekonomi mereka di luar negeri yang tidak
memberikan keuntungan yang nyata bagi Amerika.

Menurut anda, apakah kebijakan ini masih kondusif untuk perdagangan internasional saat ini?

Apa dampak yang mungkin terjadi dari negara-negara yang bekerjasama dengan AS? Dan
keuntungan apa yang didapat dari negara pesang Tiongkok atas kebijakan tersebut

Apakah akan ada dampaknya terhadap perdagangan dengan Indonesia, sebagai salah satu negara
berkembang?
Jawaban :
Kebijakan “America First” sudah sejak lama di ganyangkan oleh Trump, dimana slogan ini pertama
kali digunakan Trump ketika diwawancarai oleh New York Times pada Maret 2016. Pada Januari
2017 ketika hari pelantikannya, Trump kembali menyuarakan “America First, America First” yang
diikuti oleh oleh kalimat “Setiap kebijakan (Perdagangan, Perpajakan, Imigrasi, dan Kebijakan Luar
Negeri) yang diambil oleh pemerintahannya harus berlandaskan pada America First, harus memiliki
manfaat untuk rakyat Amerika.

Faktanya, kebijakan “America First” di satu sisi sukses membuat ekonomi berjalan dengan baik pada
periode kepemimpinan Trump, namun tidak cukup hanya dengan berjalan dengan baik tanpa adanya
peningkatan dan penguatan ekonomi.

Contohnya ketika 2019 pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yaitu pertumbuhan rata-rata
tahunan 2,3% dan berakhir dengan 2,1% untuk kuartal keempat. Sedangkan jika kita bandingkan
dengan periode Obama, 2014 kuartal kedua berhasil menembus angka 5,5% .

Selain itu, Trump juga mengeluarkan kebijakan Trump Tax Reform atau pemangkasan pajak, dimana
pada 2018 Amerika Serikat melakukan pemangkasan pajak penghasilan dari 35% menjadi 21%. Tidak
hanya di dalam negeri, kebijakan Trump ini justru menghebohkan dunia dan merugikan beberapa
pihak. Dimulai ketika perang dagang antara Washington dan Tiongkok yang mengejutkan dunia.

Hal ini memberikan dampak yang besar bagi negara-negara lain, bahkan Presiden Dewan Eropa
Donald Tusk berpendapat bahwa perselisihan ini tidak masuk akal dan ditakutkan perang dagang
duo raksasa ekonomi dunia ini akan menyebabkan resesi. Trump juga mengambil kebijakan
pembatasan ekspor teknologi canggih keluar negeri, yang bertujuan agar Amerika menjadi unggul
serta tidak terjadi duplikasi di negara lain. Trump juga nekat memberlakukan kebijakan tarif untuk
menekan dan membatasi impor sehingga produk-produk Amerika dapat diprioritaskan.

Serangkaian ulah Trump di ranah ekonomi global membuat IMF harus turun tangan dengan
memberikan peringatan kepada kebijakan tarif yang diterapkan Amerika Serikat, dimana kebijakan
tersebut berisiko menurunkan pertumbuhan global sebesar 0,5% atau sekitar 430 miliar dollar
Amerika Serikat akan sirna dari PDB dunia pada tahun 2020.

Dampak nya terhadap Indonesia adalah kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP)
atau kehilangan keringanan bea masuk impor barang ke AS dan fasilitas bantuan Official
Development Assistance (ODA) atau bantuan pembiayaan dari eksternal untuk pembangunan sosial
dan ekonomi.

Konsekuensi kehilangan fasilitas GSP adalah harga produk Indonesia di luar negeri, baik di AS
maupun di negara lainnya, akan menjadi lebih mahal dari biasanya. Tentu saja ini merugikan neraca
perdagangan RI.

Anda mungkin juga menyukai