Anda di halaman 1dari 2

Perkembangan Investasi Portofolio Di Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang dan seperti pada negara berkembang pada
umumnya, akumulasi modal di Indonesia masih minim. Karakteristik industri di Indonesia
masih bersifat padat karya dan industri padat modal seperti industri manufaktur masih banyak
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Industri -- industri padat karya menjadi
penyumbang terbesar dalam pendapatan nasional Indonesia. Untuk mengembangkan industri
padat karya tersebut agar dapat bersaing dengan industri -- industri besar yang sudah padat
modal, dibutuhkan "suntikan" modal yang diperoleh melalui investasi baik investasi domestik
maupun asing. Investasi ini sangat dibutuhkan bagi industri padat karya selain untuk
mengembangkan produknya juga untuk memperluas usahanya. Semua ini bertujuan untuk
meningkatkan keuntungan industri tersebut. Untuk mendatangkan investasi tersebut
dibutuhkan iklim investasi yang nyaman, yang dapat memanjakan para investor dalam
berinvestasi di Indonesia.

Investasi yang "diundang" ke Indonesia harus diprioritaskan pada sektor yang produktif atau
dalam arti memiliki multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional. Investasi asing
yang masuk ke Indonesia pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu investasi langsung
(Foreign Direct Investment) dan juga investasi portofolio (Portofolio Investment). Investasi
akan memiliki dampak positif yang signifikan apabila investasi langsung memiliki volume
yang besar dan investasi portofolio membidik pada saham-saham perusahaan yang memiliki
prospek baik ke depan. Investasi secara langsung ini biasanya sangat sulit didapatkan karena
pertimbangan para investor yang menganggap investasi langsung ini membutuhkan modal
yang relatif besar sehingga memiliki tingkat pengembalian modal dan keuntungan yang
cukup lama. Contoh dari investasi langsung adalah pendirian pabrik-pabrik milik perusahaan
asing di Indonesia. Foreign direct investment tersebut akan berpengaruh secara tidak
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika investasi langsung tersebut meningkat, tentu
saja kebutuhan faktor produksi lain seperti tenaga kerja akan meningkat. Tenaga kerja yang
terserap akan mengurangi pengangguran dan berdampak positif terhadap peningkatan
pendapatan nasional di Indonesia. Hal ini juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
karena akan mengurangi angka ketergantungan dan jumlah kemiskinan di Indonesia.

Pada saat ini investasi asing rupanya sedang deras-derasnya mengalir ke Indonesia terutama
pada portofolio investment dan yang menjadi sasarannya adalah Surat Utang Negara dan
Sertifikat Bank Indonesia yang menjanjikan return yang besar. Capital inflow yang terjadi
saat ini disebabkan oleh tingginya tingkat bunga yang diberlakukan Indonesia. Derasnya
investasi pada surat-surat berharga (securities) ini tidak hanya memiliki dampak positif bagi
perekonomian nasional namun juga memiliki dampak negatif. Di satu sisi, aliran modal ini
akan menguntungkan Indonesia karena akan memperbaiki nilai tukar mata uang rupiah yang
melemah beberapa tahun terakhir melalui penambahan stok devisa Indonesia. Modal asing
yang masuk akan menyebabkan nilai kurs rupiah terapresiasi. Menguatnya nilai tukar rupiah
ini akan menggeliatkan perekonomian karena perusahaan yang bergantung pada bahan impor
akan meningkatkan produksinya karena penurunan harga impor. Selanjutnya, penawaran
akan meningkat dan output nasional akan meningkat pula. Tingginya penawaran akan
menyebabkan penurunan harga dan meningkatkan persaingan pada pasar domestik maupun
internasional.

Kabar buruknya adalah aliran modal tersebut hanya bersifat jangka pendek atau para ekonom
menyebutnya dengan istilah hot money. Diistilahkan dengan hot money karena aliran modal
asing yang masuk tersebut dapat diambil oleh sang pemilik kapan saja sehingga dapat
mengakibatkan adanya sudden reversal atau pengembalian secara tiba-tiba yang mengancam
terjadinya gejolak ekonomi nasional. Misalnya sudden reversal dari capital inflow yang
terjadi pada pertengahan tahun 2012 yang mencapai 2,9 miliar dolar Amerika dan memiliki
dampak yang besar pada nilai tukar rupiah. Keadaan tersebut mengancam kestabilan nilai
tukar rupiah dan berimbas pada kinerja neraca pembayaran yang akan menurun secara
drastis. Jika sudden reversal tersebut terjadi tentunya akan berdampak secara langsung
terhadap nilai tukar rupiah terutama akan terjadi depresiasi mata uang. Hal ini sangat
membahayakan perekonomian Indonesia. Terdepresiasinya mata uang tentu akan
mengakibatkan biaya impor mahal dan berimbas pada meningkatnya biaya produksi. Pada
akhirnya, harga komoditas hasil industri akan meningkat dan menurunkan persaingan produk
tersebut di dalam pasar internasional. Turunnya persaingan dalam pasar global tersebut akan
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pendapatan ekspor nasional dan berkurangnya
pendapatan nasional.

Aliran hot money ini sebenarnya sudah terjadi dari tahun 2010. Ahmad Erani Yustika dalam
bukunya yang berjudul Perekonomian Indonesia: Catatan dari Luar Pagar menyatakan bahwa
aliran hot money ini disebabkan oleh para investor global yang mulai pulih kepercayaan
dirinya melihat Indonesia sebagai salah satu negara yang prospek ekonominya bagus
sehingga dijadikan target penempatan dana, baik dalam bentuk pembelian saham perusahaan
maupun obligasi (SUN dan SBI). Namun, arus modal tersebut secepatnya harus dicarikan
instrumen untuk mengalihkan ke sektor privat atau investasi riil. Sebab jika tetap berada di
Surat Utang Negara, dana itu hanya akan menjadi beban keuangan negara karena kewajiban
membayar bunga yang tinggi dan juga membuat nilai tukar rupiah rentan dan dana tersebut
tidak memiliki dampak terhadap kesejahteraan sebagian besar rakyat.

Walaupun derasnya aliran modal ini menimbulkan dampak positif terhadap produksi
nasional, aliran modal asing ini juga menimbulkan ancaman karena sebagian besar aliran
modal ini dialokasikan kepada portofolio seperti SUN dan SBI. Ancaman yang timbul adalah
aliran modal yang masuk bersifat jangka pendek dan dapat ditarik kapan saja. Hal ini sangat
berbahaya mengingat Indonesia masih menetapkan tingkat bunga yang tinggi. Tidak hanya
harus mengembalikan modal yang besar, negara juga harus membayar bunga yang telah
ditetapkan. Namun, hal ini telah diantisipasi oleh Bank Indonesia melalui kebijakan moneter
ekspansifnya dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan dan giro wajib minimum. Hal ini
untuk menghindari kestabilan keuangan yang terancam apabila pemilik modal secara tiba-tiba
menarik kembali modal yang ditanamkannya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai