Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Hutang Negara ini.
Kami menyusun makalah ini dengan hasil diskusi bersama dan dari beberapa
referensi buku serta jurnal yang kami dapatkan. Oleh karena itu, kami sangat
menghormati dan menghargai pikiran- pikiran penulis lain yang menjadi sumber acuan
dalam menulis makalah ini. Namun, bagaimana pun hal ini membuat kami berbuat hati-
hati dan tanggung jawab serta upaya yang maksimal demi terselesainya makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Dalam memenuhi unsur kemudahan dalam memahami isi
makalah ini, kami mengupayakan menggunakan bahasa yang relatif sederhana dan
mudah di pahami. Selain itu, kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses kontribusi untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Bagaimanapun, tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih butuh banyak
pembelajaran. Namun, kami berharap bahwasanya tugas makalah yang kami buat ini
dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang membaca.

Penyusun

1
DAFAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian....................................................... 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Utang Luar Negeri (ULN)............................................ 4
1. Definisi Utang Luar Negeri.................................... 4
2. Jenis –Jenis Utang Luar Negeri............................. 5
3. Teori Utang Luar Negeri........................................ 6
B. Penanaman Modal Asing............................................. 7
1. Definisi Penanaman Modal Asing......................... 7
2. Teori dan Model Penanaman Modal Asing........... 8
BAB III: PEMBAHASAN
A. Arus Masuk Modal Asing............................................. 11
B. Modal Asing di Indonesia............................................. 12
C. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Indonesia. 16
D. ULN, Pembiayaan Pembangunan, Beban Bunga dan
Cicilan Utang............................................................. 17
E. Perkembangan Utang Luar Negeri................................ 19
F. Sumber-Sumber Pembiayaan Utang Luar Negeri......... 20
G. Upaya Mengurangi Beban ULN................................... 21
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ULN atau Utang luar Negeri saat ini menjadi perdebatan publik, khususnya dari
Negara berkembang tak terkecuali Indonesia, yang selama ini sering muncul adalah
besarnya beban hutang yang harus ditanggung, bahkan merugikan pembangunan atau
membuat rakyat di negara-negara peminjam menderita.Padahal tujuan utama peminjaman
adalah untuk menjalankan pembangunan ekonomi dan sosial sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan di negara-negara peminjam. (Tambunan,2001)

Pemanfaatan utang luar negeri (ULN) atau bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan sosial. Bukan hanya di negara-negara
berkembang (NB) termasuk Indonesia, melainkan juga di negara-negara yang sekarang
dikenal sebagain negara- negara maju (NM). Satu contoh yang sangat terkenal adalah
pembangunan kembali negara-negara Eropa Barat pascaperang dunia (PD) II pada
dekade 1950-an melalui bantuan dana yang sangat besar dari Amerika Serikat (AS),yang
dikenal dengan Marshall Plan. (Tambunan;2001;1)

Indonesia memiliki kondisi perekonomian menjanjikan pada awal dekade 1980-


an sampai pertengahan dekade 1990-an. Hal ini ditunjukkan dengan angka inflasi yang
stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim
investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka
kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun perekonomian
Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di
seluruh dunia pada tahun 1997. Hal ini menyebabkan tingginya angka inflasi, nilai kurs
Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya
kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar
negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri
Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar. (Majid,2013)

Upaya untuk kembali menstabilkan kondisi perekonomian Indonesia pemerintah


Indonesia melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mengambil kebijakan ekonomi
dengan melakukan pinjaman terhadap negara lain (ULN) atau lembaga-lembaga
keuangan internasional, yang tentunya disertai dengan beberapa persyaratan-persyaratan
tertentu, dan menggalakkan Penanaman Modal Asing yang telah ditetapkan melalui
undang-undang No.1 / tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), yang
diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu
yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan
di Indonesia.

Arus masuk modal asing (capital inflows) berperan dalam menutup gap devisa
yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing
juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving
investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai
perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran
industrialisasi dan modernisasi. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat
membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan
belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai

1
dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata
utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di
Indonesia. Beberapa negara bahkan tercatat “aktif” dalam hal memberikan bantuan
berupa pinjaman kepada Indonesia, baik di Asia, Eropa bahkan Amerika Serikat serta
beberapa lembaga keuangan internasional lainnya.

Utang Luar Negeri merupakan konsekuensi biaya yang harus dibayar sebagai
akibat pengelolaan perekonomian yang tidak seimbang, ditambah lagi proses pemulihan
ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Pada masa krisis ekonomi, utang luar
negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah telah meningkat drastis.
Sehingga, pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk
membayar utang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar
negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN RI dengan cara mencicilnya
pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas akan membebani masyarakat,
khususnya para wajib pajak di Indonesia.

Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih
didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman
luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan
deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara
lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus
modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman
Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), sampai akhir Juli 2006 meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi
proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.

Salah satu impak dari kehadiran PMA di Indonesia selama era Orde Baru adalah
pertumbuhan PDB yang pesat, yakni rata-rata per tahun antara 7% hingga 8% yang
membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Tidak
bisa dipungkiri bahwa pertumbuhan investasi dan PMA pada khususnya di Indonesia,
didorong oleh stabilitas politik dan sosial, kepastian hukum, dan kebijakan ekonomi yang
kondusif terhadap kegiatan bisnis di dalam negeri, yang semua ini sejak krisis ekonomi
1997 hingga saat ini sulit sekali tercapai sepenuhnya.

Negara –negara berkembang termasuk Indonesia memanfaatkan ULN dan PMA


sebagai dana untuk pembangunan baik infrastruktur maupun pembangunan ekonomi,
tetapi pada kenyataanya dana ULN dan PMA selama ini tidak semata-mata memberikan
hasil yang diharapakan, melainkan dampak buruk yang berakibat jauh sampai saat ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan diatas,maka rumusan masalah dalam
penelitian ini :
1. Apakah dana suntikan berupa ULN danPMA selama ini merugikan atau
menguntungkan bagi Indonesia ?
2. Apakah Indonesia semakin bergantung pada ULN?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaiaman perkembangan ULN dan PMA saat ini

2
2. Mengetahui apakah ULN dan PMA menguntungkan atau merugikan bagi Indonesia.
3. Mengetahui apakah Indonesia semakin bergantung pada dana pinjaman dari negara
luar

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
pemerintah dan instansi-instanis terkait dalam penyelesaian masalah Utang Luar
Negeri dan Penanaman Modal Asing.
2. Dari hasil penelitian ini kami berharap dapat menambahkan wawasan para
peneliti yang berhubungan dengan Utang Luar Neri dan Penaman Modal Asing
di Indonesia, dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi untuk melakukan penelitian sejenis lainnya.
3. Untuk menambah wawasan penulis dalam perekonomian Indonesia khususnya
masalah Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing
4. Sebagai masukan kepada masyarakat agar mengetahui kondisi perekonomian
indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri (ULN) dan penanaman
modal asing (PMA)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Utang Luar Negeri (ULN)

1. Definisi Utang Luar Negeri (ULN)

Tabel 2.1 Definisi Utang Luar Negeri


Peraturan Pemerintah No.10 Peraturan Bank Indonesia No.
Tahun 2011 16/21/PBI/2014

Pinjaman Luar Negeri adalah Utang Luar Negeri yang


setiap pembiayaan melalui utang selanjutnya disingkat ULN adalah
yang diperoleh pemerintah dari utang Penduduk kepada bukan
pemberi pinjaman Luar Negeri Penduduk dalam Valuta Asing
yang diikat oleh suatu perjanjian dan/atau Rupiah, termasuk di
pinjaman dan tidak berbentuk surat dalamnya pembiayaan
berharga negara,yang harus dibayar berdasarkan prinsip syariah.
kembali dengan persyaratan
tertentu.

ULN adalah seluruh pinjaman serta konsensional baik secara resmi dalam bentuk
uang tunai maupun bentuk bentuk aktiva yang lainnya secara umum ditujukan untuk
mengalihkan sejumlah sumber daya negara-negara maju ke negara berkembang untuk
kepentingan pembangunan atau mempunyai maksud sebagai distribusi pendapatan
(Todaro, 1998:163).

ULN adalah sebagai bantuan berupa program dan bantuan proyek yang diperoleh
dari negara lain. Pinjaman luar negeri atau utang luar negeri merupakan salah satu
alternatif pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan dan dapat digunakan untuk
meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan ekonomi (Basri, 2000:127).

Pinjaman luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu


pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan pinjaman luar negeri
yang diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri
dibedakan ke dalam pinjaman multilateral, pinjaman bilateral dan pinjaman dindikasi.
Sedangkan dilihat dari segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak
(concessional loan), pinjaman setengah lunak (semi concenssional loan) dan pinjaman
komersial (commercial loan).

Selain pinjaman luar negeri, terdapat juga penerimaan dalam bentuk hibah.
Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua
BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP. 031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995
yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan No.KEP.264/KET/09/1999
tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan
dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Pelaksanaan APBN, pengertian
pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan
atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa

4
yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu. Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara
baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk
barang dan atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh
dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.

Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap


pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam
negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik
tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia
adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan
tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan “Foreigan Exchange Gap”
(forexgap).

Saving Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam


negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap
menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor
barang/jasa dengan penerimaan devisa hasil expor barang/jasa. karena itu negara-negara
berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan kebutuhan
pembiayaan investasi dan untuk membiayai devisit transaksi berjalan (current account)
neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi
cadangan devisa tidak terganggu.

2. Jenis – Jenis Utang Luar Negeri


Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh
pemerintah negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk
untuk memberikan pinjaman semacam itu dengan kewajiban untuk membayar kembali
dan membayar bunga pinjaman tersebut (Zulkarnain,1996:19).

Adapun bentuk-bentuk bantuan luar negeri dapat dibedakan atas :

1. Pinjaman dengan syarat pengembalian

a. Hadiah/Grant: yaitu bantuan luar negeri yang tidak bersyarat pengembalian atau
pelunasannya kembali.
b. Pinjaman Lunak : yaitu pinjaman dengan syarat yang sangat ringan, dimana
jangka waktu pengembaliannya antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun dan
tingkat bunga antara 0 sampai dengan 4,5 persen per tahun.
c. Pinjaman/Kredit Ekspor : yaitu kredit yang diberikan oleh negara pengekspor
dengan jaminan tertentu untuk meningkatkan ekspor. Jangka waktu
pembayarannya adalah 7 tahun sampai dengan 15 tahun dan tingkat bunga
antara 4 persen sampai dengan 8,5 persen per tahun.
d. Kredit Komersial : yaitu kredit yang dipinjamkan oleh bank dengan tingkat
bunga dan lain-lain sesuai perkembangan pasar internasional.

2. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral

a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari negara


CGI.

5
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta IBRD, IDA,
UNDP, ADB, dan lain-lain. Jangka waktu dan syarat pengembalian
bantuan/kredit bilateral/multilateral adalah berdasarkan perjanjian antara
pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang memberikan bantuan/kredit.

Sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia


dalam setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari:

1. Pinjaman Multilateral Pinjaman multilateral sebagian besar diberikan dalam satu


paket pinjaman yang telah ditentukan, artinya satu naskah perjanjian luar negeri
antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional untuk membina
beberapa pembangunan proyek pinjaman multilateral ini kebanyakan diperoleh dari
Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (BPD), Bank Pembangunan Islam (IDB),
dan beberapa lembaga keuangan regional dan internasional.
2. Pinjaman Bilateral Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari
pemerintah negara– negara yang tergabung dalam negara anggota Consultative
Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI.

Tabel 2.2 :Daftar Negara/Lembaga Kreditor (Pemberi Utang Luar Negeri)


terbesar untukIndonesia
Negara Persentase (%) Jumlah pinjaman Jumlah pinjaman
(miliar US$) (Rp triliun)
Jepang 45,5 29.8 358
ADB (Asian 16,4 10.8 129
Development Bank)
World Bank 13,6 8.9 107
Jerman 7 3.1 37
Amerika Serikat 3,7 2.3 28
Inggris 1,7 1.1 13
Negara/Lembaga 14,6 9.6 115
lain
Sumber : UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) 2010

3. Teori Utang Luar Negeri


Sumber keuangan dari luar berupa pinjaman luar negeri dapat memainkan
peranan penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya yang berupa devisa
atau tabungan domestik. Pendekatan inilah yang disebut sebagai analisis bantuan luar
negeri dua kesenjangan ( two-gapmodel) ini mengatakan bahwa negara berkembang
pada umumnya menghadapi kendala keterbatasan tabungan domestik yang jauh dari
mencukupi untuk menggarap segenap peluang yang investasi yang ada,serta
kelangkaan devisa yang tidak memungkinkan mengimpor barang-barang modal dan
antara yang penting bagi usaha pembangunannya. Secara umum model ini berasumsi
bahwa kekurangan dan kesenjangan ( antara persedian dan kebutuhan) tabungan
(saving gap) serta kesenjangan devisa ( foreign-exchange gap ) itu tdak sama
bobotnya, dan satu sama lain berdiri sendiri. Kekurangan tabungan tidaklah dapat
digantikan oleh cadangan devisi begitu juga sebaliknya, kekurangan devisa tidak pula
dapat dipenuhi oleh tabungan dalam negeri.

Secara matematis, model dua kesenjangan secara sederhana dapat dirumuskan


sebagai berikut :

6
1. Kesenjangan Tabungan
Dimulai dengan suatu persamaan atau identitas atas hubungan antara
pemasukan modal ( misalnya, selisih antara ekspor-impor ) dan dengan sumber –
sumber yang dapat digunakan untuk investasi, dengan tingkat investasi, dengan
tingkat investasi domestik, yang dapat di tulis sebagai berikut :

I < F + Sy ………………………………………… ( 1)

Dimana F adalah jumlah arus pemasukan modal. Seandainya nilai F ditambah


sY lebih besar dari I, dan perekonomian itu tengah berada dalam kondisi full
employment, maka bisa dipastikan bahwa tengan terjadi kesenjangan di tabungan
negara tersebut.

2. Kesenjangan Devisa
Jika setiap unit investasi yang dilakukan oleh negara – negara berkembang
menyebabkan kenaikan impor sebesar m1, yakni pangsa impor marjinal ( marginal
impor share ) di kebanyakan negara berkembang, pangsanya ini berkisar dari 30
sampai 60 persen dan kecenderungan marjnal terhadap impor ( marginal propensity
to impor) akibat naiknya 1 unit PDB dengan parameter m2, maka kesenjangan devisa
itu dirumuskan sebagai berikut :

( m1- m2)I + m2Y- E < F…………………………………( 2 )

Simbol E melambangkan tingkat ekspor eksogen. Faktor F dalam kedua


ketidaksamaan diatas merupakan faktor krisis dalam analisis. Jika F,E dan Y diberikan
nilai secara eksogen (ditentukan dari luar), maka salah satu dari ketidaksamaan diatas
menjadi faktor penghambat investasi akan tertekan menjadi lebih rendah oleh salah satu
ketidaksamaan tersebut.
Dengan demikian penerapan rumus tersebut setiap negara akan dapat diketahui
masalah utamanya, apakah kesenjangan tabungan atau kesenjangan devisa. Hal ini yang
lebih penting menurut sudut analisis pinjaman luar negeri adalah bahwasanya dampak
peningkatan arus modal asing akan lebih besar di negara yang tengah mengalami
kesenjangan tabungan ( persamaan 1 ) daripada di negara yang mengalami kesenjangan
devisa ( persamaan 2 ). namun hal ini tidaklah berarti bahwa negara negara yang
mengalami kesenjangan tabungan tidak membutuhkan utang luar negeri. Model dua
kesenjangan inilah merupakan metodologi yang bersifat garis besar untuk menentukan
kebutuhan serta kemampuan relatif dari masing- masing negara berkembang dalam
mengunakan pinjaman luar negerinya secara efektif. (Michael P. Todaro, 1998 : 169).

B. Penanaman Modal Asing (PMA)

1. Definisi Penanaman Modal Asing (PMA)

Istilah penanaman modal asing sebenarnya adalah terjemahan dari bahasa inggris
yaitu investment. Penanaman modal asing atau investasi seringkali dipergunakan dalam
artian yang berbeda – beda. Perbedaan penggunaan istilah terletak pada cakupan dari
makna yang dimaksudkan.

Komaruddin (1983) memberikan pengertian investasi dalam 3 arti, yaitu :


a. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya;
b. Suatu tindakan membeli barang – barang modal;

7
c. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan dimasa yang
akan datang.

Investasi dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang
ada. Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal atau pembentukan modal,
(Sukirno, 2000 :24)
PMA atau investasi asing merupakan investasi yang dilakukan oleh pemilik modal
asing di dalam negara untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilakukan. PMA
merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional disamping ekspor,
tabungan domestik dan bantuan luar negeri, (Kuncoro, 2000 : 367)

Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang
sekarang telah di sempurnakan menjadi Undang-undang No.1 tahun 1970 pada Pasal 1
menyebutkan :”Penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi
modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-
ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di
Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari
penanaman modal tersebut.” Sedangkan menurut Undang – Undang nomor 25 tahun
2007 tentang penanaman Modal Asing pada Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa:
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.”

2. Teori dan Model Penanaman Modal Asing

Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapan ahli untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA).

a. Teori Alan M. Rugman


Alan M. Rugman (1981) menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) atau
Foreign Direct Investment (FDI) di pengaruhi oleh variabel lingkungan dan
variabel internalisasi.
Variabel lingkungan sering sekali disebut sebagai keunggulan spesifik negara
(KSN) atau faktor spesifik – lokasi; Kedua istilah mengacu pada gagasan yang
sama. KSN adalah variabel yang mempengaruhi bangsa sebagai keseluruhan.

Ada 3 jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu :


 Ekonomi, Nonekonomi, dan Pemerintahan.

Variabel ekonomi menyusun suatu fungsi produksi keseluruhan suatu bangsa,


yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat di dalam
masyarakat. Contoh seperti tenaga kerja (labor,L) dan modal (K), Teknologi
(TECH), SDA (RES), serta keterampilan manajemen (MGMT). Disamping variabel
ekonomi, terdapat juga Varibale nonekonomi yaitu Politik, budaya, dan sosial
pada setiap bangsa. Meskipun varibel ekonomi dan non ekonomi telah
dipertimbangkan, ada satu faktor spesifik negara yang harus diperhitungkan secara
terpisah. Ini adalah pemerintah (G) dari bangsa dalam peninjauan. Baik variabel
pemerintah sendiri mapun tuan rumah mempengaruhi PMA.

8
Setiap bangsa mempunyai kekhususan merk politisinya sendiri. Para politisi
mencermikan faktor spesifik lokasi bangsa dan bahkan menambahnya dengan suatu
cara khusus. Selalu terdapat keragaman dalam campur tangan pemerintah dengan
bisnis international.
Faktor lain yang mempengaruhi PMA adalah variabel internalisasi atau
keunggulan spesifik perusahaan (KSP). Variabel internalisasi ini merupakan
keunggulan internal yang memiliki perusahaan multinasional.
b. Teori Vernon
Vernon (1966) menjelaskan Penanaman Modal Asing dengan model yang
disebut Model siklus Produk. Dalam model ini introduksi dan pengembangan
produk baru di pasar mengikuti tiga tahap. Pendorong untuk mengembangkan
produk baru diberikan oleh kebutuhan dan peluang pasar.
Semula model Vernon dikembangkan untuk menerangkan pertumbuhan yyang
cepat dan penyebaran diseluruh dunia dari PMN yang berpangkal di AS dalam dua
dasawarsa yang pertama sesudah perang dunia II. Ia memodifikasi model itu secara
cukup berarti dalam Vernon (1971 dan 1977), dimana PMN dalam tahap satu
sekarang diidentifikasi sebagai suatu oligopoli yang muncul, dalam tahap dua
sebagai oligopoli yang dewasa, dan dalam tahap tiga sebagai suatu oligopoli yang
menua.

c. Teori John Dunning


John Dunning (1977) dalam menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi
Penanaman Modal Asing melalui teori ancangan eklektis. Teori eklektis
menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang diperlukan bila sebuah
perusahaan akan berkecimpung dalam Penanaman Modal Asing.
1. Keunggulan spesifik perusahaan
2. Keunggulan internalisasi
3. Keunggulan spesifik negara
d. Teroi David K. Eiteman
Menurut David K. Eiteman (1989), motif yang mendasari penanaman modal
asing ada 3 yaitu : motif startegis, motif perilaku, dan motif ekonomi.
Dalam motif strategis dibedakan dalam :
a. Mencari pasar;
b. Mencari bahan baku;
c. Mencari efisiensi produksi;
d. Mencari pengetahuan; dan
e. Mencari keamanan politik.
Sedangkan motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan
yang lain dari organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau
kelompok. Motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan
cara memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham
perusahaan.
e. Teori Robock & Simmonds
Teori PMA yang lain, dijelaskan oleh Robock & Simmonds (1989), melalui
pendekatan global, pendekatan pasar yang tidak sempurna, pendekatan
internalisasi, model siklus produk, produksi internasional, model imperalisasi
Marxis.
Pendekatan Global
Sebagai bagian dari pertumbuhan perusahaan,lingkup usaha secara geografis
juga akan berubah. Perubahan ini sebagai hasil dari rangsangan lingkungan.
Menurut pendekatan global, kekuatan intern yang mempengaruhi PMA yaitu

9
pengembangan teknologi/produk baru, ketergantungan pada sumber – sumber
bahanbaku, memanfaatkan mesin –mesin yang sudah usang, mencari pasar yang
lebih besar. Sedangkan kekuatan eksternal yang mempengaruhi PMA yaitu
pelanggan, pemerintah, ekspansi ke luar negeri dari pesaing dan pembentukan
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Model Siklus produk
Model ini menerangkan bahwa penanaman modal asing melalui 3 tahap, yaitu
produk baru, tahap produk matang, dan tahap produk yang distandardisasi.
Pada tahap produk baru, produk yang dihasilakn di dalam negeri sedangkan
untuk pasar luar negeri dilayani dengan ekspor.
Pada tahap produk matang, harga produk menjadi penting. Pasar luar negeri telah
dilayani oleh produksi lokal.
Pada tahap ketiga, persaingan menjadi lebih penting, dan produksi diarahkan pada
lokasi/tempat yang biayanya rendah (kecil) dalam lingkup negara yang
berpenghasilan rendah. Disini barasng diekspor kembali ke negara asal PMN atau
ke pasar lain. Untuk industri yang padat karya, diarahkan pada negara yang upah
buruhnya paling murah. Teori ini dikemukakan oleh Raymon vernon.

f. Teori Kindleberger
Aspek yang paling sensitif dalam perekonomian internasional kini adalah
aspek investasi langsung. Amerika Serikat dan Inggris berusaha membatasi
investasi langsung oleh perusahaan – perusahaan yang berdomisili di dalam batas –
batas ke dua negara ini untuk membatasi tekanan pada neraca pembayaran mereka.
Kanada, negara – negara Eropa dan Jepang berusaha untuk membatasi penanaman
modal asing di dalam wilayah mereka, agar pengawasan mereka atas sumber –
sumber daya dalam negeri tidak sirna karena pemilikan asing. Negara – negara
berkembang khawatir, bahwa orang – orang asing akan melakukan investasi di
negara – negara ini. Larangan – larangan dan pembatasan – pembatasan ditentukan
terhadap investasi dalam garis – garis kegiatan tertentu yang dianggap lemah
terhadap pengaruh asing atau yang diangggap memboros- boroskan SDA,
perbankan, surat kabar. Ditentukan persyaratan – persyaratan bahwa harus ada
partsipasi dari pihak dalam negeri, valuta asing harus dibawa masuk, suku cadang
harus dibeli, riset dalam negeri, ekspor dan sebagainya. Dan masih saja terdapat
kecenderungan untuk internasionalisasi perusahaan. (Kindleberger,1982).

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Arus Masuk Modal Asing


Data neraca pembayaran Indonesia yang dipublikasi oleh Dana Moneter
Internasional telah digunakan sebagai sumber data mengenai arus masuk modal asing ke
Indonesia. Modal asing yang masuk terdiri dari investasi asing, investasi portofolio dan
pinjaman luar negeri termasuk alokasi Special Drawing Rights (Arfi,Sasono,1987:5)
Selama periode 1970-1986, arus modal asing yang masuk ke Indonesia setelah
dikurangi cicilan hutang, pembayaran-pembayaran lain yang tercantum dalam perkiraan
modal dan disinvestasi yang terjadi setelah memperhitungkan kesalahan dan selisih yang
belum diperhitungkan (errors and omissions), ditunjukkan dalan Grafik 3.1 Arus modal
asing dalam nilai nominal yang masuk ke Indonesia seperti yang terlihat dalam Grafik
3.1 menunjukkan suatu fluktuasi yang tidak menggambarkan suatu trend pertumbuhan
yang stabil. Pada permulaan tahun tujuh puluhan, terdapat angka nominal yang naik
kemudian turun menjelang dan sampai dengan thun 1975. Sesudah tahun 1975, situasi
yang naik secara terus-menerus hanya terjadi dalam periode 1080-1983.

Grafik 3.1
Indonesia : Arus Masuk Modal Asing Setelah Memperhitungkan Cicilan Hutang Luar
Negeri, Pembayaran-pembayaran Lain dalam Perkiraan Modal dan
Disinvestasi, 1970-1986.(dalam juta US $)

Sumber : Data diolah

Angka-angka yang ditunjukan dalam Grafik 3.1 sering dianggap sebagai suatu deretan
net external resources flows yaitu Arus bersih sumber-sumber pembiayaan yang masuk
dari luar negeri sehingga sering pula dijadikan patokan sebagai sumber-sumber luar
negeri yang dapat digunakan sebagai penopang pembangunan nasional.
Menurut Sritua Arief dan Adi Sasono (1987) Untuk mendapatkan angka arus
masuk bersih sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri haruslah diperhitungkan
pembayaran jasa-jasa modal yang dibayarkan ke luar negeri yang terdiri dari bunga
modal dan keuntungan modal. Grafik 3.2 menunjukkan arus bersih modal asing yang
11
masuk ke Indonesia setelah memperhitungkan bukan hanya cicilan hutang, pembayaran-
pembayaran lain yang tercantum dalam perkiraan modal dan disinvestasi, tetapi juga
setelah memperhitungkan pembayaran bunga hutang luar negeri dan keuntungan yang di
transfer ke luar negerioleh investor asing di Indonesia. Angka-angka inilah yang
merupakan angka-angka sumber pembiayaan dari luar negeri yang sebetulnya secara
netto dapat dimanfaatkan di dalam negeri untuk menunjang pembangunan nasional.

Grafik 3.2
Indonesia : Arus Bersih Modal Asing yang Masuk,1970-1986 (dalam juta US$)

Sumber :
Data diolah

Angka-
angka
dalan
Grafik 3.2
yang

didasarkan atas perkiraan modal termasuk alokasi spesial Drawing Rights dan perkiran
sedang berjalan, menunjukkan bahwa selama periode 1970-1986, arus bersih modal asing
yang masuk ke Indonesia secara kumulatif menunjukkan posisi yang negatif. Arus masuk
yang positif hanya berjumlah sebesar US $ 17,6 milyar. Dalam konteks ini, kita dapat
menyatakan bahwa Indonesia sebetulnya telah menjadi eksportir modal bukan importir
modal.

B. Modal Asing di Indonesia


1. Peranan Modal Asing dalam Anggaran Belanja Negara
Sejak Pemerintahan Orde Baru, defisit dalam anggaran belanja negara secara
terus –menerus telah ditutup dengan pembiayaan dari luar negeri. Selisih diantara jumlah
pengeluaran (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan) dengan jumlah
pemasukan dari dalam negeri yang menunjukan posisi negatif terus menerus kita artikan
sebagai defisit dalam anggaran belanja negara. Dengan adaya pembiayaan dari luar
negeri maka saldo keungan negara dalam periode 1970/1971 – 1986/1987 menunjukan
posisi yang positif kecuali pada tahun fiskal 1972/1973 yang menunjukan posisi negatif
sebesar Rp 0,4 milyar.

Tabel 3.1 Indonesia : Peneriamaan dan Pengeluaran Pemerintah, 1970/1971-1986/1987


(miliar rupiah)
Jumlah Jumlah
Pembiayaan Saldo
Penerimaan Pengeluaran
Tahun Pihak Luar Keuangan
Dalam Rutin dan Defisit
Fiskal Negeri Pemerintah
Negeri Pembangunan
1970/1971 344,6 457,8 -113,2 120,4 7,2

12
1971/1972 428,0 545 -117 135,5 18,5
1972/1973 585,1 735 -149,9 149,5 -0,4
1973/1974 967,7 1.164,2 -196,5 203,9 7,4
1974/1975 1753,7 1.977,9 -224,2 232 7,8
1975/1976 2241,9 2.730,3 -488,4 491,6 3,2
1976/1977 2906,0 3.684,3 -778,3 783,8 5,5
1977/1978 3534,4 4.305,7 -771,3 773,4 2,1
1978/1979 4266,1 5.299,3 -1.033,2 1.035,5 2,3
1979/1980 6696,8 8.076,0 -1.379,2 1.381,1 1,9
1980/1981 10227,0 11.716,0 -1.489,0 1.493,8 4,8
1981/1982 12.212,6 13.917,6 -1.705,0 1.709,0 4,0
1982/1983 12.418,3 14.355,9 -1.937,6 1.940,0 2,4
1983/1984 14.432,7 18.311,0 -3.878,3 3.882,4 4,1
1984/1985 15.905,5 19.380,8 -3.475,3 3.478,0 2,7
1985/1986 18.525,0 22.824,6 -4.299,6 3.572,6 -727,0
1986/1987 17.832,5 21.421,6 -3.589,1 3.589,1 0,0
a) Menurut anggaran belanja
Sumber : Departemen Keuangan RI

Tabel 3.1 menunjukan bahwa terdapat korelasi yang negatif diantara modal luar
negeri yang masuk untuk pembiayaan anggaran belanja negara dengan surplus anggaran
belanja negara (suplus dalam hal ini menunjukan angka – angka yang negatif). Dalam
konteks ini, dapat di kemukakan proporsi bahwa modal luar negeri lebih berfungsi
sebagai penyedia sumber – sumber yang dapat di investasikan (investible resources).
Ditambah dengan fungsinya sebagai pembiyaan surplus impor (setelah memperhitungkan
jasa-jasa), maka modal luar negeri yang masuk ke Indonesia, khususnya pinjaman luar
negeri yang diterima secara resmi oleh Pemerintah Indonesia, dapat dikatan lebih banyak
berfungsi sebagai penyedia sumber – sumber pembiayaan anggaran belanja negara dan
sebagai sumber – sumber pembiayaan surplus impor daripada berfungsi sebagai
penambah sumber – sumber yang dinvestasikan. Oleh karena pos – pos dalam anggaran
belanja negara yang dibiayai oleh modal luar negeri adalah pos pos yang menghendaki
impor, maka secara keseluruahan dapat juga dikatan bahwa pinjaman luar negeri yang
masuk kesektor resmi di Indonesia lebih banyak berfungsi untuk membiayai foreign
exchange gap dari pada membiayai savings gap.
Tabel 3.2 Indonesia : Pengeluaran Pemerintah yang Dibiayai Pihak Luar
Negeri,1970/1971-1986/1987 (miliar rupiah)
Jumlah
Pembiayaan Pengeluaran
Pengeluran ((A))/((B)) ((A))/((C))
Tahun Pihak Luar Pembangunan
Pemerintah (dalam %) (dalam %)
Fiskal Negeri (A) (B)
(C)
1970/1971 120,4 169,6 457,8 71 26,3
1971/1972 135,5 195,9 545 69,2 24,9
1972/1973 149,5 290,7 735 51,4 20,3
1973/1974 203,9 450,9 1164,2 45,2 17,5
1974/1975 232,0 961,8 1977,9 24,1 11,7
1975/1976 491,6 1.397,7 2730,3 35,2 18
1976/1977 783,8 2.054,5 3684,3 38,2 21,3
1977/1978 773,4 2.156,8 4305,7 35,9 18
1978/1979 1035,5 2.555,6 5.299,3 40,5 19,5
1979/1980 1381,1 4.014,2 8.076,0 34,4 17,1
13
1980/1981 1493,8 5.916,1 11.716,1 25,2 12,7
1981/1982 1.709,0 6.940,0 13.917,6 24,6 12,3
1982/1983 1.940,0 7.359,6 14.311,0 26,4 13,5
1983/1984 3.882,4 9.899,2 18.311,0 39,2 21,2
1984/1985 3.478,0 9.951,9 19.380,8 34,9 17,9
1985/1986 3.572,6 10.873,1 22.824,6 32,9 15,7
1986/1987 3.589,1 8.296,0 21.421,6 43,3 16,8
a) Menurut anggaran belanja
Sumber : Departemen Keuangan RI

Tabel 3.2 menunjukan perkembangan peranan modal luar negeri dalam membiayai
pengeluaran pembangunan dan keseluruhan pengeluaran dalam anggaran belanja negara
selama perioade 1970/1971-1986/1987. Dapat diliat bahwa kecenderungan menurunnya
peran relatif modal asing dalam membiayai pengeluaran pembanguna dilihat dari
persentase dalam pembiayaan pengeluaran pembangunan yang mengarah ke tingkat
dibawah 30% pada tahun 1982/1983, telah mulai meningkat kembali pada tingkat diatas
30% dan bahkan diatas 40% sesudah tahun 1982/1983. Situasi yang bersamaan terdapat
dalam posisi relatif modal asing dalam pembiayaan keseluruhan pengeluaran dalam
anggaran belanja negara yang telah berhasil menurun ke tingkat dibawah 15% pada tahun
1982/1983 tetapi mulai naik kembali ketingkat diatas 15% bahkan diatas 20% sesudah
tahun fiskal 1982/1983. Hal ini menunjukan bahwa masih ketergantungannya Indonesia
pada modal asing dalam pembiayaan anggaran belanja negara.

2. Peranan Modal Asing dalam Pemupukan Investasi Domestik dan Tabungan


Domestik
Untuk melihat efek yang ditimbulkan oleh arus bersih modal asing yang masuk
terhadap pemupukan investasi domestik dan tabungan domestik, dapat menggunakan
model yang dikemukakan oleh Hojman. Model ini dianggap lebih tepat karena arus
bersih modal asing yang masuk (setelah memperhitungkan pembayaran – pembayaran
keluar negeri yang berkaitan dengan arus masuk modal asing) digunakan sebagai variable
penentu (determining varibale) terhadap besaran – besaran ekonomi makro. Fungsi
tabungan berdasarkan “two-gap model” sebagai berikut :
S = 0 + 1 Y + 2 F (1)
dimana, S = Tabungan Domestik
Y = Output nasional
F = Arus bersih modal asing yang masuk
Investasi dalam negeri dibiayai oleh dua sumber pembiayaan yaitu tabungan
domestik dan arus bersih modal asing yang masuk. Berdasarkan ini maka investasi
domestik dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
I=S+F (2)
Dengan mensubsitusikan persamaan (1) ke dalam persamaan (2), maka diperoleh :
I = (0 + 1 Y + 2 F )+F
= 0 + 1 Y + ( 1 + 2 ) F (3)
fungsi investasi domestik ini kita taksir dengan menggunakan regresi linear yang berikut
untuk periode 1970 – 1986 :
14
I = β0 + β 1 Y + β2 F (4)
Bahwa arus modal asing yang banyak masuk ke indonesia tidak menimbulkan efek
yang besar terhadap investasi domestik secara keseluruhan. Peran positifnya yang kecil
ini semata adalah disebabkan adanya penggunaan modal asing untuk membiayai import
contentdari investasi yang dilaksanakan, terutama di sektor negara dan sektor modern
yang sangat tergantung kepada import.
Dari hasil – hasil penaksiran fungsi investasi domestik ini, dapat diperkirakan efek
arus bersih modal asing yang masuk terhadap tabungan domestik. Seperti dinyatakan
dalam persamaan (1) dan persamaan (3) berdasarkan fungsi tabungan domestik dan
investasi domestik bahwa efek arus modal bersih modal asing yang masuk terhadapa
tabungan domestik adalah negatif. Dapat disimpulkan bahwa satu dollar tambahan arus
bersih modal asing yang masuk ke Indonesia telah mengakibatkan hampir senilai satu
dollar potensi tabungan domestik yang tidak dapat menjadi kenyataan sebagai tabungan
yang direalisasi.
Ada dua penjelasan pokok mengenai sumbangan negatif modal asing dalam
pemupukan tabungan domestik di negara – negara sedang berkembang.
Pertama, penjelasan yang dikaitkan dengan pandangan institutionalist – structuralist
menurut panangan ini modal asing banyak mengambil alih kegiatan – kegiatan yang
paling menguntungkan dalam ekonomi sehingga kesempatan – kesempatan investasi
yang dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi menjadi relatif langka. Masuk nya
modal asing menurut pandangan ini juga telah mendorong konsumsi barang – barang
mewah disebabkan investasi asing yang masuk banyak digunakan untuk memproduksi
barang – barang mewah untuk konsumsi golongan berpenghasilan tinggi.
Kedua, kurangnya upaya Pemerintah dalam memobilisasi pembiayaan dari dalam negeri
oleh karena modal asing terus dapat diusahakan masuk untuk membiayai kegiatan –
kegiatan pembangungan.
Kedua penjelasan ini kemungkinan besar dapat digunakan untuk menerangkan
mengapa modal asing tidak berperan positif dalam pemupukan domestik di Indonesia.
Tergesernya banyak perusahaan – perusahaan domestik, merajalelanya konsumsi tinggi
dan lemahnya upaya mobilisasi sumber – sumber pembiayaan dari dalam negeri telah
terjadi di indonesia.
3. Peran dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Mengenai peranan modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dapat
dikemukakan bahwa oleh karena peranan modal asing yang masuk ke Indonesia dalam
periode 1970-1986 terhadap investasi domestik begitu kecil, maka tentulah peranan arus
bersi modal asing yang masuk ke indonesia juga kecil terhadapat pertumbuhan ekonomi
nasional setelah memperhitungkan efeknya terhadap konsumsi.
Efek pertumbuhan yang ditimbulkan oleh modal asing pada waktu masuk telah
dikuras habis oleh arus ke luar sumber-sumber nasional yang harus dilakukan sebagai
akibat masuknya modal asing ini. Disatu sisi, modal asing menimbulkan growth
promoting efect,tetapi di sisi lain menimbulkan proses yang bersifat Growth
defeating,sehingga secara netto efeknya negatif. Inilah yang terjadi di Indonesia
(Arief,Sasono:1987)
C. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Indonesia

15
Arus sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang
pertama adalah penanaman modal asing “langsung” atau PMA, yang biasa dilakukan oleh
perusahaanperusahaan raksasa multinasional (atau biasa juga disebut perusahaan
transnasional, yaitu suatu perusahaan besar yang berkantor pusat berada di negara-negara
maju asalnya, sedangkan cabang operasi atau anak-anak perusahaannya tersebar di
berbagai penjuru dunia). Dana investasi ini langsung diwujudkan dengan berupa
pendirian pabrik, pengadaan fasilitas produksi, pembelian
mesin-mesin dan sebagainya. Investasi asing swasta ini bisa juga berupa investasi
portofolio (portofolio investment) yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung
sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanam pada aneka instrumen keuangan seperti
saham, obligasi, sertifikatdeposito, surat promes investasi, dan sebagainya.
Sedangkan yang kedua adalah bantuan pembangunan resmi pemerintah (public
development assistance) atau bantuan/pinjaman luar negeri (foreign aid) yang berasal
dari pemerintahan suatu negara secara individual atau dari beberapa pihak secara bersama
(multilateral) melalui perantara lembaga-lembaga independen atau swasta.

Grafik 3.3
Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia (US $ Juta)

Sumber :Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, (Berbagai Edisi) (Data diolah)

Dilihat dari grafik diatas bahwasanya perkembangan PMA di Indonesia pada


tahun 1986 hingga 2011 senantiasa berfluktuatif. Nilai PMA tertinggi terjadi pada tahun
1995 sebesar $399,147,0 kemudian pada tahun 1998 terjadi penurunan yang sangat
drastis $13,657,7 milyar yang diakibatkan oleh terjadinya krisis ekonomi melanda
Indonesia. Nilai terendah PMA terjadi pada tahun 1986 yakni hanya sebesar $826,2.
Menurut sukirno dalam Arwiny (2011:52) Kegiatan investasi memungkinkan
suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.
Pengaruh dari peran ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam
perekonomian. Pertama, investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran
agregat. Maka kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan
nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertambahan dalam kesempatan
kerja. Kedua, pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan
kepastian memproduksi di masa depan dan perkembangan ini akan menstimulir
pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh
16
perkembangan teknologi. Perkembangan akan memberikan sumbangan penting ke atas
kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat.
D. Utang Luar Negeri, Pembiayaan Pembangunan, Beban Bunga dan Cicilan Utang
Beberapa tahun sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, ssudah muncul
desakan kuat kepada pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar
negeri yang waktu itu dari tahun ke tahun semakin besar. Hal yang sama ditujukan
kepada sektor swasta , yang saat itu sangat longgar dalam meminjam dari pasar uang
internasional. Dilihat dari berbagai indikator yang ada, memang utang luar negeri
Indonesia tersebut sudah terlalu banyak (over borrowing)dan sudah membahaykan
perkembangan jangka panjang ekonomi Indonesia.
Belum keinginan untuk terealisasikannya utang, ledakan beban pembayaran
bunga dan cicilan utang tersebut sudah terjadi karena adanya lonjakan permintaan valuta
asing,khususnya dollar AS yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998,telah mengakibatkan
kemerosotannya nilai rupiah yang sangat signifikan. Sampai 2001, nilai rupiah masih
sangatrentan dan berfluktuasi sangat tajam, dan utang luar negeri masih belum bisa
dikendalikan.Krisis yang terjadi sejak 1997 telah menyebabkan beban APBN dalam
utang publik mencapai lebih dari 110 persen terhadap PDB. Beban utang publik ini lebih
separuhnya adalah utang dalam negeri (obligasi) yang nilainya mencapai Rp 650 triliun
untuk perbaikan sektor perbankan,serta utang luar negeri yang jumlahnya mencapai US$
75 miliar (Mulyani,2001).
Walaupun perekonomian nasional terus menanggung beban pembayaran bunga
dan cicilian utang masa lalu, pada saat yang sama pemerintah juga terus mencetak utang-
utang baru. Pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri untuk menutupi defisit
anggaran belanja negara (APBN). Pinjaman pemerintah tersebut bukan hanya untuk
membiayai pengeluaran pembangunan , bahkan pernah digunakan untuk menutup defisit
pengeluaran rutinnya. Pemerintah telah pula mengikatkan diri dengan IMF untuk
mengatasi krisis yang terjadi dengan meminjam secara bertahap senilai US$ 43 miliar,
disamping terus meminjam dari CGI dengan angka berkisar US$ 5 miliar pertahun.
Masuknya arus uatng luar negeri ditengah utang lama yang belum mampu
dibayar, dan juga terus dinegosiasikan untuk menjadwalkan kembali
(reschedulling)kontrak yang sudah dibuat sebelumnnya menjadi suatu hal yang tidak
terelakan. Dari sisi pemerintah, dana segar berupa valuta asing dari luar negeri tersebut
bukan saja sangat penting untuk menutup defisit fiskal yang terjadi dalam APBN,
melainkan juga untuk mencegah terus merosotnya nilai mata uang rupiah terhadap mata
uang lainnya. Denga kata lain, ditengah krisis ekonomi dan usaha untuk keluar dari krisis
ini, indonesia semakin terjerat dalam jebakan dan ketergantungan utang. Hal ini dapat
menimbulkan masalah yyang sama dalam jangka panjang, yaitu ekonomi kembali
mengalami krisis, karena pada saat jatuh tempo nantinya semua kewajiban tersebut tetap
harus dibayar. Oleh karena itu, walaupun Indonesia saat ini sangat membutuhkan bantuan
luar negeri, manajemen utang harus sudah didesain dengan melihat kemampuan
membayar jangka panjangnya.

Pembiayaan Pembangunan
Sejak krisis ULN dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang dialami oleh
banyak NB tidak semakin baik, banyak NB semakin terjerumus ke dalam krisi ULN
sampai negara-negara pengutang besar terpaksa melakukan program-program
penyesuaian struktural terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank Dunia dan Dana
Moneter Internasional (IMF), sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru
atau pengurangan terhadap pinjaman lama, (Tambunan, 2001).
Tingginya ULN dari banyak NB disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit :

17
a. Defisit transaksi berjalan (TB) atau bisa disebut dengan trade gap, yaitu
ekspor (X) lebih sedikit daripada impor (M).
b. Defisit investasi atau I-S gap, yaitu dana yang dibutuhkan untuk membiayai
investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan nasional atau
domestik (S).
c. Defisit fiskal (fiskal gap).
Dari faktor-faktor tersebut, defisit TB sering disebut didalam literatur sebagai
penyebab utama membengkaknya ULN dari bank NB. Besarnya defisit TB melibihi
surplus neraca modal (CA) (kalau salonya memang positif) mengkibatkan defisit neraca
pembayaran (BOP) yang berarti juga cadangan defisa (CD) dengan sendirinya akan habis
jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya modal investasidari luar negeri), seperti
yang dialami oleh negara-negara paling miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat
dibutuhkan terutama untuk membiayai impor barang-barang modal dan pembantu untuk
kebutuhan kegiatan produksi di dalam negeri.
Dari uraian diatas, dapat dimngerti bahwa defisit TB yang terjadi terus menerus
membuat banyak NB harus tetap bergantung pada pinjaman luar negeri (PLN), terutama
negara-negara yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-investor asing
sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mensubstitusikan PLN dengan investasi,
misalnya dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).
Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini tingkat ketergantungan Indonesia pada
ULN tidak pernah menyurut, bahkan mengalami akselerasi yang pesat sejak krisis
ekonomi 1997/1998 karena pada periode tersebut pemerintah Indonesia terpaksa
membuat utang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk membiayai pemulihan
ekonomi. Pada masa normal selama pemerintahan Soeharto, ULN dibutuhkan terutama
untuk membiayi pembangunan, defisit investasi, defisit TB, dan beberapa komponen dari
sisi pengeluaran pemerintah di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Beban Pembayaran
Sejak masa Orde Lama, sangat jelas utang luar negeri yang dibuat akan
menyulitkan pemerintah dalam membayarnya. Dengan tingkat kemampuan ekonomi
masyarakat yang sangat miskin, akumulasi utang pemerintah Orde Lama (selama 20
tahun) mencapai US$ 2,38 miliar. Jika dibandingkan dengan utang luar negeri yang
dibuat pada masa pemerintahan Soeharto,Habibie, ataupun Abdurahman Wahid
nilaiutang tersebut memang sangat kecil. Dari ketiga rezim terakhir ini, rata-rata pertahun
utang luar negeri yang dibuat pemerintah mencapai US$5 miliar. Namun pada masa orde
lama kapasitas ekonomi sangat rendah, dan lebih dari itu alokasi penggunaan utang luar
negeri tersebut banyak pada proyek-proyek mercusuar dan membiayai anggaran untuk
angkatan bersenjata, sehingga tidak menggerakan ekonomi dan tidak menghasilkan
devisa maupun langsung dan tidak langsung yang sebetulanya sangat diperlukan untuk
membayar kembali utang dari negara lain dan lembaga-lembaga internasional, dari
sinilah awal mula beban pembayaran dan warisan hutang luar negeri Indonesia yang
sampai saat ini dan entah kapan akan terselesaikan.

Posisi Utang Luar Negeri


Posisi utang luar negeri Indonesia, menurut data Bank Indonesia, per januari 2001
mencapai US$ 140,2 miliar yang terdiri dari pinjaman pemerintah dan swasta. Utang
pemerintah sendiri mencapai US$ 74,2 miliar, termasuk dari IMF US$ 10,9 miliar dan
pinjaman swatsa US$ 66 miliar. Sedangkan proyeksi dari PERC (Pacific Ecinomic risk
Consultancy) menunjukan dalam tahun 2001 total hutang luar negeri Indonesia mencapai
US$ 150 miliar, dan kewajiban membayar bunga dan cicilan utang sebesar US$ 22
miliar. (Tabel 3.3)

18
Tabel 3.3
Berbagai Data Makro dan Proyeksi

Indikator 1996 1997 1998 1999 2000 2001


Total ULN (mil 128,94 136,17 146,80 147,60 149,80 150,00
$)
Cicilan ULN 21,54 17,74 19,54 21,82 21,79 22,00
(mil $)
Kurs (akhir 2361 4460 8025 7085 9675 11500
tahun)
Sumber : PERC dikutip kompas 16 April 2001

Kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri ini sudah sangat
membebani anggaran belanja pemerintah. Sedangkan anggaran pemerintah tersebut
sumber penerimaannya sebagian besar berasal dari pajak yang ditarik dari masyarakat.
Dengan demikian, beban utang luar negeri pada akhirnya harus dibebankan pada
masyarakat luas, dalam bentuk pajak dan dan berbagai pungutan lainnya. Lebih dari itu,
pembayaran bunga dan cicilan utang tersebut berarti mengurangi dana pembanguna yang
tersedia. Akibatnya, aktifitas pembangunan terpaksa dikendurkan untuk memenuhi
kewajiban internasional tersebut. Demikian pula, fungsi alokasi dan distibutif dari
kewajiban fiskal menjadi berkurang, sebagai akibat alokasi sebagaian besar dana untuk
membayar bunga cicilan utang.

E. Perkembangan Utang Luar Negeri


Besarnya akumulasi ULN khususnya dari pemerintah, dan terutama sangat terasa
setelah krisis ekonomi 1997/1998, memaksa pemerintah Indonesia mengatur secara
khusus atau mengubah paradigma soal penanganan PLN di dalam Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) tahun 1999-2004. Sejak itu, kebijakan fiskal yang menjadi andalan bagi
penerimaan pemerintah ditekankan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah terhdap
ULN. GBHN 1999-2004 secara khusus membahas soal ULN dalam empat butir yang
tercakup dalam arah kebijakan bidang ekonomi, (Joedo, 2004).
Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara
berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala
umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah sehingga
tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai, sehingga jalan alternatif
lainnya ialah dengan menarik dana atau pinjaman dari luar negeri. Utang luar negeri
(foreign debt) mulai berkembang di Indonesia sejak pemerintah Indonesia menganut
sistem devisa bebas. Sejak bulan agustus 1971, sistem devisa bebas mulai diterapkan di
Indonesia. Pemerintah tidak lagi membatasi modal yang akan dibawa masuk atau keluar
negeri.
Grafik 3.3
Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia (US $ Juta)

19
Sumber :Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, (Berbagai Edisi) (Data diolah)

Dilihat dari grafik di atas utang luar negeri dari tahun 1986 hingga 2011 senantiasa
perkembangan utang luar negeri masih dapat dikatakan dalam keadaanstabil. Namun
pada tahun 1997 hingga 2011 perkembangan utang luar negeri senantiasa fluktuaktif dan
nilai utang luar negeri tertinggi terjadi pada tahun 2011 yakni $154,505,9.
Utang luar negeri (foreign debt) pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama
keterpurukan perekonomian Indonesia. Ini disebabkan karena semakin basarnya beban
utang luar negeri Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta
asing yang harus ditanggung, ( Arwiny, 2011:41).
F. Sumber – sumber Pembiayaan ULN di Indonesia
Masalah ULN sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia, karena Indonesia sudah
mempunyai ULN bahkan semasa penjajahan Belanda. Namun, ULN baru menjadi
masalah serius setalah terjadi transfer negatif bersih pada pertengahan dekade 80-an,
yakni utang baru yang diterima lebih kecil daripada cicilan pokok dan bunganya yang
harus dibayar setiap tahun. Ini berati ULN yang baru sama sekali tidak bisa digunakan
sesuai tujuannya selain membayar sebagian cicilan pokok dan bunganya
(Samhadi,2006b).
Menurut catatan Samhadi (2006b), total ULN Indonsia pada akhir era Soekarno
sebesar 6,3 miliar dollar AS yang terdiri dari 4 milliar dolar AS yang dibuat pada masa
pemerintahan Belanda dan 2,3 miliiar dolar AS yang dibuat oleh pemerintah Soekarno,
dan membengkak menjadi 54 milliar dolar AS pada akhir pemerintahan Soeharto. Utang-
utang ini didapat dari berbagai sumber dari negara maupun kelembagaan.

Tabel 3.4
Sumber-Sumber Pembiayaan ULN Indonesia
Lembaga Pendonor Negara Pendonor
IBRD (International Bank for Reconstruction Pemerintah Jepang
and Development)
ADB (Asian Development Bank) German

20
Perancis
JBIC (Japan Bank for International
Coorperation)
IGGI Korea Selatan
IMF Amerika Serikat
WORLD BANK
Sumber : Bank Indonesia (2008)

G. Upaya Mengurangi Beban Utang Luar Negeri


Sasaran pokok kebijakan fiskal setelah krisis ekonomi adalah mengurangi
ketergantungan pemerintah pada ULN atau menurunkan rasio utang terhadap PDB.
Cukup banyak simulasi yang menunjukkan bahwa pengurangan utang dari negara-negara
dengan jumlah ULN yang sangat besar memberi dampak positif bagi ekonomi. Iyoha
(1999) melakukan simulasi kebijakan untuk meneliti dampak dari skenario alternatif stok
utang yang dilakukan pada tahun 1986 terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi
dalam tahun-tahun berikutnya. Hasil yang ditunjukkan bahwa pengurangan stok ULN
mempunyai efek positif yang signifikan pada investasi. Hasil ini mendemonstrasikan
bahwa penghapusan utang ULN bisa memberikan stimulus yang dibutuhkan untuk
pemulihan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Upaya mengurangi beban ULN dapat dilakukan dengan 4 cara:
1) Pengurangan/pemotongan, penundaan, penjadwalan ulang pembayaran
cicilan pokok, dan bunga utang
2) Konversi utang
3) Melunasi lebih awal utang jangka pendek
4) Meminta penghapusan utang yang masih ada
Cara 1s.d 3 merupakan strategi jangka pendek. Pada era reformasi, Presiden
Megawati yang pertama kali meminta dalam pidato kenegaraan 16 agustus 2004 agar
IMF bersedia memprakarsai penjadwalan ulang pembayaran cicilan ULN Indonesia
supaya tersedia lebiih banyak dana yang sangat dibutuhkan untuk membiayai
pembangunan berbagai proyek atau/dan program peningkatan kesejehteraan masyarakat.
Sementara itu, cara 4 adalah mengurangi ketergantungan pada ULN atau, mengurangi
pembuatan utang baru. Ini merupakan strategi jangka panajng, karena mengurangi
ketergantungan pada ULN memerlukan waktu yang tidak pendek. Hal ini disebabkan
mencari sumber-sumber alternatif bukan hal yang mudah.

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan PMA dan ULN
diatas, pertanyaan bagi Indonesia adalah: apakah Indonesia selama ini (Sejak orde baru)
lebih diuntungkan atau sebaliknya lebih dirugikan oleh ketergantungannya pada PMA
dan ULN? Tidak bisa dikatakan bahwa Indonesia selama ini sama sekali dirugikan oleh
PMA dan ULN, karena tidak ada kepastian absolut bahwa andaikan Indonesia sejak awal
tidak pernah mengandalkan modal asing dan pinjaman luar negeri, bisa tercapai tingkat
kemajuan pembangunan saat ini. Paling tidak hingga menjelang krisis ekonomi
1997/1998. PDB Indonesia mengalami laju pertumbuhan rata-rata sekitar 7% per tahun,
dan tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang signifikan. Sangat sulit rezim
soeharto bisa bertahan selama 30 tahun lamanya tanpa ada pinjaman dari Bank Dunia,
IGGI/CGI dan negara-negara donor lainnya.
Anggapan bahwa selama ini Indonesia sepenuhnya diuntungkan dengan adanya
PMA dan ULN juga tidak tepat, melihat kenyataan dua hal.
Pertama, beban ULN pemerintah Indonesia semakin besar dan modal asing yang
masuk di Indonesia merugikan investor lokal. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya porsi
beban ULN didalam APBN dan masuknya modal asing dalam anggaran belanja negara.
Bahkan salah satu penyebab krisis ekonomi 1997/1998 yang dipici oleh anjloknya nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS adalah meningkatnya secara signifikan biaya ULN
pemerintah dan swasta dalam rupiah yang membuat banyak perusahaan besar
(konglomerat) bangkrut dan keuangan pemerintah jebol. Akhirnya pemerintah Indonesia
terpaksa memanggil IMF untuk penyelamatan.
Kedua, hingga saat ini Indonesia tetap saja masih tergantung pada ULN dan
modal asing. Jika Indonesia selama ini betul-betul diuntungkan oleh adanya PMA dan
ULN, sudah lama Indonesia mandiri seperti Korea Selatan. Pada awal pembangunannya
selama dekade 50-an dan 60-an, Korea juga sangat bergantung pada ULN khususnya dari
AS, tetapi sekarang bahkan sudah masuk didalam klub negara-negara donor.
Kita harus terus meminjam dari luar negeri untuk membiayai pembayaran kepada
pihak luar negeri. Kita terus meminjam dari luar negeri untuk dapat membayar cicilan
utang luar negeri, bunga utang luar negeri dan keuntungan investasi asing yang ditransfer
ke luar negeri. Dalam situasi seperti ini, kita sebetulnya berada dalam suatu ekonomi
tutup lubang gali lubang. Bisa dilihat bahwa secara pukul rata hampir seluruh nya kita
gunakan untuk pembayaran kepada pihak-pihak asing. kita sebetulnya sadar atau tidak
sadar bekerja untuk pihak asing. Ini sungguh merupakan sesuatu yang menyedihkan
sebagai bangsa yang berdaulat dan politis merdeka.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al Maulidi, Iqbal. “Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1990-2011” Jurnal Ilmiah, Juni 2013.
Anoraga Pandji, (1995), Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Pustaka
Jaya,Jakarta.
Arief Sritua dan Sasono Adi, (1987), Modal Asing, Beban Utang Luar Negeri dan Ekonomi
Indonesia, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Majid, Khairin. “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (ULN) dan Penanaman Modal Asing
terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1986-2011”, Jurnal Ilmiah, Maret
2013.
TambunanT. Tulus, (2008), Pembangunan Ekonomi & Utang Luar Negeri, Rajawali Pers,
Jakarta.

23
24

Anda mungkin juga menyukai