Anda di halaman 1dari 14

Ilmu Pengetahuan Teknik

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG DAN LIMBAH JERAMI


SEBAGAI BIOPLASTIK

Nama : Rico Aji Prassetya (9826)


Muhammad Usman (9821)
Sekolah : MAN 2 KUDUS

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KUDUS
2020
ABSTRAK

LOMBA KARYA ILMIAH REMAJA KE-50 TAHUN 2018

JUDUL : 1. Objek penelitian berupa


o Manusia
o Hewan
o Tumbuhan
o Pembuatan Alat
BIDANG : o Lain-lain

KATEGORI :
2. Apa penelitian ini lanjutan dari
NAMA : penelitian sebelumnya
o Ya, dari tahun….
SEKOLAH : o Tidak

3. Metodologi penelitian yang


digunakan
o Kualitatif
o Kuantitatif
Abstrak terdiri dari maksimum 300 kata. o Analisis Wacana
o ……

4. Metode Penelitian
o Wawancara
o Kuisoner
o Studi Laboratorium
o Observasi
o Studi literature

Catatan:
Hapus yang tidak perlu

1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Plastik merupakan material yang paling banyak digunakan untuk keperluan sehari-
hari karena memiliki beberapakeunggulan, antara lain: ekonomis, fleksibel, kuat, transparan
dan tidak mudah pecah. Namun, plastik juga memiliki kelemahan karena pada umumnya
dibuat dari petroleum yang merupakan sumber daya tidak terbarukan dan sangat sulit
terdegradasi. Plastik juga dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan
lingkungan, mulai dari penyakit hingga masalah banjir. Sampah plastik tidak dapat
dihancurkan dengan cepat oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Plastik membutuhkan
puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat terurai secara alami. Hal itu menyebabkan adanya
penumpukan sampah yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Alternatif yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menciptakan plastik dari bahan baku yang mempercepat proses biodegradasi seperti pati,
minyak nabati, dan mikrobiota. Keberadaan bahan baku tersebut sangat melimpah di
Indonesia.
Indonesia sebagai negara agraris menjadikan pertanian sebagai komoditas utama
dalam usaha dan profesi. Jerami padi mengandung selulosa yang cukup tinggi. Selama ini,
pemanfaatan limbah jerami belum optimal. Limbah jerami biasanya digunakan untuk pakan
ternak dan sisanya dibiarkan membusuk atau dibakar. Hal itu akan menghasilkan polutan
(CO2, NOx, SOx) yang dapat merusak lingkungan. Jerami padi mengandung 37,71%
selulosa. Kandungan selulosa yang cukup tinggi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bioplastik.
Bahan baku pembuatan plastik biodegradable lainnya adalah kulit udang. Limbah
kulit udang biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak atau industri makanan seperti
pembuatan kerupuk udang. Kulit udang mengandung 18,1 % kitin didalamnya. Kitin
tersebut nantinya akan mengalami proses deasetilasi sehingga menghasilkan kitosan
(Cervera dalam Savitri, 2010). Kitosan digunakan sebagai bahan baku tambahan pada
pembuatan plastik biodegradable. Kitosan memiliki sifat antimikroba, karena dapat
menghambat bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk (Hafdani dalam Killay, 2013).
Pemanfaatan limbah kulit udang dan limbah jerami di Indonesia masih kurang
maksimal. Sehingga perlu adanya penelitian tentang limbah kulit udang dan limbah jerami.
Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan, pemanfaatan kedua limbah dalam
pembuatan plastik biodegradable ini dapat mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia.
2
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana memanfaatkan limbah kulit udang dan limbah jerami?
b. Bagaimana membuat bioplastik dari limbah kulit udang dan limbah jerami?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untukmembuat bioplastik dari limbah kulit udang dan
limbah jerami sebagai pengganti plastik konvensional.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit udang dan limbah jerami menjadi produk
yang lebih bermanfaat.
b. Membantu mengurangi masalah lingkungan yang berkaitan dengan limbah plastik.
c. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku plastik petroleum.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Plastik Biodegradable
Biodegradable dapat diartikan dari dua kata penyusunnya yaitu bio yang berarti
hidup dan degradable yang berarti dapat diuraikan. Plastik biodegradable merupakan plastik
yang dapat digunakan seperti plastik konvensional pada umumnya, namun setelah habis
terpakai plastik ini akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan
karbondioksida dan dibuang ke lingkungan (Pranamuda dalam Vera, 2015). Karena sifatnya
yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan plastik yang ramah
lingkungan.
Degradasi adalah proses satu arah yang mengarah pada perubahan yang signifikan
dari suatu struktur material. Hal ini dapat terjadi dengan cara kehilangan komponen, seperti
berat molekul atau berat struktur yang disertai dengan pemecahan (fragmentation). Plastik
biodegradable dapat terdegradasi oleh lingkungan tertentu seperti tanah, kompos, maupun
lingkungan perairan. Degradasi itu sendiri disebabkan oleh kondisi lingkungan dan plastik
biodegradable menunjukkan keadaan plastik yang terdegradasi sebagai hasil dari aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga.
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, plastik biodegradable digolongkan
menjadi dua golongan, yakni golongan dengan bahan baku petrokimia, dimana bahan baku
3
ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources) dan golongan dengan bahan baku produk tanaman dan hewan seperti selulosa
dan kitosan dimana bahan baku ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable resources) (Widyasari dalam Vera, 2015).
Terdapat tiga kelompok biopolimer yang dapat digunakan menjadi bahan dasar
dalam pembuatan filmbiodegradable, yaitu:
a. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis: terbuat dari campuran granula pati (5-
20%) dan polimer sintetis serta bahan tambahan (prooksidan dan autooksidan). Film jenis
ini mempunyai nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas.
b. Polimer mikrobiologi (poliester): dihasilkan secara bioteknologis atau fermentasi dengan
penggunaan mikroba genus Alcaligenes. Jenis biopolymer ini antara lain adalah
polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat(PHV), asam polilaktat (polylactat acid),
dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Dapat terdegradasi penuh oleh bakteri, jamur,
dan alga. Akan tetapi, karena proses produksi bahan dasarnya yang rumit menjadikan
harga kemasan biodegradable ini relatif mahal.
c. Polimer pertanian: diperoleh secara murni dari hasil pertanian dan tidak dicampur dengan
bahan sintetis. Biopolimer jenis ini diantaranya adalah selulosa (bagian dari dinding sel
tanaman), cellophanem, celluloseacetat, chittin (pada kulit Crustaceae), dan pullulan
(hasil fermentasi pati oleh Pullularia pullulans). Biopolimer ini mempunyaisifat
termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk menghasilkan film kemasan.
Tersedia sepanjang tahun (renewable), murah, dan mudah hancur secara alami
(biodegradable) adalah keunggulan dari polimer pertanian. Namun mempunyai
kelemahan dalam penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan
bahan aditif (Widyasari dalam Vera, 2015).
2. Udang
Budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang dijadikan komoditas
ekspor non migas yang dapat diandalkan dan menjadi biota laut yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk daging murni di
mana kepala, ekor, dan kulitnya dibuang. Terdapat banyak jenis udang, salah satunya udang
vaname. Udang vaname diklasifikasikan seperti tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Hewan Litopenaeus vannamei
Kingdom Animalia
Filum Arthopoda

4
Kelas Crustacea
Ordo Decapoda
Famili Penaidae
Genus Litopenaeus
Spesies Litopenaeus vannamei

Tubuh udang dibagi atas dua bagian utama yaitu bagian kepala yang menyatu dengan
dada yang disebut cephaloporax, dan bagian tubuh sampai ekor yang disebut abdomen.
Bagian kepala ditutupi oleh sebuah kelopak kepala yang sebagian ujungnya meruncing dan
bergigi seperti tertera pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Udang Vaname (sumber : Alibaba.com)

Seluruh tubuhnya terbagi atas ruas-ruas yang ditutupi oleh kerangka luar yang
mengeras yang tersusunoleh kitin. Dibagian bawah kepala terdapat 13 ruas dan dibagian
perut 6 ruas. Mulut terletak dibagian bawah kepala diantara rahang dan dikanan kiri sisi
kepala tertutup oleh kelopak kepala terdapat insang. Dibawah pangkal cucuk kepala terdapat
mata majemuk bertangkai yang dapat digerak-gerakkan. Dibagian kepala terdapat
beberapaanggota tubuh yang berpasangan diantaranya sungut kecil, sirip kepala, dan sungut
besar.
3. Kitin dan Kitosan
Kitin adalah polimer-polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping yang
tersusun dari 2-asetamido-2-deoksi-β-D-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4. Secara kimia
kitin diidentifikasimemiliki kemiripan dengan selulosa, persamaannya adalah adanya ikatan
monomer yaitu ikatan glikosida pada posisi (1-4). Perbedaan keduanya adalah gugus
hidroksil pada atom karbon alfa pada molekul selulosa digantikan dengan gugus asetamida
pada molekul kitin. Pada atom C nomor 2 pada setiap monomer pada selulosa terikat gugus
hidroksil (–OH), sedangkan pada kitin berupa gugus asetamida (–NHCOCH3). Kitin
mempunyai sifat hidrofob, tidak larut dalam air dan beberapa pelarut organik, merupakan

5
suatu polisakarida yang dapat terdegradasi dan bersifat tidak beracun sehingga banyak
dimanfaatkan pada berbagai bidang (Hargono dan Djaeni dalam Purwanti, 2014).
Kitosan sebagai polimer yang tersusun dari 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa dapat
diperoleh dengan cara mengolah kitin. Pengubahan molekul kitin menjadi kitosan diperoleh
dengan cara mengubah gugus asetamida (–NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (–
NH2) pada kitosan. Perbedaan struktur kimia kitin dan kitosan tertera pada Gambar 2.2.

Struktur Kitin
Struktur Kitosan

Gambar 2.2 Struktur kimia Kitin dan Kitosan


Proses penghilangan gugus asetil pada kitin untuk mengubah kitin menjadi kitosan
dapat dilakukan dengan menggunakan larutan basa pekat (Yoshida et aldalam Sari, 2015).
Ukuran yang menyatakan besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida
dinyatakan dengan paremeter derajat deasetilasi (DD).
4. Jerami
Jerami padi adalah bagian batang dan tangkai tanaman padi setelah dipanen butir
butir buahnya. Jerami padi mengandung 37,71% selulosa; 21,99% hemiselulosa; dan
16,62% lignin (Pratiwi, R. dkk 2016). Kandungan selulosa yang cukup tinggi ini dapat
dimanfaatkan dalam berbagai hal antara lain sebagai bahan bioplastik. Selulosa merupakan
biopolimer yang dapat diperoleh dari hasil pertanian. Adapun struktur selulosa tertera pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur selulosa

Polimer hasil pertanian mempunyai sifat termoplastik sehingga mempunyai potensi


untuk dibentuk atau dicetak menjadi film kemasan. Keunggulan polimer jenis ini adalah

6
tersedia sepanjang tahun (renewable) dan mudah hancur secara alami (biodegradable).
Berdasarkan hal tersebut, polimer jenis ini dapat digunakan sebagai bahan bioplastik yaitu
plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa
yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, selulosa memiliki potensi sebagai bahan bioplastik.
Plastik yang beredar di pasaran saat ini, seperti polivinilklorida (PVC) merupakan
polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang ketersediaannya semakin menipis dan
tidak dapat diperbaharui. Selain itu, plastik jenis ini sulit untuk terurai di alam dan dapat
berdampak pada pencemaran lingkungan seperti penurunan kualitas air dan tanah. Plastik
berbahan polimer sintetik juga dapat berbahaya bagi kesehatan karena monomer-monomer
penyusun polimer sintetik tersebut seperti monomer vinil klorida sebagai unit penyusun
PVC bersifat karsinogenik. Monomer-monomer tersebut sulit terurai dalam tubuh sehingga
jika terakumulasi dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan dapat menyebabkan kanker.
Teknologi bioplastik adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan
penggunaan kemasan plastik konvensional.

C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitiannya adalah penelitian eksperimen. Data yang diambil merupakan
data kualitatif berupa karakterisasi bioplastik dari uji TGA, DSC dan FTIR.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus – 5 Oktober 2018.
Pembuatan bioplastik dari limbah ksulit udang dan limbah jerami dilakukan di Pusat
Penelitian Kimia–LIPI, Serpong, Tangerang Selatan. Dan pengujiannya dilakukan di
Laboratorium Biomaterial Cibinong.
3. Alat dan Bahan
Alat yang` digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat penggiling, ayakan 50
mesh, gelas kimia, neraca analitis, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, spatula, labu ukur,
vakum, corong Buchner, magnetic stirrer, hot plate, oven, pH ukur, TGA, DSC dan FTIR.
Sedangkan bahan yang diperlukan antara lain: limbah kulit udang, limbah jerami,
NaOH, HCl, asam asetat, aquadest danNaOCl 5%.

7
4. Langkah kerja

Kulit udang

Preparasi : Pencucian, pengeringan dan penggilingan

Serbuk kulit
udang

a. NaOH 4% (1: 4), 650C, 30 menit,


Penambahan b. NaOH 3,5% (1: 10)
Deproteinasi larutan NaOH 650C, 120 menit,
c. NaOH 8% (1: 10), 1000C, 120
menit,

a. HCl 1N (1: 6), 750C, 30 menit.


b. HCl 1N (1: 15),
Demineralisasi Penambahan 600C, 30menit,
HCl c. HCl 1N (1: 10), 900C, 60 menit,

a. NaOH 60% (1: 8), 1000C, 60


menit,
b. NaOH 60% (1 : 20), 90 0C, 60
Deasetilasi Penambahan menit,
larutan NaOH c. NaOH 50% (1: 10), 1200C, 120
menit,
+ Asam asetat 1%.

Kitosan

Film kitosan

Gambar 3.1 Proses isolasi kitosan dari kulit udang.

8
Jerami

Preparasi : Pencucian, pengeringan dan penggilingan

Serbuk jerami

Delignifikasi Penambahan larutan


NaOH 8%, 1200C,
60 menit

Penambahan HCl
Peluruhan
0,2 M, 1200C, 120
hemiselulosa
menit

Penambahan NaOCl
Bleaching 5%, 3jam

Selulosa

Gambar 3.2 Proses pembuatan selulosa dari limbah jerami.

9
Gambar 3.3 Proses pembuatan bioplastik

a. Proses Isolasi Kitosan dari Limbah Kulit Udang


Kulit udang dicuci, dikeringkan, digiling, dan diayak dengan ayakan 50 mesh. Serbuk
kulit udang tersebut ditambahkan larutan NaOHke dalam gelas beaker. Kemudian disaring,
dinetralkan, dioven pada suhu 100oC selama 24 jam. Selanjutnya, Hasil deproteinasi yang
diperoleh ditambahkan HCl ke dalam gelas beaker. Kemudian disaring, dinetralkan, dioven pada
suhu 100oC selama 24 jam. Diperoleh hasil yang masih berupa kitin. Kitin yang telah diperoleh
ditambahkan larutan NaOH ke dalam gelas beaker. Kemudian disaring, dinetralkan, dioven pada
suhu 100oC selama 24 jam. Akhirnya diperoleh Kitosan.

b. Proses isolasi selulosa dari limbah jerami


Preparasi bahan meliputi pencucian, pengeringan di bawah sinar matahari langsung,
penggilingan, dan pengayakan menggunakan ayakan 50 mesh.Sebanyak 100 gram serbuk jerami
direndam dalam 2 L larutan NaOH 8% sambil dipanaskan pada suhu 120oC selama 60 menit
kemudian disaring, dinetralkan, dan dikeringkan dalam oven 50oC.Sebanyak 70 gram dari hasil
tersebut ditambahkan 1,2 L HCl 0,2 M dan dipanaskan pada suhu 1200C selama 2 jam kemudian
disaring, dinetralkan, dikeringkan dalam oven 50oC. Sesudah kering ditambahkan NaOCl 5%
dan didiamkan selama 3 jam kemudian disaring, dicuci, dikeringkan dalam oven 50oC.Diperoleh
selulosa jerami

c. Pembuatan Bioplastik
Pembuatan bioplastik dilakukan dengan metode solventcasting. Pembuatan film
dilakukan dengan melarutkan kitosan dari limbah kulit udang ke dalam 1% asam asetat.
Kemudian ditambahkan selulosa dari limbah jerami. Dengan perbandingan dari kedua bahan
10
tersebut adalah 80% : 20%.Larutan dicetak di atas plat kaca dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 500C. Setelah kering bioplastik dilepas dari plat kaca.
5. Uji Karakteristik Produk
a. FTIR
Uji FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi suatu material dengan
menggunakan spektroskopi inframerah.
b. TGA
TGA adalah suatu teknik analitik untuk mengetahui stabilitas termal suatu
material dengan menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan
temperatur.
c. DSC (Differential Scaning Calorimetry)
DSC merupakansalah satu alat dari Thermal Analyzer yang dapat digunakan
untuk menentukan kapasitas panas dan entalpi dari suatu bahan. DSC dapat mengukur
titik leleh, kalor peleburan, persen kristalinitas dan suhu transisi gelas. Dalam penelitian
ini uji DSC digunakan untuk mengetahui Transisi gelas (Tg) suatu material.Semakin
tinggi suhu Tg maka semakin kaku suatu material.
d. Skema Langkah Kerja
Persiapan
alat dan bahan

Isolasi kitosan Isolasi selulosa

Pembuatan
bioplastik

Uji TGA Uji DSC Uji


FTIR
Gambar 3.4 Skema Langkah Kerja.

D. DAFTAR PUSTAKA
Killay, Amos. 2013. “Kitosan sebagai Anti Bakteri pada Bahan Pangan yangg Aman dan Tidak
Berbahaya. Prosiding FMIPA Universitas Pattimura : 200-205
Pratiwi, R dkk. 2016.“Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Jerami Padi (Oryza sativa) sebagai
Bahan Bioplastik”. IJPST. 3(3) : 83-91.

11
Purwanti, A. 2014.“Evaluasi Proses Pengolahan Limbah Kulit Udang untuk Meningkatkan
MutuKitosan yang Dihasilkan”. Jurnal Teknologi. 7(1) : 83-90.
Sari, Diana Purnama dan Ira Maya Abdiani. 2015. “Pemanfaatan Kulit Udang dan Cangkang
Kepiting sebagai Bahan Baku Kitosan”. Jurnal Harpodon Borneo. 8(2) : 142-147
Savitri, Emma. dkk. 2010. “Sintesis Kitosan, Poli(2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), Skala Pilot
Project dari Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Biopolimer”.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia : 1-10
Vera, Istiana Emiliana. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang dan Pati Singkong sebagai
Bahan Baku Pembuatan Plastik Biodegradable dengan Variasi Kitosan dan Gliserol.
Skripsi. Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.

12
BIODATA PESERTA

Ketua Tim
Nama :
Sekolah :
Alamat Sekolah :
Alamat Rumah :
Tempat Lahir : FOTO
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Nomor HP :
Email :

Anggota Tim (bila tidak ada dapat dihapus)


Nama :
Sekolah :
Alamat Sekolah :
Alamat Rumah :
Tempat Lahir : FOTO
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Nomor HP :
Email :

Data Guru Pembimbing


Nama :
Sekolah :
Mata Pelajaran :
Alamat Rumah :
Jenis Kelamin :
Nomor HP :
Email :

13

Anda mungkin juga menyukai