Deskripsi Menganalisis QS. al-Maidah : 48; dan QS. at-Taubah : 105, serta
Hadis tentang kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja serta
meyakini bahwa sikap kompetitif dalam kebaikan dan etos kerja
adalah perintah agama; serta membiasakan sikap kompetitif
dalam kebaikan dan etos kerja.
Kelas 10 ( sepuluh )
Alokasi Waktu 405 menit
Jumlah Pertemuan 3
Fase Capaian E
Profil Pelajar Pancasila Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif
1. Peserta didik dapat menanyakan hal Etos Kerja Dalam Perspektif Islam
yang tidak dipahami pada guru https://garuda.ristekbrin.go.id/docu
2. Peserta didik mengomunikasikan ments/detail/97155
kendala yang dihadapi selama
mengerjakan tugas dari guru
3. Peserta didik menerima apresiasi dan
motivasi dari guru.
Refleksi Lembar Kegiatan
1. Peserta didik dan Guru memulai 1. Peserta didik dan guru berdiskusi
dengan berdoa bersama. melalui pertanyaan pemantik:
2. Peserta didik disapa dan melakukan a. Sudah sejauh mana kalian
pemeriksaan kehadiran bersama dengan melakukan kompetisi dalam
guru. kebaikan ?
3. Peserta didik bersama dengan guru b. Bagaimana pendapatmu
membaca beberapa ayat Al Quran tentang bekerja sebagai
ibadah ?
4. Peserta didik diminta untuk
mengiform asesmen diagnostik untuk 2. Peserta didik diberikan kesempatan
mengetahui masalah-masalah yang untuk melakukan studi pustaka
diderita atau mengganggu peserta (browsing dan/atau mengunjungi
didik, sehingga peserta didik perpustakaan) guna mengeksplorasi
mengalami kesulitan, hambatan, atau materi etos kerja.
gangguan ketika mengikuti program
pembelajaran 3. Peserta didik diminta melaporkan
hasil studinya dan kemudian bersama-
sama dengan dibimbing oleh guru
mendiskusikan hasil laporannya ( di
depan kelas )
Dalil Kompetisi
َبة إِىَْْيلَْ َٗأَ ّْضَ ْىَْب َْ ق ْاى ِنز ِّْ ص ِذّقًب ثِ ْبى َح
َ ٍُ ة ٍَِِْ يَذَ ْي ِْٔ ثَيَِْْ ِى ََب ِْ ه ثِ ََب ثَ ْيَْ ُٖ ٌْْ فَبحْ ُن ٌْْ ْۖ َعيَ ْي ِْٔ َٗ ٍُ َٖي ًَِْْب ْاى ِنزَبَْ َّللاُ أ َ ّْض
َْ ْۖ
ْ َ َٗ ق ٍَِِْ َجب َءكَْ َع ََب أَ ْٕ َ٘ا َء ُٕ ٌْْ رَزَ ِج ْْع
ل ِّْ و ْۖ ْاى َح ٍّْ ّللاُ شَب َْء َٗىَ ْْ٘ ْۖ َٗ ٍِ ْْ َٖب ًجب ِش ْش َع ْخً ٍِ ْْ ُن ٌْْ َج َع ْيَْب ِى ُن َْ ٌْْ أ ُ ٍَ ْخً ىَ َج َعيَ ُن
ًاحذَْح
ِ َٗ ِ ْْ د فَب ْعز َ ِجقُ٘ا ْۖ آرَب ُم ٌْْ ٍَب ِفي ِى َي ْجيُ َ٘ ُم ٌْْ َٗ َٰىَ ِن ِْ ْۖ ْاى َخي َْشاَّٚللاِ ِإى َْ ٌْْ ِفي ِْٔ ُم ْْز ُ ٌْْ ِث ََب فَيَُْ ِجّئ ُ ُن ٌْْ َج َِي ًعب ٍَ ْش ِجعُ ُن
َُُْ٘ر َْخز َ ِيف
Allah Swt. mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepadanya untuk
memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada rel yang benar dan
lurus. Sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau
diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi, manusia membuat ajaran
sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.
Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya
perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa.
Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat
ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang
dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Semua orang
dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berlomba-
lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan
memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang
tersembunyi.
Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling
tolong-menolang, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Lingkungan
yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat
baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena
lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta
kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten).
Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah bisa
tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di dalamnya sangat
rapuh.
Sebutan lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation.
Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan
akhirat. Namun, penekanan kepada akhirat itu lebih penting daripada
penekanan kepada dunia (dalam hal ini materi).
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kita untuk
bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang telah
kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah penegasan
Allah Swt. bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar.
Umat Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan
“tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan
perbuatan terpuji yang lainnya, seperti menunaikan zakat, membantu orang-
orang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk mengerjakan
ṡalat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih
banyak lagi usaha-usaha lain yang sangat terpuji. Semua itu dilakukan atas
dasar taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt.
pasti menyaksikan itu.
Ayat ini pun berisi peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan
diperlihatkan pula kepada rasul dan kaum muslimin lainnya kelak di hari
kiamat. Dengan demikian, akan terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang
mereka lakukan sesuai amal perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah
sering kita saksikan, bagaimana gambaran orang-orang yang berbuat jahat
seperti pencuri, penipu, pemerkosa, koruptor, dan lain sebagainya.
Artinya: “Dari Miqdam ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak seorang
pun yang makan lebih baik daripada makan hasil usahanya sendiri. Sungguh
Nabi Daud as. makan hasil usahanya.” (HR. Bukhari)
2. Melakukan sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari
yang terkecil, dan mulai dari sekarang.”
3. Pantang menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.
AQIDAH KELAS X
SYU’ABUL ISLAM
Kunci jawaban
1. Cabang-cabang keimanan
2. Meyakini dengan hati,mengucapkan dengan lisan,mengamalkan dengan perbuatan
3. Ada 70 lebih
4. Kalimat laailaha illallah
5. Menyingkirkan gangguan dijalan
MANFAAT MENGHINDARI SIKAP TEMPERAMENTAL (GHADHAB),
MENUMBUHKAN SIKAP KONTROL DIRI DAN BERANI
KELAS X
1. Peserta didik dan Guru memulai 7. Peserta didik dan guru mereview
dengan berdoa bersama. pembelajaran minggu
2. Peserta didik disapa dan sebelumnya yaitu tentang
melakukan pemeriksaan kehadiran membuat karya (video) yang
bersama dengan guru. mengandung konten manfaat
3. Peserta didik bersama dengan guru menghindari temperamental
Membaca ayat quran dan Asmaul (ghadhab), menumbuhkan sikap
Husna kontrol diri dan berani
4. Peserta didik bersama dengan guru 8. Guru menginstruksikan kelompok
membahas tentang kesepakatan untuk menyiapkan karya videoyang
yang akan diterapkan dalam telah dibuat
pembelajaran 9. Masing-masing kelompok
menampilkan hasil karya video
yang telah dibuat menggunakan
LCD Proyektor didepan kelas
10. Masing-masing kelompok
mengunggah hasil karya (video)
yang mengandung konten
manfaat menghindari sikap
temperamental (ghadhab),
menumbuhkan sikap kontrol diri
dan berani
ke media social (youtube, instagram,
tiktok dll)
LAMPIRAN
RINGKASAN MATERI
A. Definisi Sikap temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap kontrol diri dan
berani
B. Manfaat Menghindari Sikap temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap
kontrol diri dan berani
C. Alur Pembuatan hasil karya video Manfaat Menghindari temperamental (ghadhab),
menumbuhkan sikap kontrol diri dan berani
D. Tata cara mengunggah hasil karya video Manfaat Menghindari Sikap
temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap kontrol diri dan berani kea kun
media social (youtube, instagram, tiktok
FIQIH MU’ĀMALAH: ASURANSI, BANK DAN KOPERASI SYARI’AH
KELAS X
MATERI
FIQIH MUAMALAH: ASURANSI, BANK DAN KOPERASI SYARIAH
A. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi, berasal dari bahasa inggris insurance, yang berarti jaminan, atau
dalam bahasa arab disebut al-ta‟min. „Abd al-sami‟ al-Mishri mengemukakan definisi al-
ta‟min, yakni akad yang mewajibkan penanggung menjamin tertanggung atau menunaikan
manfaat seperti yang tersebut dalam pertanggungan dengan menyerahkan uang atau
pengganti harta benda, pada saat terjadinya peristiwa sebagaimana yang tertera dalam akad.
Hal itu dilakukan karena tertanggung menunaikan pembayaran secara berangsur atau
sekaligus kepada penanggung.[1]
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa asuransi mempunyai tiga unsur pokok:
1. Penanggung (perusahaan), yang bersedia menjamin sejumlah uang atau barang
berdasarkan perjanjian.
2. Tertanggung, yang bersedia membayar premi setiap waktu tertentu, sesuai dengan
perjanjian.
3. Adanya peristiwa, yang merupakan syarat untuk pembayaran ganti rugi sesuai dengan
perjanjian, seperti kebakaran, kecurian dan sebagainya.
Secara umum, dikenal dua macam asuransi:[2]
1. Asuransi ganti rugi, yakni perusahaan memberi ganti rugi kepada yang menderita
kerugian barang, misalnya asuransi kebakaran, pengangkutan, pencurian.
2. Asuransi sejumlah uang, yakni perusahaan membayar sejumlah uanng tertentu kepada
nasabah yang terkena musibah, misalnya asuransi kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan
sebagainya.
Adapun proses pelaksanaannya, para petugas dari perusahaan, diberi wewenang
untuk mengajak seseorang nasabah. Jika seseorang itu tidak setuju, dalam arti tidak rela
dengan syarat-syarat perjanjian yang diajukan, maka dia tidak akan dicatat sebagai nasabah.
Dalam hal ini tidak ada paksaan, melainkan atas dasar persepakatan bersama.[3]
B. Hukum Asuransi
Maksud dan tujuan diadakannya asuransi adalah untuk menjaga agar suatu usaha
tidak mengalami atau menderita kerugian dan untuk memberi ganti rugi kepada pihak yang
bersangkutan, yakni nasabah yang mengalami kerugian.
Dengan memperhatikan tujuan asuransi tersebut, dapat dipahami bahwa asuransi
tidak hanya bertujuan mengeruk keuntungan dari nasabah, tetapi yang terpenting ialah
berusaha membantu masyarakat untuk mengurangi beban yang mungkin dideritanya, baik
terhadap harta bendanya maupun terhadap jiwanya.
Asuransi sebagai salah satu praktek muamalah masa kini tidak dikenal pada masa
Nabi Muhammad SAW, sehingga dasar hukumnya secara tekstual tidak ditemukan dalam
al-Qur‟an, hadits Nabi SAW, maupun hasil ijtihad ulama terdahulu. Untuk menemukan
dasar hukumnya, para ulama berusaha menggalinya sendiri, dengan berdasar pada maqashid
al-syari‟ah, sebagaimana yang dipahami dari al-Qur‟an dan hadits Nabi SAW.[4]
Keberadaan asuransi yang bersifat ijtihad menyebabkan timbulnya perbedaan
pendapat ulama tentang dasar hukumnya. Sebagian mereka membenarkannya, dengan
argumentasi masing-masing. Ulama yang tidak membenarkan keberadaan asuransi
mengemukakan argumentasi sebagai berikut:[5]
1. Asuransi pada hakekatnya sama dengan judi
2. Di dalamnya terdapat unsur riba
3. Di dalamnya terdapat unsur syubhat
4. Mengandung unsur eksploitasi, yakni pemegang polis (nasabah) dapat dikurangi
jumlahnya, jika mereka tidak mampu melanjutkan pembayaran preminya.
5. Perjanjian asuransi termasuk akad sharf, yakni jual beli tidak dengan tunai (cash and
carry)
6. Kerusakan dan kehilangan barang serta hidup dan matinyya manusia dijadikan obyek
bisnis, padahal kesemuanya telah diatur dalam takdir Allah.
Adapun ulama yang membenarkan asuransi mengemukakan argumentasi sebagai
berikut:[6]
1. Tidak terdapat nas yang menyinggungnya
2. Ada unsur kerelaan kedua belah pihak
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak
4. Terkandung unsur kepentingan umum (mashlahah „ammah) yakni premi yang terkumpul
diinvestasikan untuk pembangunan
5. Perjanjian asuransi termasuk hukum akad mudharabah, yakni kerja sama antara
perusahaan dengan nasabah, atas dasar profit loss sharing.
6. Kediatan asuransi sama dengan koperasi (syirkah ta‟awuniyah)
7. Asuransi dapat dikiaskan dengan gaji pensiun.
Sebagian ulama mengambil jalan tengah, yakni membolehkan asuransi di satu sisi
dan melarangnya di sisi lain. Mereka membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan
mengharamkan yang bersifat komersial semata.
Perbedaan pendapat ulama tentang hukum asuransi adalah wajar, sebab asuransi
merupakan ijtihad. Untuk menentukan pendapat yang akan dianut, diserahkan sepenuhnya
kepada masyarakat. Dengan ketentuan, mereka harus toleran terhadap pendapat lain, sebab
setiap persoalan yang tidak memiliki nas memungkinkan setiap pendapat untuk mendukung
kebenarannya.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat ulama dan mengaitkan dengan
kebutuhan manusia masa kini, terutama kebutuhan finansial dalam menunjang
pembangunan, maka penulis cenderung kepada pendapat yang membolehkan asuransi,
karena di samping alasannya kuat dan aktual, juga karena pendapat yang menolaknya tidak
tegas. Pandangan terhadap asuransi sama dengan judi misalnya, adalah kurang tepat, sebab
judi adalah permainan adu nasib yang bisa menguntungkan pihak yang tidak terlibat di
dalamnya. Sedangkan asuransi merupakan kerja sama yang memiliki keguanaan sosial, dan
memberikan dorongan pada kegiatan-kegiatan yang mutlak bagi pertumbuhan peradaban.
Selain itu, judi menimbulkan resiko (malapetaka), sedangkan asuransi mengurangi resiko
pada masyarakat.[7]
C. Kaidah Asuransi
Dalam urusan mu‟amalah terdapat kaidah;
لّ ٍب يَْعٔ اىششيع
ْ األصو في اىَعبٍيخ اْلثبحخ إ
Artinya: “hukum asal dalam mu‟amalah adalah diperbolehkan, kecuali mu‟amalah yang
dicegah/dilarang oleh syari‟at”.
Mu‟amalat yang dicegah oleh syari‟at adalah mu‟amalat yang di dalamnya terdapat
7 unsur atau pantangan dalam mu‟amalat, yaitu: Pertama, maysir yaitu segala bentuk
spekulasi judi (gambling) yang mematikan sector riil dan tidak produktif.
Kedua, asusila yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma social.
Ketiga, gharar yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga
berpotensi merugikan salah satu pihak. Keempat, haram yaitu objek transaksi dan proyek
usaha yang diharamkan syari‟ah. Kelima, riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang
menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau
pinjaman dan pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini
mendorong usaha yang berbasis kemitraan yang saling menguntungkan dan kenormalan
(sunnatullah) bisnis, disamping menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan pen-dzalim-
an oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah.
Keenam, ihtikar yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan
harga. Ketujuh, berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membayakan
individu maupun masyarakat serta bertentangan dengan mashlahat dalam Maqashid
Syari‟ah.[8]
Ketujuh pantangan dalam mu‟amalah di atas berdasarkan dari dalil-dalil berikut,
yaitu:
Firman Allah SWT Surat Al-Maidah ayat 3:
َ
ْغْجُ ُعْإِل َ ْٗ ٍَبْأَ َموَ ْاى َ ُْٗاىَْ ِِي َحخ َ ُْٗ ْاى َُز ََش ِدّيَخ
َ ُ ْٗ ْاى ََْ ْ٘قُ٘رَح
َ ُْٗ ْاى َُ ْْ َخِْقَخ َ ْٗ ٍَبْأ ُ ِٕ َوْ ِىغَي ِْش
َ ِٔ ِّْللاِْث َ يش ْ ٌُ ْْٗىَح
ِ ْاى ِخ ْْ ِض َ ًُ َْٗاىذ ْ ٌُ ذْ َعيَ ْي ُن
َ ُْاى ََ ْيزَخ ْ ٍَ ُح ِ ّش
َ ْ َٰ َ ْ ْ َ َ ُ
ُ
ٌْْ ُٕ َْ٘ ٍْ ِْ ْدِيِْن ٌْ ْفَ ََل ْر َْخش ِ ظ ْاىزِيَِ ْ َمفَ ُشٗا َ ِْقْْْۖاىيَ ْ٘ ًَ ْيَئ ُ َ
ٌْ ْٗأ ُْ ْر َ ْغزَق ِغ َُ٘ا ْثِبأل ْص َل ًِْْْْۖر ِىن ٌْ ْفِغ َ ت ِ ص ُ ُّْ ْاىْٚٗ ٍَب ْرثِ َح ْ َعي َ ٌْ ٍَب ْرَ َم ْيز
ُ
ْص ٍخ ْ َغي َْش َ ََ ِ َش ْفِي ْ ٍَ ْخ ُ ض ْ ْاْلع ََْل ًَ ْدِيًْبْْْۖفَ ََ ِِ ْا ِ ْ ٌُ ضيذُ ْىَ ُن ِ ْٗ َس َ ْٗأَرْ ََ َْذُ ْ َعيَ ْي ُْن ٌْ ِّْ ْع ََزِي َ ٌْ ُْْْۖ ْاىيَ ْ٘ ًَ ْأ َ ْم ََ ْيذُ ْىَ ُن ٌْ ْدِي َْ ُن ِْ َْ٘ اخشْ َٗ
ٌٌْ ْس ِحيَ ٘س ُ
ٌ ّْللاَْ َغف َ َُ ِْْلث ٌٍْْْْۖفَئ ْ ِ ِ ٍٍُزَ َجبِّف
Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada
hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Surat al Baqarah ayat 278-279:
ِْٔ ع٘ ِى ُ ْٗ َس َ ٍَِْ
َ ِّْللا ِ ة ٍ )ْفَئ ِ ُْ ْىَ ٌْ ْر َ ْف َعيُ٘اْفَأْرَُّ٘اْ ِث َح ْش872(ْ َِْاىش َثبْ ِإ ُْ ْ ُم ْْز ُ ٌْ ْ ٍُؤْ ٍِِْي ّ ِ ٍَِْ ِ ي َ ْٗرَ ُسٗاْ ٍَبْ َث ِق َ
َ َ٘اّْللا َُيبْأَيُّ َٖبْاىَزِيَِ ْآ َ ٍَُْ٘اْارَق
872ْ ََُُ٘ َظي ْ ُ ْٗ َلْر َ ََُُ٘ َظ ِي ْ ٗطْأَ ٍْ َ٘ا ِى ُن ٌْ َْلْر ُ ْس ُء ُ ٌْ َٗ ِإ ُْْر ُ ْجز ُ ٌْْفَيَ ُن
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Surat al-Maidah ayat 90:
ُْٓ ُْ٘ ِ فَبجْ زَِْج ِْ َِْٰ شي َ و اى ِْ ََ ِ َع ْْ ٍّ ِ ُْصبة َ ّْ ال َ ْ َ٘ ٍُ ىَ َعيَ ُن ٌْْ ر ُ ْف ِي ُح َُْْ٘ َْٰۤيبَيُّ َٖب ْاىخ ََْ ُشاَِّ ََ َٰبا ٍَُْ ْۤ ْ٘ااىَ ِزيَِْْ َٗ ْاى ََ ْي ِغ ُْش ِسجْ غ ٌَ٘ ْالَ ْص َل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Surat al-Baqoroh ayat 188:
ِْ ِ اَ ٍْ َ٘ا
ه ْْ ٍّ ِ بً ِىزَأ ْ ُکيُ ْ٘ا فَ ِش ْيقًب ِْ ْاى ُحـ َکَٚو َٗرُذْىُ ْ٘ا ثِ َٖبْ اِى ِ َل ر َأ ْ ُميُ ْ٘ا ثَ ْي َْ ُن َْب َ ٍْ َ٘اىَـ ُن ٌْْ ثِ ْبىج
ِْ بط ْ َ َٗ
ْ
َُْْ٘ َُ َبلث ٌِْ َٗاَ ّْـز ُ ٌْْ ر َ ْعي ْ
ِ ِْبط ث ْ ِ َْاى
Artinya: dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas
serta diantara keduanya terdapat yang samar (musytabihat). Sebagian besar manusia tidak
dapat mengenalinya, maka siapa saja yang menjaga diri dari yang musytabihat itu berarti
dia telah menjaga agama dan dirinya. Dan siapa saja yang terjatuh ke dalam musytabihat itu
maka ia telah terjerumus kepada yang haram, sebagaimana seseorang yang
menggembalakan ternaknya di sekeliling batas untuk menjaga diri dari melintasi batas itu.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja memiliki batasan-batasan, dan ketahuilah
bahwa batasan Allah ialah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa pada tubuh
terdapat segumpal daging yang jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh itu, dan jika dia
rusak maka rusaklah tubuh itu. Ketahuilah bahwa dia adalah kalbu.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Menurut ulama di Indonesia, hukum asuransi, baik asuransi jiwa maupun umum,
terbagi menjadi dua pendapat. Pendapat pertama diwakili oleh para ulama dari ormas Islam
terbesar di Indonesia atau NU yang berpendapat bahwa hukum asuransi adalah haram secara
mutlak. Mereka berpendapat bahwa asuransi identik dengan judi, yang tegas diharamkan
atas dasar al-Qur‟an dan Sunnah, dengan alasan karena bentuk transaksi perusahaan
asuransi menyerupai kupon judi. Para nasabah yang melakukan transaksi itu dijanjikan
memperoleh sejumlah uang jaminan yang telah ditetapkan jika rumahnya terbakar misalnya,
dengan syarat nasabah itu harus membayar premi selama menempati rumahnya. Dengan
demikian itu jelas merupakan judi murni, karena kedua belah pihak tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang memperoleh keuntungan, sampai uang yang disepakati oleh keduanya
diberikan.[9]
Sedangkan pendapat kedua, diwakili oleh para ulama dari Muhammadiyah, yang
berpendapat bahwa hukum asuransi adalah syubhat (samar-samar), karena tidak ada dalil
syar‟i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan asuransi, baik asuransi umum
atau asuransi jiwa. Konsekuensinya adalah bahwa umat Islam harus berhati-hati
menghadapi asuransi dan baru diperbolehkan mengambil dan menggunakan asuransi dalam
keadaan darurat (emergency) atau hajat (necessity)Sementara di dunia Islam, khususnya
ulama Timur Tengah, ada tiga perbedaan pendapat tentang hukum asuransi.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut : Pertama, mereka yang
berpendapat bahwa asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi
jiwa.
Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa ulama, diantaranya: Sayyid Sabiq,
Abdullah al-Qalqili, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhit al-Muth‟i . Alasan-alasan
yang mereka kemukakan ialah:
1. Asuransi sama dengan judi
2. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3. Asuransi mengandung unsur riba.
4. Asuransi mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
5. Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba (kredit berbunga)
di bank konvensional.
6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dengan mendahului takdir
Allah.
Kedua, mereka yang berpendapat bahwa asuransi diperbolehkan dalam praktek
seperti sekarang baik asuransi umum maupun jiwa. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh
Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman
Isa . Mereka beralasan :
1. Tidak ada nash yang melarang asuransi.
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum atau mengandung maslahah ‟ammah,
sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerjasama bagi hasil antara pemegang
polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar
profit and loss sharing (PLS).
6. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta‟awuniyah).
7. Asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun seperti taspen.
Ketiga, mereka yang berpendapat bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan
dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh
Muhammad Abdu Zahrah. Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama
dalam asuransi yang bersifatkomersial dan sama pula dengan alasan kelompok kedua dalam
asuransi yang bersifat sosial.
Dengan demikian, hukum asuransi menurut fiqih Islam pada dasarnya adalah mubah
(boleh), selama tidak terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh syariat Islam, seperti riba,
gharar, spekulasi dan kecurangan atau ketidakadilan dsb.
B. BANK
1. Pengertian Bank
Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi bank adalah sebagai berikut: a.
Menyimpan dana masyarakat. b. Menyalurkan dana masyarakat ke publik. c.
Memperdagangkan utang piutang. d. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang. e.
Tempat menyimpan hata kekayaan uang dan surat berharga yang terbaik dan aman. f.
Menolong manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.Tujuan bank di antaranya
yaitu : 1. Menolong manusia dalam banyak kesulitan, peminjaman uang tunai atau kredit. 2.
Meringankan hubungan antara para pedagang dan pengusaha dengan memperlancar
pemindahan uang money-transfer. 3. Bagi hartawan adalah untuk menjaga keamanan dan
memberi perlindungan dari penjahat dan pencuri dengan menyimpan di tempat yang aman.
4. Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional
dalam seluruh bidang kehidupan.
2. Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan,
status, dan cara menentukan harga atau bunga. a. Dilihat dari Segi Fungsi Menurut UU
Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank menurut fungsinya adalah sebagai
berikut. 1 Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. 2 Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Dilihat dari Segi Kepemilikan Jenis bank
berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1 Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun 162 B u k u S i s w
a K e l a s X 162 Di unduh dari : Bukupaket.com modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh
pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik
pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia BNI, Bank Rakyat Indonesia
BRI, dan Bank Tabungan Negara BTN. Contoh bank milik pemerintah daerah antara lain
Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi
Selatan, dan Bank Nusa Tenggara Barat. 2 Bank milik swasta nasional Bank milik swasta
nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta
nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta
nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank
Bumi Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal. 3 Bank milik
koperasi Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham- sahamnya oleh
perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank
Umum Koperasi Indonesia Bukopin. 4 Bank milik asing Bank milik asing merupakan
cabang dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing
luar negeri. Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express
Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, dan
Deutsche Bank. 5 Bank milik campuran Bank milik campuran merupakan bank yang
sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas
sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank
Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing Bank, Inter Paciik
Bank, dan Mitsubishi Buana Bank. Adapun dalam pengaturan dan pengawasan Bank
seacara umum terdapat Bank sentral di Indonesia yang dipegang oleh Bank Indonesia BI.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan
lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-
pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut.
Fungsi bank sentral adalah sebagai bank dari pemerintah dan bank dari bank umum
banker‟s bank, sekaligus untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sementara
tugas bank sentral antara lain sebagai berikut: 1 Menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter. 2 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 163 Fikih - Ushul Fikih
Kurikulum 2013 Di unduh dari : Bukupaket.com 3 Mengatur dan mengawasi bank 4
Sebagai penyedia dana terakhir last lending resort bagi bank umum dalam bentuk Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia BLBI. c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank
dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1 Bank Konvensional dengan sistem bunga Bank
dengan sistem bunga Konvensional ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat. 2 Bank Syariah Bank dengan prinsip Bagi Hasil Karena belum ada kata sepakat dari
para ulama tetang hukum bank konvensional sementara umat Islam harus mengikuti
perkembangan ekonomi sehingga perlu jalan keluar, maka lahirlah bank syariah dengan
prinsip bagi hasil. Bank Syariah Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya;
baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan
dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
a. Konsep Dasar Transaksi
1 Eisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai
laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya. 2 Keadilan, mengacu pada
hubungan yang tidak menzalimi menganiaya, saling mengikhlaskan antar pihak-pihak yang
terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
3 Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling
meningkatkan produktivitas.
b. Produk Perbankan Syariah 1. Produk penyaluran dana
▪ Prinsip Jual Beli Bai‟ Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan barang, seperti: - Pembiayaan Murabāah Murabāah adalah transaksi
jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok
ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. 164 B u k u S i s w a K e l a s X 164 Di unduh dari : Bukupaket.com Harga
jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan bi ṡ aman ājil. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. - Salam Salam adalah transaksi jual
beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika
barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu
sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam
pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai
atau secara cicilan. - Istiṣna Produk istiṣna menyerupai produk salam, namun dalam istiṣna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali termin pembayaran. Skim
istiṣna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
kontruksi. ▪ Prinsip Sewa Ijārah Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat.
Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya
terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka
pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal
dengan ijarah muntahiya an at-tamlik sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan.
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. ▪ Prinsip Bagi Hasil Syirkah
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah: - Musyārakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana
secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun
tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang
perdagangan trading asset, kewiraswastaan entrepreneurship, keahlian skill, kepemilikan
property, peralatan equipment, atau intangible asset seperti hak paten atau goodwill,
kepercayaan reputasi credit worthiness dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan
uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing-masing pihak
dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini 165 Fikih - Ushul Fikih Kurikulum
2013 Di unduh dari : Bukupaket.com sangat leksibel. - Mudharabah Mudharabah adalah
bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk
ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100 modal dari pemilik modal dan keahlian
dari pengelola.
C. KOPERASI SYARIAH
1. Pengertian
Koperasi syariah adalah bentuk koperasi yang memiliki prinsip, tujuan dan kegiatan
usahanya berdasarkan syariah Islam, yaitu Al-Quran dan Assunah. Dan secara umum,
koperasi ini merupakan badan usaha koperasi yang menjalankan aktivitas usahanya
berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Semua unit usaha, produk dan operasional
koperasi ini dilakukan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional “DSN” Majelis Ulama
Indonesia. Yang dengan begitu, didalam operasional koperasi ini tidak akan ditemukan
unsur-unsur riba, masyir dan ghara. Dan selain itu badan usaha ini juga tidak diperkenankan
untuk melakukan berbagai transaksi derivatif seperti halnya lembaga keuangan syariah
lainnya.
Pengertian Koperasi Syariah Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa itu koperasi syariah, maka kita dapat merujuk pada pendapat
beberapa ahli berikut ini:
Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua jenis karakter antara lain:
Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi‟ah) dan diambil setiap
saat. Titipan (wadi‟ah) terbagi atas dua macam yaitu titipan (wadi‟ah) Amanah dan
titipan (wadi‟ah) Yad dhomamah.
Karakter kedua bersifat Investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha
dengan mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit
Sharing maupun profit and loss sharing.
4. Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasionalnya lembaga Koperasi syariah sebagaimana Koperasi
konvensional pada ummnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar dapat
mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek pasar Koperasi syariah teramat besar
sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas.
Oleh karenanya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank
Syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan
dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun prinsip Musyarakah.
8. Penyaluran Dana
Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana yang diperoleh haruslah
disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Dengan menggunakan Bagi Hasil
(Mudharabah atau Musyarakah) dan juga dengan jual Beli (Piutang Mudharabah, Piutang
salam, piutang Istishna‟ dan sejenisnya), bahkan ada juga yang bersifat jasa umum,
misalnya pengalihan piutang (Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau pemberian
manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.
9. Investasi/Kerjasama
Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyaluran
dana dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah Koperasi syariah berlaku sebagai pemilik
dana (Shahibul maal) sedangkan pengguna dana adalah pengusaha (Mudharib), kerja sama
dapat dilakukan dengan mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk diberi modal.
Contohnya: untuk pendirian klinik, kantin, toserba dan usaha lainnya.
SOAL LATIHAN:
Rumus Nilai :
N = Jumlah skor x
Instruksi Tugas :
1. Jelaskan pengertian Asuransi, Bank dan Koperasi Syariah!
2. Analisislah mengapa konsep syariah harus di terapkan dalam perekonomian
islam, kemudian buatlah dalam laporan tertulis!
Hasil Analisis
1)
.................................................................................................................................................................................
.
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
2)
.................................................................................................................................................................................
.
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
Kelas : ............................
RUBRIK ASESMEN PRESENTASI HASIL AKTIVITAS PRAKTIK
INSTRUMEN PENILAIAN : PROSES DAN PRODUK
ASPEK BELUM CUKUP KOMPETEN KOMPETEN (8-9) SANGAT
KOMPETEN (0-6) (6-7) KOMPETEN (10)
Hasil Peserta didik (tidak Peserta didik (melakukan Peserta didik Peserta didik mampu
Pencarian melakukan pencarian) tidak mampu mampu mendapat mendapat informasi
Informasi pencarian) tidak mendapat informasi terkait informasi dari salah Asuransi, Bank dan
terkait mampu mendapat pengertian Asuransi, Bank satu pengertian Koperasi Syariah
pengertian informasi terkait dan Koperasi Syariah Asuransi, Bank dan
Asuransi, Bank pengertian Koperasi Syariah
dan Koperasi Asuransi, Bank dan
Syariah Koperasi Syariah
Proses Peserta didik tidak Peserta didik mampu Peserta didik Peserta didik mampu
Presentasi mampu mempresentasikan hasil mampu mempresentasikan hasil
Hasil mempresentasikan observasi mempresentasikan observasi
hasil observasi namun dengan sikap hasil observasi dengan sikap yang
yang kurang baik dengan sikap yang baik dan mampu
baik namun tidak berdiskusi
mampu berdiskusi
LEMBAR
ASESMEN
DIAGNOSTIK
A B C
B. Asesmen Kognitif
Identifikasi
Pertanyaan Kemungkinan jawaban Skor Rencana tindak lanjut
materi yang
akan
diajukan
Peserta didik Jelaskan Asuransi adalah akad yang Paham utuh Pembelajaran dapat
mampu pengertia mewajibkan penanggung Paham dilakukan pada unit
membedakan n dari menjamin tertanggung sebagian selanjutnya
pengertian Fiqih Fiqih atau menunaikan manfaat Tidak paham Mengamati dan
Muamalah: Muamala seperti yang tersebut memberikan
Asuransi, Bank h: dalam pertanggungan pertanyaan
dan Koperasi Asuransi, dengan menyerahkan uang pada saat
syariah Bank dan atau pengganti harta presentasi. Jika
Koperasi benda, pada saat terjadinya peserta didik
syariah peristiwa sebagaimana tidak mampu
yang tertera dalam akad. menjawab maka
Bank adalah badan usaha guru
yang menghimpun dana memberikan
dari masyarakat dalam pembelajaran
bentuk simpanan dan remedial
menyalurkannya kembali Mengamati dan
kepada masyarakat dalam memberikan
bentuk kredit dan atau pertanyaan
bentuk-bentuk lainnya pada saat
dalam rangka presentasi. Jika
meningkatkan taraf hidup peserta didik
rakyat banyak tidak mampu
Koperasi syariah adalah menjawab maka
bentuk koperasi yang
memiliki prinsip, tujuan guru
dan kegiatan usahanya memberikan
berdasarkan syariah Islam, pembelajaran
yaitu Al-Quran dan remedial
Assunah
FIQIH AL-KULLIYATU AL-KHAMSAH (LIMA PRINSIP DASAR HUKUM
ISLAM)
KELAS X
MATERI
A. PENGERTIAN AL-KULLIYATU AL-KHAMSAH
“Kulliyat ada lima tanpa dikurangi, yaitu : jinsy, fashl, „arodh, nau‟ dan khosh”.
(Assulamul Munauroq)[3]
Kulliyyat khamsah merupakan unsur-unsur yang merangkai sebuah ta‟rif, atau al-Qaul
al-Syarih. Secara kebahasaan, kulliyat adalah bentuk jamak dari kata kulliy,
sedangkan khamsah artinya lima. Dengan demikian, kulliyat khamsah artinya
ialah kulliy yang lima.
B. Macam-Macam Predicable (al-Kulliyatul Khamsah)
Sebagaimana yang telah dijabarkan diatas tadi bahwa al-kulliyatul khamsah secara
umum terbagi kepada 2 bagian yaitu kulli dzati (zat/substansi) dan kulli ‘irdhi
(sifat/aksidensi). Yang mana masing-masing pembagian itu mempunyai cabangnya
masing-masing, yaitu : kulli dzati terdiri dari tiga bagian yaitu : Jins (genus, jenis), Nau’
(kelas , spesies), Fashl (differentia, sifat pembeda). Kulli ‘irdhi terdiri dari dua bagian
yaitu : khassah (propia/proprium, sifat khusus), ‘Ammah/’Aradhul ‘am (aksidentia,
sifat umum).[4]
Berikut ini penjelasan lebih rinci dari masing- masing bagian:
1. Lafaz kulli dzati (zat/substansi)
Lafaz kulli dzati adalah lafaz yang menunjukkan kepada mahiyah (hakekat) sepenuhnya,
dan kepada nya diajuka pertanyaan ” apa dia”.
a. Jins / jenis (Genus)
Jins atau jenis adalah lafaz kulli yang mempunyai beberapa jenis, substansi-substansi
(hakikat) yang berbeda, dan terdapat persamaan, kulli itu patut digunakan sebagai jawaban
pertanyaan, atau lafaz kulli yang dibawahnya terdapat lafaz-lafaz kulli yang mempunyai
makna yang lebih khusus. Dengan kata lain jenis adalah term yang menyatakan hakikat
suatu barang tetapi sebagian saja, belum melukiskan hakikat yang sempurna.
Contoh : kerbau, kuda, gajah, kera dan burung adalah berbeda tetapi kesemuanya
mempunyai sifat persamaaan yang tidak bisa dilepaskan dari masing-masing nama itu, yaitu
sifat kebinatangan. Jadi kata binatang adalah jenis.
Contoh lain yaitu polowijo, dengan memakai polowijo dapat kita memaksudkan
(dengan perkataan kita) beberapa jenis yang berbeda-beda hakikatnya, yakni : jagung,
kacang, ketela, kedelai dll. Hakekat jagung bukan hakikat dari kacang, hakikat kacanh
berbeda dengan hakikat ketela dsb.[5]
Dalam buku Al-Sullam al-Munauroq terdapat petunjuk bahwa jins (jenis) adalah:
Jauhar, Jism, Nami, hayawan, Nau‟, adalah insan, hindun, zaid, mustafa.
b. Nau’ (Species)
Nau‟ menurut bahasa adalah macam(jenis).Secara mantiki lafaz kulli yang
mashadaqnya terdiri dari hakekat-hakekat yang sama.[6]
Nau‟/ species adalah lafaz kulli yang mempunyai cakupan terbatas, yaitu afrad yang
bersamaan hakikatnya. Seperti lafaz insane yang mashadaqnya : ali, Mustafa, dan amin.
SOAL LATIHAN:
Pedoman Penskoran :
Nomor Skor
Soal
1 5
2 5
3 5
4 5
5 5
TOTAL 25
Rumus Nilai :
N = Jumlah skor x
LEMBAR AKTIVITAS PRAKTIK
Instruksi Tugas :
3. Jelaskan pengertian Asuransi, Bank dan Koperasi Syariah!
4. Analisislah mengapa konsep syariah harus di terapkan dalam perekonomian
islam, kemudian buatlah dalam laporan tertulis!
Hasil Analisis
1)
.................................................................................................................................................................................
.
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
2)
.................................................................................................................................................................................
.
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................
Kelas : ............................
RUBRIK ASESMEN PRESENTASI HASIL AKTIVITAS PRAKTIK
INSTRUMEN PENILAIAN : PROSES DAN PRODUK
ASPEK BELUM CUKUP KOMPETEN KOMPETEN (8-9) SANGAT
KOMPETEN (0-6) (6-7) KOMPETEN (10)
Hasil Peserta didik (tidak Peserta didik (melakukan Peserta didik Peserta didik mampu
Pencarian melakukan pencarian) pencarian) tidak mampu mampu mendapat mendapat informasi
Informasi tidak mampu mendapat mendapat informasi terkait informasi dari salah al-kulliyatu al-
terkait informasi terkait pengertian al-kulliyatu al- satu pengertian al- khamsah
pengertian al- pengertian al-kulliyatu khamsah kulliyatu al-
kulliyatu al- al-khamsah khamsah
khamsah
Proses Peserta didik tidak Peserta didik mampu Peserta didik Peserta didik mampu
Presentasi mampu mempresentasikan hasil mampu mempresentasikan hasil
Hasil mempresentasikan observasi mempresentasikan observasi
hasil observasi namun dengan sikap hasil observasi dengan sikap yang
yang kurang baik dengan sikap yang baik dan mampu
baik namun tidak berdiskusi
mampu berdiskusi
LEMBAR ASESMEN DIAGNOSTIK
A B C
D. Asesmen Kognitif
Identifikasi
Pertanyaan Kemungkinan jawaban Skor Rencana tindak lanjut
materi yang
akan
diajukan
Peserta didik Jelaskan Kulliyyat Paham utuh Pembelajaran dapat
mampu pengertia khamsah merupakan Paham dilakukan pada unit
membedakan n dari al- unsur-unsur yang sebagian selanjutnya
pengertian al- kulliyatu merangkai sebuah ta‟rif, Tidak paham Mengamati dan
kulliyatu al- al- atau al-Qaul al-Syarih. memberikan
khamsah khamsah Secara pertanyaan
kebahasaan, kulliyat adala pada saat
h bentuk jamak dari presentasi. Jika
kata kulliy, peserta didik
sedangkan khamsah artiny tidak mampu
a lima. Dengan menjawab maka
demikian, kulliyat guru
khamsah artinya memberikan
ialah kulliy yang lima. pembelajaran
remedial
Mengamati dan
memberikan
pertanyaan
pada saat
presentasi. Jika
peserta didik
tidak mampu
menjawab maka
guru
memberikan
pembelajaran
remedial