Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bali merupakan salah satu pulau bagian dari Negara Indonesia yang
memiliki potensi budaya yang sangat kental, baik dari segi sistem adat,
kebudayaan dan kesenian.Bali memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan
dengan daerah-daerah di Indonesia. Keunggulan inilah yang menjadi ciri khas
pulau Bali yang memberikan daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung
ke Bali. Bali memiliki obyek wisata yang menyajikan pesona budaya
penduduk lokal dan aktivitas keseharian mereka dengan sistem kebudayaan
yang berbeda.Seluruh desa di Bali memiliki asal-usul yang berbeda.
Terbentuknya suatu desa memiliki keunikan tersendiri, baik dilihat dari segi
nama desa dan sistem adat.
Ada obyek wisata di Bali yang memiliki tradisi yang sangat unik yang
benar-benar mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh para leluhurnya
secara turun-temurun sampai saat ini. Obyek tersebut adalah Desa Adat
Penglipuran yang terletak di Kabupaten Bangli.Desa ini merupakan kawasan
perdesaan di Bali yang memiliki tatanan teratur baik secara fisik maupun
struktur pemerintahan desa, serta tidak lepas dari nilai-nilai budaya yang
dipegang teguh oleh masyarakat. Desa penglipuran salah satu desa adat yang
masih terpelihara keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih
terlihat di berbagai sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak
jelas. Perbedaan Desa Adat Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali
adalah tata ruang yang sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di
kanan dan kiri jalan dengan bentuk rumah yang seragam dalam hal bentuk,
sehingga keseluruhan desa ini tampak rapi dan teratur.
1.2 Tujuan
 Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang Kabupaten
Bangli.
 Untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang Desa
Adat Penglipuran.

1
 Untuk mengetahui keunikan-keunikan yang ada di Desa Adat
Penglipuran.

1.3 Manfaat
 Untuk menambah pengetahuan tentang keunikan-keunikan Desa Adat
Penglipuran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Desa Penglipuran

Desa Adat Penglipuran adalah sebuah desa di Kabupaten Bangli, Bali,


tepatnya di kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli. Desa Penglipuran terletak pada
jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km dari pusat kota Bangli, dan 45 Km dari pusat
kota Denpasar. Luas daerah mencapai 112 Ha, dengan 37 Ha hutan bambu, lading
seluas 49 Ha, dan perumahan seluas 12 Ha.

Dari sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran
berasal dari kata “Pengeling” dan “Pura” yang berarti tempat suci mengenang para
leluhur. Tempat ini sangat berarti sejak leluhur mereka datang dari desa Bayung
Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh, oleh karena itu masyarakat
Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang ada di desa Bayung
Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran masih mengenal asal-usul
mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa Penglipuran berasal dari kata
“Penglipur” yang berarti “penghibur” karena pada zaman kerajaan tempat ini
dijadikan tempat peristirahatan tempat melipur lara atau rekreasi anggota
kerajaan. Penglipran memiliki dua pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya
“eling” atau mengingat. Sementara “Pura” artinya tanah leluhur. Jadi, Penglipuran

3
artinya mengingat tanah leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” yang
berkonteks makna memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat antara
tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.

Mayarakat Desa Adat Penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari
Desa Bayung Gede, Kintamani. Sebelumnya Desa Penglipuran bernama Kubu
Bayung. Pada jaman dahulu Raja Bali memerintahkan pada warga-warga di
Bayung Gede untuk mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para
warga tersebut memutuskan untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari
segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad.
Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru adat. Prajuru
hulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu, jero singgukan, jero cacar, jero
balung dan jero pati. Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling
senior dilihat dari usia perkawinan tetapi belum ngelad. Ngelad atau pension
terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin.
Mereka yang baru kawin duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga
keanggotaan desa adat.

2.2 Keunikan-keunikan yang ada di Desa Adat Penglipuran

Ada beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan
ciri khas dari desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran
memiliki potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan.
Keunikan tersebut adalah dari bentuk bangunan yang seragam, masyarakat yang
anti poligami, sistem adat, tata ruang desa,bentuk bangunan dan topografi,
upacara kematian (ngaben), stratifikasi social, mata pencaharian, kesenian serta
organisasi. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara desa
Penglipuran dengan desa-desa yang lainnya.
 Bentuk Bangunan Yang Seragam
Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-
desa lainnya di Bali adalah, bagian depan rumah yang serupa dan seragam dari
ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Keseragaman wajah desa, selain pada
bentuk, juga bahan bangunannya berupa tanah untuk tembok penyengker dan
angkul-angkul serta atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan desa.

4
Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding maupun kebutuhan lain-lain
merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena Desa Penglipuran dikelilingi
oleh hutan bamboo. Maka, setiap pekarangan dan rumah di desa itu selalu
mempunyai pola atau tatanan yang sama. Dan hal itu merupakan keunggulan
Penglipuran sebagai desa adat.
Pola penataan ruang dan tata letak bangunan tradisional di Penglipuran
menggunakan Pola Dasar Nawa Sanga, yaitu penggabungan orientasi antara
gunung dan laut serta terhadap peredaran matahari. Pola tata ruang dan tata letak
bangunan rumah di Desa Adat Penglipuran pada umumnya mengikuti pola Tri
Mandala.
 Masyarakat Anti Poligami
Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni hanya
memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan (awig-
awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahan) awig-awig itu
disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung
ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki
istri lebih dari satu. Jika ada lelaki Penglipuran beristri yang coba-coba merasa
bisa berlaku adil dan menikahi wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan
di sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Karang artinya tempat dan
memadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk
tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu merupakan sebidang lahan
kosong di ujung Selatan desa.
Penduduk desa akan membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai
tempat tinggal bersama istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di
wilayah desa. Artinya, suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak
hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan dilegitimasi oleh
desa, upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang
merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan
agama. Implikasinya, karena pernikahan itu dianggap tidak sah maka orang
tersebut juga dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan
(tanggung jawab) desa adat. Mereka hanya diperbolehkan sembanyang di tempat
mereka sendiri.

5
 Sistem Adat Desa Penglipuran
Di desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu
menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan
RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat.Kedudukan desa adat maupun
desa formal berdiri sendiri- sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat
mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah
panglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan
pancasila dan Undang-undang pemerintah. Undang-undang atau aturan
yang ada di desa panglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awig tersebut
merupakan implementasi dari landasan operasional masyarakat panglipuran
yaitu Tri Hita Karana.

 Tata Ruang Desa Adat Penglipuran


          Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari
tiga bagian sebagai berikut.

1. Utama Mandala (Tempat Suci)


2. Madya Mandala(Pemukiman penduduk)
3. Nista Mandala (tempat yang paling buruk, kuburan)

 Bentuk Bangunan dan Topograf i


Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa
kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir.
Pada daerah desa terdapat Pura Penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah
utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya
digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-
atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul, dan telajakan
yang seragam.

 Upacara Kematian (Ngaben)


Apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara membakar mayat,
di Penglipuran mayat di kubur. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Penglipuran sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat daerah Penglipuran yang berada di

6
daerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang diketahui bahwa abu
jenazah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke laut, sedangkan bagi
orang Bali menyimpan abu jenazah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik
adalah dimakamkan.

 Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta, yaitu Kasta Sudra, jadi di
Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja, ada seseorang yang
diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat ini, ketua adat yang
masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan
lima tahun sekali.

 Kesenian
Di Desa Penglipuran terdapat tari-tarian, yaitu Tari Baris. Dimana
keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah
merupakan  tarian yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara
upacara Dewa Yadnya. Sekaa GongGede meliputi juga keanggotaan Sekaa
Baris Sakral ini diatur dalam Awig-Awig Desa Adat Penglipuran.
Kemudian, nama-nama penari ketiga jenis Baris Sakral ini juga telah
ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris
Bedil 20 orang.

2.3 Kuliner Khas Desa Adat Penglipuran

Kuliner yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Penglipuran merupakan


kuliner yang memanfaatkan bahan pangan yang jarang dimanfaatkan secara luas
oleh masyarakat lainnya sehingga mereka memiliki ide kreatif dan inovatif untuk
memanfaatkan bahan tersebut secara luas. Contohnya adalah Loloh Cemcem,
Donat Ketela, Klepon ubi ungu.

7
 Loloh Cemcem
Loloh Cemcem dapat dikatakan sebagai jamu. Pada umumnya
jamu terasa pahit jika
dikonsumsi tetapi tidak untuk
loloh cemcem karena memiliki
rasa yang unik. Loloh Cemcem
memiliki rasa sedikit kecut,
manis, asem tercampur menjadi
satu. Loloh cemcem terbuat dari
daun cemcem yang dapat
bermanfaat untuk
menghilangkan dahaga, baik untuk pencernaan dan menurunkan tekanan
darah. Bahan yang digunakan untuk membuat loloh cemcem antara lain
daun cemcem, kayu manis, daun sirih, daun jeruk pagar, daun dapdap, air
kelapa, dan gula aren.
 Klepon Ubi Ungu
Klepon ubi ungu berbentuk seperti klepon biasanya, namun
ukurannya lebih kecil. Teksturnya tidak kenyal seperti klepon biasanya
karena ubi ungu cenderung tidak kenyal. Dalam satu mika ukuran sedang
terdapat parutan kelapa yang disendirikan, jadi kulit klepon tidak penuh
dengan kelapa seperti klepon pada
umumnya. Untuk isinya tetap berisi
gula merah seperti biasanya.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Desa Adat Penglipuran terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli. Luas daerah mencapai 112 Ha, dengan 37 Ha
hutan bamboo, lading seluas 49 Ha, dan perumahan seluas 12 Ha. Ada
beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan ciri
khas dari desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa
Penglipuran memiliki potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi
para wisatawan. Keunikan tersebut adalah dari bentuk bangunan yang
seragam, masyarakat yang anti poligami, sistem adat, tata ruang
desa,bentuk bangunan dan topografi, upacara kematian (ngaben),
stratifikasi social, mata pencaharian, kesenian serta organisasi. Keunikan-
keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara desa Penglipuran
dengan desa-desa yang lainnya.
3.2 Saran
 Sebagai masyarakat Bali sudah tentunya kita memiliki kewajiban
untuk memelihara apa yang menjadi warisan dari leluhur kita yang
telah diwarislkan secara turun-menurun, jangan sampai apa yang
diwariskan oleh para leluhur hilang begitu saja ditelan oleh zaman
 Keunikan atau ciri khas suatu desa merupakan salah satu potensi
budaya suatu daerah. Kita harus memiliki keteguhan untuk bisa selalu
mempertahankan apa yang menjadi keunikan atau ciri khas desa ini di
tengan gempuran arus modernisasi.
 Supaya menjaga lingkungan di sekitar Desa Adat Penglipuran

9
DAFTAR PUSTAKA

http://Banglikab.go.id/

http://basabalinunggalangpikayunanx.blogspot.com/2013/11/sejarah-bali-des-
adat-penglipuran.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bangli

http://infoprovbali.blogspot.com/2010/02/profil-kabupaten-bangli.html

http://www.indonesia-heritage.net/2013/02/desa-wisata-panglipuran-unik-dan-
bertradisi/

10
DESA ADAT PENGLIPURAN : DESA YANG UNIK DAN BERSEJARAH

Oleh:

Ayu Nuriya Kiromi 1810511065

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

11

Anda mungkin juga menyukai