Anda di halaman 1dari 4

PUTU GDE OKY PERMANADI PUTRA 20 150

I GUSTI AYU AGUNG CANISHYA MITA SARI 20 163


I GUSTI NGURAH BAGUS KESUMA PUTRA 20 127

Sejarah Desa Penglipuran


Desa Penglipuran dipercaya mulai berpenghuni pada zaman pemerintahan I Dewa Gede Putu
Tangkeban III. Hampir seluruh warga desa ini percaya bahwa mereka berasal dari Desa
Bayung Gede. Dahulu orang Bayung Gede adalah orang-orang yang ahli dalam kegiatan
agama, adat dan pertahanan. Karena kemampuannya, orang-orang Bayung Gede sering
dipanggil ke Kerajaan Bangli. Tetapi karena jaraknya yang cukup jauh, Kerajaan Bangli
akhirnya memberikan daerah sementara kepada orang Bayung Gede untuk beristirahat.
Tempat beristirahat ini sering disebut sebagai Kubu Bayung. Tempat inilah kemudian yang
dipercaya sebagai desa yang mereka tempati sekarang. Mereka juga percaya bahwa inilah
alasan yang menjelaskan kesamaan peraturan tradisional serta struktur bangunan antara desa
Penglipuran dan desa Bayung Gede.

Mengenai asal mulai kata Desa Penglipuran, ada 2 persepsi berbeda yang diyakini oleh
masyarakatnya. Yang pertama adalah Penglipuran berarti “pengeling pura” dengan
“pengeling” berarti ingat dan “pura” berarti tempat leluhur. Presepsi yang kedua mengatakan
bahwa penglipuran berasal dari kata “pelipur” yang berarti hibur dan “lipur” yang berarti
ketidakbahagiaan. Jika digabungkan maka penglipuran berarti tempat untuk penghiburan.
Persepsi ini muncul karena Raja Bangli pada saat itu dikatakan sering mengunjungi desa ini
untuk bermeditasi dan bersantai.

Tentang Desa Penglipuran


Desa Adat Penglipuran secara administratif tepatnya terletak di wilayah Kelurahan Kubu,
Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Desa Penglipuran ini dapat dicapai dari
sisi timur melalui jalan raya Bangli-Kintamani, setelah sampai di Desa Kubu belok ke kiri
dan dari sisi utara melalui jalan Kintamani-Kayuamba Bangli. Adapun batas-batas wilayah
Desa Penglipuran adalah sebagai beikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Adat
Kayang; 2) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Adat Kubu; 3) Sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Adat Cempaga; 4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Adat Cekeng. Desa
Adat Penglipuran terhubung dengan jalan kolektor menuju pusat Kota Bangli sehingga
memudahkan akses penduduk desa menuju kota yang berjarak kurang lebih 5 km. Desa Adat
Penglipuran merupakan sebuah lanskap tradisional yang memiliki prinsip ekologis dalam
adat dan budaya masyarakatnya. Dalam mencapai kondisi berkelanjutan tersebut muncul
pemikiranpemikiran dan pendekatan-pendekatan baru dalam desain diantaranya desain
ekologis (ecological design), desain berkelanjutan secara ekologis (ecologically sustainable
design), desain hijau (green design), dan lain-lainnya, dimana istilah-istilah tersebut
menggambarkan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam merancang bangunan
maupun lanskap (Kibert 2008). Menurut Parimin dalam Wahyudi dan Komang (2010), Desa
Adat Penglipuran merupakan salah satu desa tradisional di Bali yang disebut sebagai Bali
Aga (Bali Mula/Bali Kuna). Pada umumnya Bali Aga merupakan desa tradisonal yang
masyarakatnya tidak menganut sistem kasta seperti pada umumnya masyarakat di Bali.
Pendeta tertinggi tidak melakukan upacara padiksan dan kepemimpinan desa umumnya
menganut pola kembar ataupun kolektif, berdasarkan sistem hulu apad atau senioritas. Hal
menarik dari Desa Adat Penglipuran adalah pada pola ruang dan rumah adatnya yang
memiliki ruang terbuka cukup luas memanjang dari utara ke selatan untuk membagi desa
menjadi dua bagian. Ruang terbuka itu pada umumnya dilapisi batu, bagian yang tinggi
mendekati pegunungan atau bukit. Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa
secara garis besar areal Desa Penglipuran terbagi atas tiga bagian besar, yaitu area
permukiman/hunian penduduk yang terletak di tengah-tengah, area pertanian berupa tegalan
(kebun dan ladang), dan area hutan bambu maupun hutan alami. Area pertanian banyak
terdapat pada bagian tengah dan selatan desa diluar area inti desa. Letak Desa Adat
Penglipuran yang berada dekat dengan wilayah pegunungan menyebabkan bentuk lahan desa
ini berlereng menurun ke arah selatan dengan kemiringan rata-rata antara 10-45% dengan
jenis tanah lempung berpasir, sehingga sangat cocok untuk area pertanian (Hudyana; 2002).
Pola Ruang

Konsep Tata Ruang


Dapur Kamar

Rumah Adat
Struktur Rumah Adat

Dapur Angkul-Angkul Bale Dangin

Anda mungkin juga menyukai