Anda di halaman 1dari 5

Nama : Eli Supriyanti

NIM : 13040221120007
Prodi : Antropologi Sosial (A)
UTS Folklor

Pendidikan Karakter yang Terkandung dalam

Legenda Gunung Wurung, Kebumen

Perkembangan folklor menjadi bagian dalam kebudayaan masyarakat yang


mempunyai beragam bentuk dan karakteristik. Salah satunya yaitu legenda yang merupakan
bagian dari jenis folklor lisan dimana mengandung banyak muatan-muatan pesan meliputi
kebudayaan, kehidupan sosial, pendidikan, politik, keagamaan, lingkungan hidup, dan aspek-
aspek kehidupan lainnya. Legenda Gunung Wurung menjadi salah satu legenda yang
mengandung berbagai makna dan muatan karakter yang dapat diambil. Berbagai muatan
karakter positif yang ada dalam legenda Gunung Wurung tersebut dapat membantu
mengembangkan dalam aspek pendidikan nantinya.

         Legenda juga termasuk bagian dari cerita rakyat yang menampilkan cerita dengan
tokoh-tokoh yang hebat yang berada di luar bata-batas kemampuan manusia pada umumnya
(Gusal, 2015). Legenda digambarkan dengan berbagai tokoh, peristiwa, dan tempat tertentu
yang dilengkapi oleh fakta historis dan mitos. Legenda dalam bagian folklor termasuk
kedalam jenis folklor lisan yaitu folklor yang bentuknya memang murni lisan saja. Dimana
mengandung banyak muatan-muatan pesan meliputi kebudayaan, kehidupan sosial,
pendidikan, politik, keagamaan, lingkungan hidup, dan aspek-aspek lainnya berupa pesan
moral dan muatan karakter yang khas dari legenda yang dapat diambil dan dimaknai dalam
kehidupan. Salah satu legenda yang menarik untuk dibahas yaitu legenda Gunung Wurung
atau nama lainnya Gunung Parang. Merupakan legenda yang berasal dari Desa Parang, Kec.
Karangsambung, Kab. Kebumen, Jawa Tengah. Daerah Kebumen sendiri memang terkenal
dan kaya akan berbagai legenda, tradisi, mitos dan kebudayaan lainnya yang beragam dan
masih terus berkembang dan terdengar di era modern ini. Kondisi geografis daerah Desa
Karangsambung, Kab. Kebumen termasuk dalam kategori desa pegunungan (sawah,
perkebunan, hutan-hutan lebat) yang terletak di sebelah utara kota kabupaten yaitu 19 km dari
Pusat Pemerintahan Kabupaten Kebumen.

Daerah Karangsambung terkenal akan geopark (cagar alam geologi dan geowisata)
dimana memiliki nilai-nilai arkeologi, geologi (batuan metamorf sekis mika pembentuk
pondasi Pulau Jawa, gugusan lava bantal beku, dan batuan sedimen yang mestinya berada
pada lempengan samudera), ekologi, dan budaya di dalamnya, legenda masuk ke dalam nilai
budaya. Kondisi ekonomi masyarakat Desa Karangsambung dalam mata pencaharian
penduduknya bekerja sebagai buruh, pedagang, dan sisanya sebagai petani atau pekebun yang
sesuai dengan kondisi geografisnya berupa persawahan dan perkebunan yang luas. Daerah
Karangsambung termasuk kawasan cagar alam geologi dan geowisata untuk tujuan wisata
dan rekreasi. Karakteristik geowisata adalah berbasis geologi, ramah terhadap alam dan
membantu perkembangan ekonomi bagi masyarakat lokal (Newsome, Dowling, & Leung,
2012). Masyarakat lokal dapat memanfaatkan potensi yang ada dengan menyediakan jasa
wisata maupun bidang wirausaha lain yang membantu meningkatkan kondisi ekonomi, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal.

Kondisi sosiologi daerah Karangsambung sebagian masyarakat masih menjalankan


tradisi disamping kehidupan modern saat ini. Masyarakat desa terkenal dengan ciri-ciri
masyarakat berukuran kecil, stratifikasi sosial tidak terlalu mencolok, kepadatan penduduk
tergolong rendah, pekerjaan bersifat homogen (sama), rasa solidaritas dan gotong royong
kuat, lingkungan fisik, biologis, dan sosial budaya masih terjaga dengan baik. Kemudian,
budaya daerah setempat terkenal dengan tarian ebeg (kuda), tradisi janengan (tembangan
jawa dan sholawat islami) yang masih berkembang dengan baik.

Diceritakan, legenda Gunung Wurung kononnya berawal dari para sesepuh yang
menginginkan adanya gunung di daerah Karangsambung. Para sesepuh memohon kepada
para dewa. Rupanya, doa mereka dikabulkan oleh para dewa. Pembuatan gunung akan
dimulai besok harinya dengan dikerjakan dalam waktu semalam. Tetapi dengan syarat, tidak
ada seorang warga yang boleh melihat saat gunung itu dibuat. Para sesepuh kampung
menyanggupi persyaratan itu. Ketika hari menjelang senja seluruh warga telah masuk ke
dalam rumah. Para dewa kemudian turun dari Kahyangan untuk memulai membangun sebuah
gunung di daerah hulu kampung.
Mula-mula mereka membangun tiang-
tiang yang kokoh. Setelah separuh
malam bekerja, para dewa telah
menyelesaikan membangun tiang-
tiang. Tiang-tiang tersebut kemudian
mereka timbun dengan tanah sehingga
nantinya membentuk sebuah gunung.
Ketika menjelang pagi, pembuatan
gunung hampir selesai, hanya tinggal menyelesaikan penimbunannya. Tiba-tiba ada seorang
gadis berjalan menuju ke sungai Luk Ulo yang berada di sekitar tempat pembuatan gunung.
Ternyata, gadis itu tidak mengetahui pengumuman yang melarang keluar rumah pada malam
itu.

Gadis tersebut datang ke sungai karena ingin mencuci beras. Gadis itu berjalan tanpa
memperhatikan keadaan sekitarnya karena suasana masih gelap. Saat akan turun ke sungai,
gadis tersebut terkejut karena di hadapannya terlihat ada sebuah bukit. Namun, begitu melihat
beberapa sosok makhluk yang menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu besar
tanpa sepatah kata pun, gadis itu langsung berlari meninggalkan sungai karena ketakutan
sambil berteriak dengan keras, tanpa memperdulikan lagi keadaan dirinya sehingga beras
yang hendak dicucinya dilemparkan begitu saja. Kemudian, beras tersebut berceceran di
sekitar bukit. Konon, beras tersebut menjelma menjadi batuan yang bentuknya mirip dengan
beras. Para dewa yang mendengar suara teriakan gadis itu menjadi tersentak. Mereka pun
menyadari bahwa ternyata pekerjaan mereka telah disaksikan oleh manusia. Para dewa
akhirnya menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan tempat tersebut lalu bergegas
kembali ke Kahyangan. Padahal, pembangunan gunung tersebut belum selesai. Akhirnya,
batallah pembuatan gunung tersebut. Oleh karena itu, masyarakat sekitar menamakan gunung
tersebut dengan sebutan Gunung Wurung (Gunung Parang) yaitu batal atau belum jadi
sebuah gunung api. Kata Wurung sendiri dalam Bahasa Jawa artinya yaitu belum jadi atau
batal.

Menurut ilmu geologi, Gunung


Wurung (Parang) adalah sebuah intrusi,
yaitu sebuah magma (bahan gunung api)
yang menerobos menuju ke permukaan
bumi namun terlanjur membeku sebelum
muncul ke permukaan bumi untuk
menjadi gunung api. Sejauh waktu
berlalu, tanah di atas intrusi tererosi,
sehingga memunculkan Gunung Wurung.
Salah satu persamaan antara cerita legenda dengan ilmu geologi yaitu Gunung Wurung
sendiri merupakan batuan intrusi yang batal menjadi gunung api atau sama-sama sebuah
gunung yang batal menjadi gunung api.
Pendidikan karakter yang terkandung dalam isi legenda Gunung Wurung tersebut, yaitu:

a. Karakter religius

Digambarkan pada saat para sesepuh memohon dan berdoa kepada dewa-dewa. Bagian
ini sarat makna tentang keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam. Nilai
religius di dalam karya sastra biasanya bertujuan agar dekat dengan Tuhan dan ajaran agama
yang dianutnya, serta memelihara sifat toleran antar sesama umat beragama (Setyawan,
Suwandi, & Slamet, 2017).

b. Karakter hormat dan patuh terhadap pemimpin

Terlihat pada saat warga sekitar sangat hormat dan patuh kepada pimpinan demi kebaikan
bersama yaitu melakukan apa yang diperintah oleh pimpinan dengan tidak keluar rumah
sampai pagi hari.

c. Karakter kerja keras

Karakter kerja keras terlihat pada bagaimana para dewa dengan semangat dan kerja keras
untuk dapat menyelesaikan pekerjaan membuat gunung dalam waktu satu malam.

d. Karakter kerjasama

Karakter kerjasama terlihat pada isi cerita bahwa para dewa melakukan gotong-royong
dalam membangun sebuah gunung dengan bekerja sesuai tugasnya.

e. Karakter peduli sosial

Karakter peduli sosial di kisah ini digambarkan dengan kurangnya kepedulian seorang
Wanita tentang agenda-agenda atau kegiatan yang ada di lingkungannya sehingga
mengakibatkan dampak yang kurang baik. Sikap peduli sosial perlu dipupuk sejak kecil
karena melalui kepedulian yang tinggi kepada sesama, seseorang akan belajar menghargai
dan dihargai oleh sesama sehingga akan terhindar dari sikap egois dan individualisme yang
pada akhirnya dapat merugikan diri sendiri bahkan masyarakat.

f. Karakter kesabaran

Karakter kesabaran pada kisah ini digambarkan dengan seluruh warga yang dengan ikhlas
tidak keluar rumah selama satu malam sampai menjelang pagi.
g. Karakter komitmen

Tentang komitmen terhadap sebuah janji yang harus ditepati oleh seluruh warga, yaitu
komitmen dengan syarat tak seorangpun yang boleh melihat atau keluar saat gunung itu
dibuat.

Perkembangan folklor Legenda Gunung Wurung saat ini untuk sebagian orang yang
tinggal dekat gunung memungkinkan untuk mengetahui mengenai detail cerita Gunung
Wurung tersebut. Namun bagi sebagian orang yang tinggal cukup jauh dari Gunung Wurung
hampir baru mengetahui dan ada yang tidak mengetahui akan keberadaan gunung tersebut.
Respon masyarakat sebagian besar terlihat tidak terlalu melebih-lebihkan cerita tersebut dan
terkesan biasa saja. Karena mereka beranggapan bahwa cerita Gunung Wurung tersebut
hanya sebagai cerita mitos yang masih dipercaya. Kedudukan Gunung Wurung di desa
mereka sebagai salah satu destinasi wisata dan sarana edukasi siswa-siswi sekolah formal
maupun sebagai penelitian bagi para pihak LIPI Karangsambung. Pewarisannya dengan
menceritakan secara turun temurun maupun berbasis pendidikan dengan awalan diceritakan
dahulu mengenai terjadinya gunung tersebut secara alami kemudian diceritakan berdasarkan
legenda. Doa atau semedi pada isi legenda yaitu pada saat para sesepuh kampung berdoa
dengan khusyuk memohon kepada dewa dalam pembuatan gunung. Dalam cerita tidak
dijelaskan dengan secara jelas bagaimana doa yang dipakai dari segi ucapan atau bahasa,
hanya sebatas pada sesepuh memanjatkan doa kepada para dewa. Untuk ritual seputar
Legenda Gunung Wurung berdasarkan survei sejauh ini tidak ada. Legenda tersebut hanya
berkembang secara lisan tanpa adanya ritual fisik yang dilakukan.

Legenda digambarkan dengan berbagai tokoh, peristiwa, dan tempat tertentu yang
dilengkapi oleh fakta historis maupun mitos. Legenda menjadi bagian dalam folklor dimana
termasuk kedalam jenis folklor lisan, yaitu folklor yang bentuknya murni hanya lisan saja.
Didalamnya mengandung banyak muatan-muatan pesan meliputi kebudayaan, kehidupan
sosial, pendidikan, politik, keagamaan, lingkungan hidup, dan aspek-aspek lainnya berupa
pesan moral dan muatan karakter yang dapat diambil dan dimaknai dalam kehidupan. Salah
satu legenda yang menarik untuk dibahas yaitu Legenda Gunung Wurung. Di dalamnya
terdapat pendidikan karakter yang bisa dipetik berupa karakter religius, hormat dan patuh
terhadap pemimpin, kerja keras, kerjasama, peduli sosial, kesabaran, dan komitmen.

Anda mungkin juga menyukai