Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN FOLKLOR LEGENDA GUNUNG WURUNG KEBUMEN

DENGAN MASYARAKAT SEKITAR

Eli Supriyanti

13040221120007, Antropologi Sosial Kelas A

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Abstrak

Penelitian ini meninjau bagaimana hubungan folklor legenda Gunung Wurung, Kebumen dengan
masyarakat sekitar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan,
metode analisis deskriptif dan pendekatan kuantitatif dengan instrumen penelitian menggunakan
kuesioner. Hubungan Legenda Gunung Wurung dengan masyarakat sekitar saling menguntungkan
walau dari hasil kuesioner terbilang kurang terkenal, dan sebagian yang mengetahui dan yang tidak
adalah seimbang. Bahwasanya Legenda Gunung Wurung tersebut dapat digunakan sebagai
media pendidikan dan pengetahuan.

Kata kunci: Folklor, Hubungan, Legenda Gunung Wurung, Masyarakat, Pendidikan

Abstract

The study reviewed the relationship between the folkloric legend of Mount Wurung, Kebumen and the
surrounding community. The methods used in this study are literature study methods, descriptive
analysis methods and quantitative approaches with research instruments using questionnaires. The
relationship between the Legend of Mount Wurung and the surroundimg community is mutually
beneficial even though the results of the questionnaire are somewhat less well-known, and some who
know and who do not are balanced. That the legend of Mount Wurung can be used as a medium of
education and knowledge.

Keywords: Folklore, Relationships, Legend of Mount Wurung, Society, Education


I. Pendahuluan

Diketahui bahwa folklor menjadi suatu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri di Indonesia dan belum lama dikembangkan. Kata folklor adalah
pengindonesiaan kata Inggris yaitu folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari
dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama artinya dengan kata kolektif. Menurut Alan
Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan
kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Pengertian lore
adalah tradisi folk, yaitu sebagai kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun
secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device). Definisi folklor secara keseluruhan, folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif
macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan
maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic
device).

Dari pengertian tersebut maka objek penelitian folklor Indonesia menjadi luas sekali.
Objek penelitian folklor Indonesia adalah semua folklor dari folk yang ada di Indonesia, baik
yang di pusat maupun yang di daerah, baik yang di kota maupun yang di desa, di kraton
maupun di kampung, baik pribumi maupun keturunan asing (peranakan); baik warga negara
negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan identitas kelompoknya, dan
mengembangkan kebudayaan mereka di bumi Indonesia. Folklor menurut Jan Harold
Brunvand (ahli folklor AS) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan
tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore),
dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore) (Brunvand, 1968: 2-3) atau masing-masing
dengan istilah mentifacts sociofact, dan artifacts (Brunvand, 1978: 3).

Legenda Gunung Wurung menjadi salah satu bentuk folklor yang ada di desa lebih
tepatnya ada di Desa Karangsambung, Kebumen. Termasuk ke dalam jenis folklor lisan,
yaitu folklor yang bentuknya memang murni lisan. Sifatnya turun-temurun di ceritakan dan
masih tetap berkembang hingga saat ini. Dapat diambil pertanyaan: 1. Apakah masyarakat
sekitar mengetahui secara jelas mengenai Legenda Gunung Wurung? 2. Apa hubungan
Legenda Gunung Wurung dengan masyarakat sekitar tempat tinggal? 3. Apa nilai moral yang
dapat diaplikasikan di kehidupan dari cerita Legenda Gunung tersebut?. Tujuan penulisan
yaitu untuk mengetahui hubungan antara Legenda Gunung Wurung dan masyarakat sekitar,
berkembang baik atau sedikit kurang perhatian masyarakat.

II. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan dan
metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, serta dengan instrumen penelitian
menggunakan kuesioner yang telah disebarkan secara online dengan media messenger.
Metode penelitian kepustakaan merupakan cara penelitian daftar rujukan atau bacaan secara
sistematis yang mencakup pengumpulan bahan-bahan bacaan, yang memiliki hubungan
dengan target penelitian, teknik akumulasi dan metode kepustakaan, dan pengaturan, serta
penyajian data-data (Danandjaja, 2014).

Mohamad Ali (dalam Margareta, 2013) menyampaikan bahwa metode penelitian


deskriptif digunakan untuk memecahkan sekaligus menjawab permasalahan yang terjadi pada
masa sekarang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam metode penelitian deskriptif
yakni pengumpulan, klasifikasi, analisis atau penggarapan data, membuat kesimpulan dan
laporan dengan tujuan utama untuk membuat ilustrasi tentang suatu keadaan secara objektif
dalam suatu deskripsi. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menggunakan perhitungan statistik untuk mencatat dan menganalisis data penelitian
yang tepat (Margareta, 2013).

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disebarkan melalui media
messenger dengan sampel yang didapatkan yaitu 6 orang yang berdomisili di daerah
Karangsambung. Kuesioner berisikan 5 item pertanyaan terkait pengetahuan mengenai
Legenda Gunung Wurung yang ada di Kebumen. Tujuan dari penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif adalah untuk menjelaskan situasi yang diteliti, sehingga semakin
memperkuat kemampuan peneliti dalam menganalisis kesimpulan.

III. Pembahasan
III.1 Perkembangan Legenda Gunung Wurung

Perkembangan folklor sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat yang


mempunyai bentuk dan ciri khas tersendiri. Salah satunya yaitu legenda yang masuk ke
dalam jenis folklor lisan yang berarti yaitu folklor yang bentuknya memang murni lisan yang
mengandung banyak muatan-muatan pesan meliputi kebudayaan, kehidupan sosial,
pendidikan, politik, keagamaan, lingkungan hidup, dan nilai moral lainnya. Legenda juga
termasuk bagian dari cerita rakyat yang menampilkan cerita dengan tokoh-tokoh yang hebat
yang berada di luar bata-batas kemampuan manusia pada umumnya (Gusal, 2015). Legenda
digambarkan dengan berbagai tokoh, peristiwa, dan tempat tertentu yang dilengkapi oleh
fakta historis dan mitos. Salah satunya yaitu legenda Gunung Wurung, merupakan legenda
yang berasal dari Desa Parang, Kec. Karangsambung, Kab. Kebumen, Jawa Tengah. Daerah
Kebumen sendiri memang terkenal dan kaya akan berbagai legenda, tradisi, mitos dan
kebudayaan lainnya yang sangat beragam dan masih tetap eksis hingga saat ini.

Diceritakan, legenda Gunung Wurung kononnya berawal dari para sesepuh yang
menginginkan adanya gunung di daerah Karangsambung. Para sesepuh memohon kepada
para dewa. Rupanya, doa mereka dikabulkan oleh para dewa. Pembuatan gunung akan
dimulai besok harinya dengan dikerjakan dalam waktu semalam. Tetapi dengan syarat, tidak
ada seorang warga yang boleh melihat saat gunung itu dibuat. Para sesepuh kampung
menyanggupi persyaratan itu. Ketika hari menjelang senja seluruh warga telah masuk ke
dalam rumah. Para dewa kemudian turun dari Kahyangan untuk memulai membangun sebuah
gunung di daerah hulu kampung. Mula-mula mereka membangun tiang-tiang yang kokoh.
Setelah separuh malam bekerja, para dewa telah menyelesaikan membangun tiang-tiang.
Tiang-tiang tersebut kemudian mereka timbun dengan tanah sehingga nantinya membentuk
sebuah gunung.

Ketika menjelang pagi, pembuatan gunung hampir selesai, hanya tinggal menyelesaikan
penimbunannya. Tiba-tiba ada seorang gadis berjalan menuju ke sungai Luk Ulo yang berada
di sekitar tempat pembuatan gunung. Ternyata, gadis itu tidak mengetahui pengumuman yang
melarang keluar rumah pada malam itu. Gadis tersebut datang ke sungai karena ingin
mencuci beras. Gadis itu berjalan tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya karena suasana
masih gelap. Saat akan turun ke sungai, gadis tersebut terkejut karena di hadapannya terlihat
ada sebuah bukit. Namun, begitu melihat beberapa sosok makhluk yang menyeramkan
bergerak cepat sambil mengangkat batu besar tanpa sepatah kata pun, gadis itu langsung
berlari meninggalkan sungai karena ketakutan sambil berteriak dengan keras, tanpa
memperdulikan lagi keadaan dirinya sehingga beras yang hendak dicucinya dilemparkan
begitu saja.

Kemudian, beras tersebut berceceran di sekitar bukit. Konon, beras tersebut menjelma
menjadi batuan yang bentuknya mirip dengan beras. Para dewa yang mendengar suara
teriakan gadis itu menjadi tersentak. Mereka pun menyadari bahwa ternyata pekerjaan
mereka telah disaksikan oleh manusia. Para dewa akhirnya menghentikan pekerjaannya dan
meninggalkan tempat tersebut lalu bergegas kembali ke Kahyangan. Padahal, pembangunan
gunung tersebut belum selesai. Akhirnya, batallah pembuatan gunung tersebut. Oleh karena
itu, masyarakat sekitar menamakan gunung tersebut dengan sebutan Gunung Wurung
(Gunung Parang) yaitu batal atau belum jadi sebuah gunung api. Kata Wurung sendiri dalam
Bahasa Jawa artinya yaitu belum jadi atau batal. Menurut ilmu geologi, Gunung Wurung
(Parang) adalah sebuah intrusi, yaitu sebuah magma (bahan gunung api) yang menerobos
menuju ke permukaan bumi namun terlanjur membeku sebelum muncul ke permukaan bumi
untuk menjadi gunung api. Sejauh waktu berlalu, tanah di atas intrusi tererosi, sehingga
memunculkan Gunung Wurung. Salah satu persamaan antara cerita legenda dengan ilmu
geologi yaitu Gunung Wurung sendiri merupakan batuan intrusi yang batal menjadi gunung
api atau sama-sama sebuah gunung yang batal menjadi gunung api

III.2 Respon Masyarakat Sekitar Tentang Legenda Gunung Wurung

Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki identitas sendiri dan mendiami
wilayah dan daerah-daerah tertentu. Di dalam masyarakat akan terjadi interaksi sosial dengan
sesama masyarakat dan hal-hal yang ada disekitarnya sebagai bentuk respon sebagai makhluk
sosial. Legenda Gunung Wurung menjadi folklor lisan yang berkembang di Desa Parang,
Kecamatan Karangsambung, Kebumen. Karangsambung adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah yang berada di utara Kota Kebumen dengan jarak sekitar
20,00 km.

Di tengah-tengah masyarakat legenda atau cerita tersebut tetap berkembang dengan


penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan (tutur kata dari mulut ke
mulut), anonim (tanpa pengarang), bersifat tradisional, mempunyai kegunaan, bersifat
pralogis (memiliki logika sendiri atau tidak masuk akal), dan menjadi milik bersama.

Tabel Hasil Kuesioner

No. Pertanyaan Jawaban


1. Apakah kamu mengetahui Legenda Ya 50% Tidak 50%
Gunung Wurung di Karangsambung?
2. Bagaimana perkembangan Legenda Kurang Terkenal 66,7 Sangat Tidak Terkenal 16,7
Gunung Wurung saat ini? % %
Terkenal 16,7%
3. Darimana kamu mengetahui Legenda Sumber Pendidikan Mengetahui Cerita Turun
Gunung Wurung itu? Internet 16,7% Saja 16,7 Temurun 50
16,7% % %
4. Bagaimana respon masyarakat sekitar Biasa Saja 83,3 % Tidak Mengetahui 16,7 %
mengenai Legenda Gunung Wurung?
5. Apakah dalam Legenda Gunung Tidak ada = 2
Wurung terdapat ritual yang Tidak Tahu = 2
dilakukan masyarakat sekitar? Tidak mengetahui keberadaan cerita Gunung
Wurung = 2

Dapat dikatakan bahwa sebagian masyarakat sekitar ada yang mengetahui tentang
adanya Legenda Gunung Wurung dan sebagian lagi ada yang tidak mengetahui adanya
Legenda Gunung Wurung tersebut. Perkembangan Legenda Gunung Wurung pun terbilang
kurang terkenal dalam kehidupan masyarakat, ada yang hanya mengetahui dengan sebutan
Gunung Parang daripada penyebutan nama Gunung Wurung. Sebagian masyarakat yang
mengetahui umumnya mengetahui dari cerita turun-temurun masyarakat sekitar dan sebagian
berasal dari media internet maupun pendidikan. Perkembangan folklor Legenda Gunung
Wurung saat ini untuk sebagian orang yang tinggal dekat gunung memungkinkan untuk
mengetahui mengenai detail cerita Gunung Wurung tersebut. Namun bagi sebagian orang
yang tinggal cukup jauh dari Gunung Wurung hampir baru mengetahui dan ada yang tidak
mengetahui akan keberadaan gunung tersebut. Respon masyarakat sebagian besar terlihat
tidak terlalu melebih-lebihkan cerita tersebut dan terkesan biasa saja. Karena mereka
beranggapan bahwa cerita Gunung Wurung tersebut hanya sebagai cerita mitos yang masih
dipercaya.

Dalam Legenda Gunung Wurung tidak terdapat sejenis ritual dan hanya berkembang
secara lisan tanpa adanya ritual fisik yang dilakukan. Cerita tersebut memuat dua versi yaitu
versi cerita geologi dan versi cerita rakyat (mitos). Hubungan masyarakat sekitar dengan
perkembangan Legenda Gunung Wurung adalah saling memberikan keuntungan.
Bahwasanya Legenda Gunung Wurung tersebut dapat digunakan sebagai media pendidikan
dan pengetahuan. Karena keberadaan Gunung Wurung atau Gunung Parang ini nyata dan
terletak di sekitaran rumah warga menjadikannya media untuk mendatangkan orang banyak
dan jadi terjamah.

IV. Simpulan

Perkembangan folklor sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat dan


mempunyai bentuk dan ciri khas tersendiri. Salah satunya yaitu legenda yang masuk ke
dalam jenis folklor lisan yang berarti bahwa folklor tersebut bentuknya memang murni lisan
yang mengandung banyak muatan-muatan pesan. Legenda digambarkan dengan berbagai
tokoh, peristiwa, dan tempat tertentu yang dilengkapi oleh fakta historis maupun mitos.
Legenda menjadi bagian dalam folklor dimana termasuk kedalam jenis folklor lisan, yaitu
folklor yang bentuknya murni hanya lisan saja. Didalamnya mengandung banyak muatan-
muatan pesan meliputi kebudayaan, kehidupan sosial, pendidikan, politik, keagamaan,
lingkungan hidup, dan aspek-aspek lainnya berupa pesan moral dan muatan karakter yang
dapat diambil dan dimaknai dalam kehidupan

Legenda Gunung Wurung menjadi salah satu contoh folklor dalam bentuk cerita rakyat
yang berkembang pada masyarakat Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah.
Perkembangannya cukup baik dan isi cerita serta makna yang terkandung sangat mendalam
dan unik sesuai dengan ciri-ciri legenda lainnya. Hubungan masyarakat sekitar dengan
perkembangan Legenda Gunung Wurung adalah saling memberikan keuntungan.
Bahwasanya Legenda Gunung Wurung tersebut dapat digunakan sebagai media pendidikan
dan pengetahuan. Keberadaan Gunung Wurung atau Gunung Parang yang nyata ini terletak
di sekitaran rumah warga dan menjadikannya media untuk mendatangkan orang banyak dan
jadi wilayah tersebut akan terjamah oleh orang banyak.

Daftar Pustaka

Ayu, Yullya Kartika Ayu, Nurizzati dan Zulfikarni. 2013. Struktur, Fungsi, dan Nilai Budaya
Legenda Orang Sibunian Gunung Singgalang di Pandai Sikek Tanah Datar. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1 (2), 318-398.

Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:
PT Pustaka Grafitipers.

Ngatman, dan Siti Fatimah. 2019. The Legend of “Gunung Wurung” as Local Wisdom For
Teaching Materials and Character Education in Elementary School. Social,
Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series, 1(2), 198-307.
Kistanto, Nurdien H. 2019. Sistem Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Nelayan dan Bakul Ikan
di Kampung Tambak Lorok, Kota Semarang. Sabda, 14 (1), 65-75.

Anda mungkin juga menyukai