Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdapat sekitar 17.001 pulau
di Indonesia dengan jumlah 38 propinsi dan sekitar 300 suku bangsa tersebar mulai dari
Sumatera hingga Papua. Letak geografis Indonesia yang strategis diantara dua benua dan dua
samudra dapat dikatakan sebagai cross position (posisi silang) menjadikan Indonesia
memiliki keanekaragaman budaya, seperti bahasa, seni, agama, dan adat istiadat.
Salah satu pulau di Indonesia adalah Pulau Bali dengan jumlah propinsi terdiri dari 8
kabupaten, 1 kotamadya, 57 kecamatan, 80 kelurahan, dan 636 desa dengan jumlah penduduk
sekitar 4,29 juta jiwa pada tahun 2022. Pulau Bali terkenal akan budaya dan adat istiadat.
Hingga saat ini masyarakat Bali masih menjunjung tinggi dan melestarikan tradisi dan
memegang teguh adat istiadat. Aturan-aturan adat tersebut disebut awig-awig. Inilah yang
menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal hingga mancanegara.
Kabupaten Bangli adalah satu-satunya kabupaten di Bali yang tidak memiliki laut
maupun pantai. Letak Kabupaten Bangli berada ditengah Pulau Bali, sebagian besar
merupakan kawasan perbukitan, pegunungan, sekaligus memiliki Danau Batur. Letak
wilayah kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Klungkung, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Badung dan Gianyar. Luas
wilayah Kabupaten Bangli sekitar 520,81 km 2 dengan jumlah penduduk sekitar 255,41 ribu
jiwa pada tahun 2022. Terdapat empat kecamatan di Kabupaten Bangli, yaitu Susut, Bangli,
Tembuku, dan Kintamani.
Objek wisata yang menunjang sektor pariwisata di Kabupaten Bangli adalah tempat
wisata di Kintamani. Dari tahun ke tahun pariwisata di Kintamani semakin maju dan makin
diminati wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak kafe-kafe estetik yang menawarkan
panorama alam Gunung dan Danau Batur sekaligus menjadi ikon kabupaten ini. Walaupun
daerah ini bersuhu rendah, namun Kintamani memiliki pemandian air panas alami seperti
Toya Devasya dan Batur Natural Hot Spring.
Kabupaten ini juga memiliki desa dengan adat tradisi yang tak kalah unik. Banyak
wisatawan penasaran dan ingin mengunjungi desa ini. Pada umumnya masyarakat Hindu Bali
akan melakukan upacara Ngaben sebagai upacara pemakaman namun di Desa Trunyan
memiliki tradisi yang tak biasa. Disini masyarakat yang meninggal akan di diletakkan diatas
tanah tanpa meninggalkan bau menyengat sedikitpun. Desa yang terletak di sebelah timur
bibir Danau Batur ini merupakan salah satu desa tertua di Bali. Untuk mencapai ke tempat
meletakan jenasah, kita harus naik perahu, karena letaknya terpisah dengan Desa Trunyan.
Berikut ada dijelaskan lebih lanjut tentang tradisi unik di Desa Trunyan.
Nama tempat peletakkan jenazah ini adalah Sema Wayah. Cara pemakaman tanpa
menguburnya dikenal dengan sebutan mepasah. Jadi, jenazah hanya diletakkan di atas tanah
dan dibiarkan di udara terbuka. Kuburan yang kedua disebut kuburan muda (Sema Muda)
yang khusus diperuntukkan bagi bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun tetap
dengan syarat jenazah tersebut harus utuh dan tidak cacat. Teknik pemakamannya bisa
mepasah atau pun penguburan.
Sedangkan kuburan yang ketiga disebut Sema Bantas. Kuburan ini khusus untuk
jenazah yang cacat dan yang meninggal karena salah pati maupun meninggal karena tidak
wajar misalnya dibunuh, bunuh diri, dan kecelakaan. Di Sema Bantas, penguburan dilakukan
dengan penguburan atau dikebumikan. Untuk anak kecil yang gigi susunya belum tanggal
juga dikenakan penguburan ini.
Dari ketiga jenis kuburan itu, yang paling menarik adalah kuburan utama atau sema
wayah. Dua kuburan pertama, Sema Wayah dan Sema Muda, letaknya agak berjauhan
dengan desa, sedangkan Sema Bantas terletak di dekat Desa Trunyan. Menurut cerita
masyarakat, zaman dahulu kala mayat sengaja tidak ditanam untuk menghalangi bau pohon
taru menyan yang konon menyebar sampai ke Jawa. Karena raja yang berkuasa di Trunyan
pada waktu itu takut daerahnya diserang lantaran harumnya pohon taru menyan, maka beliau
berinisiatif menetralisir bau kelewat harum itu dengan tidak mengubur mayat masyarakat
yang meniggal. Akhirnya sampai sekarang tradisi itu masih dipegang teguh oleh masyarakat
Sumber:
https://tarubali.baliprov.go.id/karakteristik-wilayah-provinsi-bali/
www.indonesia.go.id
www.gramedia.com
Biodata Penulis
dr. Ayuni Dina Sawitri sebagai penulis artikel ini lahir di Negara, Bali tanggal 2 September
1995. Penulis merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Penulis menempuh pendidikan terakhir
di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, selama 4 tahun dan
menempuh pendidikan koas selama 2 tahun di Rumah Sakit Daerah Sidoarjo untuk
mendapatkan gelar Dokter Umum pada tahun 2019. Penulis melanjutkan Program Internship
Dokter selama 1 tahun di RSUD Ibnu Sina Gresik. Saat ini penulis bekerja sebagai dokter
jaga IGD di RS Surya Husadha Denpasar. Selain menjadi dokter jaga IGD, penulis juga
merupakan anggota IAD daerah Bangli.