Penulis:
Selti Wentian, M.Pd
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas rahmat dan Anugerah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul "Selayang Pandang Desa Sambuara
Penulis pun menyadari tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Desa Sambuara pada mulanya bernama Lembung Tobe atau Wanua Tabbe yang
berarti desa lama. Penduduk asli sambuara pada zaman dahulu mereka tidak tinggal di
Sambuara (Lembung Tobbe) tetapi mereka menetap di desa yang bernama Purunan
Benteng Batu yang disusun dari batu yang dibuat mengelilingi pemukiman warga, yang
bertujuan sebagai pertahanan dari musuh dan perlindungan dari binatang buas.
Tatangin atau Raja adat Tatangin. Selanjutnya setelah Ratung Tampa Tatangin (Raja
Adat Tatangin) meninggal, terjadi perebutan kekuasaan menjadi Ratung Tampa (Raja
Adat) yang akan menjadi pemimpin selanjutnya. Akan tetapi sebelum Ratung Tampa
Berdasarkan silsilah atau garis keturunan, raja Lalimbat sendiri adalah anak
angkat dari Raja Tatangin, dimana Raja Tatangin ini tidak memiliki pewaris atau anak
laki-laki (karena semua anaknya telah meninggal). Karena itu raja Tatangin pergi ke
desa Makatara menemui kerabatnya atau saudaranya dengan maksud meminta seorang
anak laki-laki untuk dijadikan sebagai anak angkatnya agar kelak akan menjadi pewaris
menjadi anak oleh Raja Tatangin, maka raja merubah nama anak tersebut (Mapaunde)
menjadi Lalimbat. Oleh karena masyarakat purunan tidak senang maka Raja Lalimbat
dinamakan Lembung Tobe. Setelah beberapa saat menetap, raja Lalimbat akhirnya
memperluas daerah kekuasaannya dengan mengganti nama desa dengan nama
Sambuara yang berarti “satu rumpun”(1933). Karena penduduk Lembung Tobe mereka
setempat karena banyak hal mistis ditempat tersebut. Nama tempat itu adalah Burau.
Dimana dikisahkan dalam cerita legenda masyarakat setempat ada seorang pemuda
yang bernama Panggoras yang sedang bermain di pantai tiba-tiba terdengar suara yang
menghirauakan panggilan tersebut tetapi suara itu selalu muncul berulang-ulang kali
yang membuat Panggoras semakin penasaran dengan suara itu. Semakin lama semakin
jelas suara itu, dia pun berusaha mendekati suara itu tanpa sadar panggoras sudah
semakin jauh dari daratan dan air pun sudah sampai melewati kepalanya. Suara itu terus
memanggil panggoras dia terus berjalan tetapi anehnya dia tidak tenggelam, dia bdapat
berjalan seperti biasa di dalam air seperti berjalan di darat, pakaiannya tidak basah.
Burau
Di dalam lautan itu dia melihat seperti sebuah kerajaan, ada perkampungan di
bawah laut, sampailah Panggoras pada sumber suara yang terus memanggilnya, sumber
suara itu ternya adalah seorang wanita cantik dari dasar laut. Konon wanita itu oleh
masyarakat setempat di anggap sebagi penunggu tempat itu (Burau). Singkat cerita
mereka pun kawin, setelah beberapa lama Panggoras pun ingin pulang kembali ke
daratan tempat dia tinggal bersama orang tuanya dan wanita itu berkata” kamu boleh
pulang asalkan kamu jangan menikah dengan wanita lain jika itu terjadi kamu tidak
Singkat cerita si Panggoras langsung pulang dan dia pun dapat berkumpul
kembali bersama dengan yang tua dan saudara-saudaranya. Setelah beberapa lama di
daratan dia pun menikah dengan wanita lain dia tidak mengindahkan syarat yang di
berikan wanita yang dinikahinya (penunggu Burau). Pada suatu ketika Panggoras ingin
bertemu dengan wanita (penunggu Burau) namun dia tidak bisa kembali lagi karena
sudah melanggar janjinya. Dan sejak saat itu Burau dikenal sebagai tempat yang angker,
banyak hal-hal mistis yang sering terjadi di tempat itu, konon menurut cerita legenda
masyarakat setempat ada waktu-waktu tertentu para penunggu Burau itu menampakkan
diri.
Secara topografi desa Sambuara terletak di daerah dataran rendah pesisir pantai
(tepi laut Sulawesi) secara geografis wilayah desa ini berbatasan dengan desa Ensem
sebelah Utara, desa Awit sebelah Selatan sedangkan sebelah Barat adalah laut Sulawesi.
Mata pencaharian utama penduduk desa Sambuara adalah nelayan dan sebagian
besar adalah petani. Dua matra tersebut adalah jiwa masyarakat Sambuara.
Desa Sambuara adalah desa yang menjadi ibu kota kecamatan Essang Selatan dengan
Sambuara. Hal itu nampak dari hasil pertanian yang biasanya di jemur atau di keringkan
di halaman rumah masyarakat seperti pala, cengkih dan kopra. Demikian juga dengan
sumber kelautan yang menjadi komoditas unggulan yang banyak ditangkap oleh
nelayan seperti tuna, cakalang, tongkol dan layar (Tindarung). Dan masih banyak jenis
ikan lainnya juga yang selain di tangkap untuk di konsumsi tetapi juga sebagai sumber
tangkapan itu di jual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu juga sehingga desa
Pemandangan pantai yang indah, warna jingga menghiasi langit senja setiap
hari. Lembayung senja terbentang indah di langit nan megah, deretan-deretan perahu
nelayang menghias bibir pantai, hamparan pasir putih berkilauan bak permadani, pohon
generasi ke generasi maka anak-anak setempat memanfaatkan pantai dan laut sebagai
tawa, bergembira ria bersama, se akan bebas berekspresi dan mengeksplorasi alam
diwariskan secara turun temurun sebagai tradisi atau kebiasaan (adat) yang akhirnya
pembuatan rumah tempat tinggal, rumah-rumah ibadat, bahkan banyak masih banyak
lagi kegiatan masyarakat yang mencerminkan begitu kuatnya dan melekatnya rasa
persaudaraan dan kekeluargaan yang terus di junjung tinggi dan di utamakan oleh warga
setempat.
Masyarakat desa atau kampung Sambuara di kenal ramah dan suka bersahabat
baik dengan siapa saja, warga masyarakat hidup rukun dan damai, saling menghormati,
diantara mereka.
Desa Sambuara tampak dari atas
Desa Sambuara disebut juga kampung nelayan. Desa yang penuh dengan
potensi dan sumber daya yang ada, kearifan lokal dan budaya masyarakat setempat
membuat desa ini berkembang baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Desa
Sulawesi Utara Indonesia yang merupakan ibu kota Kecamatan Essang Selatan.
Berdasarkan data dari kantor Desa Sambuara terdapat 457 jiwa penduduk desa
sambuara dengan kriteria sebagai berikut: 138 kepala keluarga, 226 penduduk laki-
laki,231 penduduk perempuan, 111 penduduk usia anak-anak dan 346 usia dewasa
sampai lansia.
Selain petani dan nelayan ada juga beberapa pekerjaan yang menjadi sumber
mata pencaharian masyarakat desa sambuara seperti, PNS dan wiraswasta. Mayoritas
penduduk desa Sambuara berprofesi sebagai petani dengan jumlah 179 orang bekerja
sebagai petani, 27 orang sebagai nelayan, 10 orang bekerja sebagai PNS, 20 orang
sebagai wiraswasta, 30 orang mahasiswa, 40 orang sebagai siswa SMP dan SMA dan
D. Kondisi Infrastruktur
Di desa Sambuara terdapat lembaga adat dan gedung adat, kantor desa, kantor
camat, aula desa, jalan raya yang menghubungkan dengan desa tetangga, dua buah
jembatan. Desa Sambuara juga memiliki sistem pembuangan air limbah yang berupa
saluran pembuangan (Got) yang langsung menuju ke laut. Serta memiliki talud untuk
mencegah abrasi di pinggiran pantai. Dan pembuangan limbah menggunakan spal dan
sapfitang.
Sumber Pustaka
1. Narasumber Wawancara:
1. Khambarlein Lalimbat (Inanggu Wanua Desa Sambuara)
2. Gerson Salaa (Inanggu Wanua Desa sambuara satu)
2. Data penduduk Desa sambuara Kecamatan Essang Selatan
3. Buku profil desa Sambuara Kecamatan Essang Selatan Kabupaten Kepulauan
Talaud
4. Adipati Josua Paraso (makalah kesehatan 2021)