Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SENI BUDAYA

SEJARAH MARGA LUBIS

DISUSUN OLEH :
NAMA : YOHANA LUBIS
KELAS : XII MIA 5

SMA NEGERI 3 PADANGSIDIMPUAN


T. A. 2023/2024
1. ASAL USUL MARGA LUBIS
Lubis adalah salah satu marga Batak. Ada yang bermukim di Toba tetapi kebanyakan
bermukim di Mandailing Julu. Mandailing Julu ialah kawasan di Kabupaten Mandailing
Natal, yang berada di bagian hulu sungai Batang Gadis. Menurut riwayat, marga ini
merupakan keturunan Daeng Malela gelar Namora Pande Bosi. Lubis Si Baitang menurunkan
Lubis di Tamiang, Manambin, dan Pakantan, sedangkan Lubis Si Langkitang menurunkan
Lubis di Singengu, Sayur Maincat, dan Tambangan.[1] Berdasarkan tambo/silsilah yang
dipublikasikan oleh Sutan Kumala Bulan, marga Lubis telah ada sejak tahun 1500.[2]juga
terdapat di sekitar Danau Toba. Menurut masyarakat Mandailing, marga Lubis merupakan
keturunan Namora Pande Bosi.

• SEJARAH MARGA LUBIS

(Namora Pande Bosi) nenek moyang marga Lubis.


Dahulu kala, ada seorang pria Bugis bernama Daeng Malela. Ia merantau ke Sumatera,
singkat cerita berdiam di Angkola Jae, Sigalangan. Kurang lebih 13 kilo meter dari Padang
Sidimpuan ke arah Bukit Tinggi.
Kemudian Daeng Malela memperistri putri raja Sigalangan bernama Silenggana Dalimunte.
Putri raja tersebut mempunyai saudara laki-laki bernama Sutan Morlub, yang kemudian
dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya.
Karena Daeng Malela mengawini putri tersebut, maka ia diberi gelar “NAMORA PANDE
BOSI” yang
artinya orang ahli dalam menempa besi.
Dari pernikahan Namora Pande Bosi dan si Lenggana, ia dihadiahi sebidang tanah yang
dibukanya menjadi perkampungan. Nanti diberi nama Atongga, letaknya tidak jauh dari
Sigalangan.
Di kampung baru inilah Namora Pande Bosi tinggal bersama istrinya. Kemudian mereka
dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama Sutan Bugis dan Sutan Burayun.
Menurut cerita, dari keturunan Sutan Bugis dan Sutan Burayun adalah mereka yang
bermarga Hutasuhut. Sesuai dengan nama kampung mereka yang terletak di Sipirok.
Kemudian Namora Pande Bosi menikahi seorang gadis dari Pijor Koling. Dari
pernikahannya tersebut dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama Sipanawareh dan
Sibargot Lage.
Setelah anak ini dewasa, Namora Pande Bosi menyuruh mereka meninggalkan Angkola Jae
agar jauh dari Sutan Bugis dan Sutan Burayun. Sipanawareh dan Sibargot Lage lah yang
menurunkan marga- marga Pulungan.
Dikisahkan pula, Namora Pande Bosi mengawini seorang Putri Bunian. Dalam hal ini ada
beberapa pendapat, ada yang mengatakan Putri Bunian itu adalah makhluk halus yang
biasanya tinggal di tengah hutan.
Namun ada juga penyesalan bahwa Putri Bunian dikawini Namora Pande Bosi bukanlah
makhluk halus, tetapi manusia biasa.
Ia diberi nama Putri Bunian karena sebagai istri kedua, setelah si Lenggana boru Dalimunte.
Ia terpaksa melarang atau membumi dalam bahasa mandailing yang artinya melarang.
Dengan tujuan agar perkawinannya dengan Namora Pande Bosi tidak diketahui Silenggana.
Dari perkawinan dengan Putri Bunian itu, lahirlah dua orang anak laki-laki kembar, yang
satu diberi nama Silangkitang dan satu lagi Sibaitang.
Pada saat anak-anak itu masih kecil, Namora Pande Bosi kembali ke keluarganya di
Atongga. Ia tidak pernah kembali lagi mengunjungi istrinya Putri Bunian itu.
Singkat ceritanya, diwaktu Silangkitang dan Sibaitang mulai beranjak remaja, timbullah
keinginan mereka untuk menemui sang ayah. Atas persetujuan ibunya, lalu mereka berangkat
mencari Namora Pande Bosi.
Akhirnya mereka sampai juga di huta Atongga dan bertemu dengan Namora Pande Bosi.
Setelah melihat sarung keris yang dibawa Silangkitang dan Sibaitang, Namora Pande Bosi
menyadari bahwa kedua anak itu adalah anak laki-laki.
Kemudian ia mengajak mereaka tinggal di rumahnya. Akan tetapi, ia tidak memberitahu
kepada istrinya Silenggane dan anaknya Sutan Bugis dan Sutan Burayun, bahwa kedua anak
tersebut adalah anak.
Setelah Silangkitang dan Sibaitang mulai dewasa, ternyata boru tulang mereka yaitu putri
dari abang si Lenggana yang menjadi raja di Sigalangan, menaruh hati kepada Silangkitang.
Hal ini menimbulkan kecemburuan Sutan Bugis, karena ia sendiri sangat suka terhadap
boru tulangnya itu. Maka pada suatu ketika Silenggana, istri Namora Pande Bosi,
mengetahui bahwa Silangkitang dan Sibaitang adalah anaknya Namora Pande Bosi.
Sejak itu, dia mulai memperlakukan kedua anak tersebut dengan cara tidak baik. Demikian
pula halnya dengan Sutan Bugis dan Sutan Burayun sejak lama kurang senang melihat
Silangkitang yang telah menarik perhatian boru tulangnya itu.
Karena hubungan antara mereka semakin rumit dan buruk, lalu akhirnya Namora Pande bosi
menyuruh Silangkitang dan Sibaitang meninggalkan Atongga.
Namora pande bosi mengamanatkan kepada mereka agar menghiliri sungai Batang Angkola.
Kemudian jika mereka telah bertemu dengan sungai Batang Gadis, diamanatkan pula agar
mereka menelusuri sungai itu ke arah hulu.
Kemudian diamanahkan juga oleh Namora Pande Bosi kepada keduanya, apabila suatu
ketika menemukan satu tempat, dimana terdapat dua sungai yang berhadapan atau
bertentangan dengan muaranya, di tempat itu lah mereka harus membuka kampung.
Sebelum semuanya berangkat, Namora Pande Bosi menyerahkan sebatang sumpitan, dari
tanduk kerbau. Tanpa tahu istri dan anaknya, sudah diisi dengan emas dan seekor ayam
jantan untuk pemberi tanda.
Apabila dalam perjalanan Silangkitang dan Sibaitang berhenti, ayam itu harus mereka lepas,
dan jika ayam itu berkokok, di tempat itu lah mereka membuka perkampungan.
Sesuai dengan amanat ayahnya, pergilah mereka menghilirkan sungai Batang Angkola.
Kemudian setelah mereka bertemu dengan sungai Batang Gadis, mereka susuri sungai itu
ke arah hulu.
Setelah sekian lama berjalan ke hulu sungai Batang Gadis, bertemulah mereka dengan dua
buah sungai yang berhadapan atau bertolak belakang dengannya. Sungai tersebut ialah Aek
Singengo dan Aek Singangir, mengalir dari arah berlawanan dan kedua muaranya bertemu di
Kedua Sungai Batang Gadis.
Kemudian mereka melepaskan ayam jantan yang mereka bawa, ternyata ayam itu berkokok.
Sesuai dengan amanat ayah mereka Namora Pande Bosi, maka mereka membuka
perkampungan di tempat itu dan diberi nama Huta Panopan atau pun kampung tempat
menempa.
Semakin lama semakin ramai kampung itu didatangi oleh orang-orang dari tempat lain,
sehingga kampung itu berkembang dan namanya pun berubah dari Huta Panopan menjadi
yang dikenal sekarang Kotanopan. Sampai sekarang nama itu tetap dipergunakan untuk
satu kota kecil di Mandailing Julu.
Setelah lama bertempat di Hutapanopan, pergilah Silangkitang membuka perkampungan
baru, letaknya tidak begitu jauh dari kampung tersebut. Perkampungan baru itu diberi nama
Singengo dan dari tempat inilah Silangkitang menjadi raja.
Dikemudian hari keturunan Silangkitang pergi membuka perkampungan – perkampungan
baru dan masing-masing menjadi raja di kampung yang mereka buka.
Diantaranya, keturunannya itu ialah Japande, yang menjadi raja di kampung Sayur Maincat,
Sutan Soripada menjadi raja di kampung Muara Mais, Sutan Manggo menjadi raja di
kampung Tambangan dan Namora Raya menjadi raja di Roburan.
Semua keturunan si Langkitang bermarga Lubis, dan secara khas disebut Lubis
singengo, sesuai dengan nama kampung asal mereka tempat Silangkitang menjadi raja.
Sebagaimana halnya dengan Silangkitang, Sibaitang pergi pula meninggalkan Huta Panopan,
dan menetap disuatu tempat pemukiman dibukanya, tempat tersebut bernama Tomuan, disitu
bertemu sungai Batang Pungkut dan sungai Batang Gadis.
Di tempat itu, Sibaitang memperoleh dua anak laki-laki dalam perkawinannya. Masing-
masing bernama si Muara dan Sipartomuan. Dikemudian hari si Muara pergi membuka
perkampungan baru yang dibelakang hari dikenal dengan Manambit. Sedangkan si
Partomuan pergi lagi ke Huta Dakka lalu menjadi raja di tempat itu.
Keturunannya membuka perkampungan baru, kemudian berkembang menjadi Tamiang.
Sebagian ada pula yang membuka perkampungan lain, kemudian berkembang menjadi
Huta Pungkut.
Semua keturunan Sibaitang juga bermarga Lubis, dan secara khasnya disebut Lubis
singasoro yang berkembang di kawasan Selatan Kotanopan. Sedangkan keturunan
Silangkitang bermarga Lubis singengo berkembang dikawasan utara Kotanopan.
Lama kelamaan keturunan Silangkitang dan Sibaitang yang bermarga Lubis menjadi raja
– raja di tempat Mandailing julu sampai ke Pakantan.
Dari cerita legenda ini, dapat diambil kesimpulan bawa Daeng Malela yang kemudian
bergelar Namora Pande Bosi mempunyai empat orang istri.
Salah seorang istrinya disebut sebagai putri bunian, yang melahirkan Silangkitang dan
Sibaitang, kemudian hari melahirkan orang-orang Mandailing bermarga Lubis.
Istri pertama dikawininya ketika ia singgah di Toba dan mendapat anak laki-laki yang
bermarga si Tonggo Lubis. Di daerah Toba sampai sekarang memang terdapat orang-orang
bermarga Lubis dan ada kampung bernama Huta Lubis.
Di Sigalangan, Namora Pande Bosi memperistri Silenggana Boru Dalimunte. Melahirkan
dua orang putra bernama Sutan Bugis dan Butan Burayun, yang kemudian menurunkan
orang-orang bermarga Hutasuhut.
Disamping itu, ia juga memperistri seorang gadis dari Pijor Koling yang tidak jauh dari
Sigalangan. Kemudian melahirkan dua orang putra yaitu Sipanawarih dan Sibargot Lage
yang kemudian menurunkan orang bermarga Pulungan di Huta Bargot, dekat dengan kota
Panyabungan.
Dapat disimpulkan, bahwa keturunan Namora Pande bosi terdiri atas tiga marga, masing-
masing adalah Lubis, Huta Suhut dan Pulungan, mereka mendiami beberapa tempat di
wilayah Tapanuli Selatan.

2. PARTUTURAN (ANAK BORU, MORA, KAHANGGI)

• 3.SIFAT BA

• Sifat dan karak

Orang dengan nama Lubis ini penuh energi, seakan-akan tidak pernah istirahat. Ia kerap kali
mengganti hubungan dan tidak jatuh cinta secara mendalam kepada siapapun.Dalam urusan
karier, ia meraup bayaran tinggi dan karir yang hebat. Peduli sesama, deímawan, tidak
mementingkan diri sendiri, patuh teíhadap kewajiban, ekspíesi kíeatif.

4.PASANGAN MARGA YANG YANG COCOK


• Ritonga •Tanjung
• Nasution. •Daulay
• Harahap. •Rangkuti
• Pulungan. Dll
• Hasibuan
5. TUGU MARGA LUBIS

Lumban Sobur, Desa Sitampurung ,Kec. Siborong borong ,Kabupaten Tapanuli Utara
6. KANTOR PARSADAAN MARGA LUBIS
Ada di, Jln. Sibuhuan Gunung Tua ,Sibuhuan jae ,Kec.Barumun,Kabupaten Padang lawas
,Sumatra Utara

7. ORANG YANG SUKSES


MARGA LUBIS

1.BIDANG PEMERINTAHAN

• Basyrah Lubis (8 Januari 1912 – 11 Juni 1985) adalah Wali Kota Medan pada tahun 1961—
1964. Ia
aktif di dunia pendidikan pada masa itu dan pergerakan nasional dengan perjuangan di
Sumatra Barat . Sebelumnya Lubis adalah Bupati Militer di Pasaman, Sumatra Barat.[1]
Ia adalah adik dari Raja Djundjungan Lubis yang pernah menjadi Gubernur Sumatra
Utara pada periode 1960-an

• Raja Junjungan Lubis (Lahir di Hutanagodang, 21 Agustus 1906 — Hutanagodang, 14


Juli 1988) adalah seorang tokoh masyarakat dan Politikus Mandailing Sumatra Indonesia
yang pernah berjasa menjadi Bupati Batanggadis, Bupati Tapanuli Tengah, Wali Kota
Sibolga, Gubernur Sumatera Utara, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ia terlahir dari
Kedua orang tua bernama Nama Ayah : Sutan Naga Bosar Lubis ; Nama Ibu : Siti Habsyah
Matondang. Pada masa kecil ia bernama : Parluhutan Lubis, Nama Keluarga : Lubis
Singasoro, Nama Panggilan : Raja Junjungan, Nama Trah Keluarga : Lubis.

2. BIDANG ANGKATAN
• Kolonel TNI. Zulkifli Lubis (26 Desember 1923 – 23 Juni 1993) adalah seorang
tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Pejabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat
periode 8 Mei 1955 - 26 Juni 1955.[1] Selain itu ia juga dikenal sebagai pendiri dan juga
mejabat sebagai Ketua Badan Intelijen pertama di Indonesia.
• Brigadir Jenderal TNI Dr. H. Nefra Firdaus Lubis, S.E., M.M. (lahir 5 September
1969) adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang sejak 24 Maret 2021 mengemban amanat
sebagai Wair Kodiklatad.

• Ansyari Lubis (lahir 28 Juli 1970), yang akrab disapa dengan sebutan "Uwak",
adalah mantan pemain sepak bola nasional senior Indonesia. Setelah pensiun sebagai
pemain, Ansyari mengikuti kursus kepelatihan dan kini berlisensi A dari AFC.

H. Umar Al Fattah Lubis adalah pemeran dan model Indones

Anda mungkin juga menyukai