Anda di halaman 1dari 9

1.

SILSILAH MARGA LUBIS

2. SEJARAH MARGA LUBIS


Pada zaman dahulu, ada seorang pria Bugis bernama Daeng Malela. Ia merantau ke Sumatera,
singkat ceritanya berdiam di Angkola Jae, Sigalangan. Kurang lebih 13 kilo meter dari Padang
Sidimpuan ke arah Bukit Tinggi.
Kemudian Daeng Malela memperistri putri raja Sigalangan bernama Silenggana Dalimunte. Putri raja
tersebut mempunyai saudara laki-laki bernama Sutan Morlub, yang kemudian dinobatkan menjadi
raja menggantikan ayahnya. Karena Daeng Malela mengawini putri tersebut, maka ia diberi gelar
“NAMORA PANDE BOSI” yang artinya orang ahli dalam menempa besi.
Dari pernikahan Namora Pande Bosi dan si Lenggana, ia dihadiahi sebidang tanah yang
dibukanya menjadi perkampungan. Kemudian diberi nama Atongga, letaknya tidak jauh dari
Sigalangan.
Di kampung baru ini lah Namora Pande Bosi tinggal bersama istrinya. Kemudian mereka dikaruniai
dua orang anak laki-laki yang bernama Sutan Bugis dan Sutan Burayun.
Menurut cerita, dari keturunan Sutan Bugis dan Sutan Burayun adalah mereka yang bermarga
Hutasuhut. Sesuai dengan nama kampung mereka yang terletak di Sipirok.
Kemudian Namora Pande Bosi menikahi seorang gadis dari Pijor Koling. Dari pernikahannya
tersebut dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama Sipanawareh dan Sibargot Lage.
Setelah anak ini dewasa, Namora Pande Bosi menyuruh mereka meninggalkan Angkola Jae
agar jauh dari Sutan Bugis dan Sutan Burayun. Sipanawareh dan Sibargot Lage lah yang menurunkan
marga-marga Pulungan.
Dikisahkan pula, Namora Pande Bosi mengawini seorang Putri Bunian. Dalam hal ini ada beberapa
pendapat, ada yang mengatakan Putri Bunian itu adalah makhluk halus yang biasanya tinggal di
tengah hutan.
Namun ada juga menafsirkan bahwa Putri Bunian dikawini Namora Pande Bosi bukanlah makhluk
halus, tetapi manusia biasa. Ia diberi nama Putri Bunian karena sebagai istri kedua, setelah si
Lenggana boru Dalimunte. Ia terpaksa disembunyikan atau dibunion dalam bahasa mandailing yang
artinya disembunyikan. Dengan tujuan agar perkawinannya dengan Namora Pande Bosi tidak
diketahui Silenggana.
Dari perkawinan dengan Putri Bunian itu, lahirlah dua orang anak laki-laki kembar, yang satu diberi
nama Silangkitang dan satu lagi Sibaitang.
Pada waktu anak-anak itu masih kecil, Namora Pande Bosi kembali ke keluarganya di
Atongga. Ia tidak pernah kembali lagi mengunjungi istrinya Putri Bunian itu.
Pendek ceritanya, diwaktu Silangkitang dan Sibaitang mulai beranjak remaja, timbullah keinginan
mereka untuk menemui sang ayah. Atas persetujuan ibunya, lalu mereka berangkat mencari Namora
Pande Bosi.
Akhirnya mereka sampai juga di huta Atongga dan bertemu dengan Namora Pande Bosi. Setelah
melihat sarung keris yang dibawa Silangkitang dan Sibaitang, Namora Pande Bosi menyadari bahwa
kedua anak itu adalah putranya. Kemudian ia mengajak mereaka tinggal di rumahnya. Akan tetapi, ia
tidak memberitahu kepada istrinya Silenggane dan anaknya Sutan Bugis dan Sutan Burayun, bahwa
kedua anak tersebut adalah putranya.
Setelah Silangkitang dan Sibaitang mulai dewasa, ternyata boru tulang mereka yaitu putri dari
abang si Lenggana yang menjadi raja di Sigalangan, menaruh hati kepada Silangkitang.
Hal ini menimbulkan kecemburuan Sutan Bugis, karena ia sendiri sangat suka terhadap boru
tulangnya itu. Maka pada suatu ketika Silenggana, istri Namora Pande Bosi, mengetahui bahwa
Silangkitang dan Sibaitang adalah anaknya Namora Pande Bosi.
Sejak itu, ia mulai memperlakukan kedua anak tersebut dengan cara tidak baik. Demikian pula halnya
dengan Sutan Bugis dan Sutan Burayun sejak lama kurang senang melihat Silangkitang yang telah
menarik perhatian boru tulangnya itu.
Karena hubungan antara mereka semakin rumit dan buruk, lalu akhirnya Namora Pande bosi
menyuruh Silangkitang dan Sibaitang meninggalkan Atongga.
Namora pande bosi mengamanatkan kepada mereka agar menghiliri sungai Batang Angkola.
Kemudian apabila mereka telah bertemu dengan sungai Batang Gadis, diamanatkan pula agar mereka
menyusuri sungai itu ke arah hulu.
Kemudian diamanahkan juga oleh Namora Pande Bosi kepada keduanya, apabila suatu ketika
menemukan satu tempat, dimana terdapat dua sungai berhadapan atau bertentangan muaranya, di
tempat itu lah mereka harus membuka kampung.
Sebelum keduanya berangkat, Namora Pande Bosi menyerahkan sebatang sumpitan, dari tanduk
kerbau. Tanpa setahu istri dan anaknya, sudah diisi dengan emas dan seekor ayam jantan untuk
pemberi tanda.
Apabila dalam perjalanan Silangkitang dan Sibaitang berhenti, ayam itu harus mereka lepas, dan jika
ayam itu berkokok, di tempat itu lah mereka membuka perkampungan.
Sesuai dengan amanat ayahnya, pergilah mereka menghilirkan sungai Batang Angkola.
Kemudian setelah mereka bertemu dengan sungai Batang Gadis, mereka susuri sungai itu kearah
hulu.
Setelah sekian lama berjalan ke hulu sungai Batang Gadis, bertemulah mereka dengan dua buah
sungai yang berhadapan atau bertentangan muaranya. Kedua sungai tersebut ialah Aek Singengo dan
Aek Singangir, mengalir dari arah bertentangan dan kedua muaranya bertemu pada Sungai Batang
Gadis.
Kumudian mereka melepaskan ayam jantan yang mereka bawa, ternyata ayam itu berkokok. Sesuai
dengan amanat ayah mereka Namora Pande Bosi, maka mereka membuka perkampungan di tempat
itu dan diberi nama Huta Panopan atau pun kampung tempat menempa.
Semakin lama semakin ramai kampung itu didatangi oleh orang-orang dari tempat lain,
sehingga kampung itu berkembang dan namanya pun berubah dari Huta Panopan menjadi yang
dikenal sekarang Kotanopan. Sampai sekarang nama itu tetap dipergunakan untuk satu kota kecil di
Mandailing Julu.
Setelah lama bertempat di Hutapanopan, pergilah Silangkitang membuka perkampungan baru,
letaknya tidak begitu jauh dari kampung tersebut. Perkampungan baru itu diberi nama Singengo dan
dari tempat inilah Silangkitang menjadi raja.
Dikemudian hari keturunan Silangkitang pergi membuka perkampungan – perkampungan
baru dan masing masing menjadi raja di kampung yang mereka buka.
Diantaranya, keturunannya itu ialah Japande, yang menjadi raja di kampung Sayur Maincat, Sutan
Soripada menjadi raja di kampung Muara Mais, Sutan Manggo menjadi raja di kampung Tambangan
dan Namora Raya menjadi raja di Roburan.
Semua keturunan si Langkitang bermarga Lubis, dan secara khas disebut Lubis singengo,
sesuai dengan nama kampung asal mereka tempat Silangkitang menjadi raja.
Sebagaimana halnya dengan Silangkitang, Sibaitang pergi pula meninggalkan Huta Panopan, dan
menetap disuatu tempat pemukiman dibukanya, tempat tersebut bernama Tomuan, disitu bertemu
sungai Batang Pungkut dan sungai Batang Gadis.

Di tempat itu, Sibaitang memperoleh dua anak laki-laki dalam perkawinannya. Masing masing
bernama si Muara dan Sipartomuan. Dikemudian hari si Muara pergi membuka perkampungan baru
yang dibelakang hari dikenal dengan Manambit. Sedangkan si Partomuan pergi lagi ke Huta Dakka
lalu menjadi raja di tempat itu.
Keturunannya membuka perkampungan baru, kemudian berkembang menjadi Tamiang. Sebagian ada
pula yang membuka perkampungan lain, kemudian berkembang menjadi Huta Pungkut.
Semua keturunan Sibaitang juga bermarga Lubis, dan secara khasnya disebut Lubis singasoro
yang berkembang di kawasan Selatan Kotanopan. Sedangkan keturunan Silangkitang bermarga Lubis
singengo berkembang dikawasan utara Kotanopan.
Lama kelamaan keturunan Silangkitang dan Sibaitang yang bermarga Lubis menjadi raja – raja di
tempat Mandailing julu sampai ke Pakantan.
Dari cerita legenda ini, dapat diambil kesimpulan bawa Daeng Malela yang kemudian
bergelar Namora Pande Bosi mempunyai empat orang istri.
Salah seorang istrinya disebut sebagai putri bunian, yang melahirkan Silangkitang dan Sibaitang,
kemudian hari melahirkan orang-orang Mandailing bermarga Lubis.
Istri pertama dikawininya ketika ia singgah di Toba dan mendapat anak laki-laki yang bermarga si
Tonggo Lubis. Di daerah Toba sampai sekarang memang terdapat orang-orang bermarga Lubis dan
ada kampung bernama Huta Lubis. Di Sigalangan, Namora Pande Bosi memperistri Silenggana Boru
Dalimunte. Melahirkan dua orang putra bernama Sutan Bugis dan Butan Burayun, yang kemudian
menurunkan orang-orang bermarga Hutasuhut.
Disamping itu, ia juga memperistri seorang gadis dari Pijor Koling yang tidak jauh dari
Sigalangan. Kemudian melahirkan dua orang putra yaitu Sipanawarih dan Sibargot Lage yang
kemudian menurunkan orang orang bermarga Pulungan di Huta Bargot, dekat dengan kota
Panyabungan.
Dapat disimpulkan, bahwa keturunan Namora Pande bosi terdiri atas tiga marga, masing-masing
adalah Lubis, Huta Suhut dan Pulungan, mereka mendiami beberapa tempat di wilayah Tapanuli
Selatan.

3. PARTUTURAN (DALIHAN NATOLU)

Dalam struktur hukum adat Mandailing dikenal sistem kekerabatan yang disebut Dalihan Na
Tolu. Secara etimologis Dalihan Na Tolu berarti `tungku yang tiga` tempat untuk menjerangkan
periuk ke atas api pada waktu memasak. Ketiga tungku ini berukuran sama dan harus disusun dalam
keadaan seimbang sehingga kecil kemungkinan periuknya untuk jatuh. Adanya ketiga tungku yang
sama menunjukkan bahwa masyarakat Mandailing mempunyai persamaan derajat, yang berbeda
adalah tugas dan fungsi mereka di dalam adat. Dalihan Na Tolu merupakan lambang semua kekuatan
peradatan yang ada dan menjadi sumber dari semua peraturan-peraturan adat yang ada.
Adapun yang dimaksud dengan ketiga tungku itu adalah kahanggi, anak boru dan mora.
Kahanggi adalah barisan orang yang semarga atau sepewarisan, unsur dari kahanggi ini termasuk
juga, saama saina, marangka maranggi, saama saompu, saparamaan, saparompuan, sabonasaha
turunan. Kemudian kahanggi parabean yaitu kerabat yang istrinya berasal dari keluarga yang sama
dengan keluarga istri kahanggi. Kahanggi dan kahanggi parabean di dalam siding adat berada dalam
satu kelompok. Di Toba kahanggi ini disebut juga sebagai dongan sabutuha ini berarti satu ayah satu
marga.
Menurut adat istiadat sesama kahanggi tidak dibenarkan untuk kawin walaupun kahanggi
jauh. Nmun belakangan ini, dongan samarga yang ditabukan untuk dinikahkan sudah banyak yang
melanggarnya. Dimana sudah banyak Nasution mengambil boru Nasution, Lubis mengambil boru
Lubis, dan di daerah lainpun sudah banyak yang ikut-ikutan.
Anak boru adalah kelompok kerabat yang mengambil istri dari mora atau orang yang
bermarga lain dari kita yang merupakan kelompok yang menikahi anak gadis kita atau semua famili
pihak suami saudara kita perempuan, anak boru ini harus hormat kepada moranya, walaupun di dalam
kedudukan pekerjaan atau jabatan anak boru lebih tinggi, akan tetapi dia harus hormat dan patuh
kepada semua permintaan moranya. Tugas-tugas anak boru adalah sebagai pekerja di dalam satu
peradatan dan harus menyenangkan hati pihak moranya. Dari pihak anak boru ini juga diangkat salah
satu kepala dari kumpulan anak boru dan dinamakan orang kayo atau bendahara. Orang kayo ini
merupakan pimpinan dari semua anak boru yang ada, serta mengatur semua tugas-tugas anak boru
yang sudah dibebankan kepadanya.
Mora adalah kelompok yang borunya diambil oleh pihak anak boru atau kelompok orang-
orang tempat kita mengambil boru atau istri, atau semua famili pihak saudara ibu ataupun keluarga
menantu kita perempuan. Pihak mora sangat sayang kepada pihak anak borunya, demikian pula
sebaliknya. Mora ni mora disebut juga hula-hula, artinya mora dari mora. Kemungkinan besar mora
dari mora ini semarga dengan pisang raut dan memiliki dua jalinan kekerabatan yaitu sebagai mora
dan sebagai kahanggi. Boru atau anak-anak gadis dari mora disebut boru tulang halalango bagi anak
laki-laki pisang raut. Anak gadis tersebut sebenarnya boru tulang akan tetapi setara pula dengan
iboto, jadi bukan boru tulang sesungguhnya. Mora ni mora ini tidak mempunyai tugas khusus dalam
satu horja yang diadakan. Mora ini ada pula dua macam : 1). Mora yang anak gadisnya diambil oleh
anak boru, 2). Mora pusaka. Mora pusaka ini berasal dari turunan dari turunan-turunan pengambilan
terdahulu.
4. SIFAT BAIK SIFAT BURUK

Lubis" mempunyai kepribadian Peduli sesama, dermawan, tidak mementingkan diri sendiri,
patuh terhadap kewajiban, ekspresi kreatif.

Laki laki yang bermarga lubis biasanya memiliki sifat yang pemalu dan pendiam(pohom-
pohom).
Sedangkan perempuan yang bermarga lubis biasanya memiliki sifat yang cerewet dan
pemarah (bek bek).

5.PARPADANAN (PASANGAN MARGA YANG COCOK)


Marga Lubis sangat cocok dengan marga Nasution.
6. TUGU MARGA LUBIS

Tugu tumanggo
Tugu ini berada di hutan
Silubis si borong borong

7. KANTOR PARSADAAN MARGA LUBIS


8. ORANG ORANG SUKSES MARGA LUBIS
A. Dibidang pendidikan

Tuan Syech Arsjad Thalib Lubis (EYD:Arsyad Thalib Lubis) (08 Oktober 1908 – 06 Juli
1972) adalah seorang Politikus Indonesia, Penulis, Ulama, dan tokoh pendiri Al Washliyah. Ia adalah
anak ke lima dari delapan bersaudara, ayahanda ia bernama H. Lebai Thalib Lubis bin Haji Ibrahim
Lubis. Perkataan Lebai menunjukkan ia seorang ulama di daerahnya. Ibunya bernama Markoyom
binti Abdullah, kakek Muhammad Arsyad Thalib Lubis bernama Ibrahim Lubis yang berasal dari
Kabupaten Tapanuli Selatan.

B. Bidang angkatan

Mayor Jenderal TNI (Purn.) Erwin Hudawi Lubis (lahir 7 Agustus 1956) adalah seorang
purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat lulusan Akademi Militer tahun 1980. Dia pernah
menjabat sebagai Pangdam XII/Tanjungpura (2011 - 2012) dan Pangdam Jaya (2012 - 2014).
C. Dibidang Olahraga

Zulkarnaen Lubis (21 Desember 1958 – 11 Mei 2018) adalah salah seorang mantan pemain
nasional sepak bola Indonesia dari klub PSMS Medan pada era 1970-an. Dia adalah pemain PSMS
Medan (1979-1980) dan Mercu Buana Medan (1981-1982), sebelum memperkuat klub-klub elite di
Pulau Jawa, di antaranya Yanita Utama Bogor.

D. Dibidang pemerintahan

H. Basyrah Lubis, S.H. (lahir 19 Juni 1961) adalah Bupati Padang Lawas periode 2009—
2012. Ia diberhentikan dari jabatan Bupati karena tersangkut kasus Korupsi.[1] Ia digantikan oleh Ali
Sutan Harahap Melanjutkan jabatan Bupati Padang Lawas.
E. Di bidang politik

Raja Junjungan Lubis (Lahir di Hutanagodang, 21 Agustus 1906 — Hutanagodang, 14 Juli


1988) adalah seorang tokoh masyarakat dan Politikus Mandailing Sumatra Indonesia yang pernah
berjasa menjadi Bupati Batanggadis, Bupati Tapanuli Tengah, Wali Kota Sibolga, Gubernur
Sumatera Utara, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ia terlahir dari Kedua orang tua bernama
Nama Ayah : Sutan Naga Bosar Lubis ; Nama Ibu : Siti Habsyah Matondang. Pada masa kecil ia
bernama : Parluhutan Lubis, Nama Keluarga : Lubis Singasoro,ni Nama Panggilan : Raja Junjungan,
Nama Trah Keluarga :

F. Dibidang seni

Batara Lubis adalah Seorang Pelukis yang mempunyai karakter dengan corak warna yang
kontras. Ia hijrah dari Medan dan menetap di Yogyakarta belajar ilmu Seni Lukis.Ia adalah Anak dari
mantan Gubernur Sumatra Utara Raja Djundjungan Lubis.

Anda mungkin juga menyukai