Anda di halaman 1dari 7

Kisah Panglima Burung Dari Kalimantan

Serba-Serbi 21:39

Panglima Burung, Antara Mitos Atau Fakta.


Bagi anda yang berasal dari Kalimantan terutama Suku Dayak Pasti sudah tidak asing
lagi dengan Sebutan Panglima Burung.
Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat
agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di
pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib.
Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima
perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak
pedalaman.
Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok panglima tertinggi masyarakat Dayak,
Panglima Burung, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan
Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal
di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-
laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang
merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat
diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah
penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di
Kalimantan.

Misteri Panglima Burung dari Kalimantan


Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang
mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak.
Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang
percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik
yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati.
Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya
sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung.
Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung
adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala
sesuatu tentang dirinya.
Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan
orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem,
tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang
Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk
membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan
imbalan berupa rokok kretek.
Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak
sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas.
Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap
menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan
warisan nenek moyang baik religi maupun ritual.
Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman,
masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang
emas memasuki daerah mereka.
Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada
anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para
pendatang.
Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang
diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia
bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak
pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa
dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.
Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak
suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota
sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada
umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari
kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.
Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer
dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu
ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis.
Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran
sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang
pemurka.
Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah,
pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika
sudah kesabarannya sudah habis.
Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan
pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan
untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan.
Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang
tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan.

Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti


terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala
musuh.
Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala
terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana
halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka
yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan
merusaknya atau membunuh di dalamnya.
Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat
kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut
pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu
tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa
yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan
yang sebenarnya patut ditakuti itu.

Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan
kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga
kekurangannya dan kesalahannya.
Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya, tetap saja tidak dapat
dibenarkan. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh
tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.
“Amun ikam kada maulah sual awan ulun, ulun gen kada handak jua bahual lawan pian
malah ulun maangkat dingsanak awan pian” begitu yang diucapkan orang Kalimantan
khususnya orang Banjar untuk menggambarkan sikap dari orang-orang Dayak.
(sumber: http://indonesiatanahairku-indonesia.blogspot.com/

USER STORY

'CREEPS'
Sisi Dimensi Lain

Ikuti
19 Juni 2018 20:37 WIB

0
0
Panglima Burung

Foto: youtube.com
Panglima burung merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, dalam masyarakat Dayak
mempercayai bahwa panglima burung ialah suatu makhluk yang disebut-sebut sangat Agung, Sakti,
Ksatria, dan Berwibawa. Sosoknya konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, dan
sosoknya tersebut selalu bersinggungan dengan alam gaib. Panglima Burung ialah sosok yang sangat
di dewakan oleh orang dayak dan dianggap sebagai Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, atau
tetua yang diagungkan.
Cerita mengenai Panglima Burung memiliki banyak versi, terutama ketika namanya mencuat saat
kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan bahwa Panglima Burung berwujud gaib dan
bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung pada situasinya. Ada-pun yang menyebutkan
bahwa Panglima Burung telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Walaupun sosok Panglima Burung telah tiada, namun rohnya dapat berkomunikasi lewat suatu
ritual. Hingga sosok Panglima Brung disebut sebagai penjelmaan dari Burung Enggang, yaitu
burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan. Ada-pun versi lain yang menceritakan
bahwa Panglima Burung adalah sebuah gelar yang diberikan kepada seorang Panglima di tanah
Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Ia memiliki kehidupan sehari-hari layaknya orang
biasa pada umumnya tetapi dia tidak menikah dan sosok panglimanya akan hadir jika terjadi
kekacauan di tanah Dayak.
Sama halnya dengan Panglima Naga ialah yang berasal dari warga Nanga Mahap, Kabupaten
Sekadau, Kalimantan Barat. Sosok Panglima Naga sudah berpulang, namun beliau memiliki
keturunan. Salah satu Keponakan Panglima Naga adalah anggota Dewan Kabupaten Sekadau 2004-
2009. Dapat di simpulkan Panglima Burung, Panglima Naga adalah sosok yang benar-benar ada.
Dari banyak versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengakui dirinya
sebagai Panglima Burung. Namun setiap pengakuan itu ada yang mempercayainya, ada juga yang
tidak percaya, dan ada pula yang ragu-ragu. Karena belum ada bukti otentik yang dapat memastikan
sifat Panglima Burung yang sejati.

Anda mungkin juga menyukai