Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Sitompul

Menurut cerita, di Desa Gurgur Aek Raja inilah Raja Toga Sitompul bertempat tinggal dan hidup bersama
masyarakat di sana. Dia kawin dengan seorang putri yang cantik jelita namanya Bunga Marsondang Boru Siregar.
Begini ceritanya, suatu ketika, Raja Toga Sitompul sedang santai duduk di atas pohon sambil menikmati indahnya
kawasan gunung dan Tao Toba. Dalam hatinya dia berdoa dan meminta kepada Ompu Mulajadi Nabolon agar
ditunjukkan seorang putri atau gadis untuk dijadikan istri agar hidupnya tidak kesepian.Ketika sadar dari alam
angan-angannya, dia melihat ke bawah (dari atas pohon) muncul sebuah bunga yang sangat cantik dan
mengeluarkan cahaya putih. Dalam bahasa batak : Bunga na bontar i na binereng nai marsinondang mansai uli. Dia
pun turun dari atas pohon hendak memetik bunga nan cantik jelita itu.Ketika dia hendak memetik bunga itu, ternyata
bunga tersebut adalah seorang gadis cantik yang tidak ada tandingannya. Mereka pun saling berkenalan dan
terjadilah hubungan cinta. Gadis tersebut akhirnya menjadi istrinya dan namanya disebut Bunga Marsondang.
Terakhir diketahui Bunga Marsondang adalah Boru Siregar. Dari hasil pernikahan Raja Toga Tompul dengan Bunga
Marsondang dikaruniai satu orang anak yaitu Hobolbatu. Bunga Marsondang sangat sayang terhadap anaknya
Hobolbatu. Semua ilmu yang dimiliki Bunga Marsondang diturunkan kepada anaknya. Dan setelah besar Hobolbatu
pun dikawinkan.Istri Hobolbatu ada dua orang yaitu yang pertama Boru Sinaga dan istri kedua Boru Situmorang.
Dari istri pertama Boru Sinaga lahir dua orang anak yaitu Sabar Dilaut (Lumbantoruan) dan Handang Dilaut
(Lumbandolok).Dari istri kedua Boru Situmorang lahir tiga anak. Anak pertama adalah Sabuk Nabegu (Siringkiron).
Anak kedua lahir seorang anak perempuan namanya Mariana. (Dikenal sebagai Boru Tompul Sopurpuron) dan anak
ketiga adalah Lintong Ditao (Sibange-bange).Dari Gurgur, Ompu Hobolbatu dan keturunannya (pomparan) pindah
ke arah Rura Silindung bersamaan dengan marga lain seperti Naipospos dan Sihombing. Mereka berjalan kaki
menelusuri lereng bukit barisan menuju Rura Silindung.Pertama kali mereka singgah di Hutabarat. Bukti sejarah
menunjukkan bahwa di Hutabarat Tarutung terdapat sebuah perkampungan bernama Huta Sitompul dan sekarang ini
masih terdapat disana sebuah rumah marga Sitompul. Dari Hutabarat sebagian pomporan Sitompul pindah ke
Lumban Siagian dan terakhir di Simalailai yang sekarang dikenal Desa Sitompul. Ketika mereka sampai di Tarutung
Rura Silindung yang berkuasa waktu itu adalah Guru Mangaloksa dan keturunnnya.Keturunan marga sitompul
tinggal di Tarutung tepatnya Desa Sitompul (sekarang). Sabar Dilaut membangun rumah di daerah bagian bawah
(disebut Lumban Toruan) dan Handang Dilaut membangun rumah di bagian atas (Lumban Dolok) dan Lintong
Ditao membangun rumah di daerah Bange-bange (makanya disebut Sibange-bange) dan Sabuk Nabegu tinggal di
bibir gua dan dia selalu dikunjungi oleh abang dan adeknya. Makanya disebut daerah Sitingkiron dan menjadi
Siringkiron.Sejak itulah Sabar Dilaut selalu dipanggil Sitompul Lumban Toruan, Hangdang Dilaut dipanggil
Sitompul Lumban Dolok, Sabuk Nabegu dipanggil Sitompul Siringkiron dan Lintong Ditao dipanggil Sitompul
Sibange-bange.Ketika tim sejarah turun ke desa Sitompul, Ompu Dorkas Sitompul yang lahir di Desa Sitompul dan
kini masih tinggal di sana menunjukkan letak wilayah Lumban Toruan, wilayah Lumban Dolok, wilayah
Siringkuron dan wilayah Sibange. Semuanya masih di wilayah Desa Sitompul yang sekarang.
Bahkan menurut Ompu Dorkas Sitompul, di atas Desa Sitompul, terdapat bukit (tombak) milik masing-
masing.“Sebelah sana adalah tombak ni Lumbantoruan, sebelah sana lagi tombak ni Lumban Dolok, sebelah situ
tombak ni Siringkiron dan sebelah yang itu tombak ni Sibange-bange, katanya menjelaskan sambil menunjuk bukit
yang ada di atas desa tersebut. Dijelaskan, ketika pada awalnya tinggal di Desa Sitompul, selain wilayah untuk
tempat tinggal juga mereka mewarisi ‘tombak’ (bukit).“Waktu kecil saya masih ingat, kami anak-anak pergi ke
‘tombak’ untuk mencari kayu bakar. Dan hingga sekarang tidak ada marga lain yang mengaku ‘tombak’ tersebut
selain sitompul,” kata HP Sitompul anak dari Ompu Dorkas.Di sanalah mereka tinggal dan berketurunan. Sementara
itu, Ompu Hobolbatu terus menelusuri gunung, lembah dan gunung sampai ke Luat Pahae, terus ke Sipirok, Padang
Sidimpuan dan Gunungtua. Di daerah-daerah tersebut dia melihat bahwa ada kehidupan. Dia pun kembali ke
Tarutung dan menceritakan bahwa di daerah yang dia jalani ada kehidupan baru yang lebih baik. Dia pun menyuruh
pomparannya kesana membuka lahan pertanian.Demikianlah tahun demi tahun, keturunan Sitompul yang ada di
Tarutung hijrah secara pelan-pelan ke Luat Pahae dan daerah Sipirok Tapanuli Selatan. Mereka menelusuri lereng
gunung sampai ke daerah Pahae. Namun ada yang terus melanjutkan perjalanan sampai ke Sipirok dan Padang
Sidempuan Tapanuli Selatan.Dari Luat Pahae ada yang turun lewat gunung dan lembah sampai ke Sibolga Tapanuli
Tengah. Dari Tarutung ada juga yang merantau ke Laguboti yaitu Ompu Jarangar anak kelima dari
Datumanggiling.Karena kehidupan di Pahae jauh lebih menjanjikan daripada di Rura Silindung, maka keturunan
Sitompul yang ada di Tarutung hijrah setelah mendengar bahwa saudara-saudaranya sudah banyak yang berhasil di
Pahae. Sampai generasi ke 8 (nomor 8 dari Raja Toga Sitompul pada tarombo) masih banyak yang hijrah ke Pahae.
Di saat itu terjadi perang Padri dan perang Bonjol. Dan saudaranya Lumban Toruan. Ompu Lumban Toruan
mempunyai satu orang anak yaitu Raja Imbak Sahunu. Raja Imbak Sahunu punya dua anak yaitu Namora Sande Tua
dan Baliga Raja. Anak dari Namora Sande Tua tiga orang yaitu Namora Naga Timbul, Namora Banuaji dan Namora
Batu Mundom (keturunannya kini ada di Silindung). Anak dari Namora Banuaji dua orang yaitu Sutan Maimatua
dan Sutan Bodiala. Keturunan Sutan Maimatua ada tiga orang yaitu Lias Raja, Sampang Raja dan Jompak Raja.
Ompu Lias Raja pergi ke Sibolga, Sampang Raja ke Janji Maria Pahae dan Jompak Raja pergi ke Sipirok. (Dalam
buku Tarombo nomor urut 8 dari Raja Toga Sitompul).

Sejarah Pardosi

Satu keluarga Gr Somasangkut Siagian yang tinggal di Bonandolok Balige mempunyai4  anak, yaitu  Raja Situtu,
Raja Togar Sianjur, Raja Pantun, dan Raja Ega. Setelah cukup dewasa, anak-anaknya itu merantau, termasuk Raja
Ega yang kemudian disapa masyarakat dengan nama Raja Dongan (Ompu Dongan), ia merantau sampai ke Uluan
Toba Parhabinsaran. Modal Raja Ega di perantauan adalah kepintarannya mengobati (marubat). Karena
kepandaiannya mengobati, maka banyak temannya, menjadi sahabat semua orang, seperti Mantri Kesehatan atau
Dokter lah di zaman sekarang. Pergaulannya itulah yang membuat dia dipanggil Dongan (artinya kawan).Hidup
berpindah-pindah, merupakan cara bertahan hidup pada masa itu. Meskipun mereka merantau masing-masing,
berpencar, suatu ketika Raja Ega kumpul lagi menjadi sekampung bertetangga dengan abangnya Raja Situtu di
Uluan. Mulanya mereka rukun, bahkan saling meminjam jikalau tidak punya.Untuk membangun rumahnya, Raja
Ega meminjam alat pertukangan (ula-ula sian bosi) yaitu tuhil (pahat). Pendek ceritera, suatu ketika, tuhil hilang
karena kecerobohan tukang. Sudah dicari entah kemana, tidak ditemukan. Raja Ega menawarkan kepada abangnya
pengganti barang atau uang, tapi Raja Situtu tidak setuju. “Na ingkon tuhil i do mulak,” (–harus pahat itu yang
kembali–) begitulah gambaran keras hatinya menolak penggantian sekalipun dengan pahat juga tapi baru.Jadilah
perkara, Raja Dongan meminta bantuan para tetua kampung dan para raja adat membujuk sang abang Raja Situtu
agar mau berdamai. Akan tetapi pendirian Raja Situtu teguh tidak mau diganti barang lain. Dalam sidang-sidang
yang berlangsung berulang kali, Raja Ega selalu memohon keadilan, “dia sibahen na dos.” Karena seringnya Raja
Ega mengatakan “na dos” (yang adil), maka muncullah julukan: si par DOS i.Dalam tata bahasa Batak awalan par
berarti “orang yang”, atau “orang dari”. Kata dos secara harfiah artinya “sama” atau dalam konteks ini “adil” atau
“seimbang”. Kata i pada akhir sesuatu berarti “itu”.  Secara keseluruhan kata PARDOSI artinya orang yang
menginginkan berlakunya keadilan.Satu-satunya cara mengatasi masalah dalam situasi perselisihan itu, Raja Ega
memutuskan untuk pergi saja, menjauh dari sang abang. Maka suatu pagi buta diam-diam Raja Ega dan istrinya
kabur dari kampung. Di perjalanan, belum terlalu jauh tentunya, Raja Ega merasa ada sesuatu yang ketinggalan.
Benar, ternyata anjing kecil kesayangannya, si belang, ketinggalan. Padahal biasanya selalu menguntil atau menjadi
pandu jalan di hutan. Diputuskanlah untuk kembali menjemput si belang.Sampai di halaman rumah, ditemukan si
belang sedang mengorek-ngorek tanah. Ternyata, si belang menemukan tuhil yang hilang. Maka sebagai kawul
syukur, Raja Ega bersumpah bahwa dia dan keturunannya tidak akan memakan daging anjing belang. Sampai
sekarang marga Pardosi mematuhi sumpah pantang itu.Tuhil dikembalikan, maka hutangnya lunas. Tekad untuk
pergi tetap dilakukan. Berangkatlah Raja Ega ke wilayah Parsoburan di Habinsaran. Suatu lokasi yang berada di
antara Porsea dan Rantau Prapat, namun akses ke Toba lebih terbuka.Dalam bermasyarakat, Raja Dongan sendiri
masih bermarga Siagian. Mulai keturunannya dipanggil PARDOSI. Seiring jalannya waktu, ada turunan Raja
Dongan yang kembali memakai marga Siagian, terutama di perantauan, sebab mungkin merasa repot menjelaskan
bahawa “Siagian do Pardosi, anak ni Tuan Dibangarna”. Tahun 1960-an muncullah punguan marga Pardosi dimana
Gr Raja Oloan Pardosi termasuk penggagasnya. Tahun 1971 pada pesta Tugu Toga Raja Panjaitan, marga Pardosi
dicatat sebagai bagian Tuan Dibangarna menjadi adik dari marga Siagian.

Sejarah munthe. Raja Nai Ambaton/Tuan Sorba Dijulu adalah anak sulung dari Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorba
Dijulu dikatakan memiliki 4 orang anak namun ada juga yang mengatakan 5 orang anak, namun Tuan Sorba Dijulu
hanya memiliki satu orang boru yang menikah dengan Raja Silahisabungan dan melahirkan anaknya yang diberi
nama Silalahi Raja. Anak Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton adalah Simbolon Tua, Tamba Tua ,Saragi Tua Munthe
Tua ,Nahampun Tua, Sada boru Pinta Haomasan. Diperkirakan Op. Tuan Sorba Dijulu tinggal di sekitar Pusuk
Buhit, dengan istrinya nai ambaton yang merupakan boru pinompar ni Guru Tatea Bulan yang diketahui nama op.
boru itu adalah Siboru Anting Bulan yang marhuta di huta Parik Sabungan (sudah ada yang pernah datang ketempat
ini).Diperkirakan Tuan Sorba Dijulu merantau ke Dolok Paromasan, disinilah lahir anak-anaknya Simbolon Tua,
Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua (kita buat 4 dulu anaknya Tuan Sorba Dijulu karena Nahampun masuk
Simbolon) dan satu borunya Pinta Haomasan.Namun di satu sisi Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 2 orang istri,
istri pertama anaknya adalah Simbolon Tua sedangkan dari istri kedua anaknya adalah Tamba Tua, Saragi Tua, dan
Munthe Tua. Namun ketika itu dari istri pertama lama lahir Simbolon Tua, sehingga lebih dulu lahir Tamba Tua dari
istri kedua. Setelah lahir Tamba Tua terlebih dahulu lahirlah Simbolon Tua dari istri pertama, namun tidak diketahui
apakah Saragi Tua dan Munthe Tua dulukah yang lahir baru Simbolon Tua, atau Simbolon Tua dulukah kemudian
lahir Saragi Tua dan Munthe Tua dari istri kedua. Namun menurut perkiraan kembali, lebih dulu lahir Saragi Tua
baru Simbolon Tua kemudian Munthe Tua, ini menurut analisa generasi dari tiap-tiap keturunan yang ada hingga
saat ini.Lambat laun anak-anak dan boru Tuan Sorba Dijulu bertumbuh besar, sampai pada akhirnya Tamba Tua
yang secara usia lebih sulung dari anak-anak Tuan Sorba Dijulu dengan Simbolon Tua yang merasa dialah anak
siakkangan karena lahir dari istri pertama bertengkar berebut hak kesulungan, sampai pada akhirnya pertengkaran
ini didengar Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu dengan bijaksana menentukan siapakah yang pantas
dan memang sebenarnya yang menjadi sulung di Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu mengadu kedua
anaknya, dikatakan siapa yang berdarah atau terluka, dialah yang sianggian dan siapa yang tidak dialah siakkangan.
Maka diberikan senjata yang sama kepada mereka berdua, senjata tersebut berupa ‘ultop’, namun ultop yang
diberikan kepada Tamba Tua adalah ultop yang ujungnya tumpul, sedangkan ultop yang diberikan kepada Simbolon
Tua adalah ultop yang runcing dan tajam. Dan akhirnya rencana Tuan Sorba Dijulu pun berhasil, Tamba Tua terluka
dan berdarah dan secara otomatis menunjukkan Simbolon Tualah anak siakkangan, ini merupakan cara Tuan Sorba
Dijulu kepada mereka tanpa membuat tersinggung mereka, tanpa adanya pemikiran pilih kasih.Semenjak hal
tersebut, kejadian itu membuat Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua untuk pergi meninggalkan Dolok
Paromasan, hingga akhirnya mereka menemukan tempat baru di kecamatan Sitio-tio dan diberi nama Huta Tamba,
disinilah tinggal Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun tidak alama pomparan Saragi Tua akhirnya
merantau ke daerah Simanindo. Lama pomparan mereka terus berkembang hingga membuat pinomparna pergi
merantau ke luar huta Tamba, akhirnya pomparan Tamba Tua banyak yang merantau dan sebagian tinggal
pomparannya di huta Tamba, mereka inilah yang terus menggunakan marga Tamba hingga saat ini, sedangkan
pomparan Tamba Tua yang merantau pada akhirnya menjadi marga mandiri, dan kebanyak mereka merantau ke
daerah Simanindo, adapun marga-marga mandiri keturunan Tamba Tua ini adalah Siallagan, Turnip, Si Opat Ama
(Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok), Rumahorbo,  napitu dan Sitio. Di satu sisi, pomparan Saragi Tua hampir
semua meninggalkan huta Tamba dan hidup mandiri ke daerah Simanindo dan lain-lain, begitupun juga dengan
pomparan Munthe Tua yang merantau ke karo, barus, simalungun, dan balik ke daerah pangururan dan lain-lain,
namun masih ada sebagian dari Pomparan Munthe Tua ini yang hingga saat ini tinggal dan menetap di Huta
Tamba.Di satu sisi ada cerita yang mengatakan semenjak kejadian perebutan hak sulung, Tamba dan adiknya ingin
dibunuh oleh Simbolon Tua karena dendam kepada Tamba Tua yang telah merebut hak kesulungannya, namun
rencana itu diketahui itonya Pinta Haomasan, dan Pinta Haomasan menyuruh mereka untuk pergi dari Dolok
Paromasan.Suatu ketika, datanglah keturunan Saragi Tua, dari Op. Tuan Binur yang diwakili oleh Si Mata Raja
datang ke tanah Tamba untuk mengambil warisan sang ayah dan sang opung yang ada di tanah Tamba, dan pada
saat itu disambut oleh Tamba bersaudara, setalah Mata Raja melaksanakan tugasnya Mata Raja bertemu dengan
Siallagan dan Turnip yang pada waktu itu berperang melawan kerajaan dari Simalungun, maka karena Siallagan dan
Turnip merupakan saudaranya dibantulah mereka, sekilas akhirnya Mata Raja berhasil mengusir musuh hingga lari
ketar-ketir. Sejak saat itu, maka Siallagan dan Turnip merasa sangat senang, maka dibuatlah padan diantara mereka
bertiga, dan Mata raja diajak untuk tinggal bersama mereka, namun Mata Raja tidak mau dan lebih memilih kembali
Di satu sisi, keturunan Munthe Tua banyak yang sudah merantau, salah satunya Pangururan. Keturunan sulung
Munthe Tua Raja Sitempang lahir dengan keadaan cacat fisik, sehingga dia diasingkan oleh orangtuanya, disana dia
bertemu dengan si boru marihan yang juga lahir dengan keadaan cacat fisik, anak dari Raja Sitempang adalah Raja
Na Tanggang yang merantau ke Pangururan dan menikahi boru Naibaho sehingga menetap dan tinggal di
Pangururan, di lain pihak ternyata adik dari boru Naibaho istri Raja Na Tanggang ini dinikahi oleh keturunan
Simbolon Tuan Nahoda Raja, keturunan dari Simbolon Tua/boru Limbong. Mulai disinilah terjadinya perbedaan
pandangan karena Raja Na Tanggang yang merupakan keturunan dari Munthe Tua menikahi boru naibaho
siakkangan menganggap dialah siabangan daripada Simbolon Tuan Nahoda Raja yang merupakan anak Simbolon
Tua yang menikahi boru naibaho siampudan. Muncullah katai damai dari Tulang, rap marsihahaan rap
marsianggian. Karena Sitanggang dan Simbolon telah menikahi boru Raja Naibaho, maka diberikanlah kepada
Sitanggang dan Simbolon bius sebagai boru. Itulah yang dikenal dengan nama bius si tolu aek horbo. Keturunan
Raja Sitempang, Sitanggang Bau pun bertemu dengan Gusar yang merupakan generasi ke 13 si Raja Batak yang
ketika itu membantu Sitanggang Bau melawan musuhnya. Anak-anak Munthe Tua yang kedua dan ketiga yaitu
Ompu Jelak Maribur dan Ompu Jelak Karo yang merantau ke Simalungun, dan Ompu Jelak Karo ke tanah karo, jadi
salah bila beranggapan Munthe itu berasal dari karo, jadi dari kedua ompu inilah yang masih menggunakan marga
leluhurnya, namun bagi yang di karo menjadi marga mandiri seperti Ginting sama seperti anak sulung Munthe tua.
Namun ketika jaman Belanda, dimana Belanda untuk menguasai kekayaan bumi yang ada di samosir di Pangururan
memanggil raja-raja untuk dijadikan kepala nagari, begitu juga dengan Sitanggang yang diberikan daerah kekuasaan
dengan menjadi Raja Pangururan karena dia memiliki sebagian besar bius karena menikahi boru siakkangan
Naibaho. Diperkkirakan disinilah terjadinya turut campur Belanda dalam mencampuri dan membuat berantakan
tarombo, karena banyak raja-raja pada waktu itu tidak datang dan diwakilkan oleh adiknya atau kepercayaannya
yang masih satu marga, namun tidak disangka mereka ditawarkan menjadi kepala nagari, ada yang tergiur dan ada

Yang menolak hingga mereka yang dijadikan kepala nagari itu yang merupakan utusan dari raja atau daerah
abangnya yang menolak hingga mereka yang dijadikan kepala nagari itu mengaku sebagai anak sulung karena telah
menjadi kepala nagari. Dolok paromasan terletak di daerah pangururan,namun Dolok paromasan ini adalah milik
Dolokparomasan terletak di daerah pangururan namun dolok paromasan ini adalah milik Tuan Torba (pangururan).
Namboru Pinta Haomasan adalah boru sasada Tuan Sorba Dijulu yang tinggal di Dolok Paromasan bersama dengan
itonya Simbolon Tua, karena adiknya Tamba Tua dan adik-adiknya pergi meninggalkan akibat kejadian hak sulung.
Namboru Pinta Haomasan muli ke Raja Silahisabungan dengan anaknya Silalahi Raja, karena pada saat itu pariban
Silalahi Raja hanya ada dari boru tulangnya Simbolon Tua, karena ketiga tulangnya telah meninggalkan huta, maka
Silalahi Raja mengambil boru Tulangnya dari Simbolon Tua hingga beberapa generasi. Karena mengambil boru
tulangnya dari Simbolon, maka sama seperti yang dilakukan oleh Raja Naibaho kepada Simbolon maka dilakukan
juga hal tersebut kepada Silalahi Raja, diberikannlah bius boru kepada Silalahi Raja, namun karena Simbolon Tua
sadar bahwa tanah leluhurnya Tuan Sorba Dijulu di Dolok Paromasan bukanlah hanya miliknya, maka bius
Tambatua,saragih tua,dan munthe tuaikut diberikan didalamnya Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua ikut diberikan
didalamnya.Banyak marga-marga parna yang merantau ke tanah pak-pak dan menjadi besar, mulai dari keturunanya
di Pak-pak dari keturunan Simbolon Tuan, Sigalingging dan Munthe. Misalnya Tinambunan, Tumanggor, Maharaja,
Turuten, Pinayungan, Nahampun, dll, begitu juga marga Saraan, Kombih dan Berampu yang berada di sekitar Aceh
(Singkil). Dolok paromasan terletak di daerah pangururan,namun Dolok paromasan ini adalah milik tuan Torba
Di hamu sude pinomparhu na mamungka huta di desa naualu di Tano Sumba, di na manjujung baringin ni Raja
Harajaon ni Raja Isumbaon. Partomuan ni aek Partomuan ni Hosa. Mula ni jolma tubu, mula ni jolma sorang. Asa
tonahonon ma tonangkon tu ganup pinomparmu ro di marsundut-sundut. Asa sisada anak, sisada boru…. Hamu
sisada lungun, sisada siriaon, naunang, natongka, na so jadi masibuatan hamu di pinompar muna manjujung goarhu
Si Raja Nai Ambaton Tuan Sorba di Julu Raja Bolon. Asa ise hamu di pomparanhu namangalaosi tonangkon, tu
hauma i sitabaon, tu tao ma i sinongnongon, tu harangan mai situtungon. Sai horas horas ma hamu sude pinomparhu
di namangoloi podangki. Merupakan pesan Ompung Raja Nai Ambaton kepada keturunannya

Tunduk torsa,raja sitompul marianan i desa gurgur jala rap mangolu daohit masarakat i sai. Raja i mangoli dohot
borua na bagak namargoar bunga marsondang boru siregar. Mangoli dohot sada borua namargoar bunga
marsondang boru siregar. Disada andorang raja toga sitompul hundul I atas pohon huhut mangatim bagakni tao
toba . I bagasan rohana martamiang ibana jala manjalo tu ompu mulajadi nabolonasa ditogihon borua asa gabe
pardijabu asa ndang malungun ibana. Hatiha sunggul. I bereng ibana ma tu toru adong sada bunga na bagak hian jala
adong marharuarhon sondang na bontar. Jadi tuat ma ibana sian hau I laho mamutikkon bunga na mansai bagak I.
hatiha laho I putik ibana bunga I, hape bunga I boru na mansai bagak do I. marsitandaon ma halaki laos marpadan
ma halaki. Borua I gabe pardijabu raja I jala ibahenma goarna bunga mrsondang . na binoto bunga marsondang I
boru siregar. Sian parbagason Itubu ma sada dakdanak namargoar Hobolbatu. Holong hian do roha ni si bunga
marsondang tu si hobolbatu I. sude raksa ni si bunga marsondang mijur tu si hobolbatu. Jala dung balga si hobolbatu
I pangolihon.sihobolbatu adong dua pardijabuna ima boru sinaga dohot boru situmorang. Pardijabu na parjolo tubu
ma dua dakdanak na margoar sabar dilaut dohot handang dilaut. Sian pardijabu na paduahon tubu ma tolu dakdanak.
Na parjolo sabuk nabegu na paduahon I ma boru boruna margoar marianajala na potoluhon ima lintong ditao. Sian
gurgur ompu hobolbatu dohot pomparanna laho tu rura silindung dohot marga na asing songon naiposposdohot
sihombing. Madalan pat ma halaki laho tu rura silindung. Parjolo sahali singgah ma halaki I hutabarati hutabarat
tarutung adong do huta namargoar huta sitompu. Hatiha halaki sahat I tarutung rurasilindung na masa I na marhuaso
I ma guru mangaloksa dohot pomparanna. Pomparan marga sitompul tading I tarutung I ma huta sitompul (saonari).
sabar laut membahen jabu ditoru jala si handang dilaut membahen jabu di dolok jala si lintong ditao membahen jabu
di bange bange jala si sabuk nabegu tading digua jala totong diebati angkang dohot anggina.I do umbahen na didok
sitingkiron gabe siringkiron. Mulai sinai ma sabar dilaut ijou sitompul lumban toruan. Handang dilaut dijou sitompul
lumban dolok, sabuk nabegu dijou siringkiron jala lintong ditao di jou sitompul sibange bange. Ditikki tim sejarah
tuat tu huta sitompul , ompu dorkas sitompul na tubu di huta sitompul jala saonari maringanan I san patuduhon
inganan lumban toruan, lumbang dolok, siringkirondohot sibange bang. Sudena I isi do I.
Menurut ompu dorkas sitompul, di ginjang huta sitompuladong do tombak nampunasa na b. na sada an tombak ni
lumban toruan, na sada an tombak ni lumban dolok, na sada an tombak ni siringkiron, na sadaan tombak ni sibang,
inna huhut manudu tombak na diginjang huta I. ditorangkon hatiha mulani tading di huta sitompul, tano laho
singoluan dohot do halaki nampunasa tombak. Tingki geleng hu ingo, hami dakdanak laho tu tombak manikkiri hau
bakkar. Jala sahat tu saonarindang adong marga na asing na mangakku tombak I selain sitompulinna HP sitompul
anak ni ompu dorkas sitompuli sai ma halaki maringanan dohot marpinompa. Udut ni I, ompu hobolbatu torus
manombang tu dolok , rura dohot dolok sahat tu luat pahae torus tu sipirok, padang sidempuan, dohot gunungtua. I
sa I dibereng ibana adaong do hangoluan . jadi mulak ma ibana tu tarutung jala dipaboahaon ibana ma adong do
hangoluaon disi. Ibana pe manuru pomparanna tu san laho mabukka porlak. Taon tu taon, pomparanna ni sitompul
na di tarutungborhat tu luat pahaedohot sipirok tapanuli selatan. Halaki mandalaani topi ni doloksahat tu pahae. Jala
adong do na manorushon pardalanan sahat tu sipirokdohot padang sidempuan. Sian luat pahaeadong do na tuat tu
dolok dohot rura nsahat tu sibolga. Sian taurtung adong do na borhat tu laguboti I ma ompu jarangar anak palimahon
sian dutamanggiling. Alani hangoluan di pahaelobih sonang sian rura silindung, ala ni pomparan ni sitompulna
adong di tarutung laho dung mambege tondong na nga godang berhasil di pahae. Sahat tu pomparan na paualohon
borhat do tu pahae. Di tikki adong do porang padri dohot porang bonjol. Dohot tondongnalumban toruan, ompu
lumban toruan puna sada anak na margoar raja imbak sahunu. Adong do dua anak sian raja imbak sahunu ima
namora sande tua dohot baliga raja. Anak ni namora sande tua tolu halak ima namora naga timbul, namora banuaji
dohot namora batu mundom . pomparanni sutan maimatua adong tolu halak ima lias raja , sampang raja dohot
lompak raja. Ompu lias raja laho tu sibolga , sampang raja laho tu janji maria pahaejala jompak raja laho tu sipirok.

Anda mungkin juga menyukai