Anda di halaman 1dari 22

1 SEJARAH RAJA SILAHISABUNGAN

Menurut buku Tarombo Siraja Batak, Raja Silahisabungan adalah generasi ke -5 dari
Siraja Batak . Silsilahnya adalah sebagai berikut, Siraja Batak memiliki dua orang anak
yaitu:

• Guru Tateabulan

• Raja Isobaon

1. Guru Tateabulan , mepunyai 5 (lima) orang anak laki-laki, yaitu:

• Siraja Biak – biak .

• Sariburaja

• Limbongmulana.

• Sagalaraja.

• Silauraja.

2. Raja Isobaon, menpunyai 3 (tiga) orang anak laki –laki, yaitu:

• Tuan Sorimangaraja

• Siraja Asi –asi

• Songkar Samaridang

Tuan Sorimangaraja, mempunyai 3 (tiga) anak laki – laki yaitu :

• Tuan Sorba ni Julu atau nai ambaton , mempunyai kerajaan di pangururan Samosir.
• Tuan Sorba ni Banua atau nai Suanon, mempunyai kerajaan di balige Toba.

• Tuan Sorba ni Jae atau nai Rasaon , mempunyai kerajaan di Sibisa puluan.

Tuan Sorba ni Banua , seorang raja yang perkasa di Balige mempunyi 2 (dua) orang
istri, yaitu Anting malela boru Pasaribu dan boru Basopait.

Dari Anting Malela boru Pasaribu lahir anaknya 5 (lima) orang anak laki –laki , yaitu:

1. Raja Sibagot ni Pohan ,mempunyai kerajaan di balige.


2. Raja Sipaittuah, mempunyai kerajaan di Laguboti.
3. Raja Silahisabungan , mempunyai kerajaan di Silalahi.
4. Siraja Oloan mempunyai kerajaan di Bakara.
5. Siraja hutalima tidak mempunyai keturunan.

Dari Borupasopait lahir anaknya 3 (tiga) orang laki – laki yaitu :

1. Toga Sumba menpunyai kerajaan di Humbang.


2. Toga Sobu, mempunyai kerajaan di Silindung .
3. Toga Pospos, mempunyai kerajaan di Silindung

RAJA SILAHISABUNGAN, diperhitungkan lahir tahun 1300-an di Lumban Gorat Balige dan
meninggal tahun 1450 di Silalahi Nabolak. Raja Silahisabungan terkenal seorang “Datu
Bolon“ dan raja yang termansyur. Banyak bertita –berita yang menakjubkan tentang
Raja Silahisabungan dan keturunannya yang tertulis dalam buku Tarombo Siraja Batak
maupun ceritanya yang terdapat pada keturunan Tuan Sorbani Banua maupun marga –
marga lain merupakan bunga rampai sejarah Raja Silahisabungan.
2. Berita Na Marpantom–Pantom anak tuan Sorba ni Benua.

Tuan Sorba ni Banua Raja yang perkasa di Toba Balige menginginkan agar anak –
anaknya kelak menjadi panglima perang yang termasyur. Untuk mewujudkan cita –
citanya itu maka Tuan Sorba ni Banua mengajarkan anak – anaknya berbagai ilmu
pencak silat dan melatih lempar Tombak.

Setelah anak – anakanya memiliki ilmu pencak silat dan matang melempar tombak
maka Tuan Sorba ni Banua menyuruh anaknya mengadakan pertandingan perang
menombak (marpantom-pantom) antara anak Boru Pasarubu melawan Anak Boru
Basopaet. Supaya jangan timbul kecelakaan disuruhnya tombak (hujur) mereka dibuat
dari Pinpin (sanggar).
Dalam pertandingan perang menombak (marpantom – pantom) ini nampak keunggulan
anak dari Basopaet (Toga Sumba, Toga Sobu, Toga Pospos) yang selalu mengalahkan
anak Boru Pasaribu. Anak dari Boru Pasaribu (Sibagot ni Pohan, Sippaettua,
Silahisabungan, Siraja Oloan dan Siraja Hotalima) mereka kaget melihat ketangkasan
lawannya menangkap tombak ( hujur ) yang mereka lemparkan.

Pada suatu ketika Siraja Hutalima berniat jahat untuk membunuh lawannya itu.
Dibuatnya tombak (hujur) dari Pinpin (sanggar) tetapi diujungnya ditancapkan lidi ijuk
(Tarugi) yang berisi racun. Ketika terjadi pertandingan menombak yang seru, Siraja
Hutalima melempar tombak (hujur) yang berisi racun itu kepada Toga Sobu, tetapi
dengan mudah ditangkapnya. Memperhatikan tombak yang ditangkapnya agak berat lalu
lalu diperiksanya. Kemudian Toga Sobu berkata “Na martahi pamate hami do ho hape“
(bermaksud membunuh kami kau rupanya) katanya sambil melempar tombak itu kembali
kepada Siraja Hutalima, dan kena pada matanya. Siraja Hutalima mencerit karena
matanya berdarah. Sibagot ni Pohan menghunus pedang mau membunuh Toga Sobu,
Karena disangkanya Toga Sogu yang berbuat jahat. Untung Silahisabungan cepat
melerai dan bertanya kepada Siraja Hutalima “ Hujur ni ise do on, (Tobak Siapa nih)
katanya sambil menarik tombak itu dari mata Siraja Hutalima. Siraja Hutalima
menjawab: “ hujurhu do I hahang, “ (tombakku nya itu abang) katnya sambil menjerit.
Kemudian silahisabungan mengatakan bahwa Toga Sobu tidak bersalah, karena yang
terjadi adalah senjata makan tuan. Sekarang kita bawa Siraja Hutalima kekampung
supaya cepat diobati. Sejak itu Siraja Hutalimas sakit – sakitan dan akhirnya meninggal
dunia.

Akhibat kematian Siraja Hutalima, Toga Sumba, Toga Sobu dan Toga Pospos merasa
takut tinggal bersama anak dari Boru Pasaribu. Akhirnya mereka bersama Boru Basopaet
pindah kedaerah Humbang dan Silindung. Dalam berita ini nampak kebijakan
Silahisabungan yang masih muda belia menghindarkan pertumpahan darah.
3. Berita Horja Sakti Sibagot ni Pohan.

Setelah Siraja Hutalima meninggal dunia, Kesehatan Tuan Sorba ni Banua mulai
menurun dan sakit – sakitan. Untuk menjalankan tugas – tugas kerajaan, Sibagot ni
Pohan dikawinkan dan dinobatkan menjadi Raja pengganti Tuan Sorba ni benua. Setelah
lama menderita sakit akhirnya Tuan Sorba ni Banua meninggal Dunia.

Berselang beberapa tahun, terjadi musim kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan


tanam tanaman disawah mati kekeringan dan ternak (kerbau, lembu, kuda) menjadi
kurus karena rumput rumputpun tak ada yang tumbuh. Raja Sibagot ni Pohan mulai
pusing memikirkan malapetaka yang menimpa negeri. Kemudian dia memanggil “ Datu
parmanuk diampang,” ( dukun yang pandai melihat tanda tanda dari seekor ayam yang
dipotong dan ditutup dengan bakul) untuk menanya apa gerangan penyebab maka
terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Dukun yang melaksanakan acara ritual itu
mengatakan : “ mamereng boa – boa ni parmanuhon on, ingkon elehon do sahala ni
ompu, paluan ogung sabangunan jala lahaton horbo sitingko tanduk asa udan
paremean”. (melihat tanda – tanda dari ayam yang dipotong ini, harus dibujuk sahala
nenek moyang dengan memukul gendang dan memotong kerbau besar, baru turun
hujan pemberi berkah).

Mendengar petunjuk yang diberikan dukun itu Raja Sibagot ni Pohan berjanji akan
memenuhinya. Lalu mengumpulkan penduduk negeri memberitahukan akan diadakan
Horja Sakti mengelek sahala ni ompu. Pada saat perundingan itu Raja Sibagot ni Pohan
mengatakan kepada adiknya Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan : “Ala Maol do
luluan borotan dohot umbu – umbuan na Porlu tu Horja Sakti on, hamu na tolu ma
borhat tu harangan laho mamulung.“ (karena sulit mencari kayu borotan dan ramuan
yang perlu untuk Horja Sakti ini kalian bertigalah pergi kehutan untuk mengumpulnya).

Mendengar perintah raja Sibagot ni Pohan itu, ketiga adiknya tercengang. Mengapa
harus kami yang disuruh ? demikian terlintas dibenak mereka masing – masing.
Walaupun mereka merasa kecewa, perintah Raja Sibagot ni Pohan tetap dilaksanakan.
Mereka berangkat ke Harangan Leok (hutan Leok) arah Tambunan sekarang. Dalam
perjalanan dari balige ke harangan leok, Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan
memperbincangkan pemikiran Abang Mereka Raja Sibagot ni Pohan yang tega menyuruh
mereka pada hal masih banyak orang lain yang patut disuruh. Karena merasa kecewa,
timbul niat tidak mengikuti horja Sakti itu, lalu mereka berkeliling di Harangan Leok
menunggu selesai Upacara Horja Sakti.

Setelah diperhitungkan hari pelaksanaan pesta selesai mereka kembali dari harangan
leok dan pura pura tergopoh – gopoh membawa borotan dan pulung – pulungan
(ramuan) kehalaman rumah di Lumban Gorat Balige.

Mereka seakan terkejut melihat borotan yang sudah layu dihalaman rumah itu dan
berseru memanggil Raja Sibagot ni Pohan dan Bertanya: “Bang, inilah Borotan dan
Ramuan yang kami ambil dari harangan Leok. Sangat Sulit Mencari Ramuan ini Sehingga
kami terlambat pulang. Kulihat dihalaman rumah ada sudah borotan yang layu, apa yang
terjadi ? “ Kata Silahisabungan. Dengan senyum dan Ramah Raja Sibagot ni Pohan
menjawab: “Terima Kasih, terima kasih adik sayang. Kalian sehat – sehat semua.
Kusangka ada terjadi malapetaka dihutan karena kalian tak pulang. Karena hari yang
ditentukan dukun sudah tiba, Horja Sakti sudah selesai dilaksanakan. Borotan dan
ramuan yang kalian bawa ini baiklah kita simpan untuk Horja Sakti kelak, Katanyan
Membujuk adik adiknya itu . Dengan tegas Silahisabungan berkata : “ Pantang
Ucapanmu Itu . Tak Baik Kita mohon agar terjadi Lagi musim kemarau yang
Berkepanjangan“. Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah…., memang Abang
Kurang bijak. Mana mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan
pulung pulungan. Kan masih ada orang lain ? Nah, kami serahkan kepada Silahisabungan
mengambil keputusan. rupanya mereka bertiga sudah berjanji, bila Horja Sakti
dilaksankan Raja Sibagot ni Pohan,mereka akan meninggalkan kampung halaman.

Dengan suara lembut dan meyakinkan Silahisabungan berkata: “Abang sebagai raja
dinegeri ini telah mempermalukan kami. Apa kata penduduk negeri ini, kami sebagai
suhut sudah dianggap jadi anak pungut, kau laksanakan Horja Sakti tanpa kami hadiri.
Kami sebagai adik kandungmu tidak kau hargai, memang tindakanmu itu tidak
manusiawi. Untuk menjaga harga diri, lebih baik kami menjauhkan diri. Berangkatlah
kami bertiga tinggallah abang seorang diri, mudah – mudahan mula jadi memberikan
rejeki “.

Raja Sibagot ni Pohan terpelongoh mendengar kata – kata dan ucapan Silahisabungan
yang menyayat hati. Memang benar tuntutan adikku ini, tetapi apa mau dibuat nasi
sudah menjadi bubur. Sebagai raja takmungkin mengalah, lalu berkata: ” sudahlah
Silahisabungan, kalau soal jawab tidak ada tandinganmu, terserah kalian bertiga apa
permintaanmu tidak saya larang. Mendengar kata Raja Sibagot ni Pohan yang kurang
persulasif ini Silahisabungan marah dan berkata “sudahlah, mana jambar (bagian) kami
dalam Horja Sakti itu, Supaya kami berangkat dari kampong ini . kami tidak perlu lagi
berhubungan dengan kau, sedang asap api mupun tidak boleh kami lihat dan bila ada
pohon pisangku yang berbuah menyembah kekampung ini akan saya tebang.“

Demikianlah akhir pesta Horja Sakti Sibagot ni Pohan yang menimbulkan perpisahaannya
dengan adiknya si paetua, Silahisabungan dan siraja Oloan. Dalam berita ini nampak
karakter Silahisabungan yang berpendirian teguh dan tak ada tanggungannya dalam soal
jawab.
4. Perpisahan Sipaetua , Silahisabungan dan siraja Oloan

Setelah menerima jambar “ horja Sakti dan saling merestui dengan Raja Sibagot
Nipohan, Sipaetua, Silahisabungan, dan Siraja Oloan pergi meninggalkan Lumban Gorat
Balige. Mula – mula mereka pergi ke Mual Sibuti mengambil air minum sebagai bekal
hidup dikemudian hari. Mereka mengisi air kedalam tabu tabu (kendi dari buah labu) dan
mengambil tanah tiga kepal (Tolu Pohul) lalu dimasukkan kedalam gampil (tas terbuat
dari kulit) masing – masing. Kemudian mereka mengikat perjanjian, bahwa mereka
bertiga dan keturunannya tidak akan mengikuti adat kebiasaan Raja Sibagot ni Pohan.
Dalam pembagian jambar maupun pintu rumah harus dirubah. Bila ada pesta besar
diantara mereka dan keturunan harus lebih dahulu diberikan Jambar mereka bertiga
harus jambar Sibagot ni Pohan. Perjanjian yang mereka buat ini masih berlaku di Toba
holbung antara keturunan SIpaet Tua, Silahisabungan, Siraja Oloan dengan Sibagot ni
Pohan.

Mula – mula mereka pergi kearah timur (porsea) sekarang , dan setelah tiba didaerah
Laguboti sekarang mereka berhenti .di daerah ini mereka tinggal beberapa hari untuk
memeriksa lahan pertanian .Ternyata daerah itu adalah tanah yang subur
sehinggamereka bermaksud tinggal disitu. Tetapi karena asap api Sibagot ni Pohan
masih nampak, Silahisabungan tidak berkenan di daerah itu , sedangkan Sipaettua yang
sudah capek memeriksa daerah itu . Keturunannyalah yang tinggal di Laguboti sekarang
. Silahisabungan dan Siraja Oloan pergi melalang buana meninggalkan Sipaet tua setelah
mereka saling memberi restu dalam perpisahan yang memilukan .

Silahisabungan dan Siraja oloan mula – mula pergi kearah dolok Tolong untuk mencari
tanah dibalik gunung itu . Tetapi karena mereka ketahui anak Boru Basopaet (Toga
sumba , Toga Sobu dan Toga Pos pos) telah tinggal di Humbang , mereka merobah
haluan. Mereka turun ke Meat , terus berjalan ke Muara dan Bakara . Mereka periksa
daerah itu berminggu – minggu dan telah berniat tinggal disitu.

Tetapi pada suatu hari Silahisabungan naik kepebukitan Bakara dan Melihat asap api di
Balige, maka niatnya tinggal disana dibatalkan. Siraja Oloan menetapkan hati akan
tinggal di Bakara, tetapi karena sumpah Silahisabungan kepada Sibagot ni Pohan dan
sulit dirasanya berpisah dengan Silahisabungan, maka usul meninggalkan Bakara
diturutinya. Mereka pergi melanglang buana dari bakara ke Janjiraja, Sabulan, Tamba,
Sihotang terus ke Pengururan. Perjalanan yang berbulan – bulan ini membuat mereka
jadi lelah dan mengaso ditano Siogung – ogung, pardomuan ni Toba parsinganan ni pulo
Samosir. Disinilah perpisahan Siraja Oloan dengan abangnya Silahisabungan sangat
mengharukan dan memilukan.
5. Silahisabungan bertapa diharangan Hole.

Tano Siogung – ogung, dinegeri Pangururan, tempat pertemuan air danau Toba, tanah
perpisahan pulau samosir merupakan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikianlah
diibaratkan perpisahan Siraja Oloan dengan Abangnya Silahisabungan adalah merupakan
takdir yang tak dapat dielakkan. Tinggallah Siraja Oloan di Pangururan dan kawin
dengan Boru Limbong, kemidian pindah ke Bakara dan Kawin dengan Boru Pasaribu.

Silahisabungan terus melanglang buana hidup sebatangkara. Dia berangkat dari tanah
Siogung ogung berjalan kaki ke Aek Rangat dikaki dolok Pusukbuhit, terus ke tulas,
Bonandolok sampai akhirnya tiba ke Hasinggaan. Dari Hasinggaan naik kebukit dan
masuk keharangan Hole, suatu hutan belantara yang tak pernah diinjak manusia.
Setelah tiba pada sebuah kayu rindang dia berteduh mengaso melepaskan lelah. Karena
capeknya dalam perjalanan Silahisabungan jadi tertidur. Pada waktu itu turun hujan
gerimis disertai Guruh dan Halilintar. Suara guruh dan halilintar tidak dirasakan
Silahisabungan saking pulasnya tertidur.

Setelah hujan berhenti, guruh dan halilintar reda, berembus angin sepoi – sepoi,
Silahisabungan pun bangun dari tempat tidurnya. Pada saat itu datang suara yang
menakutkan dari atas pohon rindang itu : Hei, anak manusia siapa kau yang berani tidur
sitempatkuyang angker ini ? nyawamu akan kucabut dan badanmu akan kuser ahkan
kepada binatang buas yang menjaga tempat ini, “ katanya.”

Silahisabungan terkejut mendengar suara itu. Diperhatikan sekelilingnya tidak ada


manusia dan iya yakin itu adalah suara keramat yang berkuasa dihutan itu. Dengan
sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawab : “ Ya, Ompung, aku adalah anak
yang bernasib malang yang datang dari Toba Balige. Membawa luka dihati karena
tindakan sibagot ni Pohan dalam Horja Sakti, “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaettua dan Adiknya Siraja Oloan yang tidak dapat dilupakan. Dengan suara
lembut didengarnya lagi suara : “ Hei anak Manusia, kau adalah orang yang teguh
pendirian, tutur sapamu sangat menawan deritamu sungguh mengagumkan. Lihatlah
kesebelah kananmu, disitu ada barang bernama Tumbaga Holing, berisi bermacam –
macamilmu (raksa ni sidatuon dohot raksa ni harajaon ). Baca dan pelajarilah isinya
dalam – dalam agar kau nanti menjadi datu bolon yang termansyur dan seorang raja
yang perkasa.“

Dengan rasa hormat dan sujud semua perintah itu dilaksanakan Silahisabungan. Dia
berdiri dan memeriksa tempat yang ditunjuk, memang benar ia menemukan Laklak
Tumbaga Holing yang berwarna merah, hijau dan Hitam. Kemudian didengarnya suara:
“Sekarang bulan tula (Bulan purnama) hingga bulan tula yang akan datan g, kau harus
tinggal ditempat ini membaca dan memperdalam ilmu yang terdapat dalam Tumbaga
Holing ini.

Tahankan lapar dan dahaga, lawan binatang buas dan ular berbisa, Baca dan pelajari
Tumbaga Holing sampai Tamat. Bila datang cobaan atau mara bahaya, lipat tumbaga
holing pajamkan mata, pusatkan pikiran jangan ragu semua akan berlalu, kau pasti
menang segala cobaan dan mara bahaya akan hilang”, katanya.

Silahisabungan mendengar perintah itu dengan tekun dan berjanji akan menuruti
dengan sungguh sungguh. Selama tigapuluh hari tigapuluh malam Silahisabungan
bertapa di Harangan Hole. Pada hari artia ni holom, tujuh hari sesudah hari purnama
purnama datang cobaan. Rasa lapar dan haus yang tiada terhingga datang menggoda,
mau melemahkan iman. Silahisabungan melihat tumbaga holing lalu memejamkan mata
memusatkan pikiran. Kemudian mendengar suara : “ kau sudah lapar dan haus.
Didepanmu ada jeruk purut (unte Anggir) dan pisau lipat. Belahlah jeruk itu dengan
pisau dan minum airnya“. Silahisabungan melaksanakan petunjuk itu, rasa lapar dan
haus jadi hilang.

Pada hari artia bulan berikutnya atau 14 hari bertapa datang cobaan kedua.
Silahisabungan mau diserang tawon dan ular berbisa (harinuan dohot ulok dari) yang
datang dari segala penjuru. Dilipatnya Tumbaga Holing, dipejamkan mata dan
dipusatkan pikirannya, tawon dan ular berbisa jadi menghilang. Lalu didengarkannya
suara : “ didepanmu terletak jeruk purut dan pisau tumbuk lada. Minumlah air jeruk itu
dan pisau tumbuk lada yang sebilah ini simpan dengan baik dan kas iatnya pada
Tumbaga Holing. Silahisabungan menuruti perintah itu dengan baik.

Pada hari artia ni angga atau 21 hari bertapa, datang lagi cobaan. Dilihatnya binatang
buas (Harimau, Singa) mau menerkamnya. Silahisabungan melipat Tumbaga Holing,
memejamkan mata dan memusatkan pikiran. Tak berapa lama binatang buas
menghilang. Kemudian didengarkannya : “ didepanmu terletak jeruk purut dan pisau
Halasan (Pisau Harajaon). Minumlah air jeruk itu dan Pisau Halasan ini simpan baik dan
baca kegunaannya dalam Tumbaga Holing.

Pada hari purnama (Tula) bulan berikutnya merupakan hari terakhir masa pertapaannya
datang cobaan alam yang paling menakutkan. Pada waktu itu datang hujan lebat disertai
Angin putting beliung. Guruh dan Halilintar bersaut – sautan, tanah bergetar terasa akan
runtuh. Silahisabungan melipat Tumbaga Holing dan menjunjung di atas kepala, mata
dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada Mulajadi Nabolon. Tidak berapa lama hujan
berhentiangin dan halilintar jadi reda. Kemudian didengarnya suara: “sekarang sud ah
hari purnama (Tula), Sudah 30 hari 30 malam kau bertapa dikeramat Namar Tua Dalan
(Tongkonan Namartua Dalan ). didepanmu terletak jeruk purut, pisau bengkok bermata
dua dan tombak sedepa yang dapat dipanjangkan (piso sigurdung sidua baba dohot
siorlombing sadopa). Bangkitlah dan mandi disungai cuci badanmu dengan jeruk purut
itu pisau bengkok dan tombak sedepa simpan baik – baik. Baca kasiatnya dalm Tumbaga
Holing. Sekarang berangkatlah kau tinggalkan tempat ini. Kau sudah menjadi manusia
sakti. “na siat marpangidoan tu mulajadi Nabolon“ (yang dapat meminta langsung
kepada tuhan Yang Maha Kuasa ),” katanya.

Silahisabungan pergi mandi, dibersihkan badan dengan jeruk purut. Badan yang penat
kembali segar bugar. Selesai mandi ia berkemas, lakla Tumbaga Holing dan Barangnya
disimpan dalam tas (gampil) nya. Ia meneruskan perjalanannya kearah utara dan tiba
diatas bukit simandar, dilihatnya ke bawah terdapat danau yang sangat luas dan dipantai
baratnya nampak hamparan tanah yang datar. Kemudian dipandangnya arah kebaligo
tidak nampak lagi apa – apa karena dihalangi dolok pasukbuhit dan pulau samosir. Ia
turun kebawah melalui lereng laksabunga, dan dilihatnya tanah yang terhampar adalah
tanah yang subur, karena asap api di Balige tidak mungkin lagi nampak maka ia jadi
berkenan tinggal disitu, yang kemudian daerah itu disebut Silalahi Nabolak.

Setelah tiba di Silalahi Nabolak, Silahisabungan membangun pondok tempat tinggalnya,


dibuatnya bubu untuk menangkap ikan disungai. Setiap hari silahisabungan mambaca
dan mempelajari isi Tumbaga Holing, diketemukannya ilmu kesaktian yang dapat
berlayar di atas air dengan sebuah daun sumpit. (Gulung Sumpit). Dan ilmu silompit
dalan (ilmu yang mempercepat perjalanan). Ditemukannya ilmu Hadatuon, hasiat barang
– barang yang diterima; Piso lipat, adalah alat membelah jeruk purut untuk
menyembuhkan segala penyakit buatan manusia. Piso tumbuk lada, adalah alat
menyembuhkan segala penyakit yang dibuat hantu dan setan-setan. Piso halasan,
adalah alat kerajaan dan alat membunuh musuh diwaktu perang. Piso sigurdung sidua
baba, adalah alat yang paling tinggi memusnahkan musuh dan melindungi diri -dari
segala marabahaya. Siorlombing sadopa (hujur) adalah alat serba guna yang dapat
dipakai sebagai tongkat petunjuk jalan kehidupan atau anak busur yang dapat
mematikan lawan.

Dengan sebuah daun sumpit (bulung sumpit) dilayarinya danau yang sangat luas itu,
yang kemudian disebut Tao Silalahi. Setelah berbulan – bulan Silahisabungan di silalahi
dia didatangi sorang raja Pakpak, bernama Raja Parultop.
6. Pertemuan Silahisabungan dengan Raja Parultop

Setelah berbulan – bulan Silahisabungan timggal di Silalahi, dia dikejutkan dengan suatu
peristiwa yang membawa berkah bagi hidupnya. Pada suatu hari seorang raja Pakpak
bernama Raja parultop berburu atau menyumpit burung dihutan Simarnasar diatas
Silalahi Nabolak. Sewaktu Raja Parultop menyumpit seekor burung elang (lail), paha
elang itu kena, sehingga tidak mati. Burung elang itu kembali terbang. Raja Parultop
mengejar, tetapi begitu didekati burung itu kembali terbang. Demikianlah berulang –
ulang, akhirnya Raja Parultop tiba diatas bukit Silalahi Nabolak.

Pada waktu Raja Parultop mengejar kebukit Silalahi, burung elang itu terbang menuju
pulau Samosir melalui Tao Silalahi yang sangat luas itu. Rupanya burung elang itu tidak
sanggup terbang ke samosir lalu kembali kepantai Silalahi dan hinggap dekat pondok
Silahisabungan (Terkenalnya Tao Silalahi dari cerita ini artinya Tao na so boi di habangi
lali). Burung elag itu mudah ditangkapnya karena sudah lelah. Raja Parultop yang
memperhatikan burung elang itu kembali dan hinggap dipantai Silalahi, dia bertekat
akan menangkap burung elang itu hidup atau mati, walaupun hari sudah senja. Raja
Parultop menuruni bukit Silalahi dan terus mencari tempat hinggapnya burung elang itu.

Raja parultop tercengang melihat seorang pemuda duduk diatas pondok sambil
memegang burung elang yang disumpitnya tadi. Dengan rasa geram dan marah Raja
Parultop berkata : “ Hei, siapa kamu yang berani tinggal ditanah milikku ini ? aku adalah
raja Pakapak yang berkuasa sampai kepantai danau ini. Mari burung elang yang kau
pegang itu, kau perlu dihukum dan diusir dari tempat ini, “ katanya.

Silahisabungan menduduki tanah yang dibawa dari Balige dan mengambil air yang
dibawa dari Mual Siguti, lalu dengan sopan santun dan cukup berwibawa, menjawab : “
Raja Pakpak yang mulia, saya tidak bersalah, ucapan raja yang mengada – ngada. Saya
berani sumpah, bahwa tanah yang saya duduki ini adalah tanahku dan air yang saya
minum ini adalah airku, “ lalu meneguk air dari kendi (tabu – tabu) yang dibawanya dari
Mual Siguti. Kemudian Silahisabungan berkata: “Natipniptip sanggar mambahen huru –
huruan, jumolo sinungkunon marga asa binoto partuturan, ia goarhu sude jolma baoa
mamboan. Na manungkun ma ahu marga aha ma amang ? lalu menyalam Raja parultop
dengan hormat.

Mendengar ucapan sumpah Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah
Raja Parultop jadi hilang dan menjawab dengan ramah: “goarmu sude jolma baoa
maboan, goarhu pe denggan ma paboaon, I ma ula-ulangku ari marga Padangbatanghari
na domu tu marga pasaribu“, katanya.

Mereka tidak menyebutkan nama masing – masing dengan jelas. Tetapi sudah sama –
sama mengerti. (sude jolma baoa mamboan, maksudnya ia bernama Silahi = anak laki –
laki, ula ulangku siganup ari atau pekerjaan setiap hari, maksudnya ia bernama Parultop,
orang yang berburu dengan sumpit).

Kemudian Silahisabungan berkata :”horas ma tulang,ainongku pe boru pasaribu do,”


(horas paman,ibuku pun boru pasaribu) katanya sambil mempersilahkan raja parultop
naik kegubuk karena hari sudah mulai gelap,silahisabungan mengajak raja parul-top
bermalam digubuk itu. Ajakan Silahisabungan diterimanya dengan senang hati agar
mereka dapat berbincang-bincang sepanjang malam.
Setelah makan mereka asik berbincang hangat sampai larut malam. Dalam percakapan
mereka Raja Parultop bertanya kepada silahi sabungan,dimana istri dan keluarga
Silahisabungan. Dijawabnya bahwa istrinya belum ada. Dia masih perjaka belum pernah
berumah tangga. Mendengar tutur kata dan sopan santun dari Silahisabungan , Raja
ingin menjadikan silahisabungan menantunya lalu berkata : “ ada putriku 7 orang.
Semuanya sudah anak gadis kalau kau berkenan menjadi menantuku besok kita pergi ke
Balla. Pilih salah satu putriku menjadi istrimu. Dengan syarat tidak boleh dimadu (na so
marimbang) sepanjang hidupmu “Silahisabungan menyambut dengan senang hati, lalu
berkata “ mana mungkin saya berani ke Balla. Kalau tidak memenuhi adat istiadat.
Sedang hidupku hanya sebatang kara. Kumohon , janganlah alang kepalang kasih
sayang pamanlah membawa paribanku itu kemari, supaya disini saya pilih “.
Alasan Silahisabungan masuk akal Raja Parultop, akhirnya menerima permintaan calon
menantunya. Kemudian menetapkan hari dan tanggal pertemuan sekaligus
perkawinannya. kemudian mereka sama-sama minta tidur karena sudah lelah sepanjang
hari.

Silahisabungan tidak dapat tidur memikirkan dan membayangkan putri Raja itu.
Bagaimana cara memilihnya kalau benar 7 orang putri raja. Dengan diam – diam
membuka Lak – lak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk. Dalam petunjuk dilihatnya
putri raja hanya seorang. Kenapa dikatakan 7 orang ?

Rupanya Raja Parultop pun tidak tidur sepanjang malam itu dengan pura – pura tidur
diintipnya gerak – gerik Silahisabungan. Diketahuilah bahwa Silahisabungan adalah
Datuk Bolon, bukan sembarang orang. besoknya silahisabungan memberangkatkan raja
parultop pulang ke Balla dengan oleh-oleh ihan Batak,lalu berkata;” kalau rombongan
paman datang terlebih dahulu nyalakan api diatas bukit sana,kemudian akan saya
nyalakan api dibawah ini tanda saya sudah siap menyambut.setelah rampung semua
perjanjian mereka raja Parultop pulang ke Balla dengan membawa banyak ihan Batak.
7. Perkawinan Silahisabungan dengan Pinggan Matio

Setelah Raja Parultop tiba di Balla, ia disambut istrinya dan anak – anaknya, dengan
rasa gembira. Mereka tercengang melihat ikan batak yang begitu banyak , lalu bertanya:
“dari mana ihan batak yang banyak ini ? biasanya bapak membawa daging rusa atau
burung, sekarang jadi lain, “ kata istrinya. Raja Parultop menerangkan pertemuannya
dengan Silahisabungan dan menjelaskan perjanjian mereka tentang rencana perkawinan
puterinya dengan Silahisabungan.

Keluarga Raja Parultop merasa gembira mendengar berita itu, lalu mempersiapkan
peralatan untuk perkawinan puterinya . setelah tiba hari yang ditentukan berangkatlah
Raja Parultop bersama rombongannya ke Silalahi dan setelah tiba diatas bukit
Laksabunga, Raja Parultop menyalakan api tanda bahwa mereka sudah datang. Melihat
asap api itu, Silahisabungan pun menyalakan api tanda bahwa ia telah siap menyambut
kedatangan rombongan Raja Parultop.

Silahisabungan menyambut rombongan Raja Parultop ditepi sungai yang agak dalam
airnya. Raja Parultop bertanya dalam hati, mengapa Silahisabungan menyambut kami
disungai yang agak dalam airnya ini ? kemudian Silahisabungan berkata: “Tulang suru
hamu ma borumuna I sada – sada ro tu bariba on, asa hupillit na gabe par sinondukhu. “
(paman, suruhlah putrinya menyeberangi satu – persatu supaya kupilih yang menjadi
istriku). Baru Raja Parultop mengerti mengapa Silahisabungan menyambut mereka ditepi
sungai itu, lalu menyuruh puterinya satu – persatu menyeberangi sungai itu, dengan
menjunjung bakul berisi tipa – tipa. Dari mulai putri pertama sampai putri ke enam,
rupanya cantik rupawan, rambutnya bagaikan mayang terurai tetapi satupun tidak
mengenai dihati Silahisabungan. Baru putri ketujuh yang rupanya agak jelek dan mata
agak kero, Silahisabungan melompat menyambut putri Raja Parultop dan berkata : “
inilah pilihanku paman, menjadi istriku, mudah – mudahan paman merestui dan Mulajadi
Nabolon memberkati semoga kami menjadi rumah tangga yang bahagia dan mempunyai
keturunan yang banyak, “ katanya.

Sebelum diberkati, Raja Parultop masih menanya Silahisabungan lalu berkata : “


Mengapa kau pilih putri bungsu ini ? perawakannya agak pendek dan rupanya pun jelek,
padahal kakaknya semua cantik dan badannya genit – genit. “ kemudian Silahisabungan
menjawab : “ paman, memang kakak yang enam orang itu semuanya cantik rupanya,
tetapi tidak merasa malu tadi menarik sarungnya keatas lututnya sewaktu menyeberangi
sungai ini, “ katanya dengan halus. Sebenarnya gadis yang enam orang itu dilihat
Silahisabungan dapat berjalan diatas air karena mereka adalah manusia jadi – jadian
(jolma so begu) yang dibuat Raja Parultop untuk menguji kedukunan Silahisabungan.
Tetapi hal itu tidak dinyatakannya supaya jangan mempermalukan mertuanya. Seja k
itulah sungai itu bernama “ Binangsa so maila “.Raja Parultop dan istrinya merestui dan
memberkati anak menantunya, lalu berkata : “ Goarmu ma borungku pinggan matio boru
Padangbatanghari, anggiat ma tio parnidaan dohot pansarianmu tu jolo ni ari. Asa bo ru
parsonduk bolon ma ho sipanggompar sipanggabe, partintin na rumiris parsanggul na
lumobi, paranak so pola didion, parboru so pola usaon. Panggalang panamu, sipatuat na
bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela na borju,goarmu silahisabungan, sabungan ni
hata sabungan ni habisuhon dohot sabungan ni hadatuon. Nunga dipatuduhon ho
habisuhon do hot hadatuonmu na mamillit parsinondukmon, partapian simenak enak
maho perhatian so ra monggal parninggala sibola tali. Asa saut ma ho gabe raja bolon
jala na tarbarita, pasu-pasuon mulajadiNabolon,”katanya.
Setelah selesai pemberkatan, rombongan raja Parultop kembali ke Balla, tinggalah
silahisabungan dengan pinggan Matio boru Padangbatanghari memulai hidup baru dan
membuka kampung bernama huta lahi. Berselang sembilan bulan, rasa rindu pun mulai
bergelora untuk berjumpa dengan orang tuanya. Diajaknnya silahisabungan pergi ke
Balla mengunjungi keluarga. Silahisabungan yang sangat sayang kepada isteri tercinta
mengabulkan dengan senang hati
8. Keturunan Silahisabungan Dari Pinggan Matio

LOHO RAJA - BATU RAJA

Pada suatu hari pergilah silahisabungan Bersama Pinggan Matio boru padangbatangh ari
kekampung mertuanya di Balla. Sewaktu mendaki bukit silalahi,isterinya yang sudah
hamil tua mulai merasa dahaga. Rasa penat mulai terasa, sehingga mereka mengaso
dilereng bukit yang terjal. Rasa haus pinggan Matio mulai mendesak dan karena
capeknya ia bersenandung dengan sedih : “ Loja ma boruadi mamboan tu a sian
mulajadi, mauas ma tolonan ndang adong mangubati. Jonok do berengon sillumalan na
so dundungonki, boha do parsahatku tu hota ni damang parsinuan, dainang pangintubu
I, “ katanya. (sudah lelah aku membawa kandungan, rasa haus tak ada mengobati.
Nampak dekat air danau tetapi tak boleh terjangkau, apakah aku sampai dikampung
orang tuaku).

Mendengar keluhan istrinya, Silahisabungan mengambil Siorlombing (tombak) dari


kantongannya, lalu berdoa kepada Mulajadi Nabolon agar diberikan air penghidupan
(mual sipaulak Hosa) karena Pinggan Matio merasa haus,kemudian silalahisabungan
menancapkan Siorlombingnya ke dinding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum
Pinggan Matio sepus puasnya, Air itulah yang di sebut” Mual Sipaulak hosa, ”yang
terdapat dilereng bukit Silalalahi Nabolok. Setelah rasa haus hilang dan tenaga mulai
pulih, mereka meneruskan perjalanan kekampung mertuanya di Balla. Kedatangan
Silahisabungan dan Pinggan Matio disambut keluarga Raja Parultop dengan gembira
apalagi setelah dilihat putrinya sudah hamil tua. Karena pinggan Matio sudah hamil tua,
mertua Silahisabungan meminta agar putrinya tinggal di Balla menunggu kelahiran
anaknya, karena Silahisabungan tidak ada teman, mereka membantu.

Aek Sipaulak Hosa

Setelah beberapa bulan mereka tinggal di Balla, Pinggan Matio melahirkan seorang anak
Laki – laki. Silahisabungan merasa gembira dan bersyukur karena dia sudah menjadi
seorang ayah. Begitu juga Raja Parultop dan istrinya merasa berbahagia karena sudah
ada cucu dari putrinya Pinggan Matio. Mereka berencana untuk mengadakan perhelatan
besar sambil membuat nama cucunya itu. Rencana itu diberitahukan kepada
menantunya Silahisabungan, yang disambut dengan senang hati.

Raja Parultop mengundang Raja – Raja dan penduduk negeri untuk menerima adat dari
Silahisabungan sambil menobatkan nama cucu yang baru lahir. Pada pesta perhelatan
itu Raja Parultop berkata : “ bapak dan ibu yang kami hormati, sudah lebih satu tahun
puteri kami Pinggan Matio berumah tangga dengan Silahisabungan dan telah
dianugerahi Tuhan seorang anak laki – laki. Selama ini kami merasa ragu – ragu karena
belum terlaksana adat yang berlaku.Hari ini tibalah saatnya anak menantu kami
membayar adat sekaligus memberi nama cucu yang baru lahir dan menobatkan ayahnya
menjadi Raja.”

Kemudian Raja Parultop mengatakan : “ Nunga lolo raja, jalanunga loho roha, hubanen
ma goar ni pahompu on Si Loho Raja.” (Sudah berkumpul semua Raja, sudah bulat dan
puas pikiran = Loho roha kuberikan nama cucuku ini Si Lohoraja), katanya. Beberapa
minggu setelah pesta, Raja Silahisabungandengan istrinya Pinggan Matio kembali ke
Silalahi Nabolak. Putera sulung Si Lohoraja kemudian djodohkan (dipaorohan dengan
putri pamannya Rahimbani boru Padangbatanghari).

Selama dua tahun mereka tidak pernah lagi datang ke Balla. Karena sudah dua tahun
tak pernah datang Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio ke Balla, rasa kangen dan
rindu Raja Parultop timbul lalu berkata kepada istrinya: “Sitingkir jolo borunta tu silalahi”
(aku sudah rindu) katanya. Bertepatan dengan kehadiran Raja Parultop di Silalahi
Pinggan Matio, melahirkan anak kedua seorang laki – laki. Kemudian anak itu diberi
nama Tungkir Raja atau Tungkir raja.

Pada suatu ketika Raja silahisabungan bertukang membuat tempat tidur (rusbang) dari
kayu bulat yang disebut “Sondi” Setelah tempat tidur selesai dikerjakan, Pinggan Matio
melahirkan anak ketiga seorang laki – laki, yang kemudian diberi nama Sondiraja. Raja
Silahisabungn nampak bergembira karena telah mempunyai tiga orang anak laki – laki,
tetapi Pinggan Matio terasa kurang bergairah karena belum diberikan Tuhan anak
perempuan.

Hati pinggan matio yang gundah gulana diperhatikan Raja Silahisabungan, lalu ia pergi
bersemedi kegua Batu diatas Huta Lahi. Dia memohon kepada Mulajadi Nabolon agar
mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan Matio dan Permohonan
Raja Silahisabungan dikabulkan Mulajadi Nabolon. Pinggan Matio melahirkan anak
keempat seorang perempuan, lalu ia berkata : “ Nunga Gabe jala mamora ahu, hubahen
ma goar ni borunta on Deang Namora,” (Sudah bahagia dan kaya aku, kuberikan nama
Puteri kita Deang Namora = Kaya) katanya kepada Raja Silahisabungan dengan Suka
cita. Raja Silahisabungan juga merasa bahagia karena permintaannya terkabulkan.

Kemudian Pinggan Matio melahirkan anak kelima, seorang anak laki – laki. Pada waktu
kelahiran anak kelima ini, raja Silahisabungan baru mengganti atap rumah yang terbuat
dari kayu butar. Oleh karena itu mereka membuat nama anak kelima ini Butarraja atau
Sidabutar/Sinabutar.

Pada waktu kelahiran anak keenam, Raja Silahisabungan sedang berada di pulau
Samosir untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu
kemudian disebut “Luat Parbaba.” Setelah Raja Silahisabungan kembali dari seberang
(Bariba) dijumpainya telah lahir seorang anak laki-laki. Karena ia baru tiba dari Bariba
(seberang) maka diberilah nama anak itu Dabaribaraja atau Sidabariba.

Kelahiran anak Raja Silahisabungan yang ketujuh ditandai dengan terjadinya peristiwa
alam. Pada saat Pinggan Matio melahirkan, turun hujan lebat sehingga terjadi tenah
longsor (tano bongbong) di Silalahi Nabolak. Karena Tano Bongbong (Tanah Longsor) itu
mengagetkan Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio, maka mereka membuat nama laki
– laki yang baru lahir itu Debongraja = Debangraja atau Sedebang.

Anak Raja Silahisabungan yang kedelapan bernama Baturaja atau Pintubatu. Pada waktu
kelahiran anak bungsu Pinggan Matio ini, Raja Silahisabungan sedang bersemedi di Gua
batu diatas Huta Lahi. Saat melahirkan itu, Pinggan Matio merasa lelah karena Faktor
usia, sehingga mengerang minta bantuan. Lohoraja yang melihat ibunya mengerang
pergi mamanggil Raja Silahisabungan. Raja Silahisabungan buat obat salusu (obat
penambah tenaga), Boru Pinggan Matio melahirkan seorang anak Laki – laki. Karena
Silahisabungan dipanggil dari Gua Batu maka diberilah nama anak itu Baturaja atau
Pintubatu. Dengan kelahiran Baturaja maka anak Raja Silahisabungan dari Pinggan Matio
boru Padangbatanghari berjumlah delapan orang, tujuh orang anak laki – laki dan
seorang puteri.
Semenjak kelahiran Baturaja, Raja Silahisabungan selalu manandanghon Hadatuon
(Bertanding ilmu) ke Samosir, Simalungun dan Tanah Karo.
9. Perkawinan Raja Silahisabungan dengan Siboru Nailing

Siboru Nailing boru Nai Rasaon Adalah puteri Raja Mangarerak, seorang Raja yang
terkenal di Sibina Uluan. Siboru Nailing adalah gadis primadona di Uluan, rambutnya
bagaikan mayang terurai, bibirnya bagaikan delima merekah, pipinya merah merona,
pemuda yang melihatnya geleng – geleng kepala terpesona, melihat kecantikan Siboru
Nailing yang tidak ada tandingannya.

Banyak pemuda dan anak raja ingin meminangnya, tetapi terganjal karena Siboru adalah
puteri pingitan yang sudah dijodohkan dengan seorang putera Raja dari pulau
Sibandang. Siboru Nailing menjadi puteri rebutan, para pemuda yang ingin
mempersunting mencari dukun membuat guna – guna mencapai tujuan .Karena
banyaknya persaingan Siboru Nailing terkena dorma si Jundai (Dorma Sisunde) yang
sulit diobati. Raja Mangarerak pun mulai gelisah melihat puterinya kena Dorma Sijundai.

Pada ketika itu, Raja Silahisabungan datang ke Sibisa mandanghon hadatuon


(Bertanding ilmu). Berita kedatangan Raja Silahisabungan ke sibisa membuat hati Raja
Mangarerak menjadi lega, karena diketahuinya Raja Silahisabungan adalah dukun besar
(Datu Bolon) yang dapat menyembuhkan bermacam penyakit. Kemudian Raja
Mangarerak memanggil Raja Silahisabungan untuk mengobati putrinya Siboru Nailing.
Raja Silahisabungan membuka Laklak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk apa
penyebab penyakit itu, lalu berkata: “penyakit putri raja disebabkan persaingan tidak
sehat, setan dan iblis selalu datang menggangu sehingga ia selalu mengigau.
Pengobatannya agak lama karena rohnya (tondinya) sudah ditawan dalam gua.
Namunpun demikian, berkat pertolongan tuhan penyakit akan dapat disembuhkan, tetapi
apakah upah saya ?” katanya.

Raja mangarerak, terkejut mendengar penyakit Siboru Nailing, lalu berkata :” segala
permintaanmu akan saya kabulkan asal penyakit puteriku dapat disembuhkan,” katanya
dengan Pasrah. Mendengar pernyataan Raja Mangarerak ini,” Raja Silahisabungan mulai
mengobati Siboru Nailing. Baru beberapa hari diobati, tanda tanda kesembuhan penyakit
Siboru Nailing mulai nampak. Selama Siboru Nailing dalam pengobatan rasa cinta dan
kasih sayang bersemi dihati mereka berdua. Dan setelah penyakit Siboru Nailing
sembuh, Raja Silahisabungan mengungkapkan rasa Cintanya kepada Siboru Nailing.

Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa iapun merasa cinta
kepada Raja Silahisabungan, walaupun umur mereka tidak sebaya. Dengan
menganggukkan kepala ia menyatakan cintanya.

Setelah sembuh, Raja Silahisabungan mengatakan pengobatannya telah usai. Raja


Mangarerak merasa gembira dan bermaksud mengadakan pesta Syukuran, sambil
membayar hutang kepada Raja Silahisabungan, Raja – raja dan penduduk negeri
diundang tanda rasa suka cita.

Setelah acara pesta Syukuran selesai Raja Mangarerak menyediakan emas dan uang,
lalu bertanya kepada Raja Silahisabungan :” ya, Raja Silahisabungan, penyakit Siboru
Nailing sudah sembuh, berapakah upahmu yang saya bayar?” katanya sambil mengambil
emas dan uang dari pundit – punditnya. Raja Silahisabungan menjawab :” Raja yang
Mulia dan yang saya hormati. Saya tidak butuh uang dan emas, tetapi sesuai dengan
perjanjian kita, apa yang saya minta upahku akan raja kabulkan. Rasa kasih sayang
selama mengobati, menimbulkan bersemi cinta dihati, kiranya Mulajadi Nabolon dan Raja
memberkati, saya tidak meminta upah tetapi aku menginginkan Siboru Nailing teman
sehidup semati.” katanya dengan hormat.

Mendengar ucapan Raja Silahisabungan itu, Raja Mangarerak dan para undangan
tercengang karena umur Siboru Nailing masih muda. Raja Mangarerak dan para
undangan saling berpandangan, tetapi tidak berani menolak, lalu berkata : “saya tidak
menolak permintaanmu itu tetapi kasihanilah kami dinegeri ini, karena Siboru Nailing
telah dijodohkan (dipaorohan) dengan putera Raja dari Sibandang : apabila Siboru
Nailing kau persunting, negeri ini akan diserang. Penduduk pun akan susah,” katanya
minta pengertian.

Kemudian Raja Silahisabungan menjawab: ”dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona,


manang ise siose padan tu ripurna tu magona, (janji harus ditepati, bila dilanggar akan
timbul mara bahaya) mengenai keamanan negeri dan serangan dari raja pulau
Sibandang sayalah tanggung jawabnya. Selama saya berada didaerah ini tidak akan
terjadi apa – apa, “ katanya meyakinkan.

Karena takut menolak permintaan Raja Silahisabungan, raja – raja dan para undanga
memberi saran : ”Karena raja Silahisabungan telah memberi jaminan, kita tanyalah putri
kita Siboru Nailing, apakah dapat menerimanya”. Kemudian Raja Mangarerak dan para
undangan bertanya kepada Siboru Nailing apakah dapat menerima permintaan Raja
Silahisabungan itu. Siboru Nailing Menjawab: ” ndang simanukmanuk, manuk sibontar
andora, ndang sitodo turpuk, si ahut lomo ni roha. Tu ginjang ninna porda tu toru
pambarbaran, tu ginjang ninna roha patoruhon do sibaran. Ndang ahu manjua, ala
naung marsihaholongon, anggiat dapotan tua, pasu – pasuon ni Mulajadi Nabolon”,
katanya bersenandung tanda setuju.

Mendengar ungkapan hati nurani Siboru Nailing yang memang sudah mencintai Raja
Silahisabungan, Raja Mangarerak dan para undangan pun merasa terkejut karena
pernyataan itu merupakan ungkapan hati nurani yang paling dalam. Kemudian Raja
Mangarerak berkata :” para undangan yang saya muliakan. Hari ini adalah pesta
syukuran dan sekaligus pesta perkawinan puteri kita dengan Silahisabungan, marilah kita
memberi berkat (Mamasu – masu) semoga Mulajadi Nabolon memberi kebahagiaan, “
katanya kepada raja – raja dan para undangan.

Berita perkawinan Siboru Nailing tersiar sampai ke pulau Sibandang. Membuat lelaki
oroan menjadi marah. Lelaki itu bermaksud akan menuntut balas, tetapi mendengar Raja
Silahisabungan yang mempersunting dia menuntut agar dapat menandingi Raja
Silahisabungan.

Setelah Siboru Nailing mengandung enam bulan, tersiar kabar di Sibisa, lelaki oroan
akan datang menuntut balas dengan membawa pasukan dari pulau Sibandang.
Mendengar berita itu Raja Mangarerak gelisah dan meminta Raja Silahisabungan
membawa Siboru Nailing meninggalkan Sibisa. Tetapi Raja Silahisabungan menjawab:
”kampungku sangat jauh amang, tak mungkin membawa isteri dalam keadaan hamil tua.
Amang jangan takut dan resah mendengar berita itu. Selama saya berada dinegeri ini
tidak akan terjadi apa – apa”, katanya. Mendengar alasan itu Raja Mangarerak tidak
dapat memaksakan kehendak. Kemudian raja silahisabungan pergi kebukit Sigapiton
untuk membuat penangkal agar musuh tidak boleh dekat.
Setelah siboru sinailing melahirkan seorang anak laki-laki, Raja Silahisabungan membuka
penangkalnya sehingga pasukan musuh pun sudah semakin dekat. karna pasukan lelaki
oroan sudah mengepung daerah Sibisa, Raja mengarerak mendesak agar Raja
silahisabungan bersama anak isterinya segera meninggalkan Sibisa. Kemudian Raja
Silahisabungan berkata kepada isterinya: ”Ibu tersayang, pasukan lelaki oroan sudah
mengepung Kampung ini. Mereka berencana akan membunuh saya. Orang tua kita Raja
Mangarerrak pun sudah mendesak agar kita segera berangkat, padahal keadaan mu itu
belum mengijinkan. bagaimana kalau saya bersama anak kita lebih dahulu berangkat,
kalau kau sudah sehat dan tenagamu sudah pulih, aku akan menjemputmu kembali”
katanya membujuk siboru nailing.

Mendengar alasan Raja Silahisabungan itu dan memikirkan desakan raja Mangarerak,
istrinya Si Boru Nailing menjawab:” Amang boru, Aku sangat mencintaimu dan anak kita
ini. Selamatkanlah dirimu dengan anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita,
ini sebuah cincin (tintin tumbuk) kalau anakku ini besar berikan kepadanya pertanda
akulah ibu yang melahirkannya, “katanya dengan terharu sambil menyerahkan Tintin
Tumbuk itu. Kemudian Raja Silahisabungan bersama bayi yang baru lahir berangka t
meninggalkan negeri setelah pamit dari mertuanya Raja Mangarerak.

Sesudah Raja Silahisabungan berangkat, Pasukan lelaki Oroanpun tiba dikampung Raja
marerak, lalu bertanya “ dimana Si Boru Nailing dan dimana Lelaki suami itu, biar
kubunuh,” kata lelaki oroan itu. Raja Mangarerak menjawab:” siboru Nailing sedang di
Perapian (mandadang) sedang suaminya telah pergi bersama anaknya” lelaki oroan itu
merasa sedih dan berkata “ ndang diau be amang, jolmanaung marhamulian, alai tong
ma au ingot hamu boru hasian, parjampar diadaran parbagian dibalian, “ katanya sambil
merenungi nasib dirinya. Siapakah pemuda oroan siboru nairing itu ?
10. Poda sagu–sagu Marlangan

Dengan mempergunakan Silompit dalan dan berlayar didaun sumpit, pada sore harinya
Raja Silahisabungan telah tiba di Silalahi Nabolak. Begitu sampai dirumah tas hadang –
hadangan terus ditaruh di atas para – para dan raja Silahisabungan duduk bersandar
dengan muka murung. Melihat kejadian itu Pinggan Matio dan anak – anaknya tidak
berani bertanya apa yang terjadi

Pada keesokan harinya pada waktu Raja Silahisabungan pergi memeriksa ladangnya,
Pinggan Matio mendengar suara bayi menangis di atas Para – para lalu memeriksa tas
hadang – hadangan Raja Silahisabungan. Pinggan Matio terkejut melihat seorang bayi
yang cantik mungil didalamnya, kemudian memangku dan menimang – nimangnya agar
tidak menangis lagi. Setelah Raja Silahisabungan kembali kerumah, istrinya Pinggan
Matio bertanya :” amang Raja Nami, dari mana bayi lelaki yang cantik mungil ini?
Katanya dengan ramah. Dengan suara yang lembut Raja Silahisabungan menerangkan
asal – usul anak itu dan meminta agar memaafkan perbuatannya. Mendengar
keterangan suami yang penuh kasih saying, Pinggan Matio berkata : “ Sudah Tambun
(Tambah) anakku dan inilah anak bungsuku maka saya beri namanya Tambun Raja, “
katanya sambil mendekap dan menimang – nimang bayi itu. Mendengar pernyataan
Pinggan Matio, Perasaan Raja Silahisabungan menjadi Lega.

Kasih saying ibu Pinggan Matio kepada anak bungsunya Tambun Raja sungguh
berlebihan sehingga menimbulkan Iri hati abang – abangnya. Raja Silahisabungan dan
ibu Pinggan Matio sangat memanjakan Sitambunraja, yang kemudian terkenal Siraja
Tambun. Pada suatu ketika Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah ( Tano
Golan ) kepada anak – anaknya agar jangan terjadi persoalan dikemudian hari. Dalam
pembagian itu Siraja Tambun mendapat tanah yang paling luas dan subur yang
mengakibatkan kecemburuan abang – abangnya.

Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara siraja Tambun dengan salah seorang
abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata– \kata yang menyakitkan hatinya: “
hai raja tambun, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kami, entah dimana
ibumu kami tak tau, “ kata abangnya itu. Mendengar ucapan yang memilukan itu, Siraja
Tambunpun menangis tersedu – sedu dan mengadu kepada ibunya. Ibu Pinggan Matio
mengusap usap anaknya itu dengan kasih sayang dan mengatakan :” jangan dengarkan
kata – kata abangmu itu. Aku adalah ibumu yang membesarkan kau sejak kecil, “
katanya. Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu didengarnya kata –
kata yang menyayat hatinya, akhirnya Siraja Tambun memberanikan diri bertanya
kepada ayahnya : ” Ayah, siapakah ibu yang melahirkan saya dan dimana pamanku ?”
raja Silahisabungan menjawab dengan ramah dan penuh kasih sayang :“ anakku
tersayang, ibumu adalah Pinggan Matio yang membesarkan dan menyusukan kau sejak
kecil, :” katanya .

Karena tindakan dan perbuatan abangnya semakin menyakitkan, maka Siraja tambun
dengan tegas bertanya: “ ayah jangan berdusta lagi, siapa sebenarnya ibu yang
melahirkan saya ? “ katanya dengan nada mengancam dihadapan pinggan matio. Raja
Silahisabungan dan Pinggan Matio saling berpandangan lalu menjawab :” anakku
tercinta, ibumu adalah Siboru Nailing Putri Raja Mangarerak di Sibisa, Bila kau ingin dan
rindu menjumpainya, biar ku antar nanti dengan baik,:” katanya dengan membujuk.
Kemudian Raja Silahisabungan menyuruh Pinggan Matio menempa Sagu – sagu
Marlangan berbentuk manusia yang ditaruh di kedalaman ampang ( Sejenis bakul ).
Mereka pergi kemaras dan dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja
Silahisabungan, Pinggan Matio bersama Daeng Namora duduk menghadap ampang berisi
Sagu – sagu marlangan, lalu disuruhnya Lohoraja, Sondiraja, Dabaribaraja, dan Batu
raja duduk disebelah kanannya. Tungki Raja, Batu Raja dan Debang Raja disuruhnya
duduk disebelah kiri mereka. Sedang Siraja Tambun disuruh duduk dimukanya sama –
sama menghadap ampang berisi Sagu – sagu Marlangan. Stelah mereka duduk
mengelilingi ampang berisi sagu- sagu marlangan itu Raja Silahisabungan berdiri dan
berdoa kepada Mula Jadi Nabolon, lalu menyampaikan pesan ( wasiat ) yang kemudian
terkenal dengan nama “ PODA SAGU – SAGU MARLANGAN “. Isi Poda sagu – sagu
marlangan tersebut adalah sebagai berikut. :

HAMU ANAKKU NA UALU :

INGKON MASIHANOLONGAN MA HAMU SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA


ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN, TARLUMBI POMPARANMU NA PITU
DOHOT POMPARANMU SI TAMBUN ON.

INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU DOHOTPOMPARANMU TU BORU POMPARAN NI


ANGGIMU SI TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG HO TAMBUN DOHOT
POMPARANMU INKON KUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA PITU ON.

TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO SAINA HAMU TU PUDIAN NI ARI.

TONGKA PUNGKAON BADA MANANG SALISI TU ARI NA NAENG RO


MOLO ADONG MARBADA MANANG PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA –
TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UMUM NA TINGKOS NA SOJADI MARDINKAN,
JALA NA SO TUPA SALAK NA HASING PASAEHON.

Poda Sagu-Sagu Marlangan

Kemudian Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu –


sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8 anak
Raja Silahisabungan menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata : ” Sai
dipergogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata,
barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan inilah tidak
berketuruna, ingkop mago jala pupur.” Katanya.

Setelah acara dimaras Simarampang selesai, Raja Silahisabungan bersama istrinya dan
putera putrinya kembali lagi ke Huta Lahi untuk mempersiapkan bekal Siraja Tambun
diperjalanan. Pada saat itulah Raja Silahisabungan memberikan “ barang homitan
hadatuon “kepada Siraja Tambun. Kemudian Siraja Tambun bersalam – salaman dengan
abang – abangnya sambil saling memberikan doa restu. Sewaktu menyalam Pinggan
Matio, ibunya itu mendekap Siraja Tambun dan berkata: ”Unang lupa ho amang di au
inangmu na patarus – tarus dohot na pagodang – godang ho, “katanya sambil
mendoakan semoga Siraja Tambun selamat dan berbahagia kelak.

Mendengar kata – kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis lalu
merangkul dan mencium Siraja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata: ”borhat
ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu, gabe jala horas
ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Setelah itu berangkatlah Siraja
Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa.

Diketik ulang oleh (fb: @jhonsihaloho) dari Buku Memori Tugu dan Makam
Raja Silahisabungan (1968), Karangan J Sihaloho, Gelar Guru Patimpus
Silalahi.

Anda mungkin juga menyukai