Anda di halaman 1dari 4

TERJADINYA BEBERAPA VERSI TAROMBO DI SILAHISABUNGAN

Dalam mempelajari dan untuk memberikan masukan dalam hal kesembrautan


sejarah maupun tarombo Pomparan Silahisabungan ini jika kita tidak mengetahui
kronologis secara keseluruhan terjadinya masalah ini memang akan banyak timbul
kebingungan dan pertanyaan, dan bagi dongan tubu yang tidak perduli dan yang
kurang mengetahui cerita ini akan gampang terkecoh dan hanya diam atau mengikut
suara mayoritas saja.
Sebenarnya saya tidak mau untuk mengajari para dongan tubu sekalian, tapi sudah
menjadi kewajibanku sebagai marga Silalahi untuk menceriterakan kejadian yang
berlangsung selama ini dan bisa menjawab seluruh kejanggalan-kejanggalan yang
ada.
Sebelum meninggal dunia Silahisabungan telah berpesan kepada anaknya Silalahi
sebagai anak tertua bahwa jika dia meninggal nanti akan dikuburkan dekat dengan
hula-hulanya Tuan Sorbadijulu (Naiambaton) dan pesan (tona) itupun dilaksanakan
Silalahi tentu dengan sepengetahuan ke 8 (delapan) saudara-saudaranya, oleh
karena itu semua keturunan Silahisabungan mengetahui di Dolok Parmasan
Pangururanlah kuburan/makam Raja Silahisabungan (catatan Raja Frederik
Tambunan thn 1896-1898 waktu menjabat Controleur Van Samosir di Pangururan).
Dan begitu juga pemakaian nama yang akhirnya menjadi marga keturunan masingmasing sangat teratur dan saling menghargai walau mungkin ada sebagian yang
sakit hati dipacu dengan pembagian dan penamaan harta warisan.
Saat itu hal itu belum kelihatan dan berlangsung biasa-biasa saja terlihat dari
keakraban sesama yang bersaudara sesuai dengan parhundul masing-masing.
Namun dalam waktu yang panjang dengan tuntutan situasi dan alam dan tuntutan
kehidupan banyak terjadi perpindahan penduduk dari daerah yang satu ke daerah
yang lain.
Didalam era yang begitu keras itu tentu banyak persaingan antar etnis yang
menimbulkan banyak terjadi penolakan, hal itupun disiasati para pendatang dengan
mengganti marganya sesuai dengan marga para penguasa tempat itu, misalnya di
Simalungun banyak marga dari Batak Toba merobah marganya menjadi marga
Sinaga karena marga itu cukup diterima di Simalungun begitu juga di Karo banyak
yang membaur dengan marga setempat.
Begitu juga marga yang tidak begitu dikenal di tempat lain misalnya dari keturunan
Silahisabungan marga Sidebang maupun Situkkir dan lainnya dari turunan si 7
turpuk tidak begitu di kenal di Balige tapi Silalahi sangat terkenal dan punya huta di
Balige, jadi untuk memudahkan penerimaan dan perkenalan mereka mengatakan
bahwa mereka sama dengan marga Silalahi yang artinya sama-sama turunan
Silahisabungan, namun seterusnya untuk mendapat akses yang lebih jauh para
pendatang ini membuat marga anaknya menjadi marga Silalahi yang akhirnya terjadi
marga bapak Sihaloho tapi anaknya bermarga Silalahi, yang kronisnya sejarah

itupun tidak di ceritakan kepada generasi selanjutnya hingga banyak yang


kehilangan identitas tidak mengetahui marga dan tarombo dia yang sebenarnya.
Penduduk yang masih bertahan di kampung asalnya masih tetap memegang teguh
adat istiadat dan menjalankan marga dan partuturan yang sesungguhnya, namun
dengan arus dari para perantau yang kebetulan menjadi mampu tidak lagi mengerti
dan tidak mengindahkan adat dan partuturan yang sesungguhnya dan pelan-pelan
meracuni pikiran penduduk asal hingga terjadi gab diantara keturunan yang sama.
Hal inipun sangat diantisipasi para sesepuh yang tinggal dibonapasogit hingga
timbul ide untuk mempersatukan seluruh keturunan Silahisabungan dengan
membuat Tugu Peringatan thn 1968. Hal itupun disetujui para keturunannya yang
dari perantauan dan kesepakatan terjadi dibuat di Silalahi nabolak mengingat di
Silalahi nabolak juga menjadi huta kedua Silahi sabungan setelah huta Tolping.
Ditengah rapat-rapat pembangunan tugu tersebut timbul beberapa masalah yang
sangat kronis dimana Silahi Raja (Silalahi) tidak dimasukkan sebagai anak dari
Silahi Sabungan begitu juga Istri Silahi Sabungan di buat menjadi hanya 2 (dua)
orang yang sebelumnnya ada 3 (tiga) orang, serta keberadaan marga istri kedua
Pinggan matio yang tidak jelas Padang batanghari atau Matanari, dari situ mulai
tercium adanya unsur-unsur kepentingan dan rasa ingin menyingkirkan yang lain .
Hal itupun sangat kontroversi hingga tidak ada kesepakatan yang membuat turunan
Silahi Raja (Silalahi) dan Turunan Raja Tambun/Tambunan memutuskan untuk tidak
mengikuti dalam pembuatan tugu tersebut.
Namun dengan kekuasaan yang ada serta dana yang cukup para perantau ini terus
melaksanakan pembangunan itu dan berencana untuk memindahkan tulang
belulang Silahisabungan yang selama ini ada di dolok Parmasan Pangururan,
namun karena tidak disetujui Silalahi dan Pomparan Si raja Tambun hal itupun
dilakukan
secara
simbolis dan
Tugu
Diresmikan
pada
thn
1981
Dengan mencantumkan silsilah sbb:
Silahi sabungan dgn istri 2 yakni
1. Pinggan Matio boru Padang Batang Hari
2. Milingiling boru raja mangarerak
Dengan 8 anak dan 1 boru :
1. Loho Raja (Sihaloho)
2. Tukkir RaJa ( Situkkir)
3. Sondi Raja (Rumasondi)
4. Butar Raja (Sinabutar)
5. Bariba Raja (Sinabariba)
6. Debang Raja (Sidebang)

7. Batu Raja (Pintubatu)


8. Tambun Raja (Tambunan)
9. Deang na mora
Sejak dari peresmian tugu tersebut resmi sudah tidak tercatat adanya marga Silalahi
sebagai turunan dari Silahi Sabungan, tapi mereka menyebutkan bahwa Silalahi itu
adalah marga parsadaan/persatuan, namun menjadi aneh kalau parsadaan kenapa
tidak dicatatkan atau di ukir dalam tugu tersebut.

Akibat dari pembangunan tugu tersebut banyak keturunan Silahisabungan yang


kebingungan tentang tarombonya baik di intern antar marga itu sendiri karena
sebagian ada yang mengakui dan memang selama ini dijalankan dengan baik
namun akibat rasa solidaritas sesama marga hal itupun didiamkan bagai gunung es
dilautan lepas.
Semenjak dari peresmian tugu itu, semua marga dari si 7 turpuk disarankan untuk
memakai marga Silalahi di depan marganya begitu juga papan nama di depan
rumah masing-masing, walau masih ada yang tetap bertahan membuat marganya
yang sebenarnya.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak di inginkan dan menjaga Tarombo yang
sesungguhnya dari Silahisabungan Turunan Silahi raja (Silalahi) dan Turunan Raja
Tambun berinisiatif untuk memugar kembali kuburan (Tambak) Silahisabungan yang
ada di Dolok Parmasan lengkap dengan patung ke 3 istrinya dan relief ke 9 anaknya
yakni :
Silahi sabungan dengan ke 3 istrinya :
1. Pintahaomasa boru basonabolon
2. Pinggan Matio boru padangbatanghari
3. Similing-iling boru mangarerak
Dengan ke 9 anaknya yakni:
1. Silahi Raja (Silalahi)
2. Loho Raja ( Sihaloho)
3. Tukkir RaJa ( Situkkir)
4. Sondi Raja (Rumasondi)
5. Butar Raja (Sinabutar)
6. Bariba Raja (Sinabariba)
7. Debang Raja (Sidebang)
8. Batu Raja (Pintubatu)
9. Raja Tambun

Dengan berjalannya waktu Silalahi tetap eksis mempertahankan tarombonya tanpa


menghilangkan siapapun dari keturunan Silahisabungan yang di kuatkan oleh
Turunan Si Raja Tambun, begitu juga perjalanan hidup si Raja Tambun hingga harus
disusui Pintahaomasan boru basonabolon dan perjalanan Raja bunga-bunga hingga
tiba di Balige dan menjadi Raja Bunga-bunga Silalahi Parmahan.
Melihat kegigihan Pomparan Silalahi mempertahankan marganya, pihak-pihak yang
bersebrangan pun mulai bermanuver dengan mengakui adanya marga Silalahi tapi
membuat tarombo yang baru yakni dari cucu dan cicit Silahi sabungan dari anaknya
Sihaloho dan Rumasondi namun kembali menjadi aneh, marga Cucu/cicit menjadi
marga persatuan yang hanya terjadi di keturunan Silahisabungan versi si 7 turpuk.
Begitu juga sejarah Raja Tambun yang sebenarnya, diadopsi menjadi versi yang lain
dan perjalanan Si raja-bunga-bunga hingga tiba di Balige raja dan menjadi anak dari
Tuan Sihubil berganti dengan versi yang janggal dan dipaksakan.
Turunan Silalahi yang ada di Tolping dan yang ada di Pangururan tidak terpengaruh
dengan manuver tersebut, namun hal itu jadi membingungkan keturunan Silalahi
Parmahan yang ada di Balige, hingga terpecah menjadi 2 kubu, ada yang mengakui
turunan dari Silahi Raja, ada yang mengakui turunan dari Rumasondi, hingga tugu
Silalahi Parmahan yang ada di Balige terbengkalai lama, namun setelah para
ompung-ompung dan raja adat yg mengetahui sejarah itu meninggal semua, baru
akhir-akhir ini thn 2008 tugu itu di resmikan secara sepihak oleh yang punya kuasa,
begitu juga Turunan Raja Tambun menjadi terpengaruh, banyak yang eksis
mempertahankan dan banyak juga yang kebingungan hingga membuat mereka tidak
terlalu ikut campur tangan hingga tugu Si raja Tambunpun sampai sekarang
terbengkalai.
Hal ini sangat memprihatinkan seluruh keturunan Silahisabungan generasi
berikutnya yang entah kapan hal ini bisa di selesaikan secara damai dan
kekeluargaan dalam porsi yang sesungguhnya yang tentu dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai Dalihan na tolu.
Demikianlah secara singkat perguliran sejarah turun-temurun yang menjadi sarana
pengetahuan kepada seluruh Pomparan ni Omputta Silahisabungan di seluruh
penjuru desa naualu.
Horas
Biarjo Joseph Silalahi
Par Pintusona
sumber : http://garasi.in/tarombo-silahi-sabungan-si-tolu-ina.html

Anda mungkin juga menyukai