Anda di halaman 1dari 5

Silsilah Si Raja Oloan

Si Raja Oloan memiliki 2 istri yaitu : A. Istri pertama (Nai Jabaon br. Limbong) ini melahirkan dua anak bernama Si Ganjang Ulu (Naibaho) dan Si Godang Ulu (Sihotang). Kedua anak Si Raja Oloan ini memiliki kelainan dikepalanya. Naibaho memiliki kepala yang panjang makanya disebut Si Ganjang Ulu dan Sihotang memiliki kepala yang besar makanya disebut Si Godang Ulu. Pada saat keduanya sudah besar/dewasa, malu lah orang tuanya akan kelainan kedua anaknya ini. Maka jika ada pesta yang diadakan di rumahnya, disembunyikanlah Si Godang Ulu ke hutan rotan, itulah maka sampai sekarang Si Godang Ulu disebut juga Sihotang yang berarti Rotan (tanaman Rotan). B. Istri ke dua (boru Pasaribu) melahirkan Bakara, Sinambela, Sihite dan Manullang. Inilah urutan Marga Si Raja Oloan dari yang sulung sampai bungsu : 1. NAIBAHO/Si Ganjang Ulu Marga Naibaho sendiri ada 5 bagian yaitu : Naibaho Siahaan, Naibaho Sitakkarain, Naibaho Sidauruk, Naibaho Huta Parik, dan Naibaho Siagian. Sedangkan Marga Sitindaon adalah hasil perkawinan (kecelakaan) antara sesama Naibaho Siahaan sendiri. Ada beberapa Marga Naibaho yang merantau ke daerah Karo dan Dairi/Pakpak antara lain: Porhas Japjap, Sitolpak Gading: Ujung, Angkat, Bintang, Gaja Diri, Gaja Manik, Sikamo (Sinamo), Capa (Sapa). 2. SIHOTANG/Si Godang Ulu Marga Sihotang sendiri ada 7 bagian yaitu : Sihotang Sipardabuan (di Sidikalang disebut Sihotang Manik/Sumbul Parongil), Sihotang Sorganimusu, Sihotang Sitorbandolok (di Karo disebut Sitepu, Sinubulan, Batu Nangkar, Bukit), Sihotang Sirandos, Sihotang Simarsoit, Sihotang Raja Tunggal Hasugian (Di Karo disebut Sinulingga, Kaban, Surabakti, Kacaribu), dan Sihotang Lumban Batu (Di Karo disebut Sinuraya, Sinuaji). 3. BAKARA Marga Bakara sendiri ada 3 bagian yaitu: Bakara Dolok, Bakara Tonga, dan Bakara Toruan. 4. SINAMBELA Marga Sinambela sendiri ada 3 bagian yaitu: Sinambela Raja Pareme, Sinambela Tuan Nabolas, dan Sinambela Bonani Onan. 5. SIHITE Marga Sihite sendiri ada 3 bagian yaitu: Sihite Pande Raja, Sihite Siguru Tohuk, dan Sihite Siguru Leang.

6. MANULLANG Marga manullang sendiri ada 3 bagian yaitu: manullang Lumban Nahukkup, manullang Lumban Ri, dan manullang Lumban Nalom.
Padan & Tarombo Raja Tunggal berada di tengah-tengah keluarga Sigodang Ulu (Sihotang)

Untuk dapat mengenal Raja Tunggal Hasugian dan Orang Kaya Tua Hasugian, maka perlu dibuat secara terperinci silsilah Raja Tunggal agar identitasnya jelas. Silsilah itu dimulai dari Si Raja Oloan. Si Raja Oloan ialah ayah bersama dari Siganjang Ulu (Naibaho), Sigodang Ulu (Sihotang), Bakkara, Sinambela, Sihite dan Manullang. Sedang ibu yang melahirkan Naibaho, Sihotang, Bakkara, Sinambela, Sihite dan Manullang ialah boru Limbong dan boru Pasaribu. Dua orang anak Si Raja Oloan mempunyai bentuk kepala yang ganjil yakni:
1. Anak pertama bernama: Siganjang Ulu dimana bentuk kepalanya benjol agak memanjang tidak seperti kepala manusia biasa. 2. Sedang anak yang kedua bernama: Sigodang Ulu, dimana bentuk kepalanya banyak benjolbenjol (marbuntul-buntul do uluna ndang lemes songon ulu ni jolma nasomal).

Si Raja Oloan merasa malu bilamana kedua anaknya yang ganjil bentuk kepalanya hadir pada pesta yang akan diadakannya. Oleh karena itu Si Raja Oloan mengambil inisiatif dengan menyuruh kedua anaknya itu pergi ke hutan mencari hau borotan dan rotan untuk dipergunakan di pesta yang akan diadakan nanti, karena hau borotan itu sangat diperlukan. Kedua anaknya itupun pergi tanpa curiga akan maksud ayahnya. Setelah kedua anaknya itu pergi kehutan lalu ayahnya mengadakan pesta tanpa menunggu kehadiran kedua anaknya itu dari hutan. Hanya anaknya yang empat lagi yaitu : Bakkara, Sinambela, Sihite dan Manullang hadir di pesta itu. Waktu Siganjang Ulu dan Sigodang Ulu pulang dan hutan membawa hau borotan dan rotan mereka terkejut melihat keadaan di rumah dimana masih banyak daun-daunan berserakan di halaman rumah, menandakan baru diadakannya pesta tanpa sepengetahuan mereka berdua. Sejak peristiwa itulah kedua anaknya itu tidak betah tinggal bersama orangtuanya Si Raja Oloan di Bakkara serta merencanakan pergi meninggalkan tempat kelahirannya dan keluarganya. Kepergian Siganjang Ulu dan Sigodang Ulu membawa sejarah tersendiri, di mana:
1. Siganjang Ulu pergi kesuatu tempat di kaki Bukit Pusuk Buhit sehingga namanya menjadi: Naibaho berasal dari kata Udan Baho = ambolas yakni ketika Siganjang Ulu kawin dan anaknya lahir tepat pada waktu hujan baho = ambolas sehingga diberi nama: Naibaho. 2. Sigodang Ulu pergi ke tempat lain di mana tempat itu berada yang berbatasan ke sebelah utara dengan Danau Toba, ke sebelah selatan dengan hutan yang banyak ditumbuhi rotan, ke sebelah timur dengan Tanah Tamba dan ke sebelah barat dengan Tanah Harian Boho dan tempat ini

disebut: Tano Sihotang berhubung ditempat ini banyak rotan (Rotan: Hotang). Setelah itu Sigodang Ulu kawin dan memakai marga Sihotang. Sehingga Sigodang Ulu disebut Sigodang Ulu Sihotang. 3. Yang pertama dikawini Sigodang Ulu ialah boru Tamba. Setelah boru Tamba meninggal, kemudian sigodang Ulu kawin dengan boru Simbolon. Oleh karena itu boru Simbolon adalah istri pengganti dari boru Tamba. Dengan demikian, jelaslah istri yang kedua ini bukan dimadu.

Hasil perkawinan Sigodang Ulu dengan boru Tamba dan boru Simbolon adalah : 7 (tujuh) anak laki-laki bernama :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pardabuan Sorganimusu Torbandolok Randos Marsoit Raja Tunggal Orang Kaya Tua dan anak perempuan bernama: Sobosihon

Sobosihon kawin dengan Raja Marsundung. Perkawinan Raja Marsundung Simanjuntak dengan Sobosihon adalah istri pengganti Boru Hasibuan yang meninggal. Hasil perkawinan Sobosihon dengan Raja Marsundung mempunyai tiga orang anak bernama: Mardaup, Sitombuk dan Huta Bulu yang disebut Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Dengan demikian Raja Tunggal adalah anak yang ke-enam dari Sigodang Ulu Sihotang. Di mana Raja Tunggal bersama adiknya Orang Kaya Tua anak yang ke-tujuh, yang membawakan marga Hasugian. Pada waktu itu anak yang paling besar dan dapat bekerja ke hutan adalah anak pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima sehingga mereka berlima sehari-hari bekerja bertani dan mencari rotan ke hutan sedang anak yang dua orang lagi yakni anak keenam dan anak ketujuh tinggal di rumah, karena merasa belum mampu melakukan pekerjaan seperti pekerjaan yang dilakukan abangnya yang lima orang itu. Dengan demikian anaknya yang lima orang itulah setiap hari bekerja keras untuk mencari nafkah mereka. Namun pada waktu makan selalu kepada anak yang dua orang itu diberikan makanan yang paling banyak padahal anak yang lima orang itulah yang setiap hari bekerja keras mencari nafkah mereka, dan hal ini tidak wajar dihati dan pikiran anak yang lima orang itu. Oleh karena Raja Tunggal dan adiknya tinggal dirumah, maka kesempatan ini dipergunakan Sigodang Ulu Sihotang (ayahnya) mengajar anaknya yang dua orang itu ilmu tradisional (hadatuon) dan ilmu alat perang yakni : ULTOP dan TALI SOLANG yang lama-kelamaan ilmu ini menjadi ketertarikan bagi Raja Tunggal sendiri. Raja Tunggal sudah tertarik dan dipengaruhi akan ilmu tradisional (hadatuon), ULTOP dan TALI SOLANG sehingga dia bersama adiknya tidak mau membantu abangnya bekerja. Sedang pada waktu makan selalu mereka berdua lebih banyak mendapat makanan (nasi) daripada

abangnya yang lima orang itu. Ketika mereka tidak sama-sama makan selalu kepada anak yang lima orang itu ditinggalkan makanan lebih sedikit bila dibandingkan dengan bagian anak yang dua orang itu dan hal ini dibenarkan oleh ibu mereka yakni boru Simbolon yang lama kelamaan anaknya yang lima orang itu menjadi benci terhadap adiknya yang dua orang itu. Setelah Sigodang Ulu Sihotang (ayahnya) meninggal maka kebencian yang selama ini masih terpendam dihati yang lima orang itu terhadap adiknya dan ibunya boru Simbolon menjadi kenyataan, dimana mereka mencari alasan yang tepat agar adiknya itu dapat dipukul dan bila perlu dibunuh. Hal ini kelihatan ketika adiknya Raja Tunggal selesai makan dan turun ke halaman rumah kemudian memotong sedikit ujung rotan yang kebetulan baru selesai dikumpul abangnya itu yang dipergunakan Raja Tunggal untuk menjungkit sisa makanan digiginya, lalu melihat keadaan itu Randos marah dan langsung memukul serta mengancam untuk dibunuh dan berkata: Kami telah bersusah payah mencari rotan tersebut dari hutan sedang engkau enak-enak memotong. Akan tetapi Raja Tunggal tidak mau melawan abangnya itu karena dia sadar akan aturan berabang adik walaupun sebenarnya dia dapat melawan abangnya itu karena dia mempunyai ilmu, akan tetapi ilmu yang dipelajarinya itu tidak banggakannya. Begitu abangnya itu memarahi, Raja Tunggal selalu tidak melawan dalam bentuk apapun. Karena ancaman dari abangnya itu dan dirasa mereka tidak aman lagi berkumpul dengan abangnya, maka Raja Tunggal merencanakan akan lari meninggalkan Tanah Sihotang. Dari keadaan inilah kata HASUGIAN berasal dari kata: Sugi (benci = Sogo) atau HASOGOAN dimana abangnya yang lima orang itu telah membenci Raja Tunggal dan Orang Kaya Tua. Oleh sebab itu lama kelamaan marga Raja Tunggal dan Orang Kaya Tua memakai marga HASUGIAN
Padan & Tarombo Padanan Sihotang dengan Naipospos (Marbun)

Seluruh keturunan Raja Naipospos diikat janji (padan) untuk tidak saling kawin dengan keturunan Raja Oloan yang bermarga Sihotang. Sehingga Sihotang disebut sebagai dongan padan. Memang pada awalnya pembentuk janji ini adalah Marbun. Namun ditarik suatu kesepakatan bersama bahwa keturunan Raja Naipospos bersaudara (na marhahamaranggi) dengan keturunan Sihotang. Hal ini dapat dilihat bersama bahwa hingga saat ini seluruh marga NAIPOSPOS SILIMA SAAMA (Sibagariang-Hutauruk-Simanungkalit-Situmeang-Marbun) tidak ada yang kawin dengan marga Sihotang. Pengalaman di lapangan bahwa memang ada-ada saja orang yang mempersoalkan padan ini. Mereka mengatakan bahwa hanya Marbun sajalah yang marpadan dengan Sihotang tanpa mengikutsertakan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang. Perlu diketahui bersama bahwa telah ada ikrar (padan) para nenek moyang (ompu) bahwa padan ni hahana, padan ni angina; jala padan ni angina, padan ni hahana (ikrar kakanda juga ikrar adinda dan ikrar adinda juga ikrar kakanda). Benar Marbunlah pembentuk padan pertama terhadap Sihotang. Tetapi oleh karena Marbun sebagai anggi doli Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang, maka turut juga serta dalam padan dengan Sihotang.

Contoh lain dapat pula dilihat bersama bahwa sesungguhnya Sibagariang tidaklah ada ikrar (padan) sama sekali untuk tidak saling kawin (masiolian) dengan Marbun. Tetapi oleh karena Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang marpadan dengan Marbun untuk tidak saling kawin maka Sibagariang pun turut serta dengan sendirinya oleh karena ikrar (padan) para nenek moyang (ompu) yang telah disebutkan di atas. Sehingga suatu padan yang umum bahwa keturunan Raja Naipospos dari isteri I (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Raja Naipospos dari isteri II (Marbun). Demikian pula halnya seluruh marga-marga keturunan Raja Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, dan Marbun Lumban Gaol) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Sihotang.

Anda mungkin juga menyukai