ABSTRAK
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah satu kampung adat Sunda yang masih menjalankan
kehidupan mereka berdasarkan kebudayaan padi. Suatu kebudayaan yang mendorong masyarakatnya untuk
memusatkan kehidupan mereka pada padi yang merujuk antara keseimbangan kehidupan antara manusia dengan
alam. Ritual yang menandai diri mereka sebagai masyarakat budaya padi, yaitu prah-prahan. Ritual ini merupakan
salah satu ritual yang dilakukan untuk menandai teritori mereka sebagai masyarakat berbudaya padi berupa
pemasangan, sawen lembur. Ritual penandaan teritori ini dilakukan di pusat permukimanKampung Gede Kasepuhan
Ciptagelar. Penelitian ini berfokus pada peran sawen yang dijadikan sebagai elemen proteksi lingkungan permukiman
dari warga Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar. Penelitian ini berdasarkan pada pertanyaan, apa makna sawen
lembur bagi teritori permukimandan rumah-rumah dari masyarakat Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar pada
kegiatan prah-prahan? Penelitian ini dirancang secara kualitatif, dengan mengeksplore keunikan budaya padi untuk
menjawab pertanyaan awal dari penelitian ini. Metode utama dari pengambilan data adalah dengan partisipasi
peneliti pada ritual dan observasi, dokumentasi langsung saat ritual berlangsung dilanjutkan dengan dokumentasi
arsitektural. Kemudian divalidasi dengan melakukan wawancara pada rurukan Kadukunan yang ada pada
pemukiman.
ABSTRACT
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar is a Sundanese traditional village that still runs their life based on rice culture.
A culture that encourages its people to concentrate their lives on the rice between human life and nature. The ritual
marks them as a cultured society of rice, namely prah-prahan. This ritual is one of the rituals performed to mark their
territory as a cultured society, the installation of sawen lembur. This territorial marking ritual is central to the
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar settlement. This research depends on the role of sawen, which is used as a
protection element of the residential environment and house building by Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
residents. This study is based on the question, what is the meaning of sawen lembur for the residential territory of
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar community in the prah-prahan activities? This research was designed
qualitatively by exploring the uniqueness of rice culture to answer the initial question of this research. The main
method of data recording is with the participation of researchers on rituals and observations, direct documentation as
the ritual takes place continues with architectural documentation. Then validated by conducting interviews on the
rurukan Kadukunan of the existing settlements in the settlement.
Budaya merupakan bentukan dari cipta, karya Elemen proteksi, terdiri dari dua perbendaharaan
juga karsa dari manusia yang dilakukan dalam kata berbeda arti yaitu elemen dan proteksi.
usahanya untuk kehidupannya. Munculnya nilai- Elemen dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan
nilai dari sebuah kebudayaan menjadikan sebagai zat sederhana (tunggal) yang dianggap
pedoman yang menata tingkah laku warga sebagai komposisi bahan alam semesta (seperti
pendukung dari kebudayaan yang dianut. udara, tanah, air, api). Pengartian ini merujuk
Pedoman pola laku dari manusia ini setidaknya pada perwujudan fisik dari sebuah benda. Selain
dikenal sebagai adat-istiadat, norma, aturan etika, itu proteksi dalam kamus Bahasa Indonesia
moral, sopan-santun, pandangan hidup, ideologi diartikan sebagai perlindungan. Sehingga
pribadi. Persoalan yang menyangkut terhadap penyatuan dua kata tersebut memunculkan arti
nilai dalam kebudayaan, pada umumnya terdapat sebagai sebuah benda yang dapat memberikan
lima hal, yaitu; 1) makna hidup manusia; 2) perlindungan.
makna pekerjaan; 3) persepsi mengenai waktu; 4)
hubungan manusia dengan alam; 5) dan Dalam tulisan ini, elemen proteksi diruraikan
dalam beberapa jenis. Elemen proteksi secara tentang (1) kepemilikan terhadap kesebendaan
fisik dapat terwujud sebagai banyak benda. dan area tatanan tempat (2) Personalisasi atau
Proteksi diri, bisa berupa pakaian, penutup, topi. penandaan wilayah (3) ekspresi tatanan untuk
Dalam dunia arsitektur, elemen proteksi dapat mempertahankan terhadap gangguan yang
berupa proteksi terhadap kebakaran, berupa mengurasi rasa personalisasi (4) kemampuan
system fire protection dengan perangkat hydrant berfungsi yang meliputi jangkauan kebutuhan
dan sprinkle. Dan merujuk pada elemen proteksi fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan
pada permukimanbisa diwujudkan dengan kebutuhan estetika (Lang, 1987 dalam (Ariestadi
system pengamanan berupa CCTV, maupun et al., 2014). Pengartian dari teritori ruang itu
adanya pagar. sendiri meliputi bebetarapa aspek berupa
keamanan, kontrol, personalisasi dan identitas.
Dalam konteks permukiman adat, elemen
proteksi diwujudkan pada benda benda buatan Menurut Altman dalam Porteous (1977),
manusia yang dipercayai mendukung teritorialitas dapat dibedakan menjadi tiga
kepercayaan mereka dalam mengkomunikasikan berdasarkan fungsinya, yaitu teritori primer,
diri dengan alam. Pada permukiman masyarakat teritori sekunder, dan teritori umum.
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar elemen
proteksi yang dibicarakan berupa elemen yang a. teritori primer
tersusun dari daun-daunan dan akar yang Teritori primer yang di ekspresikan dengan
disatukan dan dilakukan proses ritual yang kegiatan teritorialitas primer merupakan
disebut prah-prahan, sehingga elemen tersebut suatu bentukan ruang yang dimiliki secara
diproses sehingga di sebut sebagai sawen. permanen oleh seseorang atau kelompok
Elemen proteksi ini dipercaya oleh masyarakat tertentu. Untuk menghindarkan diri dari
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar sebagai gangguang. Gangguan yang berupa gesekan
perlindungan terhadap rumah dan permukiman pada aspek keamanan, control, personalsasi
mereka dari gangguan-gangguan dari dimensi dan identitas. Gangguan terhadap ruang ini
lainnya yang akan menimbulkan kerusakan pada dianggap sebagai penghinaan bagi
alam. penghuninya (contoh:area pribadi berupa
kamar, rumah tinggal, meja pada ruang
Tinjauan Teritori kantor).
b. teritori sekunder
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia teritori Teritori sekunder adalah ekspresi
didapat dari bahasa asing yaitu, territory yang teritorialitas sekunder yang dapat berupa
jika di Indonesiakan menjadi teritori yang berarti bentukan ruang yang dikuasai dan dikontrol
‘wilayah, daerah kekuasaan’. Sehingga istilah oleh seseorang atau kelompok tertentu
teritori di Indonesia sendiri sebenarnya tidak ada namun masih mengijinkan orang/kelompok
dan tidak memiliki pengartian yang memberikan lain untuk mengakses ruang tersebut.
definisi pasti dari kata itu sendiri (Fatimah, 2010). c. teritori umum
Sehingga pada bahasan ini teritori lebih Teritori umum merupakan ekspresi
mengerucutkan diri pada batasan dimana teritorialitas umum berupa bentukan ruang
makhluk hidup dapat menentukan pertahanan yang hanya dapat dikuasai dalam waktu
dari kontrol dalam penandaan ruang secara fisik singkat dan dapat diakses oleh semua orang
maupun simbolik (Altman 1975).
Menurut Robinson dalam prosidingnya yang
Terdapat pula kata teritorialitas yang dapat berjudul Institutional Space, Domestic Space and
diartikan sebagai perilaku yang berhubungan Power relations. Revisiting territorialty with
dengan kepemilikan atau hak seseorang atau space syntax, teritori dapat disejajarkan dengan
sekelompok orang atas suatu tempat atau suatu domain (Robinson, 2001). Teritori dapat
lokasi geografis. Pola perilaku ini mencakup dipisahkan berdasarkan sifatnya, yaitu terdiri
personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari:
dari luar. Karakter dasar dari suatu teritori yaitu
a. intimate domain, Dari satu wilayah ke wilayah lain mereka
b. semi intimate domain, memiliki cara mereka untuk menandai wilayah
c. private domain, mereka.
d. semi private domain,
e. semi public domain Tabel 2.1. Kelompok Teori Teritori
f. public domain Tinjauan
T
E Empiris Nilai
Menurut Suryono dan Carrisa (2015) berdasarkan
R
filosofi teritori masyarakat adat Bali konsep I
Hirarki(Habraken) Sosial Teritori
Sanga Mandala, teritori dapat dipisahkan 1. Fungsi(Altman, 1975) 1. Civitas
T
2. Sifat (Robinson, 2001) 2. Aktivitas
berdasarkan maknanya yaitu: a. makna utama O
3. Makna 3. Nilai
mandala adalah area bermakna suci untuk R
(Burhanuddin,2010) perilaku
I
beribadah, b. makna masya mandala adalah area 4. Artefak
perantara untuk bermukim dan c. makna nista
mandala adalah area kotor untuk tempat hewan Metodologi Penelitian
dan pembuangan.
Dalam menentukan metode dalam penelitian ini,
Sedikit berbeda dengan Burhanudin dengan berdasar pada tulisan Crasswell (2010) yang
filosofi Islam yaitu membagi teritori hanya membagi penelitian dalam tiga hal yaitu; (1)
menjadi dua yaitu: paradigma penelitian, (2) strategi penelitian dan
(3) metode penelitian. Pada dasarnya rancangan
a. teritori sakral penelitian terdapat tiga jenis yaitu: rancangan
b. teritori hunian penelitian kualitatif, rancangan penelitian
kuantitatif dan rancangan penelitian campuran
Aspek teritori yang ada dan berkembang di (mixed).
masyarakat Nusantara diidentifikasi tidak hanya
sebatas pada fisik, akan tetapi terdapat batas Creswell (2010) menyebutkan jika penelitian
simbolik yang diartikan sebagai batasan yang dengan rancangan kualitatif mempunyai ciri-ciri:
didasari oleh persepsi yang dirasakan manusia (1) berusaha untuk memahami deskripsi, (2)
dalam melindungi dirinya dari gesekan pada berorientasi pada eksplorasi, penemuan
aspek keamanan, kontrol, personalisasi dan (discovery oriented) dan (3) dianalisis dengan
identitas mereka yaitu fungsi primer menuju logika induktif pada kasus ini pada teritori
fungsi tersier (Mustivia et al,2016, Sari, et permukiman di Kampung Gede Kasepuhan
al,2015), berdasarkan pembagian gender Ciptagelar. Penelitian ini didasarkan pada
(Fatimah, 2010). Selain batas simbolik, teritori observasi lapangan dan dibantu dengan tinjauan
juga saling berikatan satu sama lain dengan batas pustaka untuk bantuan dalam penulisannya.
secara fisik yang dapat berupa batas yang nyata
terlihat secara visual. Batasan yang secara visual Pada penelitian ini ditemukan tema empiris
terlihat dapat terwujud dari fenomena alam; berupa hirarki teritori dan tema sosial dengan
hutan, sungai, gunung, lautan, danau, lembah, kategori berupa nilai teritori dalam rangka
maupun batas yang diciptakan manusia berupa pembentukan konsep utama untuk membantu
pagar hidup, gundukan gundukan, naik turun dalam mengidentifikasi penyelesaian pada
antar ruang, perbedaaan material, dinding. permasalahan yang ditemukan di lapangan, yaitu:
Teritori.
Jika diperhatikan, batasan simbolik memiliki
keunikan tersendiri. Karena batas simbolik selalu Karena sifat rancangan penelitian ini
menyesuaikan dari lokus yang dimaksudkan. mendasarkan diri pada bentuk deskriptif, maka
Setiap konteks kewilayahan memiliki caranya peneliti bertindak sebagai salah satu instrumen
masing-masing dalam membatasi dan manandai dan kontak langsung di lapangan untuk
wilayahnya. Di Nusantara memiliki keunikan mengambil ikut mengalami dan merasakan
yang membedakannya dengan wilayah yang lain. fenomena yang ada dalam pengambilan data
utama berdasarkan hasil wawancara dan ekspresi masyarakat dalam menjaga
obeservasi langsung. Berdasarkan sifat keseimbangan lingkungan dalam bermukim.
rancangannya, validasi internal dilakukan dengan Sawen lembur dijadikan proteksi permukiman
data yang diambil berupa observasi, pendataan sebagai tanda bahwa mereka adalah masyarakat
dan dokumentasi lapangan. yang berbudaya padi dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk dalam budaya bermukim. Dengan
Sehingga berdasarkan tujuannya untuk menjawab dipasangnya sawen lembur maka menandai
pertanyaan dalam permasalahan yang muncul, masyarakat yang memasangnya terikat dengan
penelitian ini menggunakan rancangan penelitian segala aturan yang ada dalam berbudaya padi.
kualitatif yang dibentuk berdasarkan deskriptif Tidak dalam aturan tertulis, akan tetapi dalam
dari hasil wawancara dengan tujuan memahami bentuk keterikatan kebisaan. Kebiasaan turun
(eksploratoris), bukan dibentuk berdasarkan temurun yang kemudian menjadi budaya.
angka dan bersifat menguji seperti pada
rancangan kuantitatif. Keterikatan budaya ini mengikat dalam segala
aspek, begitu juga dalam bermukim. Bagi warga
Hasil dan Pembahasan berbudaya padi. Pemasangan sawen lembur pada
permukiman mereka dapat memberikan satu
Untuk memperjelas peran sawen lembur bagi ketenangan tersendiri karena satu kewajiban
teritori kampung dan banguan rumah-rumah di mereka telah mereka jalankan. Setelah
permukiman masyarakat Kampung Gede pemasangan ini selesai, maka rasa terlindung dari
Kasepuhan Ciptagelar ditandai dengan adanya bahaya yang dapat ditimbulkan entitis metafisik
ritual prah-prahan. Pemahaman tentang cara muncul.
masyarakat Kampung Gede Kasepuhan
Ciptagelar menjaga teritori kampung dan rumah- Daftar Pustaka
rumah yang ada pada lingkungan permukiman
dan bangunan rumah-rumah mereka dengan
elemen penanda berupa sawen lembur menjadi Adimihardjo, Kusnaka. (2004). Pola Kampung
hal penting. dan Arsitektur Rumah Warga
Kasepuhan, Jawa Barat. Warisan
Pemahaman mengenai proteksi teritori mereka Budaya Tradisional.
dijadikan pegangan utama dalam penataan Ahdiat et al. (n.d.). Kajian Pola Kampung dan
permukiman dan juga sebagai pedoman untuk Rumah Tinggal Warga Kasepuhan
menjaga keseimbangan dan keselarasan Kesatuan Adat Banten Kidul di
kehidupan dengan lingkungan. Sehingga dengan Sukabumi Selatan-Jawa Barat .
patuh dan memegang teguh pemahaman Conference: Seminar Nasional FPTK
mengenai proteksi teritori permukiman yang EXPO Universitas Pendidikan
ditandai dengan penempatan sawen lembur dapat Indonesia, At Kota Bandung-West Java
menjadi bukti bahwa dalam kehidupan sehari-hari Province-Indonesia, Volume: 1, 2013.
mereka masih memegang teguh kepercayaan Burhanuddin. (2010). Konsep Teritori dan
mereka terhadap leluhur. Juga sebagai bukti Privasi sebagai Landasan Perancangan
bahwa dalam bermukim yang masih memiliki dalam Islam. Ruang Vol. 2 No. 2 , 1-7.
tradisi untuk berpindah tempat, perpindahan Cresswell. (2003). Research Design: Qualitative,
tersebut tidak akan mengganggu keseimbangan Quantitative, and Mixed Methods
alam, seperti kebanyakan timbulnya permukiman Approaches . Sage Publications, Inc.
yang ada saat ini. Dwi. A et al. (2014). Kajian Ruang Liminal pada
Konsep Teritori Permukiman Adat
Kesimpulan Sunda Cigugur melalui Analisis Ritual
"Ngajayak". Temu Ilmiah IPLBI 2014,
Dalam mematuhi tradisi menjaga kehormatan 73-82.
padi kebiasaan penempatan sawen lembur pada
ritual prah-prahan merupakan satu bentuk
Irwin Altman, Joachim F. Wohlwill. (1980). Creating Architecturak Theory , 145-
Human Behavior and Environtment . 156.
New York : Plenem Press. Laurens, J. M. (2004). Arsitektur dan Perilaku
Jamaludin et al. (2016). Kawung sebagai Manusia. Jakarta: PT Grasindo anggota
Pembentuk Ruang di Kampung Adat Ciptagelar . Ikapi.
Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota Nuryanto et al. (2013). Kajian Pola Kampung
Volume 2, No. 2, 148-152. dan Rumah Tinggal pada Arsitektur
Kusdiwanggo, Susilo, et al. (2016). Sakuren: Tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan
Konsep Spasial sebagai Prasyarat Ciptarasa di Kab. Sukabumi-Jawa Barat.
Keselamatan Masyarakat Budaya Padi di Seminar Nasional FPTK EXPO
Kasepuhan Ciptagelar. Panggung Vol. Universitas Pendidikan Indonesia, At
26 No. 3, 310-321. Kota Bandung-West Java Province-
Kusdiwanggo, Susilo. (2014). Fenomena Indonesia, Volume: 1.
Sakuren Komunitas Adat Ciptagelar. Nuryanto. (2008). Ruang Publik dan Ritual
Temu Ilmiah IPLBI (pp. 25-30). Warga Kampung Kasepuhan Ciptagelar
Palembang : Universitas Sriwijaya. di Kabupaten Sukabumi. Teras Vol. VIII
Kusdiwanggo, Susilo. (2016). Konsep Pola No.1 , 48-59.
Spasial Permukiman di Kasepuhan Tuan. (1977). Space and Place The Perspective
Ciptagelar . Jurnal Permukiman Vol. 11 of Experience. London: University Of
No. 1, 43-56. Minnesota Press.
Kusdiwanggo, Susilo. (2015): Pancer- Turner. (1966). The Ritual Process. In Turner,
Pangawinan sebagai Konsep Spasial Symbol, Myth and Ritual Series (pp. 94-
Masyarakat Adat Budaya Padi 203). New York : Cornel University
Kasepuhan Ciptegalar. Buku 1. Press.
Disertasi. Bandung: ITB
Lang. (1987). Privacy, Territoriality and
Personal Space-Proxemic Theory .