KASEPUHAN GELARALAM
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metode penelitian kuallitatif
Dosen Pengampu:
Dr. Imam Setyobudi, S.Sos.,M.Sn.
Khoirun Nisa Aulia Sukmani, S.Ant.,Msi.
Disusun oleh :
M. Adzkia Dzulfadhli 223233033
ANTROPOLOGI BUDAYA
FAKULTAS BUDAYA DAN MEDIA
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Agraris adalah masyarakat yang mata pencaharianya bercocok tanam, Indonesia
selain dikenal dengan negara maritim Indonesia juga merupakan negara agraris yang mana sebagian
penduduk mayoritasnya bermata pencaharian dengan bercocok tanam, Indonesia memiliki jenis
sumber daya pertanian dan kebutuhan pangan yang beragam, sebagian besar penduduk masyarakat
Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pokok utama, walaupun di sebagian tempat yang lain beras
tidak menjadi bagian pokok yang utama, oleh Karena itu padi tetap menjadi tanaman penting, padi
telah menjadi komoditas pangan yang strategis dari masa-masa yang telah berlalu hingga masa kini .
Kasepuhan Gelar Alam adalah salah satu dari masyarakat agraris yang membudidayakan padi
dengan atas asas rice culture, yang mana masyarakat Kasepuhan masih menjalankan sistem
kepercayaan dengan menganggap padi sebagai suatu hal yang sangat disakralkan . Dalam aktivitas
pertanianya diselenggarakan secara ritual dan sakral dengan berdasarkan sistem waktu tertentu,
umumnya rangkaian tradisi tersebut dimulai dengan persiapan benih dan lahan, penanaman benih,
perawatan tanaman, panen, dan masa jeda.
Aktivitas dan tata kehidupan masyarakat tradisi tidak lepas dari ritus budidaya padi yang
Berorientasi pada proses pemeliharaan keselarasan kosmik, sebuah cara pandang Yang tetap
mempertahankan kaidah antropokosmos alih-alih antroposentris. Dalam konstelasi alam raya,
pandangan antroposentris melihat manusia sebagai Pusat semesta, sebagai penguasa alam
mengeksplorasi alam untuk kepentingan Dirinya sendiri, mengesampingkan kekuatan-kekuatan alam
dengan mengabaikan Hak alam (right of nature), untuk hidup dan berkehidupan (Shrader-Frechette,
1996 dalam Piliang, 2006). Hidding (1948: 78-79 dalam Wessing, 1977) telah Menunjukkan bahwa
kehidupan masyarakat Jawa Barat (Sunda) harus dilihat Sebagai bentuk partisipasi dalam tata kosmik,
di mana adat, ritual, kewajiban, dan Buyut (tabu), merupakan panduan yang tepat untuk menjalani
kehidupan.
Kasepuhan Gelaralam mempunyai beberapa keunikan yakni pola pertanian yang mereka
pakai akulturatif antara sawah dan huma atau yang mereka sebut ‘sri di air’ dan ‘sri di darat’ berbeda
dengan Kanekes (Baduy) yang hanya menggunakan pola pertanian huma saja, keunikan lain yang
Kasepuhan Gelaralam miliki ialah tradisi ngalalakon dalam bermukimnya, yaitu tradisi memindahkan
kasepuhan, contoh yang telah terjadi Kasepuhan Gelaralam, sebelum pindah ke permukiman
Kasepuhan Gelaralam ini dulunya berada di pemukiman Ciptagelar, sebelum kasepuhan berada di
pemukiman Ciptagelar kasepuhan ini berada di pemukiman Ciptarasa, begitu seterusnya hingga ke
kasepuhan awal di Cipatat Urug pada tahun 1368.
Kebiasaan berpindah tempat tidak identik dengan kebiasaan pindah (migrasi) Kaum nomad di
Eropa (Saputra, 1950). Kebiasaan pindah ini merupakan tugas Dari karuhun (leluhur) yang wajib
dijalankan. Melaksanakan perintah karuhun adalah salah satu bentuk ketaatan beribadah. Ketika hijrah
wangsit (perintah Pindah melalui wangsit) tiba, maka semua ladang, sawah, dan bangunan akan
Ditinggalkan, kecuali beberapa bangunan, terutama lumbung padi utama, yaitu Leuit Jimat. Leuit
Jimat akan ikut dibawa ke manapun kasepuhan berpindah tempat. Secara simbolis, Leuit Jimat
merupakan lambang kedaulatan, legitimasi kekuasaan, dan kesatuan Kasepuhan Gelaralam. Pada
ranah arsitektur, Leuit Jimat memiliki peran penting dalam proses pembangunan permukiman
kasepuhan.
2. Bagaimana aktivitas ritual dan adat selama satu musim tanam berjalan ?
Penelitian ini bertujuan mengungkap pengaruh budaya padi terhadap Permukiman Kasepuhan
Gelaralam. Guna mencapai maksud tersebut, penelitian Ini memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Menggali makna dan peran ngalalakon sebagai tradisi bermukim Masyarakat berbasis budaya
padi Kasepuhan Gelaralam.
1.4 Manfaat
Secara keilmuan, penelitian ini bermanfaat sebagai perspektif baru dalam melihat Aspek
spasial pada masyarakat berbasis budaya padi dan menjadi generator dalam Melihat aspek spasial
pada masyarakat berbasis budaya lainnya di Nusantara. Secara praktis, penelitian ini memberikan
wawasan pada bidang penelitian, Pengajaran, dan kajian budaya tentang hubungan timbal balik yang
dinamis antara Tradisi membangun, identitas kultural, dan budaya bermukim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian disertasi yang menggunakan pendekatan etnografi ini, tinjauan Pustaka
didudukkan sebagai latar belakang pengetahuan atau informasi yang Berguna dalam memberi
gambaran fokus penelitian. Beberapa teori yang ada tidak Serta merta dirujuk sebagai usaha
membangun kerangka berpikir. Penelitian ini Menggunakan tema kultural atau perspektif teoritis, di
mana teori muncul di awal Penelitian. Sesuai dengan rancangan penelitian kualitatif, teori yang
muncul di Awal ini dapat dimodifikasi atau disesuaikan sedemikian rupa berdasarkan Pandangan dari
para partisipan selama penelitian berlangsung (Creswell, 2003:134).
Masyarakat Agrikultur
Sejak berakhirnya era berburu dan meramu dari 10.000 tahun yang lalu, manusia mulai
memasuki era hortikultura. Masyarakat hortikultura membudidayakan tanaman dan hewan ternak
dengan teknik dan peralatan yang masih sederhana. Penemuan bajak pada tahun 3000 SM menjadi
salah satu tonggak penting yang menandai bergesernya era masyarakat hortikultura ke masyarakat
agraris. Era agrikultur sering disebut sebagai “the dawn of civilization”, di mana telah lahir sistem
sistem organisasi (militer), sistem pengadilan (Hammurabi) pada milenium ke-2, sistem moneter, dan
teknologi peleburan besi dan perunggu (Lenski & Lenski, 1978: 142, 177-190).
Dari keempat paras prasejarah Indonesia tersebut menunjukkan bahwa Pembudidayaan padi
telah dimulai dari paras ketiga. Budidaya padi kering Merupakan pengembangan sistem holtikultura
(meramu), sedangkan budidaya Padi sawah berpijak pada budi daya padi kering. Keempat paras
prasejarah juga Melahirkan mentalitas suku-suku bangsa di Indonesia.
Mentalitas Masyarakat Sunda sebagai Masyarakat Budaya Padi
Konsep dualisme sudah muncul dalam sejarah ketuhanan Indonesia purba. Konsep ini bersifat
deisme (ketuhanan murni) yang tidak antropormik atau dikenal manusia (Bakker, 1984 dalam
Sumardjo, 2002). Tuhan begitu besar dan memikat sekaligus menakutkan. Kedudukan Tuhan menjadi
begitu jauh dan tidak dikenal. Keberadaan Tuhan tidak disangkal, tetapi tidak dianggap relevan untuk
manusia. Masih menurut Sumardjo, hilangnya peran Tuhan mengembangkan kepercayaan magi yang
menjauhkan manusia dari hukum etika. Religi asli Indonesia purba seolah mengabaikan etika. Agama
asli Indonesia adalah religi-magis bukan religi-etis. Dasar agama primordial adalah sesuatu dianggap
baik jika sesuai dengan aturan kosmik dan berdosa kalau menyalahi tata kosmik. Moralitas Agama
asli termuat dalam hukum adatnya. Etika hukum adat juga berbeda pada setiap suku atau subsuku
Dualisme menjadi ciri mentalitas masyarakat peladang, yaitu masyarakat dengan budi daya
tanaman pangan yang berpindah tempat. Ciri mentalitas masyarakat peladang bersifat ganda
(taksa/ambivalen) (Boelaars, 1984). Pemahaman ruang bersifat dualisme berkembang tidak hanya
pada masyarakat pemburu dan peramu, tetapi juga masyarakat peladang dan maritim. Pola ruang
berdasarkan kesatuan dua dimiliki oleh masyarakat suku yang hidup dari meramu dan berburu, yaitu
mengumpulkan kekayaan alam dengan berburu, mencari sagu, atau mencari ikan. Unsur waktu dan
kerohanian bersifat dinamis (daya gaib, energi) pada masyarakat peramu. Prinsip kesatuan tiga
dimiliki oleh masyarakat peladang yang setengah konsumtif (peramu) dan produktif. Kesatuan lima
merupakan karakter masyarakat sawah. Unsur waktu dan rohaniah bersifat animistik pada masyarakat
ladang dan sawah (Sumardjo, 2002: 20-21).
Di masa lalu, perpindahan pusat pemerintahan kerajaan di Sunda terjadi, Beberapa kali pusat
pemerintahan berpindah-pindah. Perpindahan ibu kota kerajaan disebabkan oleh berbagai macam
alasan, antara lain ekonomi, keamanan, politik, dsb. Sebagai permukiman yang sering memindahkan
lokasi pemerintahannya, pola perpindahan komunitas Kesatuan Adat Banten Kidul perlu dikaji lebih
dalam. Di samping karena kasus ini masih terjadi di era modern, juga belum banyak yang
mengkajinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Data dihimpun langsung dari lapangan. Data dianalisis secara terpisah pada masing-masing
kelompok data. Kelompok data pertama dianalisis melalui pendekatan thick description. Kelompok
data kedua dianalisis secara bertingkat dengan domain analysis dan taxonomy. Hasil analisis
keduanya disintesiskan secara simultan hingga merumuskan bangun teori.
Tahap Pertama
Tahap pertama dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu menetapkan fokus
penelitian dan lokus penelitian.. Rincian dari masing-masing tahap tersebut dideskripsikan Sebagai
berikut:
- Fokus Penelitian
Penelitian ini bertolak dari latar belakang masyarakat berbudaya padi (rice culture) dengan
artefak yang utuh dan aktivitas budaya yang masih hidup.penelitian ini menggali tradisi ngalalakon
masyarakat Gelaralam , Tradisi ngalalakon dikaji dari perspektif prinsip kepercayaan bermukimnya.
- Lokus Penelitian
Lokasi penelitian berada di permukiman adat Sunda Kesatuan Adat Banten Kidul Kasepuhan
Ciptagelar. Secara administratif, permukiman ini berada di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat. Secara geografis, permukiman ini berada di Dataran tinggi Gunung Halimun sebagai salah satu
penyusun Pegunungan Kendeng Jawa Barat-Banten. Kasepuhan Ciptagelar memenuhi persyaratan
Sebagai lokus penelitian kualitatif-etnografi karena memiliki lingkungan budaya Padi yang masih
hidup sepenuhnya dalam lingkungan yang asli dan alamiah. Salah satu keunikan dan nilai lebih dari
Kasepuhan Ciptagelar adalah tradisi memindahkan permukiman sejak ratusan tahun lalu yang masih
dilakukan hingga kini.
Tahap Kedua
Tahap kedua dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu
mengumpulkan dan menganalisis data. Data terdiri dari sumber dan jenis data
serta kedudukan dan fungsi peneliti sebagai instrumen penelitian.
- Pengumpulan data
Data penelitian etnografi adalah milik kelompok yang diteliti. Data penelitian ini
Dihimpun dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi atau mengambil Catatan
lapangan. Data yang sudah dihimpun menghasilkan jenis data berupa Kutipan asli, uraian,
dan kutipan dokumen. Data dibagi dalam dua kelompok, Yaitu data sistem kepercayaan
dan aktivitas budaya padi. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan berjenjang.
Wawancara Informan tidak bisa dilakukan dalam kekakuan dan terikat jadwal yang kaku.
Wawancara bisa dilakukan di mana saja dan kapan pun. Seringkali kesempatan untuk
wawancara harus menunggu lebih dari sehari, itupun harus dilaksanakan Pada waktu
dinihari. Dalam wawancara, informan berikutnya ditentukan oleh Informan sebelumnya.
Setiap informan terdahulu membawa informasi untuk Informan berikutnya. Terkadang
informasi antar-informan saling bertentangan.
- Analisis data
Analisis data tidak dilakukan menunggu semua data terkumpul, tetapi dilakukan
selama masa turun di lapangan. Analisis data dilakukan secara mendalam, bertingkat, dan
berlapis. Data dianalisis dan diorganisasikan berdasarkan kedekatan tema-tema
kulturalnya.
Tahap Ketiga
Tahap ketiga meruapakan tahap terakhir dalam penelitian ini. Tahap ketiga berisi
menulis laporan. Sebelum menulis laporan peneliti harus mencukupkan waktu
penelitianya dan meninggalkan lokasi penelitian dengan sepengetahuan warga.
- Menulis Laporan
Laporan penelitian ini tersusun atas tiga substansi, yaitu deskriptif, analisis, dan
teoritis. Laporan deskriptif merupakan laporan yang tersusun atas data. Laporan analitis
berisi tentang analisis tema-tema kultural. Laporan teoritis berupa pernyataan teoritis atas
temuan-temuan.