2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
Abstrak
Lontar Kala Tattwa adalah sebuah naskah lontar yang bersifat Siwaistik yang
secara spesifik menjelaskan tentang asal-usul kelahiran Sang Hyang Kala beserta
anugrah-anugrah yang diterima dari orang tuanya-Bhatara Siwa dan Dewi Uma. Lontar
Kala tattwa juga terdapat ajaran Etika Hindu yang mengatur tingkah laku yang baik dan
benar untuk kebahagiaan hidup serta keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa, antar sesama manusia, manusia dengan alam semesta dan ciptaan-
Nya. Ajaran etika Hindu juga bermakna dapat membentuk budi pekerti yang luhur dan
hakekat manusia sebagai makhluk individu, sosial religius yang dapat diimplementasikan
ke dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan kualitatif, yang mana
termasuk dalam pendekatan kualitatif filsafat kepustakaan.. Metode pengumpulan data
dalam artikel ini adalah studi kepustakaan. Hasil yang diperoleh dari artikel ilmiah adalah
ajaran Etika Hindu yang terkandung dalam Lontar Tattwa Kala yaitu a) Nilai Sad Ripu
(Pengendalian Diri) b) Nilai Panca Yajna dalam Lontar Tattwa Kala yang terdiri dari
Dewa Yajna yang dilakukan kehadapan c) Nilai Catur Guru yaitu terdiri dari Guru
Rupaka adalah orang tua dirumah, Guru Pengajian adalah guru yang mengajar di sekolah,
Guru wisesa adalah Pemerintah dan Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi
Wasa d) Nilai Tri Kaya Parisudha dalam Lontar Tattwa Kala yaitu Manacika yaitu yang
berarti berpikir suci atau berpikir yang benar, Wacika yaitu yang berarti berkata yang
benar dan Kayika yaitu yang berarti perbuatan atau prilaku suci atau berprilaku yang
benar.
Kata Kunci: Etika, Lontar Tattwa Kala
senang membaca dan menulis dan dapat termasuk lembaga pendidikan. Etika
berbuat kebaikan/kebajikan terhadap Hindu adalah tingkah laku yang baik dan
sesama, biasanya orang itu mendapat benar untuk kebahagiaan hidup serta
tempat terhormat di kalangan keharmonisan hubungan antara manusia
masyarakat Bali (Bagus, 1980:8). dengan Tuhan Yang Maha Esa, antar
Sastra Jawa Kuna merupakan sesama manusia, manusia dengan alam
salah satu warisan budaya bangsa semesta dan ciptaan-Nya. Ajaran etika
Indonesia yang mempunyai nilai sangat Hindu juga bermakna dapat membentuk
tinggi. Sejarah telah mencatat bahwa budi pekerti yang luhur dan hakekat
Sastra Jawa Kuna mencapai puncak manusia sebagai makhluk individu,
perkembangannya yang sangat subur sosial religius yang dapat
atara abad ke-9 hingga abad ke-16 diimplementasikan ke dalam kehidupan
dipusat-pusat kerajaan Hindu, seperti sehari-hari.
Kerajaan Kediri, Singasari, dan Penelitian ini adalah kualitatif
Majapahit (Zoetmulder, 1985:18). dengan menggunakan pendekatan
Sesuai dengan sistem kekuasaan pada kualitatif, yang mana termasuk dalam
waktu itu hasil Sastra Jawa Kuna pendekatan kualitatif filsafat
umumnya dijiwai oleh agama Hindu. kepustakaan. Tattwa kala merupakan
Hasil karya sastra ini tumbuh subur salah susastra Hindu ynag ada di Bali
sehingga banyak karya sastra yang lahir, menjadi objek material dalam penelitian
seperti kakawin Bharatayudda, Arjuna ini, yang kemudian dianalisis
Wiwaha, Gatotkacasraya, menggunakan metode khas filsafat
Siwaratrikalpa, dan sebagainya (Wika, khususnya filsafat ketuhanan sebagai
2013:2). objek formal. Data dalam kajian ini
Oleh karena itu, kepustakaan dikumpulkan melalui studi kepustakaan
Bali sangat kaya dan beraneka ragam terkait inti dari ajaran etika hindu yang
jenisnya. Keberadaan agama Hindu terdapat dalam lontar Tattwa kala,
banyak tersimpan pada kepustakaan- mengumpulkan pustaka-pustaka
kepustakaan tersebut, baik mengenai termasuk buku-buku terkait ajaran etika.
Tattwa, Susila, dan Acara. Naskah Data yang telah dikumpulkan kemudian
keagamaan yang teksnya mengandung direduksi untuk menentukan data yang
ajaran ketuhanan adalah teks Tattwa. sesuai untuk dianalisis menggunakan
Dari sekian banyak teks Tattwa yang metode hermeneutika. Melalui metode
ada, ada yang mengandung ajaran etika hermeneutika ini data yang telah
hindu yakni yang terdapat dalam lontar dikumpulkan kemudian dianalisis
Tattwa kala. Dalam Tattwa Kala ini melalui tahapan hermeneutika sehingga
diceritakan bagaimana sulitnya Sang hasil analisis data diharapkan merupakan
Hyang Kala mencari Ayah Ibunya data yang benar-benar objektif. Hasil
karena beliau dianggap masih kotor. analisis kritis terhadap data disajikan
Akhirnya diberi petunjuk oleh Bhatara dalam bentuk deskriptif-naratif
Siwa agar memotong gigi taringnya. Isi
dari lontar tattwa kala sangat sarat akan II. PEMBAHASAN
ajaran yang mengacu pada Tiga 2.1 Sinopsis Lontar Tattwa Kala
Kerangka Dasar agama Hindu Tersebutlah suatu hari Bhatara
khususnya Tattwa dan Upacara. Ajaran Siwa dan Dewi Uma sedang berjalan-
susila (etika Hindu) terkandung dalam jalan di pinggir pantai untuk melihat
Lontar Tattwa Kala, di dalamnya tersirat keindahan laut. Pada saat itu angin
ajaran etika yang amat luhur untuk bertiup cukup kencang sehingga
dicermati sebagai pedoman mengatur menyingkap kain Dewi Uma. Bangkitlah
diri sendiri, kelompok atau organisasi, nafsu Bhatara Siwa, tetapi sebelum
2
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
Dadya ta wirosa Bhatara Siwa. agung dosane kita? Tan urung kita
Umatura Bhatari: “Uduh pukulan aja mati deng ku”.
mangkana, dudu polah ing Hyang”. (Lontar Kala Tattwa: 2)
Ling Bhatara: “Singgih Bhatari aja Terjemahan:
sira mangkana, apan tan siddha Sabda Bhatāra Siwa : “Ah uh uh ah
inandetan ikang indriya yan tan aweh mah, janganlah engkau ragu-ragu,
tan suka aku”. aku hadapi sekarang”. Lalu beliau
(Lontar Kala Tattwa: 1) keluar dan ditemuinya raksasa itu.
Terjemahan: “Aum engkau raksasa, sangat besar
Kemudian marahlah Bhatāra Siwa. dosamu. Matilah engkau olehku”.
Berkatalah Bhatārī Giriputri : Duhai 5) Mada
jungjungan, janganlah demikian, Mada artinya mabuk, seperti
(perilaku seperti itu) bukanlah mabuk karena minuman keras dan
perilaku dewata. Berkatalah Bhatāra narkoba. Minuman merupakan salah satu
(Siwa) : “Ya Bhatārī janganlah penyakit yang sulit dihilangkan., sikap
demikian, karena tidak terkendalikan asuri sampad yakni sifat-sifat raksasa
keinginanku, jika tidak diberikan pada manusia yaitu sifat kemabukan ini
tidak senanglah aku.” Akhirnya menimbulkan permusuhan, karena orang
(keduanya) sama-sama marah. mabuk suaranya macam-macam dan
Namun belum terpenuhi keinginan suaranya kasar-kasar menyebabkan
Bhatāra (Siwa), sperma beliau sudah orang tersinggung mendengarnya.
keluar dan jatuh ke laut. Selanjutnya Semua rahasia terbongkar, kata-katanya
Bhatāra Siwa kembali ke sorga tidak karuan-karuan, ngawur dan
bersama dengan permaisuri-Nya. mencaci maki dan menentang setiap
Berdasarkan hal tersebut sifat lawan bicaranya. Kalau sering
marah tidak hanya ada di dalam diri mengkonsumsi miras dan sejenisnya
manusia tetapi ada pada dalam diri Dewa menyebabkan penyakit lever, jantung,
atau Bhatara, sifat marah sangatlah ginjal dan penyakit saraf yang
merugikan diri karena disamping membahayakan kesehatan, ekonomi, dan
kerugian material juga sangat merusak keluarga menjadi berantakan. Adapun
kesehatan fisik dan mental. cara mencegah atau mengurangi sifat-
4) Moha sifat mabuk ini adalah dengan cara :
Pikiran bingung membuat 1. Menjauhi miras atau narkoba
menjadi tidak terkontrol. Orang yang tersebut
dalam keadaan binggung tidak dapat 2. Melakukan bratha puasa, latihan
berfikir dan melakukan pekerjaan tidak makan dan tidak minum
dengan baik. Agar kebingungan dapat pada hari-hari suci misalnya pada
diatasi dengan bijak, manusia hendaknya hari Siwa Ratri atau pada hari
selalu berfikir panjang, tenang, penuh suci Nyepi.
kearifan, dan penuh pertimbangan. 3. Hindari bergaul dengan orang-
Manusia juga harus senantiasa orang pemabuk
menyeimbangkan pembentukan pikiran 4. Turuti petuah-petuah dari guru di
dengan hati nurani dan selalu merasa sekolah, di rumah (Catur Guru)
bersyukur atas karunia Ida Sang Hyang 6) Matsarya
Widhi Wasa, dalam Lontar Kala Tattwa Sikap asuri sampad yakni sifat-
dijelaskan dalam sloka berikut: sifat raksasa pada manusia yaitu sifat iri
Ling Bhatara Siwa: “Ah Uh Ah Mah, hati adalah perasaan orang selalu tidak
aja sira sangsaya ku papaga senang melihat orang yang berhasil,
mangke”. Neher sira mijil, kapanggih melihat orang yang maju, sukses dan
tang danawa”. “Aum sira danuja bahagia. Karena merasa disaingi
6
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
pada inangaskara ikang sarwa tiryak dan kampuh, mas, perak, permata
sarwa prani, sarwa janma, tekeng mulia. Besar kecil punia (pemberian)
daitya danawa raksasa, Bhuta kala itu Rsi Yajna juga namanya, disertai
dewa bhatara. Ika samodaya dengan pikiran yang suci dan tidak
inarpanakena ginawe homa, maka ada rasa terikat akan miliknya, karena
stana Sang Hyang Agni dumila rsi Yajna akan melenyapkan segala
gumeseng ikang lengkaning bhuwana dosa dan kemalangan orang berYajna
kabeh sampai dengan lima bentuk
(Lontar Kala Tattwa: 8) kesengsaraan leluhurnya.demikianlah
Terjemahan: pahalanya. Oleh karena disucikan
Guna dari Aswameda Yajna, oleh para rsi seluruhnya.
ketahuilah oleh anakku, adalah Yajna 3. Pitra Yajna adalah Yajna yang
untuk membebaskan seisi dunia, dilakukan kepada para roh leluhur
menghilangkan segala kotoran dari termasuk kepada orang tua yang masih
dunia, terutama segala dosa, segala hidup. Lontar Kala Tattwa juga
yang menyeramkan, segala yang gaib, menjelaskan adanya ajaran dari Pitra
segala yang buas, segala penyakit Yajna yang dijelaskan dalam sloka
tanaman, karena semuanya disucikan berikut:
oleh Yajna itu, apakah itu binatang, Kunang ikang pitra-Yajna: aturana
mahkluk hidup, manusia, sampai tadah saji ring sang dewa pitara.
pada detya, dewata, raksasa, bhuta, Nguniweh anangun sawa prateka,
kala, dewa dan bhatara. Itu akan anebas atmaning mati ring Hyang
tersucikan dengan dibuatkan “homa”, Yama Dipati mwang ri sawatek ing
sebagai stana Sang Hyang Agni yang kingkara Butha, sang amidanda atma
menyala membakar seluruh panca-gati sangsara. Samangkana
kekotoran di dunia. sapratekan ing sawa aweha muktya
2. Rsi Yajna adalah Yajna yang swarga sang dewa pitara, apan ana
dilakukan kepada para rsi/guru atas jasa- dosanya du ing kari maurip ring
jasa beliau membina umat dan madya-pada mangke Yama ning loka
mengembangkan ajaran agama. Lontar tinemunya sangsara dinenda de ning
Kala Tattwa juga menjelaskan adanya Sang Hyang Yamadipati, pinilara de
ajaran dari RsiYajna yang dijelaskan ning watek kingkara butha, karaning
dalam sloka berikut: wenang tinebasan dening pangaci-
Kunang ikang resi-Yajna abhojana aci manut sakramania amuja pitra de
ring watek sang maharesi saha dulur ning pitrayajnya maka prasiddha
wastra kampuh, mas pirak, ratna ning sang atma mantuk ing swarga-
rajya yoga. Agung alit ikang punya ye loka.
resi-Yajna sakadi nulur ri buddhi nira (Lontar Kala Tattwa: 7)
mahening ten hana tresnani Terjemahan:
drewenira, dening resi-yajnya ilang Adapun Pitra Yajna adalah
ning papa pataka nira sang ayajnya persembahan sesajen (saji) kepada
tekeng papa gati sangsara ning Sang Dewa Pitara (leluhur). Lebih-
kawitan ira. Mangkana pwa ya, apan lebih menyelenggarakan sawa
wus kaparisuddha dening watek prateka, menebus atma orang yang
resinggana makabehan. meninggal pada Sang HyangYama
(Lontar Kala Tattwa: 7) Dapati dan pada kelompok Kingkara
Terjemahan: Bhuta, yang menghukum atma
Kalau Rsi Yajna itu adalah dengan lima bentuk penyengsaraan.
mempersembahkan makanan kepada Demikian upacara terhadap jenasah,
maha rsi yang disertai dengan kain memberikan Sang Dewa Pitara
8
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
ning sudosa nira twin kadurmitan Rsi Gana Agung bentuk tawurnya
kaupradrawan lawan (kekuatan) perlindungannya enam
kadurmanggalanira prasiddha ning tahun. Kalau Panca Sanak Alit bentuk
pamidandanira agung alit tuten ira tawurnya (kekuatan)
pwa ya. Apa kunang pratyeka nira ya perlindungannya setahun tiga bulan.
ta kwa lingan ta nihan. Yan panca Kalau Panca Sanak Agung bentuk
sata maka tawurnya satumpek tawurnya (kekuatan)
pangraksanya. Yan panca-kelud perlindungannya lima tahun lima
panawurnya nemang lek bulan. Kalau Tawur Agung bentyk
pangraksanya. Yanya resi-gana alit 6 tawurnya (kekuatan)
lek maka pangraksanya. Yan resi- perlindungannya Sembilan tahun.
gana agung 6 tahun pangraksanya. Kalau Tawur Gentuh bentuk
Yan panca-sanak alit, satahun tigang tawurnya (kekuatan)
lek pangraksanya. Yanya panca- perlindungannya sepuluh tahun.
sanak agung 5 tahun 5 lek Kalau Panca Wali Krama bentuk
pangraksanya. Yanya tawur agung 9 tawurnya (kekuatan)
tahun pangraksanya. Yanya tawur perlindungannya dua belas tahu enam
gentuh 10 tahun. Yanya panca-wali- bulan. Kalau Amalik Sumpah bentuk
krama 12 tahun 6 lek pangraksanya. tawurnya (kekuatan)
Yanya amalik sumpah 8 tahun perlindungannya delapan tahun.
pangraksanya. Yanya Ekadasaludra Kalau Eka Dasa Rudra bentuk
11 tahun pangraksanya. Yanya tawurnya (kekuatan)
Arebhu-gumi sapanyenengan perlindungannya sebelas tahun. Kalau
pangraksanya. Mangkana Arebhu Bhumibentuk tawurnya
pangraksaning tawur kawruhakena. (kekuatan) perlindungannya seumur
(Lontar Kala Tattwa: 6) manusia perlindungannya.
Terjemahan: Demikianlah perlindunagan masing-
Adapun Bhuta Yajna itu adalah masing tawur, ketahuilah.
tawur. Beragam bentuknya, besar-
kecil tawur bentuknya itu juga bhuta Demi terciptanya
Yajna namanya. Itu menjadi keharmonisan antara manusia dengan
santapanmu bersama rakyat kalamu, tuhan (Ida Sang Hyang Widhi
oleh karena tawur sebagai korban Wasa),antara manusia dengan alam dan
yang menyelenggarakan caru, sebagai manusia dengan manusia maka Yajna ini
pembebas hukuman orang yang merupakan suatu aspek penting yang
berdosa ataupun (orang yang menunjang di dalamnya,
memperoleh) pertanda buruk, mala Yajna yang dilakukan dengan
petaka, dan isyarat yang kurang baik, menghaturkan persembahan sehabis
(tawur) itu dapat menghilangkan memasak di setiap pagi hari di sebut
hukuman yang besar dan kecil, karena dengan Yajna sesa atau dalam bahasa
itu patut diikuti. Adapun perinciannya sehari hari sering kita sebut mesaiban.
masing-masing adalah demikian.
Kalau Panca Sata sebagai bentuk 2.4. Nilai Catur Guru dalam Lontar
tawurnya (kekuatan) Tattwa Kala
perlindungannya selama satu tumpek Kata Catur berasal dari bahasa
(35 hari). Kalau Panca Klud sebagai sansekerta yang berarti empat, kata guru
tawurnya enam bulan (kekuatan) berasal dari akar kata
perlindungannya. Kalau Rsi Gana sansekerta gri yang berarti memuji
Alit sebagai tawurnya enam bulan dan gur yang berarti
(kekuatan) perlindungannya. Kalau mengangkat, gu berpengetahuan dan
10
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
Kalau ada orang yang mengadakan tidak menolak apa yang telah diberikan
pertemuan untuk perkumpulan Bhatara Siwa selain itu ajaran Guru
dijalan, itu juga boleh kamu Pengajian dalam Lontar Kala Tattwa
memakannya. Dan lagi kalau ada sebagai berikut:
orang yang mengetahui prihal Kunang guna ning asiwa-yajnya,
pemujaan kepadamu, wajarlah bila apan Yajna ri mami Hyang Siwa-pati
kamu memberikannya anugerah, linaksanan de ning wang dredha
segala permintaan patut kamu berikan bhakti ring guru, ya ta umilangaken
bersama rakyatmu semua, sebab itu papa pataka lemeh ing sariranya
saudaramu yang sesungguhnya. Ia luluh temahanya.
yang disebut manusia yang sejati Kadyang apa bhaktinya ring dang
Berdasarkan uraian tersebut di guru, maka siddhaning yajnyanya?
atas merupakan salah satu ajaran Guru Ya ta duk ta Kari maurip aweh bhoga
Rupaka dalam Lontar Kala Tattwa pabhoga phala mula mwang
karena Bhatari Durga Dewi memberi sakalwiraning dadi paguruyaga
anugrah kepada anaknya yaitu Sang dinulur dening manah ening satya
Hyang Kala yang dapat dijadikan ring ulah sadhu bhudi, nda teka ri
makanan, dan Sang Hyang Kala pati sang guru wruh sira angaskara
mematuhi apa yang telah diberikan ni maweh kamoksa pada nira sang
Bhatari Durga, selain itu ajaran Guru pangempwan tekeng sapangacinya
Rupaka dalam Lontar Kala Tattwa apitra Yajna. Nimitanyan Sang
sebagai berikut: Hyang Atma mantuk maring swarga
Tandwa umatur Sang Hyang Kala, loka umor ing sarwa dewata. Ya ta
ling nira:”Sang tabe yan nama siwa sangkaying bhakti ning sisya juga
ya pukulun paduka Bhatara tan nimitanya. Mangkana kengetakena.
wihang si ranak Bhatara ring krta (Lontar Kala Tattwa: 7)
nugraha Bhatara. Hana mwah Terjemahan:
pasajnan ingong ring jeng Bhatara. Adapun manfaat dari Siwa Yajna,
Kadyang apa pangraksan ikang karena Yajna itu ditunjukan untuk
Yajna swang swang? Kadyang apa Sang Hyang Siwapati yang
pratatan ika? Lah warahan ngong dilaksanakan oleh orang yang setia
mangke”. kepada guru. Hal itu akan
(Lontar Kala Tattwa: 5) menghilangkan papa dan penderitaan,
Terjemahan: serta menyebabkan leburnya
Setelah itu berkatalah Sang Hyang kebencuan dalam diri.
Kala, sabda beliau : “mohon ampun Bagaimana wujud bhaktinya
Oh Siwa, hamba sujud padaMu, putra kehadapan guru itu, merupakan
Bhatara tidak menolak akan segala penyebab keberhasilan
anugerah Hyang Bhatara. Ada lagi persembahannya itu? Yaitu ketika
pertanyaan hamba kehadapan sang guru masih hidup
Bhatara. Bagaimana perlindungan dipersembahkan makanan seperti
masing-masing Yajna itu? Bagaimana umbi-umbian, buah-buahan serta
susunanya? Jelaskanlah hamba segala sesuatu yang dapat
sekarang. dipersembahkan kepada guru yang
Berdasarkan uraian tersebut di disertai dengan pikiran yang suci,
atas merupakan salah satu ajaran Guru setia dalam tindakan, berbudi luhur.
Rupaka dalam Lontar Kala Tattwa Pada waktu kematian sang guru, ia
karena Bhatara Siwa memberi bisa melaksanakan upacara
anugrah/kekuatan kepada anaknya yaitu penyucian dan mengantarkan atma
Sang Hyang Kala dan Sang Hyang Kala sang guru kealam kelepasan dengan
12
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
Brahmana Siwa Buddha prasiddha Ndah ling sira Bhatari: “Uduh Bapa-
umilang aken lemah ning sarira naku hana panganugrahang kwa ri
wayawan ta. Byakta kita temah kita, mangke aja sira cahuh, anusup
dewata dewati. Maran sira wenang sira ring desa pakraman, ring dalem
apisan lawan bapa babun ta amukti sira alungguh, Duega maka aran ta
ring swarga loka. sangkaying ibun ta Bhatari karanan
(Lontar Kala Tattwa: 5) ing dadi Bhatari Dhurga, Bhatara
Terjemahan: Siwa iki bapan ta asung maka sajnan
Apabila ada raja memohon belas ta Hyang Kala, ri kalanya syung ira
kasihan dewata, memohon kapunggel. Mangkane harane kita,
keselamatan Negara dengan seluruh dadi kita dewan ing watek Kala,
rakyat yang ada di wilayah kerajaan, Dhurga, Pisaca, Wil, Danuja,
maka agar segeralahia menebus jiwa Kingkara, Raksasa mwang gring,
padamu dan semua dewata dengan sasab, marana kabeh, sahanan ing
upacara sesajen. Karena itu orang sarwa wisya mandi, nging ring desa
harus mengetahui rincian tentang yogya pangreh ta ring sarwa mangsa
Yajna. Diantaranya :Manusia Yajna, ika, kunang kalan ing hulun tamamah
Bhuta Yajna, Rsi Yajna, Dewa Yajna, ing dalem dadya hulun Bhatari Durga
Pitra Yajna, Siwa Yajna, aswameda Dewi, apan ing hulun anugraha ring
Yajna. Itulah tujuh Yajna namanya, kita. Matangnyan hulun masajna
yang dapat mengantarkan pada Bhatari Durga Dewi. Kita ring
kesantosaan badan dan seluruh bumi pinggir, maka aran kita kalika. Kita
sampai ke sorga, oleh karena dapat ring Bale Agung maka aran jutisrana.
mengantarkan pada kesejahteraan Jah tasmat umangguhang kita
dunia. sidYajnana”.
Kalau itu telah dilaksanakan, (Lontar Kala Tattwa: 3)
maka engkau putraku dan seluruh rakyat Terjemahan:
kalamu kembali dalam wujudmu yang Selanjutnya bersabdalah Bhatari Uma
lemah lembut, lenyap segala : “Duhai putraku, ada anugerahku
keangkaraanmu demikianlah padamu, mulai sekarang janganlah
hukumanmu, engkau akan menerima engkau mengembara, menyusuplah
ruwatan dari pendeta Siwa-Budha, engkai di desa pakraman, di pura
sehingga dapat menghilangkan Dalemlah engkau tinggal, Durga
kebencian yang melekat pada badanmu. sebagai namamu, pemberian ibumu
Yang menyebabkan engkau menjadi yang bernama Bhatari Uma, itulah
dewa-dewi. Engkau akan dapat brsama- sebabnya engkau menjadi Bhatara
sama dengan ayah ibumu menikmati Durga. Bhatara Siwa ini adalah
kenikmatan alam sorga. ayahmu, yang menganugrahkan kamu
c) Kayika yaitu yang berarti perbuatan nama Hyang Kala, pada waktu
atau prilaku suci atau berprilaku yang taringmu dipotong. Demikianlah
benar, dimana perbuatan kita dalam namamu, engkau menjadi dewanya
kehidupan sehari-hari sangat kelompok Kala, Durga, Pisaca, Wil,
berpengaruh di dalam diri manusia. Danuja, Kingkara, Raksasa dan
Maka sebaiknyalah kita berprilaku yang segala macam penyakit, hama, serta
baik demi terciptanya hubungan yang segala macam bisa (racun), dan segala
harmonis antara sesama manusia kekuatan gaib, di desa engkau
(Suhardana, 2006:45). Lontar Kala dibenarkan untuk memakan segala
Tattwa juga menjelaskan adanya ajaran makananmu itu. Adapun pada saat
dari Kayika yang dijelaskan dalam sloka aku berada di pura Dalem maka
berikut: menjadilah aku Bhatari Uma Dewi,
16
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2020
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.705
18