Anda di halaman 1dari 6

WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

KLATKAT SEBAGAI SARANA


UPAKARA/ UPACARA YADNYA
Oleh :
Ida Ayu Putu Sari
dayusari@unhi.ac.ida

I Nengah Artawan

Universitas Hindu Indonesia Denpasar

ABSTRAK

Agama Hindu dikenal sebagai agama yang memiliki banyak upacara. Adanya upacara
di Bali tidak lepas dari sarana upacara, salah satunya adalah Klakat. Klakat dalam ajaran
Hindu Bali juga dapat difilosofi sebagai 3 kerangka kerja agama Hindu Bali dimana jika
kita dapat menggabungkan hal-hal tersebut maka keharmonisan dalam hidup akan dapat
terasa nyaman bagi diri kita sendiri dan juga keluarga kita dan getarannya akan meluas
ke seluruh alam semesta. Kerangka kerja dalam Hindu Bali meliputi: Tatwa:
Singkatnya, tatwa adalah cara kita menjalankan ajaran agama dengan memperdalam
ilmu dan filsafat agama. Moral: adalah cara kita beragama dengan mengendalikan
pikiran, perkataan, dan tindakan kita sehari-hari agar sesuai dengan kaidah agama.
Upacara: adalah kegiatan keagamaan berupa ritual yadnya yang dikenal dengan
PancaYadnya: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, dan Bhuta Yadnya. Kegiatan seremonialnya
dinilai lebih banyak dilakukan oleh umat Hindu di Bali, sedangkan aspek Tattwa dan
Susila kurang diperhatikan, padahal menurut Weda Sruti cara beragama dalam setiap
yuga berbeda-beda. Yuga adalah siklus waktu yang waktunya di setiap zaman tidak
pasti. Zaman keberadaan alam semesta terbagi menjadi empat yuga, yaitu Kerta Yuga,
Tritya Yuga, Dwipara Yuga, dan Kali Yuga. Setiap periode (yuga) dikaitkan dengan
elemen utama. Keseimbangan populasi (manusia) dengan alam (kamadhuk). Pengaruh
zaman terhadap sifat manusia. Sumber alami yang tersedia. Zaman Kerta dikatakan
sebagai masa paling stabil yaitu jumlah penduduk yang sedikit, sifat manusia yang baik
/ positif, dan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Kestabilan ini semakin
direduksi sehingga pada zaman Kali hal-hal menjadi jauh berbeda, terutama mengenai
semakin menipisnya sumber daya alam dan perilaku manusia yang semakin jauh dari
dharma. Oleh karena itu Hyang Widhi melalui Agung Rsi mengingatkan umat manusia
bahwa penerapan ajaran agama tidak selalu sama di setiap zaman.
Kata kunci : Klatkat Sebagai Sarana Upakara/ Upacara Yadnya

ABSTRACT

Hinduism is known as a religion that has many ceremonies. The existence of ceremonies in
Bali cannot be separated from the means of ceremony, and one of them is the Klakat.
Klakat in Balinese Hindu teachings can also be philosophized as 3 frameworks of Balinese
Hinduism where if we can combine these things, harmony in life will be able to feel good

77
WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

for ourselves and also our families and the vibrations will extend to the entire universe.
frameworks in Balinese Hinduism include:Tatwa: In short, tatwa is the way we carry out
religious teachings by deepening religious knowledge and philosophy.Moral: is the way
for us to be religious by controlling our daily thoughts, words and actions so that they are
in accordance with religious principles.
Ceremony: is a religious activity in the form of the Yadnya ritual, which is known as the
PancaYadnya: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, and Bhuta Yadnya. The ceremonial activities
are seen to be carried out more by Hindus in Bali, while the aspects of Tattwa and Susila
are not given much attention, whereas according to Weda Sruti, the way of religion in
each "yuga" is different. Yuga is a cycle of times whose time in each era is uncertain. The
era of the existence of the universe is divided into four yuga, namely Kerta Yuga, Tritya
Yuga, Dwipara Yuga, and Kali Yuga. Each period (yuga) is associated with the main
elements. The balance of population (humans) with nature (kamadhuk). The influence of
the times on human nature. Available natural sources.The Kerta period is said to be the
most stable era, namely the small population, good / positive human characteristics, and
the availability of abundant natural resources. This stability was further reduced so that in
the age of Kali things were much different, especially regarding the diminishing natural
resources and human behavior that was further away from dharma. Therefore Hyang
Widhi through the Supreme Rsi reminded mankind that the implementation of religious
teachings is not the same in every era.
Key word : Klatkat as a means of ceremonies / Yadnya ceremonies

1. PENDAHULUAN Upacara : adalah kegiatan keagamaan


dalam bentuk ritual Yadnya, yang dikenal
Agama Hindu dikenal sebagai dengan PancaYadnya: Dewa, Rsi, Pitra,
agama yang memiliki banyak upacara. Manusa, dan Bhuta Yadnya. Kegiatan-
Keberadaan upacara di Bali, juga tidak kegiatan Upacara lebih banyak terlihat
lepas dari adanya sarana upacara, dan dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali,
salah satunya adalah Klakat. sedangkan segi-segi Tattwa dan Susila
Klakat didalam ajaran Hindu kurang diperhatikan, padahal menurut
Bali bisa juga difilosofikan sebagai 3 Weda Sruti, cara beragama di tiap “yuga”
kerangka agama Hindu Bali dimana berbeda-beda. Yuga adalah suatu siklus
jika kita bisa menggabungkan hal zaman yang lama waktunya disetiap
tersebut niscaya keharmonisan zaman tidak menentu. Zaman keberadaan
didalam hidup akan bisa kita rasakan jagat raya ini dibagi dalam empat yuga,
baik pada diri kita dan juga keluarga yaitu Kerta Yuga, Tritya Yuga, Dwipara
serta vibrasinya akan meluas sampai Yuga, dan Kali Yuga.Tiap periode (yuga)
seluruh jagat raya ini...Adapun tiga dikaitkan dengan unsur-unsur pokok
kerangka didalam Hindu Bali antara Perimbangan jumlah penduduk (manusia)
lain: dengan alam (kamadhuk). Pengaruh
Tatwa : Secara singkatnya tatwa adalah zaman pada sifat-sifat manusia. Sumber-
cara kita melaksanakan ajaran agama sumber alam yang tersedia.
dengan mendalami pengetahuan dan Zaman Kerta disebut sebagai
filsafat agama. zaman yang paling stabil yaitu penduduk
Susila : adalah cara kita beragama dengan yang tidak banyak, sifat-sifat manusia
mengendalikan pikiran, perkataan, dan yang baik/ positif, dan tersedianya
perbuatan sehari-hari agar sesuai dengan sumber-sumber alam yang melimpah.
kaidah-kaidah agama. Kestabilan itu selanjutnya makin

78
WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

berkurang sehingga di zaman Kali digunakan sebagai alas suatu upakara


keadaan sudah jauh berbeda, terutama (banten), yakni sebagai alas upakara caru,
mengenai berkurangnya sumber-sumber sebagi alas upakara saji, dan sebagai
alam, dan perilaku manusia yang makin komponen dasar pembuatan Sanggah
jauh dari dharma. Oleh karena itu Hyang Cucuk.
Widhi melalui para Maha Rsi
mengingatkan umat manusia Selain Klakat Pancak, dalam
agar pelaksanaan ajaran agama tidak sarana upakara hindu juga dikenal yang
sama pada setiap zaman. namanya Klakat Sudhamala. Klakat ini
juga terbuat dari bambu dan berbentuk
segi empat bujur sangkar. Namun, pada
bagian tengahnya tidak seperti Klakat
2. PEMBAHASAN
Pancak yang berbentuk kotak-kotak dan
2.1 Definisi Klakat
Klakat merupakan sebagai memakai tangkai. Ukuran bambu yang
kesatuan dari beberapa rangkaian bambu dugunakan untuk membuat Klakat
yang dibuat untuk pelaksanaan upacara Sudhamala adalah 10 hingga 15 cm dan
Hindu Bali..Klakat yang terbuat dari menggunakan bahan tiying kuning
anyaman bambu sedemikian rupa ini, (bambu yang sudah tua dan kuning).
terdiri dari beberapa jenis dan memiliki Segala jenis pembuatan sarana upakara,
salah satunya Klakat ini harus
banyak manfaat dalam upacara Hindu.
menggunakan bahan yang sukla (suci),
Anyaman bambu berbentuk segi barang baru atau tidak pernah digunakan
empat (bujur sangkar) ini, ukurannya pun sebelumnya.
bervariasi sesuai dengan kebutuhan
upacara yang akan dilangsungkan. "Pada Klakat Sudhamala dibuat dengan
Klakat terdapat lubang-lubang berbentuk konsep Purusha dan Prakerti, sehingga
segi empat. Adapun jumlah lubang pada terdiri atas dua jenis, yaitu laki-laki dan
Klakat Pancak yaitu 25 buah, secara perempuan. Klakat Sudhamala yang laki-
vertikal lima buah dan secara horizontal laki pada lubang tengahnya terdapat
lima buah.Disebut Pancak berasal dari tanda silang. Adapun tanda silang
kata Panca yang dalam istilah Bali berarti tersebut mengandung simbol Swastika
lima. Lima ini merupakan jumlah lubang yang berarti empat kemahakuasaan Sang
klakat secara vertikal dan horizontal. Hyang Widi yang disebut Cadhu Sakti,
Kata Panca , lanjutnya, merupakan yakni empat kesaktian atau kekuatan atau
simbol Panca Mahabutha. Panca kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi.
Mahabutha adalah lima unsur elemen Empat kesaktian atau kekuatan
atau zat dasar yang membentuk lapisan tersebut adalah Wibhu Sakti, yaitu Sang
mahluk hidup, termasuk badan manusia Hyang Widi Mahabesar. Sadu Sakti,
(sarira kosha) yang sesuai dengan hukum yaitu Sang Hyang Widi Mahaada. Jnana
rta. Panca Mahabutha juga merupakan Sakti ( Sang Hyang Widi Mahatahu), dan
kekuatan prakerti (acetana) yang Krya Sakti, yakni Sang Hyang Widi
merupakan salah satu kekuatan Mahakerja.
pendorong dari korban suci (Yadnya)
kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sedangkan untuk Klakat
Pada konteks ini, Ida Sang Hyang Widi Sudhamala yang perempuan hanya
Wasa merupakan simbol kekuatan purusa terdapat lubang dengan tepian delapan
(cetana). Semua itu bertujuan untuk sudut (segi delapan). Sudut delapan
mempercepat proses penyatuan antara merupakan simbol delapan
Sang Pencipta dengan mahluk hidup Kemahamuliaan Sang Hyang Widi (Asta
ciptaan-Nya. Biasanya Klakat Pancak ini Aiswarya)

79
WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

Delapan Kemahamuliaan Sang tentang kurangnya informasi yang


Hyang Widi terdiri atas, Anima, yaitu diperlukan oleh Umat Hindu khususnya
Sang Hyang Widi bersifat kecil, sekecil- generasi muda dalam tata cara membuat
kecilnya. Laghima, Sang Hyang Widi anyaman Klakat.
bersifat ringan, seringan-ringannya.
Mahima, Sang Hyang Widi Mahabesar.
2.2 Macam-macam Klakat
Prapri, Sang Hyang Widi dapat mencapai
segala-galanya. Prakamnya, Sang Hyang Klakat Klakat merupakan sebuah
Widi dapat mencapai segala yang warisan budaya berupa keterampilan
dikehendaki. Istiwa, Sang Hyang Widi anyaman bambu yang digunakan sebagai
merajai segalanya, dan sarana Upacara Agama Hindu.Klakat
Yatrakamawasayitwa, Sang Hyang Widi sendiri merupakan suatu anyaman bambu
memiliki sifat Wyapiwyapaka. yang di bentuk sedemikian rupa agar
dapat di gunakan sebagai tempat
Pancak Sudhamala biasanya menaruh banten.Klakat memiliki 3
digunakan sebagai pelengkap upakara. macam Jenis diantaranya Klakat Agung,
Pada Upacara Dewa-Dewi (Siwagotra- Klakat Sudhamala Lanang, Klakat
Siwagotri) yang di taruh pada Sanggah Sudhamala Istri.
Surya. Selain itu, Klakat ini juga
digunakan sebagai pelengkap pada
2.1.1 Klakat Agung
Upacara Nyekah Neseng.
Klakat Agung Klakat Agung
Klakat Pancak maupun Klakat berbentuk persegi empat memiliki
Sudhamala, merupakan sarana upakara pemepet dan memiliki tanda asilang yang
yang dibuat berdasarkan konsep Purusa berada di tengah Klakat yang berfungsi
dan Prakerti dengan kemahakuasaan menopang bebantenan agar tidak jatuh
sebagai Cadhu Sakti dan Asta Aiswarya. biasanya di gunakan untuk Upacara
Kedua jenis Klakat ini banyak digunakan Besar Agama Hindu seperti Odalan,
pada perlengkapan upacara Manusa Melasti, Melaspas,dan Yadnya.
Yadnya, Pitra Yadnya, dan Bhuta merupakan Klakat Agung
Yadnya.
Pancak / Klakat Sudamala ini disebutkan
juga dalam upacara :
 Sebagai perlengkapan
dalam banten untuk upacara menimbun
sumur, klakat sudamala yang digunakan
sebagai alas nasi sasah 5 warna.
 Dan sebagai Klakat dalam acara
ngaben (atiwa-tiwa).
Pemahaman mengenai tata cara
membuat anyaman Klakat tidak hanya 1. Gambar Klakat Agung
bertujuan menambah pengetahuan
semata, tetapi dapat pula berpengaruh
terhadap usaha melestarikan kerajinan 2.2.2 Klakat Sudhamala
khas Bali yang belakangan ini mulai Klakat Sudhmala merupakan
ditinggalkan. Klakat perlu dilestarikan simbol dari dua kemahakuasaan Sang
karena mengingat dewasa ini banyak Hyang Widhi yang memberikan kekuatan
Umat Hindu khususnya generasi muda pada Purusa-Prakerti.Klakat ini sebagai
kurang mengerti tentang tata cara simbol perpaduan kemahakuasaan Cadhu
membuat anyaman Klakat. Permasalahan Sakti dan Asta Aiswarya, sifat

80
WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

kemahamuliaan-Nya ini biasanya dibuat Panca Sudhamala pada lubang


dalam bentuk symbol sebagaimana tengah memakai tanda
disebutkan dalam sarana Upacara Umat silang,mengandung simbulSwastika
Hindu.Klakat Sudhamala biasa memiliki maksud empat kemahakuasaan
digunakan sebagai sarana upa saksi. Sang Hyang Widhi yg disebut Chadu
Purusa dan Prakerti adalah dua unsur Sakti, yaitu :
alam semesta, Purusa artinya jiwa, a. Wibhu Sakti: Maha besar
Pradana(Prakerti) artinya badan material. b. Sadu Sakti: Maha ada
Semua makhluk hidup tercipta dari dua
unsur tersebut.Demikian juga alam c. Jnana Sakti: Maha tahu
semesta ini berputar sesuai dengan “rta” d. Krya Sakti: Maha kerja
karena adanya dua unsur tersebut.
Konsep Pura Kahyangan Rwa Bineda
disebutkan, semua umat manusia agar
mengupayakan kehidupan yang seimbang
antara kehidupan mental spiritual dan
kehidupan fisik material.Purusa dan
Pradana sebagai kekuatan awal dalam
urutan penciptaanmanusia oleh Hyang
Widhi yang disebutkan dalam dua unsur
kekuatan tersebut yaitu: 1. Unsur Purusa
yaitu kekuatan hidup (batin/nama) dan 2.
Unsur Pradana atau Prakerti yaitu 2. Gambar Klakat Sudhamala Lanang
kekuatan kebendaan.
Terciptanya dua kekuatan 2.2.2.2 Klakat Sudhamala Istri.
tersebut, kemudian terciptalah cita, budi, Klakat Sudhamala Istri memiliki
manah, ahangkara sebagai unsur-unsur lubang bersudut delapan. Dibuat lubang
pembentuk manusia.Purusa dan Pradana bersudut delapan mengandung makna
ini sebagai ciptaan Tuhan yang pertama delapan kemahamulian Sang Hyang
sebagaimana dijelaskan dalam kutipan Widhi (Asta Aiswarya) yaitu:
“Babad Bali” dalam artikel pura pusering
a. Anima : Sang Hyang Widhi bersifat
jagat disebutkan bahwa: 1. Purusa
kecil, sekecil-kecilnya.
sebagai benih laki-laki (pria) 2. Pradana
atau prakerti sebagai benih perempuan b. Laghima : Sang Hyang Widhi bersifat
(wanita) Sehingga dengan adanya ringan, seringan-ringannya.
pertemuan antara purusa dan pradana c. Mahima : Sang Hyang Widhi maha
inilah disebutkan melahirkan kehidupan besar
yang harmoni di alam ini. d. Prapti : Sang Hyang Widhi dapat
mencapai segala-galanya
2.2.2.1 Klakat Sudhamala Lanang. e. Prakamya : Sang Hyang Widhi dapat
mencapai segala yang dikehendaki
f. Isitwa : Sang Hyang Widhi merajai
segalanya
g. Wasitwa : Sang Hyang Widhi
memiliki sifat Maha Kuasa
h. Yatrakamawasayitwa : Sang Hyang
Widhi memiliki sifat wyapi wyapaka

81
WIDYANATYA | Volume 3 Nomor 1 | 2021 e-ISSN: 2656-5773

Santosa, B Dwi. 1993. Flora Indonesia


Karet dan Hasilnya. PT Idaman
Upaya Bersama
Sugiantara, I Kadek Hedy. 2015. Aplikasi
Pengenalan Sate Upakara
Yadnya dalam Umat Hindu
berbasis Android dengan
Koroma SDK. Skripsi. Bali:
STIMIK STIKOM
3. Gambar; Klakat Sudhamala Istri Lirayanti, Made Hemy. 2014. M-
Commerce Produk Kerajinan
3. PENUTUP tangan Khas Bali pada CV
Dalam Kehidupan Agama Hindu Bunga Harimau berbasis
Khususnya di Bali telah muncul Android. Bali: STIMIK
keinginan Umatnya untuk meningkatkan STIKOM
cara – cara hidup beragama serta Ediriyana, I Putu. 2016. Aplikasi
mendalami Ajaran – ajaran Agamanya Pembelajaran Program Tradisi
yang menggunakan Pendekatan Siat Tipar Desa Adat Kapal.
Rasionalis dan Filosofis guna menembus Skripsi. Bali: STIKOM
Kajian Sastra Agama yang terhimpun
dalam berbagai Pustaka Lontar Sanjaya, I Gd Agus. 2016. Multi Media
peninggalan Leluhur. Dalam Konteks ini Pembelajaran Interaktif Cara
betapa pentingnya bentuk – bentuk Pembuatan Pancak (Klakat).
Upacara dan Upakara Agama untuk dapat Skripsi. Bali: STIKOM
dipahami arti, fungsi dan kegunaannya, Pratiwi, Tria Ikana. 2016. Aplikasi Multi
guna menambah mantapnya Perasaaan di Media Pembelajaran
dalam melaksanakan Upacara itu sendiri. Keterampilan Mejejahitan
Khusus didalam upacara masih berbasis Flash. Skripsi. Bali:
terdapat berbagai variasi, baik mengenai STIKOM
pengertianya, upakaranya maupun tata Bhalia, P Prem. 2010. Tata Cara dan
caranya. Adanya variasi itu memang Tradisi Hindu. Denpasar:
bukan tanpa alasan karna agama hindu Paramitha
yang bersifat Fleksibel dan elastis dalam
Arti dapat dilaksanakan menurut Desa
Kala Patra atau Tempat Waktu dan
Keadaan, Berlandaskan pada Catur
Dresta serta dalam wujud Nista, Madya
dan Utama yaitu Kecil, Sedang bahkan
besar Upacara, namun adanya suatu
pedoman yang dapat dijadikan pegangan
adalah sangat perlu untuk mengindari
terjadinya perbedaan – perbedaan yang
mendasar.

DAFTAR PUSTAKA

82

Anda mungkin juga menyukai