Anda di halaman 1dari 6

NAMA: INI KADEK NINA FEBRIARI

NIM. : 221011004
PRODI: ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
MATKUL: AGAMA HINDU

1.Umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma artinya


"darma abadi" atau "jalan abadi" yang melampaui asal mula manusia. Agama ini
menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya—tanpa
memandang strata, kasta, atau sekte—seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.
Agama Hindu diperkirakan muncul selang tahun 3102 SM hingga 1300 SM dan
merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama Hindu
merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan
banyak umat sebanyak nyaris 1 miliar jiwa. 90 persen umat beragama Hindu dunia tinggal
di India. Di Indonesia sendiri, pemeluk agama Hindu mencapai sekitar 4,21 juta jiwa yang
sebagian besar bermukim di Bali. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu
di Indonesia selain warga Bali yaitu tersebar juga di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan
(Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis-Sidrap). Perkembangan agama
Hindu bermula dari masuknya bangsa Arya ke India sejak 1500 SM, yang membawa
pengarug bagi tatanan masyarakat. Adanya integrasi antara bangsa Arya dengan bangsa
Dravida kemudian melahirkan sebuah kebudayaaan dalam agama Hindu. Kitab suci
Hindu adalah Reg Weda yang berusia hampir 3.5000 tahun lamanya. Hindu menganut
kepercayaan yang bersifat politeisme atau memuja banyak dewa, seperti Dewa Wisnu,
Siwa, dan masih banyak lainnya. Menurut agama Hindu, empat tujuan dalam kehidupan
individu meliputi:

• Dharma : menjalani kehidupan yang bijak

• Kama : kesenangan indera

• Artha : mencapai kekayaan dan kesuksesan secara halal

• Moksha : pelepasan dari reinkarnasi

2. Siwa Siddhanta adalah salah satu mazhab yang menonjol dan terbesar dalam filsafat
Siwa, dengan teks dasarnya yang dikenal dengan Úiwagama. Mazhab ini berkembang di
India Selatan, yakni di daerah Tamil, yang memperlakukan Dewa Siwa sebagai Kekuatan
Tertinggi (Suamba 2009, 232-233). Úiwa Siddhanta Indonesia lebih banyak merupakan
konglomerasi berbagai mazhab yang pernah berkembang, mereka melakukan upaya-
upaya sintesa sehingga melahirkan corak Úiwa Siddhanta khas Indonesia, dengan prinsip
tertinggi adalah Paramaúiwa (Suamba 2009, 235). Úiwa Siddhanta Tamil bersifat
dualisme; Siwaisme Indonesia bersifat monisme. Kedua filsafat ini menempatkan
anugraha sebagai hal penting dalam perjalanan spiritual, sebagaimana terungkap dalam
Úiwaratri Kalpa (Suamba 2009, 236).

Pemujaan kepada Dewa Siwa dalam Úiwa Siddhanta melalui wujud lingga-yoni, tersebar
luas di seluruh Asia Selatan, Asia Tenggara, Indonesia sendiri, yang merupakan lambang
Kehampaan Tertinggi (Soebadio 1985, 29). Di Jawa kedudukan Dewa Siwa sebagai Dewa
Tertinggi termuat dalam Prasasti Canggal 654 Saka yang ditemukan di Kecamatan Salam,
Magelang. Sebagai Dewa Tertinggi, Siwa mempunyai bermacam-macam nama sesuai
dengan tugas dan kelebihan sifat-sifatnya, antara lain Bhutéúwara, Candrasékhara, Giriúa,
Gaògadhara, Kàla atau Mahàkàla, Nilakantha, Paúupati, Sangkara, Sadaúiwa, Sambhu,
Wiúwanatha. Dewa Siwa sebagaimana di India, sebagai Dewa Tertinggi, dikenal dengan
lima aspeknya, yang disebut Pañca Mukha, terdiri atas Sadyojata, Bamadéwa, Aghora,
Tatpuruúa dan Iúana.

Di Bali, Agama Hindu sekte Úiwa Siddhanta telah menampakkan pengaruhnya pada abad
ke-9 Masehi. Dugaan ini berdasarkan temuan fragmen prasasti di Desa Pejeng, yang
menyebutkan Siwa Sidanta diperkirakan berbunyi úiwa siddhanta (Astawa 2007, 103).
Úiwa Siddhanta merupakan sekte yang paling penting dari semua sekte di Bali, dan dalam
perkembangan waktu ajaran dari semua sekte diserap ke dalamnya, sehingga
perkembangan Hindu di Jawa dan Bali mengalami perkembangan yang lepas dari India.
Goris menyebutkan bahwa Úiwa Siddhanta adalah agama yang dianut oleh pendeta atau
padaóða di Bali, yaitu Pendeta-pendeta Siwa dengan naskah-naskah sebagai pedomannya.
Ajaran- ajaran yang dipakai adalah Úiddhanta yang tercampur dengan semacam
Siwaisme yang agak kabur dan yang untuk sebagian besar berasal dari Úiwa Upanisad.
Unsur-unsur pencampuran Úiwa Siddhanta itu adalah Spekulasi dan upacara, letak jari-
jari selama upacara berlangsung (arcana-mudra), rumus-rumus suci (mantra), rumus
utama (kuþamantra), uku kata suci OÝ (praóawa).Mantra-mantraitujugaberkaitan dengan
spekulasi-spekulasi tertentu: letak suku- suku kata yang mewujudkan suku kata OÝ yang
suci, yaitu pañcàkûara, pañca bràhma; meditasi dan latihan pernapasan, kepercayaan akan
Tri Puruúa dan perwujudan-perwujudan lain dari Dhat Tertinggi, serta kepercayaan dan
spekulasi mengenai lingga yang berasal dari Paúupata (Soebadio 1985, 43-44).

Di Pura Gunung Panulisan terdapat tinggalan budaya berupa lingga ganda, yaitu sepasang
lingga yang dipahatkan di atas satu lapik dan menempel pada sandaran. Uniknya lingga
semacam ini hanya terdapat di Bali, karena belum pernah ditemukan di tempat lain. Di
sana juga terdapat lingga semu, yaitu lingga yang terdiri atas dua bagian, yang di
belakangnya terdapat inskripsi yang berbunyi: i úaka 996 bulan jyéûþa úukla trayodaúi
pasar bijamanggala: diterjemahkan menjadi “pada tahun Saka 996, bulan Jyesta, paro
terang, tanggal 13 pada hari pasaran Wijayamanggala.” Diduga tidak hanya sekedar
lambang Dewa Siwa, tetapi diduga mempunyai arti simbolis yang berkaitan dengan aliran
Úiwa Siddhanta di daerah tersebut, berkembang pada abad ke-10 Masehi (Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional 1994, 19-20).

3. Kosmos adalah jagad alam semesta. Kosmologi adalah kajian tentang kosmos yang
berkaitan dengan kosmogoni atau mite mengenai penciptaan dunia atau alam semesta dan
manusia (Koentjaraningrat, 1984 : 329). Berkaitan dengan pengertian tersebut meliputi hal-
ihkwal tentang proses terjadinya alam jagad raya beserta isinya, yaitu siapa pencipta dan
bagaimana alam semesta ini di ciptakan. Kata kosmologi, berasal dari bahasa Yunani yakni
“kosmos”, yang berarti keteraturan, keseimbangan, sistem yang harmonis; alam jagad raya
inilah sebagai contoh keteraturan tersebut. Kosmologi bagi budaya masyarakat Bali
memandang alam semesta sebagai suatu sistem yang teratur dan seimbang pula. Oleh sebab
itu bagi masyarakat Bali kosmologi dimaknai sebagai keteraturan, keserasian, dan harmoni
yang dimanesfetasikan ke dalam jagat raya (makrokosmos) dan jagat alit (mikrokosmos).
Dalam budaya masyarakat Bali kosmologi diimplementasikan ke dalam elemen-elemen di
alam semesta ini; antara lain manusia, bangunan suci, rumah pawongan, dan komonitas lain
sebagai mikrokosmos.
Setelah masuknya faham agama Hindu-Budha di Bali dengan kitab suci Weda dan Tri
Pitakanya, budaya mitis tetap berjalan berdampingan dengan faham Siwa- Budha sampai
sekarang. Budaya mitis tersebut berbaur dan bergabung membentuk budaya Bali berkembang
hingga sekarang seperti apa yang dapat kita saksikan dewasa ini.

Cara berpikir budaya mitis berbeda dengan cara berpikir modern yang ontologis. Pada budaya
mitis, manusia justru bersikap menyatu dengan alam di luar dirinya. Hidup ini merupakan
kesatuan maha besar, antara manusia dengan masyarakat, antara manusia dengan alam, antara
manusia dengan dunia roh yang gaib, antara manusia dengan seluruh tata kosmos semesta ini.
Manusia harus menyelaraskan diri dengan kosmos kalau mau selamat di dunia fana ini.
Manusia menyatukan dirinya dengan objek di luar dirinya, dari sinilah mereka menemukan
jati dirinya (Sumardjo.2000 : 320). Logika mitis adalah merupakan kesatuan kosmos, dunia
sana yang omnipoten dikawinkan dengan dunia sini yang impoten. Perkawinan tersebut hanya
dapat dilakukan lewat laku seksual. Dan laku seksual itu dilambangkan dengan persetubuhan
antara unsur laki-laki dan perempuan. Kehidupan atau kesuburan terjelma perkawinan dua
unsur laki-laki dan perempuan tadi. Seks adalah bagian dari peristiwa kosmos, persetubuhan
laki-laki langit dan ibu pertiwi. Dari persetubuhan itu diharapkan turun hujan demi kesuburan
pertanian, akibatnya akan tumbuh kehidupan berupa tanaman.

4. makanan yang dikonsumsi akan sangat mempengaruhi kesehatan tubuh orang yang
mengkonsumsinya. Oleh karena itu, untuk menjaga kesehatan serta stamina tubuh hendaknya
makanan yang dikonsumsi diarahkan kepada makanan-makanan yang baik dan sehat. Hal ini
dilakukan agar makanan yang masuk ke tubuh benar-benar berguna untuk tubuh serta
membawa kebaikan. Dengan tubuh yang sehat, tentu seseorang akan dapat beraktivitas dengan
baik dan optimal. Menghindari makanan yang hanya sekedar memberikan kenikmatan semata
tanpa memiliki fungsi yang baik bagi tubuh merupakan salah satu langkah yang bijak untuk
dilakukan. Darmayasa (1997: 4-5) di dalam bukunya mengungkapkan bahwa kita makan
hendaknya bukan untuk kenikmatan lidah, tetapi mestilah dengan kesadaran untuk memelihara
tubuh agar bisa dipakai untuk melakukan pelayanan kepada Tuhan Yang Mahaesa, bangsa dan
negara. Makanan ini harus mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pemeliharaan
tubuh. Unsur-unsur yang diperlukan tubuh dari makanan pada pokoknya adalah protein,
karbohidrat,

lemak dan garam. Pikiran yang baik mengarahkan seseorang menjadi bijaksana dan pada
akhirnya dapat

mencapai tujuan hidup itu sendiri yakni kebebasan. Seperti yang termuat di dalam kutipan
berikut ini “Makanan sattvika sangat penting bagi kehidupan spiritual dan kesehatan.
Menyantap makanan sattvika dapat memurnikan pikiran dan menyembuhkan badan dengan
menyeimbangkan unsur-unsur di dalam tubuh, melepaskan racun dalam tubuh, dan memberi
nutrisi yang diperlukan untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh” (Arsa, 2007: 199).
Dikuatkan juga dengan kutipan dari Suhardana (2010 : 35-36) yang mengatakan bahwa
mengkonsumsi makanan yang bersifat sattvika memberikan efek yang lebih baik kepada
pikiran daripada mengkonsumsi makanan rajasika atau tamasika. Para Rsi dan Brahmana pada
jaman dahulu mengkonsumsi makanan sattvika untuk meningkatkan sifat sattwam pada
dirinya.

Makanan khususnya di dalam ajaran agama Hindu tidak hanya mempengaruhi kesehatan
orang yang mengkonsumsinya.
Contoh makanan yang satwik: terdiri dari susu sapi , mentega, dadih susu, lemak susu, keju,
sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, madu.

5. Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari dua unsur, yaitu: jasmani dan
rohani. Jasmaninya adalah badan, tubuh manusia. Sedangkan rohani merupakan hakekat
Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman. Dalam kitab upanisad dinyatakan
bahwa ātmāna rathinam viddhi, sarīram ratham evat u Buddhim tu sāradhim viddhi,
manah pragraham eva ca (Katha Upanisad III.3). Ketahuilah atma sebagai penguasa dari
kereta dsan raga sesungguhnya adalah kereta dan ketahuilah buddhi sebagai kusir kereta
dan pikiran sesungguhnya adalah kendalinya. Dalam Maitriya Upanisad juga
dinyatakan: Deho devalayah proktah, sa jiva kevala sivah. Badan itu adalah sthana-Nya
para Dewa (devalaya) dan jiwa itu sendiri adalah Siwa yang meresapi segalanya. Badan
jasmani atau tubuh manusia mempunyai makna penting bagi jiwaatma yang menjadi akar
hidup dan dilahirkan menjadi badan jasmani sebagai manusia. Tubuh manusia pada
hakekatnya adalah yoni dan jiwa-atma adalah lingga-nya sehingga sering disebut
dengan lingga sarira. Kemudian Dalam Kitab Brahma Purana 228,45,
disebutkan, Dharma artha kama mokshanam Sariram sadhanam. Tubuh adalah sarana
untuk mencapai dharma (kerohanian dan kesusilaan), artha (sarana hidup duniawi dan
harta benda), kama(naluri,nafsu,dan keingginan), dan moksa (kelepasan roh dari
penderitaan duniawi serta kehidupan abadi di akhirat).Tubuh adalah alat agar Sang Atma
dapat menyelesaikan tugasnya dengan sarana tubuh dalam melakukan dharma. Badan
jasmani manusia Hindu memiliki posisi penting. Karenanya, Veda dan seluruh
pengetahuan yang menjadi cabang-cabangnya senantiasa mempertegas pentingnya
perawatan badan jasmani, baik itu yang berhubungan dengan kebersihan, kesehatan,
kesucian. Segala hal yang terkait badan jasmani, sepatutnya terjaga dengan teratur,
harmonis dan tetap kondusif.

6.Tri Sarira terdiri dari dua kata, yaitu Tri yang artinya tiga dan Sarira/sharira yang
artinya badan. Tri Sarira diartikan sebagai tiga lapisan badan/tubuh manusia.sarira terdiri
dari 3 bagian yaitu:
Stula Sarira
Stula Sarira adalah lapisan badan yang paling luar. Stula Sarira disebut juga badan kasar
badan fisik atau badan wadah. Stula Sarira dapat ilihat dan merupakan organ-organ tubuh
yang dapat dilihat dan diraba.
-Suksma Sarira
Suksma Sarira atau badan halus adalah lapisan badan yang tidak dapat dilihat dan diraba,
yaitu alam pikiran manusia. Alam pikiran letaknya jauh di dalam badan sehingga disebut
dengan badan halus.
-Antakarana Sarira
Antakarana Sarira adalah lapisan badan yang paling halus yaitu Atman. Antakarana Sarira
disebut juga badan penyebab. Atman inilah yang menjiwai manusia sehingga bisa hidup
dan beraktivitas.
Panca Maya Kosa merupakan lima laipsan tubuh yang dikenal dalam agama hindu yang
berarti lima lapisan tubuh spiritual yang membungkus badan manusia.
-Annamaya kosa
Lapisan badan ini adalah lapisan terluar dari tubuh yang tercipta dan tumbuh dari
makanan. Lapisan annamaya kosa ini juga dikenal sebagai badan kasar atau badan
biologis kita. Menurut filsafat hindu, struktur annnamaya kosa terdiri atas 5 alat
pengamatan atau persepsi dan 5 alat untuk bereaksi atau bertindak yaitu jnana indriya dan
karma indriya. Kerangka badan, tulang, otot dan semua bagian tubuh yang bersifat nyata
di tubuh manusia merupakan lapisan annamaya kosa
-Pranamaya kosa
Pranamaya kosa merupakan sebagai sarung vital. Pranamaya kosa ini yang memberikan
energi/ nafas yang dapat menggerakkan lapisan annamaya kosa karena dengan lapisan ini
merupakan lapisan energi atau nafas.

-Manomaya kosa
Manomaya kosa merupakan lapisan pikiran/ manah yang membalut atman/ jiwa yang
lebih dalam dari pranamaya kosa. Manomaya kosa ini disebut sebagai sarung kekuatan
mental atau juga disebut sarung susunan psikis
-Vijnanamaya kosa
Vijnanamaya kosa merupakan lapisan sarung pengetahuan atau sarung pengertian sejati
yang membalut jiwa yang berupa akal budi. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan
sang diri sejati atau jiwatman.
-Anandamaya kosa
Ananda maya kosa ini lah lapisan yang paling dalam yang membalut dan paling dekat
dengan jiwatman atau sang diri sejati. Lapisan ini merupakan himpunan dari sejumlah
kondisi kebahagiaan atau kebahagiaan transenden.

7. Makan dan makanan memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
manusia. Gizi dari makanan yang dimakan atau dikonsumsi oleh seseorang merupakan
sumber energi yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari. Memilih makanan
yang tepat merupakan kunci terbaik agar makanan yang masuk ke dalam tubuh berguna
bagi diri manusia itu sendiri sehingga bisa memberikan kesehatan jiwa dan raga. Manusia
sekarang dengan segala aktivitasnya yang padat, terkadang melupakan esensi dari makan
dan makanan itu sendiri. Sekedar kenyang tanpa memperhatikan kandungan gizi. Disadari
atau tidak, makanan yang dikonsumsi akan sangat mempengaruhi kesehatan tubuh orang
yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, untuk menjaga kesehatan serta stamina tubuh
hendaknya makanan yang dikonsumsi diarahkan kepada makanan-makanan yang baik
dan sehat. Hal ini dilakukan agar makanan yang masuk ke tubuh benar-benar berguna
untuk tubuh serta membawa kebaikan. Dengan tubuh yang sehat, tentu seseorang akan
dapat beraktivitas dengan baik dan optimal. Menghindari makanan yang hanya sekedar
memberikan kenikmatan semata tanpa memiliki fungsi yang baik bagi tubuh merupakan
salah satu langkah yang bijak untuk dilakukan. Darmayasa (1997: 4-5) di dalam bukunya
mengungkapkan bahwa kita makan hendaknya bukan untuk kenikmatan lidah, tetapi
mestilah dengan kesadaran untuk memelihara tubuh agar bisa dipakai untuk melakukan
pelayanan kepada Tuhan Yang Mahaesa, bangsa dan negara. Makanan ini harus
mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh. Unsur-unsur yang
diperlukan tubuh dari makanan pada pokoknya adalah protein, karbohidrat,lemak dan
garam.

Pikiran yang baikmengarahkan seseorang menjadi bijaksana dan pada akhirnya dapat
mencapai tujuan hidup itu sendiri yakni kebebasan. Seperti yang termuat di dalam kutipan
berikut ini “Makanan sattvika sangat penting bagi kehidupan spiritual dan kesehatan.
Menyantap makanan sattvika dapat memurnikan pikiran dan menyembuhkan badan
dengan menyeimbangkan unsur-unsur di dalam tubuh, melepaskan racun dalam tubuh,
dan memberi nutrisi yang diperlukan untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh” (Arsa,
2007: 199). Dikuatkan juga dengan kutipan dari Suhardana (2010 : 35-36) yang
mengatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang bersifat sattvika memberikan efek yang
lebih baik kepada pikiran daripada mengkonsumsi makanan rajasika atau tamasika. Para
Rsi dan Brahmana pada jaman dahulu mengkonsumsi makanan sattvika untuk
meningkatkan sifat sattwam pada dirinya.Makanan khususnya di dalam ajaran agama
Hindu tidak hanya mempengaruhi kesehatan orang yang mengkonsumsinya.

Anda mungkin juga menyukai