Anda di halaman 1dari 10

KONSEP TOTEMISME DALAM

TEKS LONTAR SUNDARIGAMA

Oleh
Made Laksmi Damayanti

STAHN Mpu Kuturan Singaraja


E-mail : laksmidamaynti466@gmail.com

ABSTRAK

Lontar Sundarigama adalah salah satu teks susastra yang dijadikan pedoman oleh
umat Hindu dalam hal menjalankan kehidupan beragama. Lontar ini berdasarkan
isinya membahas tentang hari-hari suci, upakara yang dihaturkan ketika pelaksanaan
yadnya, serta kepada dewa/ istadewata siapa yadnya itu dihaturkan. Selain mencakup
konsep ilmu wariga. Lontar Sundarigama juga menjelaskan tentang konsep
totemisme yang sudah sangat mendarah daging dalam sistem keagamaan di Bali.
Totemisme adalah sistem keyakinan yang berakar dari adanya hewan/tumbuhan yang
dipercaya memiliki kekuatan gaib, atau memiliki hubungan yang erat dengan
keberadaan para dewa. Secara sederhana konsep totemisme dalam lontar
sundarigama, berkisar pada pemuliaan kepada hewan, pada hari suci Tumpek
Kandang, dan pemuliaan terhadap tumbuhan, pada hari suci Tumpek Wariga.
Sesungguhnya semua ranah tersebut, mengarah menuju ucapan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas anugerah yang telah diberikan.

Kata Kunci : Totemisme, Lontar Sundarigama


I. PENDAHULUAN
Agama Hindu merupakan salah satu dari beberapa agama yang ada di
Indonesia, yang di mana seperti yang kita tahu bahwa Weda merupakan sumber
utama ajaran agama Hindu. di dalam Weda sangat banyak bagian-bagiannya yang
menjelaskan tentang bagai aspek keagamaan. dan salah satu bagian tersebut Ialah
Tattwa, Tattwa berasal dari kata “tat” berarti hakikat, kebenaran, kenyataan, dan
“twa” berarti yang bersifat (Sura, dkk. 2002:116). Jadi, tattwa berarti yang bersifat
kebenaran atau kebenaran mutlak . Apabila darsana merupakan pandangan tentang
kebenaran itu, maka tattwa adalah kebenaran itu sendiri. Dalam berbagai lontar
berbahasa Jawa Kuna, istilah tattwa menunjuk pada prinsip-prinsip kebenaran
tertinggi. Siwatattwa berbicara mengenai hakikat Siwa, Mayatattwa berbicara
mengenai hakikat maya, dan seterusnya. Dalam tattwa inilah terkandung dogma
agama Hindu yang harus dipercaya tanpa perlu dipertanyakan lagi. Misalnya, Dewa
Wisnu, warnanya hitam, senjatanya Cakra, letaknya di utara, aksara sucinya “I”
adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah. Tattwa tidak memberikan ruang bagi
kritik rasional filsafat tentang kebenaran itu.
Tattwa agama Hindu di Indonesia merupakan hasil konstruksi dari ajaran
filosofis yang terkandung dalam kitab Weda, Upanisad, Sad Darsana, Tantrayana,
Shiwa Siddhanta, ke dalam ajaran Siwatattwa.dan seperti yang kita ketahui sumber
ajaran Tattwa sangatlah beragam salah satunya ialah lontar.Lontar merupakan salah
satu bentuk kesusasteraan Hindu yang berkembang di Bali,dimana jika ini dikaji
lebih jauh, banyak nilai-nilai dalam Lontar yang masih relevan untuk diaplikasikan
dalam kehidupan beragama Hindu.salah satu lontar yang memuat ajaran tentang
Tattwa khususnya yang bercorak Siwatattwa yaitu Lontar Sundarigama.
Lontar Sundarigama merupakan lontar yang dimana secara spesifik membahas
tentang aspek-aspek dalam ajaran agama Hindu . terutama tentang Hari suci dan juga
makna dari pelaksanaan hari suci itu sendiri. Dan ternyata setelah ditinjau lebih
mendalam ternyata dalam lontar ini termuat berbagai ajaran tentang konsep
ketuhanan dan pada karya tulis ini yang berupa jurnal, penulis berusaha menjabarkan
tentang konsep Totemisme dalam Lontar Sundarigama.
Penulis merasa tertarik umtuk mengkaji Lontar ini karena banyak nilai nilai
khususnya nilai ketuhanan yang sangat dekat dengan kehidupan beragama Hindu di
Bali dan harapan penulis semoga melalui karya ilmiah ini nilai-nilai yang terdapat
dalam Lontar Sundarigama bisa tetap terjaga di kehidupan masyarakat.

II. PEMBAHASAN
II.1. Struktur Lontar Sundarigama
Lontar Sundarigama adalah salah satu lontar dari sekian banyak lontar yang
memuat ajaran tentang ajaran Tattwa.jika dilihat dari isinya Lontar ini merupakan
lontar yang bercorak Siwaistik dimana terlihat dari adanya penjelasan tentang
pelaksanaan hari hari suci umat Hindu di Bali. Dalam sudut pandang sejarah, agama
Hindu di Bali adalah Hindu yang bercorak Siwa Siddhanta. Hal inilah yang menjadi
dasar mengapa Lontar Sundarigama dapat dikategorikan ke dalam paham Siwaistik.
Sedangkan Jika dilihat dari segi Fisiknya Lontar ini terdiri dari puluhan lembar
halaman, ditulis dalam huruf/aksara Bali dan disajikan dalam bentuk rangkaian-
rangkaian kalimat yang dipisahkan per sub-bab.
Lontar Sundarigama menurut I Made Suandra dalam bukunya berjudul “
Cundarigama “ tidak dapat dipastikan kapan terciptanya, tetapi dapat diduga lontar ini
telah ada di Bali pada Zaman pemerintahan Dalem Waturenggong dengan Dang
Hyang Dwijendra selaku Bhagawanta-nya. Kata “telah ada “ dapat diartikan sebagai
ditulis oleh pendahulunya.
Mengenai arti dari Sundarigama dijelaskan dalam “kamus bahasa kawi
Indonesia” oleh Y.B Suparian , kata “ sundari “ diartikan sebagai “ pemandangan,
ayam hutan, atau mata air.” Seedangkan kata “ gama “ diartikan sama dengan
“agama”. Dalam “Kamus Pepak Bahasa Jawa” karya Drs, Slamet Mulyono , kata
“Sundari” berasal dari akar kata “Sunar” yang artinya “sinar” dan kata “gama”
diartikan sama seperti di atas yaitu “agama”. Dari kedua pembagian Etimologi
tersebut dapat kita maknai bahwa “Sundarigama” berarti “Sinar Agama”. Dimana
pengertian tersebut bermakna bahwa lontar ini bertujuan sebagai sarana untuk
memberikan penyuluhan atau tuntunan tentang agama kepada masyarakat.
Dari pengertian sebagaimana diuraikan di atas jelas bahwa Lontar
Sundarigama adalah suluh agama atau Sunar agama yang merupakan petunjuk atau
tuntunan dalam melaksanakan upacara agama Hindu. upacara termaksud
dilaksanakan pada hari-hari tertentu, dengan berpegang kepada hari-hari Suci
berdasarkan wuku, wewaran dan Sasih seperti Galungan, Kuningan, Purnama tilem,
Kajeng Kliwon, Hari Hari Kliwon, Sasih kapat, kesanga, kadasa, Tumpek dan lain-
lain. Lontar sundarigama upacara-upacara suci dan dibenarkan dalam melaksanakan
ajaran agama sebagaimana disabdakan oleh Ida Sang Hyang Widhi wasa dan patut
dilakukan oleh masyarakat. Tujuannya adalah agar negara dan pemerintah menjadi
aman dan tentram. sementara rakyatnya menjadi Sejahtera.
Lontar Sundarigama juga merupakan tuntunan pelaksanaan penyucian diri
sebagai sarana bagi manusia dapat menikmati kebahagiaan dan ketentraman yang
kekal di muka bumi ini. Pada gilirannya menjadi sucilah dunia ini karena Ida Sang
Hyang Widhi wasa telah memberikan kedamaian . itulah sebabnya umat manusia
sepatutnya menyatakan cinta kasih kepada sesamanya sebagaimana juga Ida Sang
Hyang Widhi Wasa memberikan kasihnya kepada umat manusia.

II.1.1. Konsep Totemisme


Manusia mulai mengenal sistem kepercayaan pada masa praaksara, tepatnya
zaman Neolithikum. Seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir, manusia
mulai merenungkan kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya.Alhasil, muncul lah
berbagai sistem kepercayaan yang diyakini oleh manusia praaksara, yaitu animisme,
dinamisme, dan totemisme. Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu
memiliki kekuatan supranatural, sehingga dianggap suci.
Sementara itu totem adalah sebutan untuk binatang yang dipuja. Sebenarnya
totem tidak terbatas pada hewan saja, karena beberapa kelompok juga memiliki totem
berupa tumbuhan. Namun totem binatang merupakan bentuk yang paling umum.
Totem merupakan simbol yang menjadi identitas suatu klan. Alasan mengapa hewan
tertentu dijadikan totem di antaranya adalah:
• Anggapan bahwa anggota klan dan totem berasal dari satu leluhur
• Leluhur mengalami suatu peristiwa khusus dengan totem tersebut.
Jadi, para manusia praaksara menyadari adanya suatu hubungan erat dengan
totem tersebut. Oleh sebab itu totem dianggap sakral. Nilai-nilai baik yang ada pada
totem kemudian dihayati sebagai panduan nilai moral dalam kehidupan bersama.
dalam Hindu mengenai konsep Totemisme itu juga diterangkan dalam banyak
susastra atau pustaka suci. Beberapa sloka tersebut antara lain :
Hindu mengajarkan banyak penghormatan pada hewan dengan mengajarkan
sloka-sloka sebagai berikut: Aku (Tuhan) Tuhan adalah Uccaisravasa di antara
bangsa kuda, Tuhan adalah Airavata di antara para gajah (Bhagavadgitd X:27),
Tuhan adalah Kamandhenu di antara para sapi, Tuhan adalah Basuki di antara para
ular (Bhagavadglta X.28), Tuhan adalah Ananta di antara para naga (Bhagavadglta
X.29), Tuhan adalah Singa di antara segala binatang, Tuhan adalah Garuda di antara
para bangsa burung (Bhagavadgiata. X : 39), Tuhan adalah Makara di antara segala
macam ikan (Bhagavadglta. X : 31). Selanjutnya Tuhan dalam reinkarnasi-Nya
sebagai Sri Krsna avatara bersabda; Ihaikastham jagat kritsnam pasya 'dya
sacaracaram, mama dehe gudakesa yac ca 'nyad drastum icchasi (Bhagavadglta XI :
7) "Lihatlah seluruh alam semesta ini, yang bergerak dan yang tidak bergerak, apa
saja yang engkau ingin lihat, O Arjuna, berpusat semuanya dalam badan-Ku'.
Dari sini kita dapat tahu bahwa Hindu mengajarkan penghormatan pada semua
jenis mahluk hidup dan segala sesuatu yang berguna, dari sini saja kita dapat
mengambil sebuah kesimpulan bahwa Hindu adalah solusi untuk segala pengrusakan
dimuka bumi, segala macam jenis kekerasan kepada semua mahluk hidup termasuk
pada binatang-binatang. Karena Hindu adalah agama yang sempurna, agama yang
menjanjikan perlindungan yang merata bukan hanya untuk penganut saja, bukan
hanya untuk manusia, tapi juga pada segala ciptaan yang lain baik yang memiliki roh
maupun tidak.
II.1.2. Konsep Totemisme dalam teks Lontar Sundarigama
Seperti yang dijelaskan sebelumnya lontar Sundarigama adalah salah satu
Lontar yang dianggap penting dan ajarannya masih sangat relevan untuk
diaplikasikan saat ini. Jika kita lihat secara mendalam bahwasan-nya Lontar ini
menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan Hari suci dan makna dari pelaksanaan
suatu upacara. Seperti yang kita tahu, bahwa umat Hindu di Bali memiliki perayaan
hari suci yang beragam dan setiap hari suci tersebut memiliki Ista Dewata tersendiri
pula. Jadi melalui gambaran ini dapat dikatakan bahwa Lontar Sundarigama ini
memiliki beragam konsep ketuhanan, salah satunya ialah konsep Totemisme.
Berikut beberapa kutipan atau penggalan teks Lontar Sundarigama yang
menguraikan tentang konsep Totemisme :
Sundarigama lembar 10a. ( LONTAR KOLEKSI MILIK PERPUSTAKAAN
GEDONG KERTYA SINGARAJA )
…….Wariga, saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring
sanghyang sangkara, apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu
kunang, widhi widananya, pras tulung sasayut, tumpeng, bubur, mwah
tumpeng agung 1, iwak guling bawi, itik wenang, saha raka, panyeneng,
tatebus, kalinganya, anguduh ikang sarwa ning taru asekar, awoh, agodong,
dadi amreta ning urip. Rikang wwang, sasayut nyakra gni 1, maka pangadang
ati, anuwuhaken ajnana sandhi….
Terjemahannya:
…..Pada wuku Wariga, yakni hari Sabtu Kliwon Wariga dinamakan Tumpek
Panguduh, merupakan hari suci pemujaan Sanghyang Sangkara, sebab beliau
merupakan dewa penguasa kesuburan semua tumbuhan dan pepohonan.
Sesajennya terdiri atas pras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, tumpeng agung 1,
babi guling atau guling itik juga boleh, disertai jajan, panyeneng, tatebus.
Maknanya adalah untuk memohon keselamatan tanaman agar dapat berbunga,
berbuah, dan sesajen berupa sasayut cakragni 1 sebagai simbol penguatan hati
dan pikiran untuk menumbuhkan kekuatan batin…..
Dari pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwasannya umat Hindu
terkhususnya di Bali memiliki sebuah ritual keagamaan yang erat kaitannya dengan
ajaran konsep Totemisme . manusia seperti yang kita tahu tidak bisa hidup tanpa
adanya tumbuhan. Oleh karena itu melalui pelaksanaan Tumpek Wariga ini
diharapkan umat tidak hanya mengaplikasikannya dalam bentuk ritual saja akan tetapi
juga pada karakter dimana kita diajarkan untuk melestarikan alam beserta isi di
dalam-nya salah satunya ialah keberadaan tentang tumbuh-tumbuhan yang memiliki
peran penting dalam kehidupan dan bagi umat Hindu tumbuhan salah satunya
berperan memberikan bahan-bahan baku untuk keperluan upacara keagamaan.
Selain itu dalam lontar Sundarigama ada juga salah satu penggalan isinya yang
dimana umat dianjurkan untuk menghormati keberadaan hewan, hal itu dijelaskan
pada kutipan lontar Sundarigama yang berbunyi ,
Lembar 17a ( LONTAR KOLEKSI MILIK GEDONG KERTYA
SINGARAJA)
…….Uye Saniscara keliwon, Tumpek Kandang, prakerti ring sarwa sato, patik
wenang paru hana upadanania , yan ia sapi , kebo, asti, salwirinia sato raja,
upadania : tumpeng, tebasan. Paresesikan, penyeneng, jerimpen, Yan ring
bawi ,tumpeng ,penyeneng,canang raka.yan ring bawi ina , anaman bakbok,
belayag tunggal lawan segawon. Yan ring sarwa paksi minakadiniya ayam,
itik, angsa,dolong, titiran, kukur, kunang salwirinia ,anoman manut rupania,
yang paksi anoman paksi, yan ayam anoman ayam, duluran penyeneng, tetebus
mwang kembang pahes, kalingania iking widhana ring manusa, amarid saking
Sang Hyang Rare Angon, wenang ayabin, pituhun ya ring manusa,
sinukmaning sato, paksi, mina, ring raganta,wawalungan ,sang hyang
Rareangon sariranata uttama…….

Terjemahan :
…….Hari sabtu/ saniscara kliwon wuku Uye dinamakan tumpek kandang,yaitu
hari untuk mengupacarai segala binatang ternakdan binatang lainnya.untuk sapi
,kerbau, gajah, dan lain-lain binatang yang besar bantennya adalah tumpeng
tebasan, pareresik, penyeneng, dan jerimpen.untuk babi banten-nya adalah
tumpeng tebasan. Penyeneng dan canang raka.untuk babi betina adalah
ketupat belokok,belayag tunggal dan sagu. Untuk burung ,ayam, itik, perkutut,
dan sejenisnya bantennya adalah ketupat menurut bentuk rupanya. Kalau
burung berupa ketupat paksi, kalau ayam dengan ketupat ayam disertai banten
penyeneng ,tetebus dan kembang payas. Patut dijelaskan bahwa upacara untuk
binatang itu dilakukan seperti hal-nya mengupacarai manusia, sebab binatang
itu memperoleh perlindungan dari Sang Hyang Rare Angon ( Siwa ). Manusia
itu sebenarnya adalah makhluk utamanya makhluk-makhluk binatang itu .
manusia itu menurut Sang Hyang Rare Angon merupakan badan
utamanya……..
Dari uraian di atas dapat kita jelaskan bahwa selain menganggap tumbuhan
merupakan suatu hal yang harus di hormati , umat juga memberikan perlakuan yang
khusus kepada hewan ternak terkhususnya hewan-hewan yang erat kaitannya dengan
kediupan manusia. Konsep Totemisme disini bukan dalam artian derajat manusia
lebih rendah sehingga kita diharuskan menyembah tumbuhan dan binatang, akan
tetapi, yang dimaksudkan disini manusia diajarakan akan pentingnya memberikan
serta mengucapkan syukur serta terimakasih kepada semua ciptaan beliau ( Ida Sang
Hyang Widhi Wasa ) yang telah membantu manusia di dalam menjalani kehidupan di
dunia. Salah satu wujud terimakasih itu ialah umat Hindu di Bali memiliki suatu
perayaan atau Hari suci untuk memuliakan tumbuhan dan hewan.
Hal ini erat sekali kaitannya dengan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Seperti yang kita tahu, bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki akal, budi,
dan rasa dalam hati nurani, tentu saja kita sebagai makhluk sosial yang normal akan
mengerti akan pentingnya menjaga keharmonisan hidup manusia dengan Tumbuhan
dan hewan. Dan inilah salah satu latar belakang mengapa umat Hindu memiliki sutu
perayaan untuk memuliakan lingkungan beserta isisnya ini.

III. PENUTUP
III.1.1.Kesimpulan
Berdasarkan uraian secara kronologis mengenai Lontar Sundarigama dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Lontar Sundarigama adalah salah satu lontar yang memiliki eksistensi yang penting
dalam kehidupan beragama masyarakat terkhususnya bagi umat Hindu di Bali, lontar
ini secara sederhana merupakan lontar yang memuat tentang bentuk-bentuk perayaan
hari Suci dan upakara-upakara apa saja yang diperlukan serta makna yang terkandung
di dalam upacara tersebut. Sundarigama itulah nama lontar ini yang berarti sinar yang
mencerahkan dan memberikan pemahaman akan aspek-aspek dalam keagamaan .
2. Konsep Totemisme adalah suatu kepercayaan yang menganggap bahwasannya
ciptaan tuhan yaitu tumbuhan dan Hewan atau yang sejenisnya semua hal itu
memiliki kaitan dan kekuatan gaib sehingga karena atas dasar tersebut beberapa
hewan dan tumbuhan mendapatkan perlakuan yang berbeda atau istimewa dalam
kehidupan .Totemisme ini adalah salah satu kepercayaan kuno yang masih tetap ada
sampai saat ini.
3. Mengenai konsep Totemisme dalam lontar Sundarigama secara jelas itu diuraikan
melalui adanya pelaksanaan haru suci yang berdasarkan pawukon / wuku yaitu hari
suci Tumpek Uye dan Tumpek Wariga. Dimana kedua hari ini adalah salah satu
wujud adanya ajaran konsep Totemisme dalam Agama Hindu terkhususnya pada
lontar Sundarigama.
DAFTAR PUSTAKA

Gautama, Wayan Budha. 2000. Sundarigama . Surabaya : Paramita

……, 1998 . Alih Aksara lontar Cundarigama . Tabanan : Phdi kabupaten Tabanan

https://kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-totemisme-sistem-kepercayaan-manusia-
praaksara-1unWIbPWn6s/full DIAKSES PADA TANGGAL 13 Oktober 2021 JAM 18.00

file:///C:/Users/HP%20Laptop/Downloads/Lontar%20sundarigama%20lengkap.pdf
DIAKSES PADA TANGGAL 15 Oktober 2021 JAM 15.00

Naskah Transliterasi Lontar Sudarigama milik Perpustakaan Gedong Kertya ( nomor keropak
tidak diketahui )

Anda mungkin juga menyukai