Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN PELAKSANAAN PAWINTENAN

SARASWATI DAN UPANAYANA

Prof. Dr. I Wayan Ardana, M. Pd, M. Fil. H

Oleh :
Gede Deny Wilyarta (05)
NPM : 2301180373
Pawintenan Saraswati merupakan penyucian diri melalui pemujaan kepada
Dewi Saraswati sebagai sakti Dewa Brahma yang menciptakan ilmu pegetahuan
yang dilaksanakan dengan upacara mewinten setelah pembersihan diri secara lahir
batin. Pawintenan Saraswati dalam Hindu disebutkan bertujuan untuk memohon
kepada Sang Hyang Aji Dewi Saraswati agar badan ini siap untuk menerima wahyu
sruti, ilmu pengetahuan dari beliau.

Sementara itu istilah Upanayana berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
perkenalan. Upanayana adalah masa perkenalan peserta didik (sisia) baru di
lingkungan sekolah yang dilakukan secara spiritual melalui pendekatan ritual
maupun perkenalan yang bersifat fisikal dengan pengenalan kondisi sekolah secara
keseluruhan. Artinya dalam pelaksanaannya ditekankan tentang proses penanaman
dan pengenalan karakteristik kehidupan belajar, baik secara spiritual, psikologis,
dan akademik. Di samping itu pelaksanaan Upanayana lebih mengutamakan
pembinaan spiritual, maka dalam penerapannya Upanayana lebih diprioritaskan
pada pemahaman ajaran Agama Hindu serta bagaimana praktik mengenai ajaran
agama Hindu.

Kegiatan Upanayana selain memberikan beberapa program perkenalan


terhadap peserta didik baru dengan lingkungan tempat belajarnya, tetapi juga
sebagai upaya pendekatan spiritual atau pendekatan atau pendekatan kerohanian.
Hal ini ditandai dengan kegiatan inisiasi atau Pewintenan Saraswati yang bertujuan
untuk memohon restu ke hadapan Dewi Saraswati untuk memperoleh anugerah
kekuatan lahir batin (wahya adhyatmika) dalam memasuki lingkungan baru pada
jenjang pendidikan formal. Harapannya adalah dalam mengawali proses menuntut
ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan selalu dalam tuntunan serta bimbingan
Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewaning pangaweruh. Diyakini dengan
anugerah dari Dewi Saraswati, maka peserta didik taat dan berbakti. Sehingga
dalam pembelajaran maupun praktek keagamaan dan kegiatan pembelajaran
lainnya selalu berhasil, sukses, mendapatkan tuntunan sinar suci, dan terbebas dari
segala rintangan.

1
Proses upanayana memberikan langkah awal guna menuju kesuksesan dalam
proses belajar (Brahmacari Asrama). Dengan Upanayana peserta didik diharapkan
dapat berbakti pada guru (guru susrusa), taat, dan patuh pada program pendidikan
serta nasehat yang diberikan. Tujuan utama dari pelaksanaan Upanayana adalah
terwujudnya generasi Hindu yang yang berkualitas dan memiliki budi pekerti luhur
(suputra). Sehingga para siswa benar-benar siap mengisi diri dengan ilmu
pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan lainnya dengan terlebih dahulu
memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai
Dewi Saraswati.

Dalam melaksanakan prosesi Pawintenan Saraswati dan Upanayana harus


diawali dengan Puja dari Ida Pandita dan Melukat serta Maprayascita bagi peserta
Pawintenan sebelum masuk ke prosesi inti dalam upacara ini. Adapun beberapa
prosesi dalam Pawintenan Saraswati dan Upanayana ini yang harus dilakukan,
yaitu,

1. Ngikup Sang Hyang Semara Ratih


Prosesi ini bertujuan memohon kebaikan kepada Sang Hyang Semara Ratih
sebagai simbol cinta kasih dengan ditandai dengan penyematan simbol
Semara Ratih di bahu kanan.
2. Mapetik
Mapetik dilakukan dengan memotong rambut di lima titik di kepala dengan
menggunakan “Panca Korsika” yang bertujuan untuk menghilangkan papa
klesa pataka (dosa ; Catur Pataka), lara rogha wighna, gering sasab
merana, sarwa satru, dan sebel kendel dari para pemilet yang dipetik.
3. Mapedamel
Mapadamel merupakan upacara dimana pemilet akan merasakan 6 rasa
yang ada di dunia ini yang disebut sad rasa, yaitu manis, asam, asin, pahit,
sepat, dan pedas. Keenam rasa ini melambangkan bagaimana hal-hal yang
akan dilewati dalam kehidupan.
 Rasa pahit dan asam sebagai simbol agar tabah menghadapi peristiwa
kehidupan yang kadang-kadang tidak menyenangkan.

2
 Rasa pedas sebagai simbol agar tidak menjadi marah bila mengalami
atau mendengar hal yang menjengkelkan.
 Rasa sepat sebagai simbol agar taat pada peraturan atau norma-norma
yang berlaku, rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan, selalu
meningkatkan kualitas pengetahuan karena pembelajaran diri.
 Rasa manis sebagai simbol kehidupan yang bahagia lahir batin sesuai
cita-cita akan diperoleh bilamana mampu menghadapi pahit getirnya
kehidupan, berpandangan luas, disiplin, serta senantiasa waspada
dengan adanya sad ripu dalam diri manusia.
4. Merajah
Merajah ditandai dengan penulisan aksara-aksara suci agar dapat
memberikan kekuatan positif. Alat-alat yang digunakan untuk merajah
berupa sirih dan madu, yang dirajahkan pada,
 Diantara kedua kening dengan menuliskan aksara suci Yang
 Di dada dengan aksara suci Dang
 Di kedua bahu dengan aksara suci Bang
 Di pundak dengan aksara suci Sanga
 Di telapak tangan dengan aksara Tang
 Di tengah lidah dengan aksara suci Ing
 Di ujung lidah dengan aksara Ong

Selesai merajah pinandita akan menulisi pinang dengan aksara suci Ang,
Ung, Mang dan diberikan lekesan sirih dengan aksara Ya, Ra, La, Wa, dan
setelah itu dimantrai, lalu diberikan kepada yang diwinten untuk dimakan,
yang mengandung simbol bahwa ilmu pengetahuan sudah masuk ke
dalam jiwanya.

5. Pemasangan Semayut atau Yajnopavita


Dilakukan dengan memasangkan benang tridatu yang kedua ujungnya telah
diikatkan uang kepeng atau pis bolong pada badan yang memiliki makna
bahwa bahwa perbuatan sang pemilet telah dikendalikan.

3
Setelah itu pemilet akan dibagikan banten saraswati dan sarana upakara
lainnya.
6. Mejaya-jaya
Upacara Mejaya-Jaya adalah bertujuan untuk mensucikan kembali atma
dan raga sarira.
7. Persembahyangan Bersama
Dilakukan dengan melaksanakan Tri Sandya, Panca Kramaning Sembah,
serta natab banten Saraswati.
8. Metirta Wangsuhpada
Dilakukan dengan diberikan tirta atau air suci oleh Pinandita kepada
umatnya. Tirta Wangsuhpada merupakan lambang karunia / wara nugraha
Ida Bhatara kepada umat yang memuja berupa Amrta (kehidupan yang
sejahtera)
9. Mebija
Bija atau Wija adalah beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana.
Kadangkala juga dicampur kunyit sehingga berwarna kuning, maka
disebutlah bija kuning. Bila dapat supaya diusahakan beras galih yaitu beras
yang utuh, tidak patah. Mebija umumnya dengan menempelkan bija di 3
titik yaitu di anja cakra (sedikit diatas diantara kedua alis), di mulut dengan
ditelan, dan di wisuda cakra (leher)
10. Pemasangan benang Tri Datu
Benang tridatu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam konteks Tri
Murti. Tri Murti merupakan tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam
menciptakan, memelihara, dan mengembalikan kembali pada asalnya atau
melebur. Pemasangan Tri Datu dilakukan dengan melilitkan 3 benang
dengan warna masing-masing merah, hitam, dan putih, lalu mengikatkan di
pergelangan tangan kanan.
11. Pemasangan Karawista atau Sirawista
Karawista atau Sirawista merupakan tiga helai alang-alang yang dirangkai
sedemikian rupa hingga bagian depan/ujungnya membentuk lingkaran
(windu) dan titik (nada), merupakan simbolisasi dari aksara suci OM yang

4
tersusun melalui Bija aksara A-U-M. Sirawista atau Karawista diikatkan di
kepala dengan maksud bahwa sejak saat itu seseorang telah diberikan
kepercayaan dan tanggung jawab untuk selalu mensucikan diri yakni
dengan selalu mengingat Hyang Widhi melalui aksara OMkara.
12. Puja Paramasantih
Terakhir adalah dengan menutup dengan menghatturkan Puja Paramasantih
yang bertujuan untuk memohon kedamaian kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Dengan selesainya upacara Pawintenan Saraswati dan Upanayana,


diharapkan para peserta Pawintenan dan Upanayana diharapkan mampu
mengendalikan sifat-sifat negatifnya sehingga nantinya mampu menjadi siswa yang
suputra dan cerdas secara spiritual serta akademis.

Anda mungkin juga menyukai